main article site » |
Published in The Habibie Center (9 December 2004)
They are Dr Laksana Tri Handoko from the Physics Research Center at the Indonesian Science Institute (LIP) and Dr Wilson Walery Wenas from the Physics Department at the Bandung Institute of Technology (ITB). This is the fifth award presentation since 1999. The award was presented on December 30, 2004 at Sahid Jaya Hotel.
The recipients received a gold-plated medallion with a carved picture of Baharuddin Jusuf Habibie as the founder of the Habibie Center. Both Physician also received US$ 25,000 each. This is the largest amount of reward in the science sector given in Indonesia.
Even though BJ Habibie was unable to attend the event, many prominent figures attended the event, such as Fanny Habibie (younger brother of BJ Habibie), National Education Minister Bambang Sudibyo, former national education minister Malik Fadjar, former education and culture minister Wardiman Djojonegoro, and LIPI researcher Dewi Fortuna Anwar. Senior legal practition Adnan Buyung Nasution, a former Habibie Award recipient, was also present at the event.
The BJ Habibie Award was given by National Education Minister Bambang Sudibyo. Meanwhile, the US$ 25,000 check was given by the Deputy Board of Trustees of the Habibie Center, Junus Effendi Habibie.
The award presentation started at 8 p.m., after hundreds of invitations viewed a documentary on the 5-year history of The Habibie Center, as well as the role of BJ Habibie in the technology and political sector. âÃ?Ã?This is a large contribution for the development of technological science in Indonesia,âÃ?à stated the National Education Minister in his address.
One of the recipient, Handoko, on behalf of scientist in the field of physics, expressed his gratitude for the award. "I am very proud and thankful. I hope I can maintain this achievement for the development of technological science in Indonesia," stated Handoko, who is a graduate of Hiroshima University in Japan.
Handoko accomplished his bachelor, masters and doctorate education in Japan. He has become a researcher in various international institutions. One of them is being a researcher at the International Center of Theoretical Physics in Italy. In 2001, her returned to Indonesia and joined LIPI.
Similarly, Wilson, who represented engineering physics, wishes to establish a state-of-the-art technology company to help underprivileged communities. "With the support of various elements, I hope I will be able to establish a state-of-the-art technology company to help the poor."
After graduating from ITB, Wilson attended Tokyo Institute of Technology in Japan for his masters and doctorate degree. He was also appointed as the youngest member of the Photovotaics International Advisoary Committee, which consist of 20 members all over the world.
Besides the two scientists, the BJ Habibie Award also presented a doctorate scholarship program for six university lecturers in the country. The Habibie Center also presented awards to five winners of the high school essay competition.
Published in Tempo (6-12 December 2004)
Dua peneliti dari UI dan ITB, Laksana Tri Handoko dan Wilson Walery Wenas, Selasa pekan lalu terpilih sebagai pemenang B.J. Habibie Award 2004. Handoko merebut penghargaan untuk kelompok ilmu dasar dan Wilson untuk kelompok ilmu rekayasa. Selain medali dan piagam, masing-masing memperoleh uang US$ 25 ribu (Rp. 227,5 juta).
bagi Wilson, Habibie Award menunjukkan komitmen Habibie pada ilmu pengetahuan. Apalagi, katanya, hadiah US$ 25 ribuadalah yang terbesar di Indonesia untuk bidang penelitian. "Saya sangat bangga dan berharap ada kompetisi sejenis di INdonesia, " kata pria kelahiran Manado ini. Menurut dia, hambatan dana adalah soal terbesar bagi peneliti di Indonesia.
Wilson mengkhususkan peneltian di bidang semikonduktor dan teknologi sel surya. Ia kini meneliti pengembangan industri manufaktur panel sel surya. "Industri ini untuk pembangkit listrik di daerah terpencil yang belum terjangkau PLN," ujar Direktur Center for Basic Science Education and Development ITB itu.
Adapun rekannya, Handoko, memfokuskan penelitian fisika energi tinggi atau fisika partikel. Selain mengajar di Jurusan Fisika dan Program Pasca Sarjana Fisika UI, sehari-hari ia adalah peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). "Saya tidak menyangka jika pekerjaan saya diapresiasi orang," kata bapak satu anak yang pernah menjadi peneliti di International Center for Theoretical Physics (ICTP) Italia ini.
Menurut Ketua Panitia seleksi Habibie Award 2004, Wardiman Djojonegoro, tahun ini penghargaan diberikan hanya untuk dua bidang ilmu dari lima kategori bidang ilmu yang dilombakan. "Karena hanya dari dua bidang itu saja yang nominatornya (maksudnya nominee - Red) memenuhi syarat," katanya.
Published in Manado News (1 December 2004)
Reputasi internasional tak membuat karakter kawanua peneliti muda ini jadi terlihat "orang lain". Meski fasih menggunakan banyak bahasa asing, namun aksen Melayu Manadonya tetap kental. Apalagi dengan wajah tole-nya yang khas, membuat siapa pun warga bumi Nyiur Melambai yang melihatnya pastilah merasa dekat, yang tadi malam (Selasa, 30/11) memenuhi Puri Agung Hotel Sahid Jaya Jakarta, saat lelaki bernama lengkap Dr Wilson Walery Wenas itu dianugerahi BJ Habibie Award Bidang Kelompok Ilmu Rekayasa Fisika. "Ahli itu orang Manado". Begitu kata seorang panitia, ketika Manado Post menunjuk lelaki fasung yang baru saja menuruni panggung, sesaat setelah menyampaikan sambutannya, usai diberi penghargaan. Putra Tonsea itu memang sangat kentara ke-Manado-annya. Tak banyak berbasa-basi saat memberi sambutan, namun segudang prestasinya seakan memberi pembenaran akan pepatah, "Sedikit bicara, banyak bekerja". "Tak banyak yang bias saya sampaikan, yang jelas saya ingin menghadirkan industri berbasis teknologi tinggi. Karena saya menyadari, terknologi tinggi sekarang ini sangat dibutuhkan oleh rakyat kecil," katanya tanpa embel-embel, sembari tak lupa mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tuanya, meski tak sempat mendampinginya saat menerima anugerah dari mantan Presiden Indonesia yang dikenal sebagai teknokrat itu.
