main article site » |
Published in NetSains.Com (28 Desember 2007, L.T. Handoko)
Untuk apa riset? Kalau bisa membeli dengan harga lebih murah mengapa harus mengembangkan sendiri ? Apa kontribusi riset untuk masyarakat, apakah tidak hanya membuang dana saja?
Pertanyaan-pertanyaan semacam ini jamak terdengar di berbagai kesempatan, bahkan di dalam gedung parlemen dari para wakil rakyat yang terhormat. Tidak hanya di Indonesia, di negara maju sekalipun kritik semacam ini sudah menjadi santapan sehari-hari para penentu kebijakan riset. Perbedaannya, khususnya di negara maju, kontribusi riset ke masyarakat sudah sangat riil dalam bentuk industri berbasis teknologi maju yang berujung pada peningkatan kemampuan kompetisi global dan kemakmuran. Sedangkan di Indonesia kontribusi masih sangat minim, karena komunitas dan budaya ilmiah yang masih dalam masa awal berkembang. Ditambah dengan 'kegagalan' Habibienomics di era Orba, lengkap sudah track record komunitas ilmiah di Indonesia.
Apa yang harus kita lakukan dengan cercaan diatas, baik sebagai bagian dari komunitas ilmiah maupun penentu kebijakan riset di beragam level ? Cukupkah dengan menggerutu bahwa wakil rakyat 'cukup bodoh' untuk memahami pentingnya sains dan riset ? Tentu saja tidak ! Sebagai intermesso, penulis memiliki pengalaman saat awal melakukan rehaul total jaringan LIPI dan mendapat pertanyaan 'aneh' dari salah satu petinggi, "Dik, mengapa kita perlu email ? Dengan memakai email berapa persen sih peningkatan kinerja yang bisa dilakukan ?" Untuk komunitas TI, atau pemakai aktif TI, pertanyaan ini tentu menggelikan. Tetapi tidak seharusnya kita berpikir dari sudut pandang komunitas atau pemakai aktif TI, yang notabene hanya minoritas di masyarakat. Mayoritas masyarakat tidak memahami TI, demikian juga sivitas LIPI pada saat tersebut. Daripada menganggapnya sebagai 'pertanyaan bodoh', akan lebih baik bila memaknainya sebagai 'pertanyaan kritis'. Justru jawaban konkrit yang ditunjukkan dengan usaha riil harus dipikirkan. Kalau dievaluasi lebih lanjut, email merupakan teknologi internet paling primitif yang masih dominan pemakaiannya, lepas dari segala kelemahan yang ada.
Habibienomic
Untuk kasus LIPI, pertanyaan kritis tersebut akhirnya menggiring Tim Gabungan Jaringan ~ TGJ LIPI untuk mengembangkan sistem terpadu Intra LIPI (http://intra.lipi.go.id) yang memberikan solusi non-email untuk aneka aspek internal. Sehingga jaringan institusi tidak sekedar untuk browsing. Hasilnya justru banyak sivitas non-peneliti yang mengenal internet berawal dari pemakaian Intra LIPI. Bahkan akhirnya saat lengser, pertanyaan pertama dari mantan petinggi tersebut adalah : ~Di ruangan baru saya sudah ada koneksi internet ,". Padahal sebelumnya beliau bahkan tidak pernah memegang keyboard komputer.
Kembali ke masalah awal, hal yang sama seharusnya dipikirkan oleh komunitas ilmiah untuk menjawab keraguan publik diatas. Bukan malah terbuai dengan 'kejayaan' era Habibienomic, atau menyalahkan pihak lain yang tidak mau atau bisa memahami. Kita harus memikirkan bagaimana membuat 'pihak luar' tersebut memahami pentingnya sains. Era Habibienomic telah membuktikan bahwa 'cantolan' politik dalam jangka panjang tidak mendidik, bahkan cenderung menjerumuskan komunitas ilmiah karena pemanjaan yang tidak terkontrol dan tidak berbasis kinerja riil. Kita seharusnya cukup pengalaman bahwa gelontoran dana tidak terkontrol hanya menggiring ke arah klaim berlebihan yang cenderung manipulatif untuk menutupi kekurangan serta konsekuensi atas penerimaan dana. Karena sains adalah sesuatu yang konkrit dan terukur, cepat atau lambat kelemahan dan kesalahan akan diketahui publik. Pada gilirannya hal ini menimbulkan krisis kepercayaan publik seperti kita alami saat ini. Lebih dari itu, proses pemanjaan yang berkepanjangan merongrong modal dasar saintis : kreatifitas dan ketekunan, yang berujung pada penurunan kemampuan saintis itu sendiri. Jadi ? Sebelum menuntut dukungan publik, khususnya dalam hal pendanaan, alangkah eloknya kalau kita melakukan pembenahan internal khususnya terkait evaluasi berbasis kinerja riil terlebih dahulu.
