main article site » |
Published in Berita IPTEK (25 October 2002)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) meneruskan tradisinya mengadakan Pemilihan Peneliti Muda Indonesia(PPMI) dibawah umur 35 tahun yang ke-10 tahun 2002 pada tanggal 1-2 October 2002 yang lalu. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menjaring para peneliti muda berbakat di seluruh Indonesia dan memberikan dorongan untuk terus berkarya melalui penghargaan yang diberikan.
Menurut Ketua Dewan Juri PPMI 2002, Dr. Anung Kusnowo,M.Tech. yang juga Ketua Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik, LIPI, terkumpul lebih dari 60 karya tulis yang berasal dari lembaga penelitian, universitas dan institusi lainnya dari seluruh Indonesia untuk lima bidang yang diperlombakan. Bidang tersebut adalah Ilmu Pengetahuan Teknik dan Rekayasa, Ilmu Pengetahuan Alam dan Lingkungan, Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Ilmu Sosial dan Budaya serta Ilmu Ekonomi dan Manajemen. Para peserta disyaratkan berusia dibawah 35 tahun, kecuali bidang Ilmu Kedokteran dan Kesehatan yang dibatasi sampai usia 40 tahun.
Setelah melalui proses seleksi oleh dewan juri dari masing-masing bidang, babak final berupa presentasi dan wawancara dilangsungkan di kantor pusat LIPI, Jalan Gatot Subroto pada hari Senin, 30 September 2002. Para dewan juri berasal dari LIPI, BPPT, UI, ITB dan lembaga-lembaga penelitian terpandang lainnya dan terdiri dari para peneliti senior maupun muda yang pernah menjadi pemenang PPMI sebelumnya. Para pemenang yang diumumkan pada hari berikutnya, 1 October 2002 itu adalah sbb.
Sedangkan untuk Bidang Ilmu Sosial dan Budaya, Dewan Juri memutuskan tidak ada pemenangnya. Para pemenang PPMI ini mendapatkan masing-masing piagam penghargaan dan medali dari LIPI serta hadiah uang 20 juta rupiah dari Bank Mandiri yang mendukung kegiatan ini.
Kepala LIPI yang baru dilantik beberapa hari sebelumnya, Prof. Dr. Umar Anggara Jenie dalam sambutannya berharap agar para peneliti muda ini tetap konsisten berkarya dalam penelitian yang menjadi kompetensi masing-masing. Menuturkan pengalamannya ketika baru kembali dari studi di luar negeri, Kepala LIPI yang juga adalah peneliti di Fakultas Farmasi, UGM ini bertekad melakukan penelitian di laboratorium selama setidaknya 10 tahun pertama daripada menerima jabatan di fakultas yang ketika itu ditawarkan kepadanya. Berkatnya, beberapa paten internasional berkaitan dengan molekul obat yang dikembangkannya berhasil dikantungi dalam kurun waktu tersebut.
Published in Berita IPTEK (11 October 2002)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) meneruskan tradisinya mengadakan Pemilihan Peneliti Muda Indonesia(PPMI) yang ke-10 tahun 2002 pada tanggal 1-2 October 2002 yang lalu. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menjaring para peneliti muda berbakat di seluruh Indonesia dan memberikan dorongan untuk terus berkarya melalui penghargaan yang diberikan.
Menurut Ketua Dewan Juri PPMI 2002, Dr. Anung Kusnowo,M.Tech. yang juga Ketua Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik, LIPI, terkumpul lebih dari 60 karya tulis yang berasal dari lembaga penelitian, universitas dan institusi lainnya dari seluruh Indonesia untuk lima bidang yang diperlombakan. Bidang tersebut adalah Ilmu Pengetahuan Teknik dan Rekayasa, Ilmu Pengetahuan Alam dan Lingkungan, Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Ilmu Sosial dan Budaya serta Ilmu Ekonomi dan Manajemen. Para peserta disyaratkan berusia dibawah 35 tahun, kecuali bidang Ilmu Kedokteran dan Kesehatan yang dibatasi sampai usia 40 tahun.