Anugerah BJ Habibie Award 2004 itu sendiri diberika kepada 2 orang. Selain Wenas yang merupakan dosen di Departemen Fisika ITB Bandung, penghargaan ini juga diberikan kepada Dr Laksana Tri Handoko dari Pusat Penelitian Fisika LIPI untuk kategori Kelompok Ilmu Dasar Fisika. Keduanya selain mendapatkan sertifikat dan medali, juga mengantongi uang sebesar US$ 25 ribu.
Wenas sendiri adalah pakar yang secara konsisten mengembangkan temuan-temuan inovatif di bidang semikonduktor dan sel surya. Hasil-hasil risetnya telah dituangkan ke dalam 130 makalah dan laporan ilmiah yang telah dipublikasikan di dalam dan liar negeri. Tak heran jika kemudian Menteri Pendidikan Nasional Prof Dr Bambang Sudibyo berharap bahwa para peneliti ini dapat mengembangkan pengetahuannya di masa mendatang. "Karena mereka adalah asset negeri ini," pujinya saat memberi sambutan.
Published in Jawa Pos (1 December 2004)
JAKARTA - The Habibie Center tadi malam menganugerahkan gelar B. J. Habibie Award 2004 kepada dua ilmuwan berbakat tanah air. Mereka adalah Dr Laksana Tri Handoko dari Pusat Penelitian Fisika LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan Dr Wilson Walery Wenas dari Departemen Fisika Institut Teknologi Bandung. Ini pemberian gelar kali kelima sejak 1999.
Selain menerima medali berlapis emas bergambar foto Baharuddin Jusuf Habibie sebagai pendiri The Habibie Center, kedua ahli fisika ini mendapat hadiah uang tunai USD 25 ribu (sekitar Rp 225 juta). Ini hadiah tertinggi di Indonesia sebagai penganugerahan bidang keilmuan.
Sayang, Habibie berhalangan datang dalam acara yang dihadiri ratusan undangan di Puri Agung Hotel Sahid itu. Tapi, banyak tokoh hadir. Misalnya, Fanny Habibie (adik B. J. Habibie), Mendiknas Bambang Sudibyo, mantan Mendiknas Malik Fadjar, mantan Mendikbud Wardiman Djojonegoro, dan peneliti LIPI Dewi Fortuna Anwar. Pengacara senior Adnan Buyung Nasution, yang pernah menerima Habibie Award, juga terlihat hadir.
Penyerahan B. J. Habibie Award 2004 ini dilakukan Mendiknas Bambang Sudibyo. Sedangkan hadiah cek US$ 25 ribu diserahkan oleh Wakil Ketua Dewan Pembina The Habibie Center Junus Effendi Habibie.
Penganugerahan gelar dimulai pukul 20.00 setelah ratusan undangan disuguhi film dokumenter lima tahun perjalanan The Habibie Center serta kiprah B. J Habibie, baik di bidang iptek maupun politik. "Ini sumbangan yang tinggi untuk kemajuan iptek di Indonesia," kata Mendiknas dalam sambutannya.
Kedua ilmuwan yang menerima anugerah tampak ceria. Handoko, mewakili ilmuwan kelompok ilmu dasar fisika, mengucapkan terima kasih atas anugerah itu. "Saya bangga dan bersyukur. Semoga saya bisa mempertahankan prestasi ini demi meningkatkan kemajuan iptek di Indonesia," ujar lulusan Universitas Hiroshima, Jepang, ini.
Handoko menyelesaikan studi mulai S1 sampai S3 di Jepang. Seusai kuliah, dia jadi peneliti di berbagai lembaga luar negeri. Antara lain, peneliti di International Center of Theoretical Physics di Italia. Akhirnya pada 2001 dia kembali ke Indonesia dan berkiprah di LIPI.
Hal senada disampaikan Wilson. Lelaki yang mewakili kelompok rekayasa fisika ini ingin mendirikan perusahaan teknologi tinggi untuk membantu masyarakat bawah. "Atas bantuan banyak pihak, saya harap bisa mewujudkan perusahaan teknologi tinggi untuk membantu masyarakat bawah," ucapnya disambut tepuk tangan.
Begitu lulus dari ITB, Wilson menyelesaikan S2 dan S3 di Tokyo Institute of Technology, Jepang. Dia juga pernah terpilih jadi anggota termuda Photovoltaics International Advisory Committee yang beranggota 20 pakar seluruh dunia.
Selain memberikan hadiah kepada dua ilmuwan itu, Habibie Award 2004 menganugerahkan beasiswa program S3 kepada enam dosen berbagai perguruan tinggi di tanah air. Terakhir, The Habibie Center juga menganugerahi lima pemenang lomba penulisan esai pendidikan tingkat SMU. (ssk/agt) p>
Published in TEMPO Interaktif (1 December 2004)
TEMPO Interaktif, Jakarta:Laksana Tri Handoko, staf peneliti di Pusat Penelitian Fisika LIPI dan pengajar luar biasa di Jurusan Fisika dan Program Pasca Sarjana Fisika Universitas Indonesia, dan Wilson Walery Wenas, staf pengajar Institut Teknologi Bandung, memenangkan BJ Habibie Award 2004.
Laksono memenangkan penghargaan untuk kelompok ilmu dasar dan Wilson untuk kelompok ilmu rekayasa.
Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo menyerahkan hadiah kepada kedua pemenang berupa uang sebesar US$ 25 ribu, sertifikat, serta medali.
Menurut Ketua Panitia Seleksi Habibie Award, Wardiman Djojonegoro, tahun ini penghargaan hanya diberikan untuk dua bidang ilmu dari lima kategori bidang ilmu yang dilombakan."Karena hanya dari dua bidang itu saja yang nominatornya qualified,"kata Wardiman usai penganugerahan di Jakarta, Selasa kemarin (30/11).
Setiap tahunnya Habibie Award memang dibagi menjadi lima kategori bidang ilmu. Namun, tidak setiap tahun kelima kategori itu ada pemenangnya. "Contohnya untuk tahun 2002, sama sekali tidak ada pemenangnya karena calon-calon yang dinominasikan tidak ada yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan,"ujar Wardiman.
Menurut Wilson, hadiah senilai US$ 25 ribu adalah yang terbesar di Indonesia. Pemberian hadiah ini menunjukkan komitmen Habibie terhadap ilmu pengetahuan."Saya sangat bangga dan berharap ada kompetisi sejenis di Indonesia," katanya.
Masalah terbesar yang dihadapi peneliti di Indonesia, menurut Wilson adalah dana. Dia melakukan penelitian dengan menggunakan bantuan dana dari luar negeri.
Wilson mengkhususkan penelitiannya di bidang semikonduktor dan teknologi sel surya. Lulusan dengan riset pasca sarjana terbaik di Jepang itu kini sedang mempersiapkan pengembangan industri manufaktur panel sel surya di dalam negeri. Industri ini untuk pembangkit listrik di daerah terpencil yang belum terjangkau listrik PLN.
Laksana adalah seorang peneliti muda yang memfokuskan penelitiannya pada fisika energi tinggi (fisika partikel), khususnya kajian gaya kuat pada peluruhan meson berat.
Laksana menghabiskan 10 tahun hidupnya untuk menimba ilmu di luar negeri, terutama di Jepang dan Jerman. Laksana juga pernah menjadi peneliti di Internasional Center for Theoritical Physics (ICTP) di Italia.
Dalam acara tersebut juga diserahkan pemberian bea siswa kepada enam orang dosen dari beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Juga pemberian hadiah kepada para pemenang hadiah lomba penulisan esai pendidikan tingkat SMU.
Penulis : Indriani Dyah Setiowati
Published in Republika (30 November 2004)
Nanti malam (30/11) Yayasan Sumber Daya Manusia (SDM) Iptek akan memberi penghargaan Habibie Award kepada dua peneliti terpilih. Penganugerahan penghargaan tersebut merupakan kegiatan rutin yayasan yang berada satu atap dengan The Habibie Center (THC) itu. Yayasan SDM Iptek maupun The Habibie Center sama-sama didirikan oleh mantan Presiden RI BJ Habibie pada 1998 dan 1999.
Dua peneliti yang meraih penghargaan itu adalah Dr Laksana Tri Handoko dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk bidang ilmu dasar dan Dr Wilson Walley Wenas dari ITB untuk ilmu rekayasa. Laksana dianggap berjasa dalam mengembangkan ilmu fisika teoretis di Indonesia. Sedangkan Wilson dianggap berperan dalam pengembangan elektronika tenaga surya.
Ketua Dewan Pengurus Yayasan SDM Iptek, Prof Dr Ing Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan pemberian penghargaan itu dilangsungkan setiap tahun. Hingga kini sudah 15 penghargaan serupa dianugerahkan kepada 15 ilmuwan yang berjasa di bidangnya masing-masing. ''Setiap tahun jumlah penerima penghargaan tidak sama, tergantung tim juri yang menyeleksinya,'' kata Wardiman di Jakarta, Senin (29/11).
Laksana adalah ilmuwan kelahiran Lawang, Malang, Jawa Timur, yang menyelesaikan program pendidikan S1 di Universitas Kumamoto, Jepang, pada 1993. Kemudian menyelesaikan program pendidikan S2 di Universitas Hiroshima pada 1995, dan S3 di universitas yang sama pada 1998.
Selama mengikuti program S2 dan S3 yang dibiayai Monbusho Jepang, Handoko mengambil bidang ilmu fisika teoretik. Kini dia tercatat sebagai staf peneliti di berbagai lembaga riset fisika energi tinggi di International Center for Theoretical Physics, Italia, dan Yayasan Dezy di Hamburg, Jerman.
Setelah 13 tahun berada di luar negeri, Handoko kembali ke Pusat Penelitian Fisika LIPI. Handoko merintis fisika teoretis murni. Kini dia menjadi staf pengajar luar biasa di Pascasarjana UI. Sementara itu, Wilson menyelesaikan program S1 di ITB pada 1988. Program S2 dan S3 dia selesaikan pada 1992 dan 1995. Dia kini tercatat sebagai staf peneliti bidang teknologi surya di Jurusan Teknik Elektro ITB.
Wilson juga dikenal sebagai dosen pertama elektronika tenaga surya ITB. Dia pernah menerima penghargaan Material Research Award dalam lomba di bidang material elektronika di Amerika Serikat (AS). LIPI juga memberi anugerah sebagai peneliti muda terbaik Indonesia bidang sains dan rekayasa, selama tiga tahun mulai 1997 hingga 1999.
Kedua peneliti itu berhak atas hadiah uang tunai sebesar 25 ribu dolar AS dan trofi berlapis emas. Dewan penyeleksi untuk bidang ilmu dasar diketuai oleh Prof Dr Ing Wardiman Djojonegoro. Sedangkan penyeleksi bidang ilmu rekayasa beranggotakan Prof Dr M Sahari Besari, Prof Dr Said Jeni, Prof Dr Harijono Joyohadihardjo, dan Prof Dr Winarno.
Sebelumnya, Yayasan SDM Iptek --pemberi Habibie Award-- menjadi bagian dari The Habibie Center. Namun, setelah keluar UU Yayasan, Yayasan SDM Iptek berdiri sendiri dan terpisah dari The Habibie Center. Menurut Koordinator Program The Habibie Center, Yulis Setiawati, meski terpisah, kedua yayasan itu masih berada dalam satu atap dalam pengelolaannya.
Yayasan SDM Iptek lebih memfokuskan diri pada pengembangan iptek dengan memberi banyak beasiswa kepada mahasiswa program S3, juga mendanai program riset pasca-S3. Sementara The Habibie Center (THC), menurut Ketua Institute for Democracy and Human Right THC, Prof Dr Muladi SH, lebih memfokuskan diri pada pengembangan proses demokratisasi di Indonesia dengan menggiatkan seminar, diklat, dan lainnya.
Penganugerahan Habibie Award malam ini dilangsungkan pada puncak perayaan ulang tahun kelima THC. Selama lima tahun, lembaga ini banyak memberi sumbangan pada proses demokratisasi yang sudah dirintis sejak BJ Habibie menjadi presiden pada 1998. Beberapa unit kerja yang ada di lembaga itu sudah berhasil menjalin kerja sama dengan beberapa LSM dan yayasan di luar negeri. Di antaranya, kerja sama THC dengan The Asia-Europe Foundation University Alumni Network (ASEFUAN) pada 2003, The Australia-Indonesia Young Leaders Dialogue II, dan THC Fellows International Exchange (2003).
THC juga menggalakkan wacana masalah HAM, hukuman mati, kebhinekaan masyarakat Indonesia, informasi teknologi, pembangunan demokrasi, dan juga masalah-masalah pemilu. Di bidang ekonomi, THC telah membuat program pemberdayaan ekonomi berbasis komoditas lokal sebagai alternatif ekonomi global serta mendiskusikan pemulihan ekonomi Indonesia pasca-IMF. Lembaga ini juga turut serta dalam pemberdayaan media dengan menggelar pelatihan jurnalistik dan penerbitan majalah Media Watch.
Published in Natura X, Fisika UNILA (December 2004)
"Memahami Fisika itu tidak hanya di kepala, tapi sampai merasuk kedalam jiwa."
Udara malam dan tiupan Air Conditioning Balai Bahasa (BBS) Universias Lampung (Unila) yang dingin akhirnya disudahi. Sejenak degup jantung Natural memompa lebih kencang. Setelah mengakhiri wawancara via e-mail dengan Dr Laksana Tri Handoko, kepala Grup Fisika Teoritik dan Komputasi (GFTK), dan Hadiyanto BSc Hons PG Dipl, Kru GFTK, Natural memperoleh ijin bertandang ke GFTK LIPI, Serpong. Namun sebelum itu, Handoko hendak ke Universitas Indonesia (UI) untuk mengikuti Workshop on Theoretical Physics 2K4 (pertemuan ilmiah bagi orang-orang yang doyan fisika). "Wah, pasti banyak 'Einsteinnya' nih," gumam Natural. Setelah melakukan persiapan yang cukup, Natural segera bergegas ke kampus biru itu.
Di Jurusan Fisika UI, Depok. Saat jeda-jeda acara, sesosok pria jangkung tiba-tiba muncul dari kerumunan belakang dan segera mengambil tempat duduk di barisan depan. Wajahnya tampak tidak asing lagi, mirip sekali dengan foto salah satu kru GFTK yang ditampilkan di Info Unit Kerja pada situs internal Fisika LIPI. Tanpa basa-basi lagi, Natural bergegas menyambangi tempat duduknya.
Pria ini bernama Miftachul Hadi, salah satu kru GFTK LIPI yang sedang menunggu giliran untuk presentasi makalahnya. Setelah mengutarakan maksud kedatangan Natural dengan baik-baik, Miftachul Hadi membolehkan Natural untuk singgah ke 'pondoknya' di kawasan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi (Puspiptek) di Serpong, Tangerang.
Lelah dan Letih
Selesai mengikuti acara, kondisi sudah larut malam. Namun kami serombongan, Natural dan Miftachul Hadi, bertekad untuk meneruskan perjalanan ke pondoknya. Sejurus kemudian, gerimis yang sedari siang membeceki kawasan Depok, mendadak menjadi hujan deras. Terpaksa, kami menunggu sampai hujan reda baru dapat meneruskan perjalanan.
Setelah beberapa jam kemudian, hujan mulai berhenti. Saat itu udara terasa dingin sekali. Kami segera bergegas meneruskan perjalanan, menuju jalan raya.
Untuk menuju pondoknya di Serpong, sebetulnya ada banyak jalan. Namun tugas itu Natural serahkan ke Miftachul Hadi mengingat kondisinya yang masih prima.
Sudah setengah jaman kami berada di jalan raya. Dari jauh tampak sopir angkutan kota jurusan Depok-Ciputat, yang kami tunggu-tunggu memberi isyarat penumpang. Meski kelihatannya sudah penuh, kami memutuskan untuk nekat masuk.
Saat itu kami sudah berada di Ciputat dan ikut terjebak kemacetan lalulintas. Jalannya angkot yang kami tumpangi tampak tersendat-sendat. Karena sudah tidak jauh lagi, kami bergegas turun ke jalan, mencari angkot jurusan Muncul untuk estafet kedua.
Muncul merupakan pertigaan jalan tempat mangkalnya angkot-angkot jurusan Kalideres atau Ciputat. Segera setelah sampai di Muncul, Natural berjalan menuju rumah dinasnya di Mess Puspiptek Serpong, blok II G VIII.