Setelah melalui proses seleksi oleh dewan juri dari masing-masing bidang, babak final berupa presentasi dan wawancara dilangsungkan di kantor pusat LIPI, Jalan Gatot Subroto pada hari Senin, 30 September 2002. Para dewan juri berasal dari LIPI, BPPT, UI, ITB dan lembaga-lembaga penelitian terpandang lainnya dan terdiri dari para peneliti senior maupun muda yang pernah menjadi pemenang PPMI sebelumnya. Para pemenang yang diumumkan pada hari berikutnya, 1 October 2002 itu adalah sbb.
Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik dan Rekayasa, Dr. Arief Budi Witarto, M.Eng. dari Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI dengan tema "Rekayasa Protein Berstruktur Beta-Propeller dan Protein Berfungsi Transduksi Sinyal untuk Aplikasi Kedokteran".
Bidang Ilmu Pengetahuan Alam dan Lingkungan, Dr.Laksana Tri Handoko dari Pusat Penelitian Fisika, LIPI dengan tema "Pencarian Partikel Higgs melalui Fenomena Peluruhan Bq -> l+ l-*".
Bidang Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Syamsul Rizal dari Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas dengan tema "Efek Pemberian Vitamin E sebagai Antioksidan terhadap Pencegahan Adhesi Intraperitonium".
Bidang Ilmu Ekonomi dan Manajemen, Hermeindito Karo, SE, MM dari Universitas Katolik Widya Mandala dengan tema "Kebangkrutan versus Restrukturisasi: Evaluasi dan Prediksi Kelangsungan Hidup Perusahaan Pasca Krisis Keuangan 1997".
Sedangkan untuk Bidang Ilmu Sosial dan Budaya, Dewan Juri memutuskan tidak ada pemenangnya. Para pemenang PPMI ini mendapatkan masing-masing piagam penghargaan dan medali dari LIPI serta hadiah uang 20 juta rupiah dari Bank Mandiri yang mendukung kegiatan ini.
Kepala LIPI yang baru dilantik beberapa hari sebelumnya, Prof. Dr. Umar Anggara Jenie dalam sambutannya berharap agar para peneliti muda ini tetap konsisten berkarya dalam penelitian yang menjadi kompetensi masing-masing. Menuturkan pengalamannya ketika baru kembali dari studi di luar negeri, Kepala LIPI yang juga adalah peneliti di Fakultas Farmasi, UGM ini bertekad melakukan penelitian di laboratorium selama setidaknya 10 tahun pertama daripada menerima jabatan di fakultas yang ketika itu ditawarkan kepadanya. Berkatnya, beberapa paten internasional berkaitan dengan molekul obat yang dikembangkannya berhasil dikantungi dalam kurun waktu tersebut. (mda-rl234)
Published in Republika (5 October 2002)
JAKARTA - Sebanyak empat peneliti muda berhak menyandang gelar peneliti terbaik dalam ajang "Pemilihan Peneliti Muda Indonesia (PPMI) ke-10 tahun 2002" yang digelar Senin (30/9). Semuanya berasal dari disiplin ilmu pengetahuan alam dan ekonomi. Sedang dari ilmu pengetahuan sosial dan budaya tidak ada.
Menurut ketua Dewan Juri PPMI ke-10, Dr Anung Kusnowo, M.Tech, para peneliti muda itu adalah Dr Laksana Tri Handoko dari Pusat Penelitian Fisika LIPI Puspitek Serpong, sebagai peneliti terbaik bidang ilmu pengetahuan alam dan lingkungan. Judul karya tulis para pemenang, berturut-turut per bidang : "Pencairan Partikel Higgs Melalui Fenomena Peluruhan Bq -> l+ l-".
Hermeindito Kaaro, SEE, MM dari Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, sebagai peneliti terbaik bidang ilmu ekonomi dan manajemen. Judul karya tulis, "Kebangkrutan Versus Restrukturisasi : Evaluasi dan Prediksi Kelangsungan Hidup Perusahaan Pasca Krisis Keuangan 1997".