Sederhana
Pagi hari udara terasa murah sekali. Karena semalam sangat gelap, Natural tidak sempat mengawasi keadaan sekitar. Dari dalam rumah, udara bebas menerobos masuk. Karena rumah ini didisain semi terbuka alias full ventilasi. Bila dilihat searah ruang tamu, rumah ini menghadap ke timur. Luas total bagunan ini kira-kira dua setengah kali luas komplek D Dosen Unila.
Untuk keperluan sehari-hari, rumah ini dikapling menjadi tujuh bagian. Tiga ruangan berjajar dijadikan kamar pribadi, masing-masing ditempati Miftachul Hadi, Isnaeni dari kelompok Laser dan Optoelektronik dan Syuhada dari kelompok Fisika Teoritik dan Komputasi (salah satu kru GFTK). Satu ruangan dijadikan kamar mandi bersama, satu ruang tamu, satu untuk dapur dan satu lagi ruangan yang diatapi fiber tembus cahaya sebagai tempat menjemur pakaian.
Penempatan barang-barangnya rapi dan bergaya minimalis sehingga kesan longgar dan sederhana cukup kental disini. Perabot yang digunakan juga seperlunya. Di kolong meja ruang tamu terdapat tumpukan koran. Di pojokan sebelah kiri tampak sebuah kardus tua yang berisi buku-buku tua. Sebagian diantaranya bahkan sudah lapuk dimakan usia.
Udara sejuk berembus celah-celah ventilasi. Meskipun sinar matahari begitu terik, sepertinya suasana disini masih saja sejuk. Sejenak Natural beranjak keluar. Di pekarangan, menyebar aroma segar dari sejenis bambu-bambuan hingga ke dalam rumah.
Setelah puas di luaran, Natural memasuki ruangan Miftachul Hadi. Ruangan yang mirip perpustakaan itu memiliki sederetan buku-buku yang membujur dari pojok utara hingga keselatan ruangan. terdapat semacam rak yang dipenuhi buku-buku bacaan. Kebanyakan buku matematika atau fisika tingkat lanjut (untuk mahasiswa pasca sarjana). Diantara himpitan buku-buku tebal itu tampak buku kalkulus differensial terjemahan Hans J. Wospakrik.
Tepat di depan meja kerjanya terpampang poster besar bertuliskan ICTP (lembaga internasional Abdus Salam untuk fisika teoritik di Trieste, Italia). Rupanya dia dapatkan itu saat Summer School (semacam kursus yang diselenggarakan saat musim panas) tahun 2002 lalu.
Di samping poster ICTP terdapat tabel berisi keterangan seputar partikel elementer yang dikenal menjadi dasar penelitian di Fisika Energi Tinggi atau Fisika Nuklir. Di atas meja kerjanya, terdapat tumpukan buku-buku tebal berbahasa inggris. Selain alat-alat tulis seperti pensil, penggaris atau penghapus, di ujung meja itu juga terdapat pesawat radio kecil, satu-satunya barang elektronik di kamar itu.
Jarum jam di dinding itu belum bergeming dari angka satu. Dia tampak masih khusuk dengan buku foto kopian itu. Tiba-tiba kedua tanganya direntangkan keatas sambil menarik nafas panjang. Puas menghirup udara bebas, ia beranjak ke arah dapur.
Sehabis makan dan berleha-leha untuk beberapa lama, ia tampak meraba-raba buku yang sedari pagi digelutinya.Membuka halaman yang sudah diganjalnya dengan pensil kemudian memelototi persamaan-persamaan itu kembali.
Raut wajahnya tampak serius seperti sedang berpikir keras. Sesekali jari-jarinya tampak menari-nari diatas selembar kertas, menyusun rumus-rumus baru seperti yang sering dilakukan dosen-dosen fisika saat kuliah. Malam hari, sehabis sholat Isya, sembari membaca sesekali mulutnya menyeruput teh manis yang ada di sampingnya.
Di dinding kamarnya banyak sekali dijumpai kata-kata mutiara. Salah satunya yang menarik perhatian ditulis seperti ini. "One Night Means Alot". Rupanya apresiasi dia terhadap waktu sangat tinggi hingga waktu satu malampun terasa berharga baginya. Itu bisa dimengerti, mengingat umur manusia memang terbatas sedangkan prestasi , yang tidak mengenal batas, harus diraih dalam usia yang terbatas itu.
Sebuah Pilihan
Menjelang tengah malam, usai membayar 'PR' nya untuk hari ini, Miftachul Hadi mulai membuka obrolan dengan Natural. Dari perbincangan yang biasa-biasa itu, mengalir lancar sepenggal cerita bak epos petualangannya saat menekuni fisika teoritik. Menurut Miftachul Hadi, butuh pemahaman matematika yang kuat untuk memahami fisika. "Bila perlu sapu bersih satu buku," komentarnya.
Ia juga menambahkan syarat "suka" sebagai modal awal menggeluti bidang ini. Untuk itu, dia kutipkan kata-kata dari pembimbing S2 nya, Dr Hans J Wospakrik, fisikawan dari ITB, tentang kesungguhan niat belajar fisika, "(niat, red) memahami fisika itu tidak hanya di kepala, tapi sampai merasuk kedalam jiwa."
Apakah harus selalu ingat rumus? Mengenai ini, M. Hadi lebih menekankan pada pemahaman mengenai konsep dasarnya. Sampai saat ini ia mengakui bahwa pemahamanya masih banyak yang kurang. Untuk itu ia harus berjuang keras untuk menambal kekurangan-kekurangannya tersebut. Salah satu solusinya adalah dengan sering berkonsultasi seperti yang dilakukannya pekan-pekan belakangan ini dengan Wospakrik.