Syamsul Rizal dari Fakuktas Kedokteran Universitas Andalas Padang sebagai peneliti terbaik bidang ilmu kedokteran dan kesehatan dengan karya tulis "Efek Pemberian Vitamin E sebagai Antioksidan terhadap Pencegahan Adhesi Intraperitonium Pasca Laparatomi pada Tikus".
Sedang Dr Arief Budi Witarto, M.Eng dari Pusat Penelitian Bioteknologi
LIPI, Cibinong sebagai peneliti terbaik di bidang ilmu pengetahuan
teknik dan rekayasa. Judul karya tulisnya "Rekayasa Protein Berstruktur
Beta-Propeller dan Protein Berfungsi Transduksi Sinyal untuk Aplikasi
Kedokteran".
c21
Published in Sinar Harapan (2 October 2002)
JAKARTA - Menjadi peneliti di Indonesia bukan hal mudah. Terlebih kalau penelitiannya dinilai tidak komersial. Namun fakta ini tidak menghalangi Dr. Laksana Tri Handoko untuk terus melakukan pencarian partikel Higgs, sebuah partikel yang sampai saat ini belum ditemukan.
Pencarian partikel ini sama dengan memahami apa yang terjadi di alam semesta. Jika diketahui sifatnya maka akan bisa diketahui gunanya. Saya ingin menjadi orang pertama yang menemukan partikel misteri ini,? ujar Laksana kepada SH menjelang presentasi karya tulisnya di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, awal pekan ini. Obsesi ini pula yang membawa lelaki kelahiran 7 Mei 1968 tersebut menjadi finalis pemilihan peneliti muda 2002 bidang ilmu pengetahuan dan lingkungan LIPI 2002. Namun lelaki bersahaja ini justru sama sekali tak berharap terpilih menjadi peneliti muda pada institusi tempatnya bekerja.
Mereka menitikberatkan pada teknologi tepat guna, suatu temuan yang aplikasinya langsung bisa dirasakan manfaatnya. Sedangkan penelitian saya masih bersifat pencarian, pembuktian teori yang sudah ada,? lanjut anak satu dari empat bersaudara ini.
Biaya Sendiri
Partikel Higgs merupakan satu-satunya partikel yang belum dibuktikan secara praktik. Fenomena ini tak ubahnya dengan teori Big Bang Stephen Hawking, yakni secara teoretis ada namun eksistensinya belum terbukti. Adalah Peter W. Higgs, fisikawan Skotlandia yang mengemukakan teori ini pada tahun 1964. Dengan mengambil teori elektromagnet sebagai model, ia menguraikan cara memberikan massa pada foton dengan menggunakan kiat perusakan kesetangkupan spontan (spontaneously symmetry breakdown).
Sejak dua tahun silam, Laksana tekun melakukan penelitian di laboratoriumnya untuk menemukan partikel misteri ini. Ia melakukannya dengan proses peluruhan atom meson dengan elektron lepton positif dan lepton negatif.
Menurut sarjana S3 dari Universitas Hiroshima, Jepang ini, peluruhan terjadi pada saat partikel yang lebih besar bertemu dengan partikel lebih kecil. Penelitian ini masih akan terus dilanjutkan sampai partikel Higgs benar-benar ditemukan. Sedangkan dalam karya tulis berjudul Pencarian Partikel Higgs Melalui Fenomena Peluruhan, Laksana banyak menguraikan ikhwal proses peluruhan itu sendiri.
Kendati berprofesi sebagai peneliti di Pusat Fisika LIPI, Pusat Penelitian Teknologi Serpong, Jawa Barat, bukan berarti penelitian ini dibiayai oleh LIPI. Laksana mengaku semua biaya riset laboratorium berasal dari koceknya pribadi.
Mereka hanya mau membiayai penelitian yang tepat guna dan aplikatif. Biayanya cukup besar, sebab peralatan laboratorium sangat mahal, seloroh bapak dari satu putra ini. Tekadnya cukup bulat, menjadi seorang penemu di bidang fisika. Tekad ini pulalah yang membuat Laksana bergumul dengan ilmu fisika teoretis sejak tingkat pertama di bangku kuliah.
Jumlah peminat fisika teoretis di Indonesia bisa dihitung dengan jari. Fakta ini juga yang membuat arek Malang tersebut menjadi semakin bersemangat dengan sejumlah penelitian. Ia yakin, dengan kian sedikit peminat maka harapan untuk bisa tampil sebagai penemu nomor satu kian terbentang lebar. "Makin sedikit akan justru makin tidak ada saingan, " ujarnya disusul tawa lebar. Dari penampilannya yang terkesan santai dan tenang, Laksana tidak memiliki tipikal seorang fisikawan yang terkesan serius dan angker.
Ia tampak tenang dan bersedia ngobrol panjang lebar sebelum namanya dipanggil ke sidang presentasi. Padahal sidang ini yang paling menentukan apakah ia akan terpilih sebagai peneliti muda LIPI atau tidak. Jabatan peneliti muda di LIPI merupakan jabatan bergengsi di mata ilmuwan Indonesia.
Sejak sepuluh tahun lalu, jabatan ini diperebutkan? oleh banyak ilmuwan dari pelosok tanah air. Dari ratusan ilmuwan yang mengajukan proposal, hanya sepuluh finalis yang dipilih. Dan dari sepuluh itu akan ?diperas? menjadi satu orang saja.
Saya tak punya obsesi menjadi peneliti muda. Karya tulis ini saya buat karena diusulkan oleh atasan saya. Saya sadar, penelitian saya tidak komersial dan aplikatif, komentar Laksana yang sudah akrab dengan LIPI sejak Lomba Penelitian Karya Ilmiah Remaja (LPKIR) belasan tahun lalu.
Saat obrolan bergulir, tiba-tiba seorang dewan juri memanggil Laksana untuk segera tampil membawakan presentasi karya tulisnya yang tidak komersial itu. Dengan santai dan tanpa beban lelaki ini masuk ke ruang sidang dan obrolan pun usai.
(SH/merry magdalena)
Published in Republika (1 October 2002)
JAKARTA -- Sedikitnya sepuluh orang peneliti muda dari berbagai daerah di Indonesia bersaing untuk merebut prestasi nasional 2002. Hal itu dilakukan dalam kegiatan pemilihan peneliti muda Indonesia di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Hasil penelitian calon peneliti muda itu "disidangkan" oleh para peneliti senior LIPI sesuai dengan bidang ilmu yang mereka geluti selama ini. Acara tersebut dibuka oleh Deputi Kepala LIPI Anung Kusnowo di Jakarta, Senin (30/9).
Pemilihan peneliti muda Indonesia tahun 2002 itu merupakan kegiatan yang dilakukan LIPI. Sementara, kesepuluh peneliti muda tersebut adalah finalis nasional sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing seperti bidang teknologi dan rekayasa.
Dua peneliti muda yang tercatat sebagai finalis adalah Dr Arief Budi Witarto M Eng, dengan judul penelitian "Rekayasa Protein Berstruktur Beta Propeller dan Protein Berfungsi Transduksi Sinyal untuk Aplikasi Kedokteran". Dan Ir. Pancawati Dewi MT berjudul "Api dan Arsitektur Prolegomena Konstruksi Pengetahuan Arsitektur Nusantara".
Finalis peneliti muda bidang ilmu kedokteran dan kesehatan adalah Drs Kusmardi MSi, dengan judul penelitian "Potensi Beta Karoten sebagai Biological Response Modifer terhadap Ekspresi Reseptor Interleukin-2 Kultur In Vitro Limfosit T Mencit Bertumor Mammae".
Sementara peneliti kelahiran Bandung asal fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang, Syamsul Rizal, memaparkan hasil penelitiannya berjudul "Efek Pemberian Vitamin E sebagai Antioksidan terhadap Pencegahan Adhesi Intraperitonium Pasca Laparatomi pada Tikus".