Jurnalnya yang berjudul "SU(2) Skyrme Model for Hadrons", yang dipresentasikan pada Workshop kemarin merupakan hasil bimbingannya dengan Wospakrik.
Meski hidupnya terkesan sederhana, Miftachul Hadi menganggap itu tidak menjadi persoalan utama. Salah satu ungkapan yang sering didengungkannya bahwa pada dasarnya "keperluan manusia itu terbatas, kebutuhanlah yang tiada batas." Saat ini, nama-nama seperti hadron, muon atau bossom lah yang kian akrab di telinganya. Jauh berbeda dengan bugenfil, mawar atau melati yang menjadi ke-gemarannya, empatbelas tahun silam.
Published in Natura X, Fisika UNILA (December 2004)
"Kelak diharapkan bisa direalisasikan satu teori tunggal yang bisa menjelaskan aneka fenomena alam dari proses pada partikel elementer sampai proses yang melibatkan materi berskala besar semacam galaksi dalam sistem tata surya kita"
selama ini kami melakukan riset di bidang Fisika Energi Tinggi atau biasa disebut sebagai Fisika Partikel, terutama melakukan kajian teoritik atas berbagai fenomena yang terjadi pada partikel elementer pembentuk materi. Sejak awal berkarier sebagai peneliti, penelitian kami terfokus pada sub-bidang flavour-physics, yaitu yang menyangkut beragam jenis kuark yang merupakan salah satu partikel pembentuk materi paling elementer yang diketahui manusia saat ini.
Dengan ditemukannya kuark top pada tahun 1998, saat ini keberadaan 6 jenis kuark yang diprediksi oleh fisikawan teoritik sejak 20 tahun lalu telah teruji kebenarannya. Prediksi ini merupakan salah satu bagian dari teori Model Standar yang telah berhasil menjelaskan hampir semua fenomena pada Fisika Energi Tinggi yang diketahui. Namun ada satu bagian dari teori ini yang belum teruji secara eksperimental, yaitu prediksi adanya partikel bertipe skalar dengan nama Higgs. Keberadaan partikel Higgs ini secara teoritis memegang peranan sangat penting dalam kerangka teori Model Standar. Terutama partikel ini terkait erat dengan dua partikel kuark terberat, yaitu kuark bottom dan kuark top.
Salah satu konsekuensi utama adalah adanya fenomena CP violation akibat interaksi tak langsung antara kuark top dan bottom dengan partikel Higgs. Sejauh ini fenomena CP violation ini belum bisa dideteksi oleh eksperimen. Diharapkan dengan adanya fasilitas eksperimen pemercepat bertajuk B-factory, misteri CP violation ini bisa diuji keberadaannya. B-factory ini sudah selesai dibangun antara lain di Tsukuba, DESY di Hamburg serta SLAC di Stanford dan Fermilab.
Oleh karena itu, selama kami di Tsukuba dan Hamburg berperan untuk memberikan dukungan dari aspek teoritik kepada para eksperimentalis. Hal ini sangat penting mengingat eksperimen di bidang Fisika Energi Tinggi membutuhkan biaya yang besar. Sehingga diperlukan petunjuk teoritik untuk menentukan arah eksperimen sejak awal. Dalam hal ini kami bersama beberapa kolaborator, memberikan kontribusi yang signifikan melalui beberapa karya ilmiah [3,7,11-22]. Bahkan dua diantaranya [7,15] merupakan the most cited paper in the field sampai saat ini.
Selain kontribusi pada bidang terkait dengan kuark bottom, kami secara independen juga mengajukan proposal teoritik untuk mengkaji CP violation yang terkait dengan kuark top [8,9,10]. Karya ilmiah ini merupakan ide orisinil kami yang mulai mendapatkan perhatian komunitas fisika energi tinggi. Meski secara eksperimental saat ini eksperimen dengan kuark top masih sulit direalisasikan akibat massa kuark top yang sangat besar, yaitu lebih kurang 35 kali massa kuark bottom, namun kajian teoritik ini diyakini sangat penting untuk eksperimen pada dekade mendatang.
Selain itu sejak dua tahun terakhir kami juga mencoba melakukan kajian teoritik pada sub-bidang neutrino [1,2,6]. Tema penelitian ini sangat penting saat ini karena neutrino merupakan satu-satunya partikel elementer yang bermassa mendekati nol dan merupakan partikel bebas yang ada di alam semesta.
Ini yang menyebabkan neutrino menjadi penghubung antara fisika partikel dengan astrofisika sehingga muncul sub-bidang baru astropartikel. Sehingga kelak diharapkan bisa direalisasikan satu teori tunggal yang bisa menjelaskan aneka fenomena alam dari proses pada partikel elementer sampai proses yang melibatkan materi berskala besar semacam galaksi dalam sistem tata surya kita.
Dalam melakukan penelitian, secara prinsip kami melakukan kolaborasi dengan sebanyak mungkin kolega. Seperti bisa dilihat pada daftar publikasi, kolaborator kami berasal dari beragam institusi dan negara (Jepang, Korea Selatan, Jerman, Cina, Belgia, Pakistan dan Kanada).
Selain kegiatan yang sepenuhnya berupa penelitian seperti tersebut diatas, terutama sejak kepulangan kami ke tanah air, kami juga turut serta dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran di perguruan tinggi. Khususnya saat ini kami diberi kesempatan untuk memberikan mata kuliah lanjutan Mekanika Kuantum dan Teori Medan di Jurusan Fisika FMIPA serta Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Terkait dengan hal ini, program penelitian kami dilakukan bersama-sama dengan beberapa mahasiswa tugas akhir S1 maupun S2. Sebagai salah satu penunjang proses pembentukan calon akademisi, seluruh mahasiswa S1 kami programkan untuk memiliki pengalaman mengikuti Short Course (umumnya satu bulan) di luar negeri terutama Summer School di ICTP Trieste dan TASSI di Eropa. Selanjutnya pada program S2 ditargetkan untuk memiliki publikasi regular di jurnal internasional. Hal ini penting sebagai bekal mendapatkan beasiswa reguler untuk jenjang S3 di luar negeri. Sebagai konsekuensi dari program ini, kami hanya mampu menerima 2 mahasiswa per-tahun (1 untuk S1 dan 1 untuk S2). Tetapi program pembimbingan bisa berjalan dengan sangat efektif, dan mahasiswa-mahasiswa tersebut benar-benar memiliki bekal dan motivasi kuat sebagai calon akademisi di bidang fisika teoritik yang mampu bersaing secara global.