Peneliti muda Dr Laksana Tri Handoko, bidang ilmu pengetahuan dan lingkungan, menulis tentang "Pencairan Partikel Hinggs Melalui Fenomena Peluruhan Bq -> l+ l-", sedang rekannya Dr Dedy Ruswandi MSc menulis "Analisis Genetik dan Pemetaan 'Quantitative Trait Loci' (QTL) untuk Gen Resisten Bulai pada Jagung".
Bidang ilmu sosial dan budaya dengan peneliti muda Amin Rahayu SSos memaparkan hasil penelitiannya berjudul "Majelis Rakyat Indonesia (MRI), 1941-1942: Badan Terbesar Perwakilan Indonesia dalam Perjuangan Mencapai Parlemen Indonesia yang Sejati".
Sedangkan rekannya Silvia Kurniawati dari Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya meneliti dan mengangkat masalah percintaan yang dilakukan dua insan melalui Short Message Service (SMS) dengan judul "Berkomunikasi Seksual di Kalangan Remaja dengan SMS".
Peneliti muda bidang ilmu ekonomi dan manajemen Lenna Ellitan SE, MSi, mengangkat hasil penelitiannya berjudul "Keselarasan Teknologi-Strategi Manufaktur dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Perusahaan: Studi Exploratori pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia".
Rekannya Hermeindito Karo Se, MM kelahiran Surabaya dari Universitas Katolik Widya Mandala menulis tentang "Kebangkrutan Versus Restrukturisasi: Evaluasi dan Prediksi Kelangsungan Hidup Perusahaan Pasca Krisis Keuangan 1997".
Pada kesempatan itu, Anung Kusnowo mengatakan dunia industri masih kurang mempercayai karya para peneliti Indonesia. Akibatnya, hasil-hasil penelitian kurang terserap di dunia industri.
Anung juga menilai kurangnya perhatian industri terhadap dunia penelitian. Alih-alih ikut membiayai, bahkan mereka kurang menoleh pada hasil budaya bangsa.
ant/c21/erd
Published at kosmos (2002)
Im Zentrum des Kolloquiums in Hanoi standen aus Sicht der rund 50 Forscherinnen und Forscher die Fragen nach den Chancen und Wegen fÃŒr eine transnationale Zusammenarbeit. [Meeting in Hanoi] |
GeprÀgt von Aufbruchstimmung charakterisierte Dr. Danwei Wang die Forschungssituation in Singapur. Das Land habe sich als Fertigungsstandort etabliert. Nun wÃŒrde die Regierung die Forschung intensiv fördern. Dem standen Berichte wie der von Dr. Laksana Tri Handoko aus Indonesien gegenÃŒber, wo insbesondere die Grundlagenforschung "gleichermaÃen unter politischen InstabilitÀten und fehlender Förderung" leide. Als Erfolgsmodell beschrieb Handoko die Arbeit der Gruppe fÃŒr "Theoretical Physics and Computation" am Indonesian Institute of Science. Durch multinationale Kooperationen und die UnterstÃŒtzung der AvH habe man Forschungsprojekte initiiert, die sich ohne Regierungsmittel trÃŒgen.
Um KrÀfte zu bÌndeln, schlug Professor Muhamad Bin Zakaria aus Malaysia die GrÌndung eines "Research Coordinating Committee for Southeast Asia" vor ? ein Gremium, bei der die Humboldt-Stiftung "dank ihres einmaligen Netzwerkes eine hilfreiche Rolle spielen könnte".
Aufgewertet wurde das Kolloquium durch mehrere Humboldtianer, die hochrangige politische und gesellschaftliche Ãmter bekleiden, darunter zum Beispiel der stellvertretende Erziehungsminister Vietnams, Professor Tran Van Nhung. Erstmals öffnete die Humboldt-Stiftung ihr Kolloquium auch fÃŒr 15 vielversprechende junge Akademiker aus Vietnam, die bereits mit einem Stipendium des Deutschen Akademischen Austauschdienstes in Deutschland promovierten.