Di sela-sela kegiatan penelitian dan pendidikan formal di atas, kami meluangkan waktu untuk membantu kegiatan organisasi profesi di tanah air. Khususnya saat ini kami mempelopori penerbitan jurnal ilmiah secara online guna mengatasi aneka kendala di dalam komunitas fisika. Sejauh ini program ini telah mulai menampakkan hasilnya, yaitu secara nyata mampu memecahkan masalah laten terkait dengan publikasi ilmiah di tingkat nasional.
Keterangan:
Published in Natura X, Fisika UNILA (December 2004)
"Bottle neck utama adalah administrasi proyek yang berlebihan dan birokratis sehingga kucuran dana baru bisa dinikmati hingga paruh kedua setiap tahunnya"
Dimotori oleh Dr Laksana Tri Handoko, Grup Fisika Teoritik dan Komputasi (GFTK) LIPI berdiri pada tahun 2002. Usai masa Postdoctoral Reseacher di Trieste, Italia dan Hamburg, Jerman, Handoko bersama kedua rekanya kala itu, merintis sebuah komunitas ilmiah yang disebutnya Grup Fisika Teoritik dan Komputasi di Tanah Air. Agaknya hal itu tidak terlepas dari bidang akademik yang ditekuninya di Jepang. Hingga kini, tahun 2004, anggotanya berjumlah empat orang termasuk ia sendiri sebagai ketuanya.
Berkantor di gedung baru Pusat Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan (P3FT) LIPI, kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang, grup ini tumbuh sebagai wahana penelitian yang bercita-cita menjadi sebuah pusat penelitian fisika teoritik dan komputasi milik pemerintah, kelak dimasa depan. Oleh karena itu menurut Handoko, grup ini mengkhususkan kajiannya hanya pada pengembangkan bidang keilmuan fisika teoritik dan komputasi itu sendiri, dan bukan pada terapanya.
Fisika dan Komputasi
Belakangan ini GFTK diketahui melakukan penelitian terkait dengan neutrino dan flavor physiscs. Khususnya pada beberapa bulan terakhir meneliti Teori GUT berbasis simetri SU(6) serta aneka fenomena terkait seperti osilasi, anomaly dan NuTeV (baca, mengais 'debu'.). Karena melibatkan proses-proses perhitungan yang cukup rumit, peran komputer sangat membantu. Sehingga tidak salah bila grup ini terkenal dengan ciri khasnya, gabungan fisika dan komputasi seperti yang dituturkan Dr Handoko, "Gabungan dua bidang ini sangat erat dan merupakan fenomena dewasa ini, karena ini pulalah kelompok kami memliki core-competence tersebut."
Dewasa ini, hambatan utama yang dirasakan adalah lemahnya komunitas lokal. Sehingga sebagai lembaga penelitian milik pemerintah, GFTK seakan memiliki "kewajiban moril" untuk mendorong atau bahkan memimpin perkembangan bidang penelitian dalam bidangnya di tanah air. Untuk menjangkau targetan itu, GFTK turut membangun komunitas ilmiah seperti Grup Fisika Teoritik Indonesia (GFTI) yang beralamatkan di http://gfti.fisika.net dan Masyarakat Komputasi Indonesia (MKI) yang beralamat di http://www.opi.lipi.go.id/situs/mki/ dan situs Fisika LIPI.
Kontribusi Ilmiah
GFTK juga berperan dalam melahirkan inovasi dibidang fisika dan komputasi yang diterbitkan dalam jurnal-jurnal ilmiah. Menurut Handoko, standar untuk menyatakan suatu hasil sebagai inovasi hanya dua yaitu publikasi di jurnal ber-referee untuk kajian ilmiah atas suatu ilmu, serta paten untuk aplikasi suatu ilmu. Maka sesuai dengan sifatnya, untuk penelitian teoritik hasil yang diukur adalah jurnal.
Untuk teknis kegiatannya, GFTK menggelar semacam seminar mingguan untuk tiap tema penelitian yang diisi dengan presentasi dan diskusi.
Sejauh ini tema penelitian di GFTK ditujukan untuk jurnal-jurnal internasional, tutur Handoko. Tercatat sekitar 20-an jurnalnya mampu go international.
Ganjalan untuk Dunia Maya
Dewasa ini GFTK sibuk membangun fasilitas parallel server yang bisa diakses oleh siapapun melalui web. Seperti yang dituturkan Hadiyanto BSc Hons, PG Dipl, salah satu kru yang ahli dibidang scrip programming. "Jadi bila anda ingin melakukan "run" program, anda tinggal log in ke web kami, booking time dan resourcesnya, dan ketika waktu antrean tiba, maka program anda akan dieksekusi dan dijalankan oleh server komputasi kami," ujarnya. Mulanya komputasi parallel ditujukan untuk pengujian kasus-kasus di fisika teoritik pada elemen yang terbatas (finite element) oleh GFTK, sehingga antara fisika teoritik dengan komputasi bisa saling mendorong.
Pada dasarnya, menurut Hadiyanto, modal utama saat meneliti cukup sederhana. Hanya dengan seperangkat Personal Computer (PC) yang terkoneksi ke jaringan internet dan peranan otak, penelitian sudah bisa dilakukan. "Boleh dibilang modal utamanya memang cuma otak saja atau brainwork, atau kata kolega saya, pak Handoko, modalnya cuma nasi pecel untuk mendramatisir bahwa bidang kami ini tidak perlu peralatan yang bisa mencapai jutaan rupiah," tutur Hadiyanto. Sedangkan untuk mengikuti trend global, GFTK memanfaatkan peranan internet untuk mengakses jurnal-jurnal berskala internasional maupun lokal dan peranan exsternal collabolator, baik peneliti tamu maupun mahasiswa yang ingin melakukan penelitian di sini."Ini adalah salah satu usaha kami untuk mengikuti trend penelitian dan mengembangkan jaringan di tingkat lokal," ucap Hadiyanto. Atas dasar itu juga GFTK mengalokasikan dana tahunannya. Sehingga praktis rintangan yang menghadang ada pada kucuran dana yang telat hingga satu semester seperti yang diungkapkan Hadiyanto,"bottle neck utama adalah administrasi proyek yang berlebihan dan birokratis sehingga kucuran dana baru bisa dinikmati hingga paruh kedua setiap tahunnya."
Sudah begitu ia merasakan tantangan di dunia internasional cukup berat. Meski sudah dia siasati dengan mengambil topik penelitian pertahunnya merupakan kesinambungan dari tahun sebelumnya. "Sehingga memiliki track record lebih," ujar Hadiyanto, tapi itu memberi jaminan mudah untuk go inter-nasional. Karena arena global dirasakanya benar-benar adu brain.
Namun tidak ada kata menyerah ujar Hadiyanto, seperti saat itu ketika ditemui Natural di ruanganya, pada 21 Mei 2004 lalu, dengan penuh antusias ia menceritakan programnya yang kelak diberi nama "Codata" untuk menunjang penelitian terutama dalam berkolaborasi dengan peneliti dari luar, atau industri. Untuk itu, ia akan menampilkannya di http//www.dbriptek.lipi.go.id.
Published in Ayahbunda no. 7 (5-18 April 2003)
Kami berdua sempat curiga ketika anak kami, Arsya, belum bisa berbicara normal seperti anak seusianya pada waktu ia berumur 1,5 tahun. Komunikasi yang kami lakukan sepertinya hanya satu arah saja. Jika dia ingin sesuatu, dia akan menarik-narik saya atau ibunya. Selain itu, ada kebiasaannya yang membuat kami cemas, yaitu ia hanya senang berlari-lari dan berputar-putar saja. Bunyi yang dikeluarkan hanya, "cacaca, atau yayaya" saja. Waktu itu kami tinggal di Jerman. Setiap Arsya kami bawa ke dokter anak untuk pemeriksaan kesehatan rutinsebulan sekali dan menanyakan perkembangannya, dokter hanya menyuruh kami untuk bersabar menunggu sampai usianya dua tahun.
Begitu usianya sudah dua tahun, Arsya direkomendasikan untuk dibawa ke dokter spesialis THT (Telinga Hidung dan Tenggorokan) guna menjalani pemeriksaan pendengaran. Ternyata, pendengarannya baik-baik saja. Arsya kemudian dibawa ke psikolog anak, tetapi pemeriksaan gagal karena Arsya sama sekali tidak kooperatif dalam pemeriksaan tersebut. Setelah tiga kali dicoba, akhirnya pemeriksaan dihentikan karena kami harus pulang ke Indonesia.
Di Indonesia, Arsya kami bawa ke dokter psikiater anak, dan dokter menyatakan bahwa anak saya masuk dalam spektrum autisme ringan atau boleh dibilang "pra-autisme". Untuk menunjang pendapat dokter itu, Arsya kami periksakan juga ke dokter lain, yang menyatakan bahwa Arsya menyandang ADHD (\textit{Attention Deficit Hiperactive Disorder}). Kami lalu kembali ke dokter pertama (psikiater anak) yang menganjurkan Arsya untuk menjalani terapi wicara dengan metode lain. Beberapa bulan menjalani terapi, tetapi tidak terlihat kemajuannya, bahkan Arsya tampak tertekan dan bosan.
Arsya kemudian kami periksakan ke dokter spesialis anakyang mendalami bidang syaraf anak. Dokter tersebut agar Arsya menjalani terapi \textit{sensoric integration}. Terapi ini adalah menstimulasi sensor tubuh melalui gerakan-gerakan fisik, seperti berloncat-loncat diatas trampolin, melompat, meluncur dari ketinggian, berjalan mundur diatas perosotan, memanjat, berjalan diatas rumput tanpa alas kaki, bermain lilin dan busa-busa sabun, berguling-guling, main bola, dan sebagainya. Sekilas, terapi ini hanya seperti bermain-main, tetapi ternyata dengan terapi yang dimulai sejak Mei lalu, terlihat kemajuannya. Kemampuan berkomunikasinya meningkat pesat. Dari seorang anak yang hanya dapat bergumam, dia kini mampu berkomunikasi seperti anak lain sekalipun ada artikulasi dalam beberapa kata yang belum jelas benar.
terapi yang biasanya dilakukan 4 kali dalam sebulan, kini berkurang menjadi 2 kali sebulan. Untuk mengejar ketinggalan dalam kemampuan kognitifnya, ia sekarang juga mengikuti remedial terapi. Jika anak seusianya sudah bisa membaca, mengenal warna dan angka, maka Arsya baru mulai ketika ia berumur 4 tahun. Tapi, kami bersyukur, karena Arsya sudah mengalami kemajuan pesat. Arsya sekarang juga sudah dapat "berdusta" bahkan berargumentasi.