Alat Pengukur Kinerja
Permasalahan berikutnya adalah bagaimana mengukur kinerja riil aktifitas sains, serta mengkaitkannya dengan kepentingan publik, khususnya aspek finansial ? Tentu saja kurang efektif bila kita membeberkan dengan panjang lebar secara kualitatif keuntungan memakai email kepada pihak yang sama sekali belum pernah memegang keyboard. Sebaliknya tidak etis membeberkan sekedar 'potensi' sains ala tulisan populer untuk membuat justifikasi pendanaan atas suatu aktifitas riset. Seharusnya dipakai sebuah instrumen kuantitatif sederhana yang bisa menunjukkan sekaligus dua hal : track-record dan target kinerja ke depan sebagai modal utama justifikasi. Instrumen semacam ini sangat penting dalam manajemen riset, khususnya sebagai alat ukur yang relatif obyektif dan transparan sebagai bagian dari edukasi dan motivasi sivitas ilmiah untuk semakin meningkatkan kinerjanya.
Untuk itulah pada tahun 2005 dicoba dikembangkan instrumen sederhana berbasis Model KOKI (Kalkulator Online Kinerja Ilmiah) [1]. Model ini dikembangkan sebagai alternatif jawaban atas polemik internal di LIPI saat itu terkait renumerasi berbasis kinerja. Khuusnya di LIPI, berbeda dengan lembaga penelitian lain, ada masalah keberagaman bidang kajian ilmu, mulai dari ilmu agama sampai dengan bioteknologi. Selain itu terdapat masalah apakah evaluasi dilakukan di level sivitas peneliti, pusat penelitian ataukah per-judul proyek penelitian. Dengan Model KOKI, evaluasi di seluruh level bisa dilakukan, dan selanjutnya bisa dikompilasi untuk mendapatkan hasil evaluasi jangka panjang.
Sesuai dengan karakteristik sistem penganggaran di banyak negara, evaluasi ala KOKI dilakukan per-tahun anggaran. Karena itu pada model ini yang diperhitungkan hanya jumlah luaran saja. Sedangkan pengaruh suatu luaran ke masyarakat, seperti jumlah sitasi dan impact factor jurnal dari suatu karya tulis, atau tingkat komersialisasi dari suatu peten tidak diperhitungkan. Karena efek luaran semacam ini umumnya terjadi dalam jangka waktu cukup panjang, dan sulit menentukan lama periode penghitungannya karena karakteristik bidang ilmu yang berbeda. Sebagai contoh, waktu hidup (life-time) karya tulis bidang terapan umumnya sangat pendek dibandingkan dengan bisang teoritik yang bisa beberapa dekade.
Uji Coba
Namun sebagai alat ukur kinerja riil, kelemahan model KOKI ini tidak relevan. Khususnya terkait aspek finansial, seharusnya kuota pendanaan diberikan kepada sivitas dengan aktifitas tinggi 'saat ini'. Jadi bukan berdasar aktifitas masa lalu yang kebetulan memiliki efek besar saat ini, padahal saat ini pelaku sudah tidak aktif lagi. Tentu, terlepas dari instrumen berbasis KOKI bisa saja penghargaan khusus bisa diberikan dengan mekanisme tersendiri untuk luaran-luaran dengan efek jangka panjang semacam ini.
Keuntungan lain model KOKI adalah, karena sifatnya yang murni matematis dan kuantitatif, secara prinsip model ini bisa dicangkokkan pada aneka database luaran ilmiah yang telah ada, sedang atau akan dikembangkan. Dengan demikian proses penghitungan kinerja tahunan untuk seluruh level bisa dilakukan secara otomatis. Sebagai ilustrasi telah dibuka versi online sederhana yang bisa diakses bebas di http://www.koki.lipi.go.id [3]. Untuk kasus LIPI, awalnya model ini akan diujicoba untuk dicangkokkan ke Intra LIPI yang sudah memuat beberapa modul manajemen baku seperti LAKIP (Laporan Kinerja Instansi Pemerintah) online yang di dalamnya mensyaratkan database publikasi dan kegiatan luaran ilmiah tahunan. Sayangnya sampai saat ini rencana ujicoba tersebut belum terealisir.
Lebih jauh, pada perkembangannya ternyata model ini bisa dipakai untuk melakukan kategorisasi apakah seorang sivitas, sebuah lembaga atau sebuah judul proyek penelitian masuk dalam kategori sains murni atau terapan. Hal ini relevan karena, seperti juga di banyak negara, adanya 'peruntukan dana' atau kuota sesuai kategori yang sudah ditetapkan. Sehingga seringkali masalah kategori ini memicu polemik tersendiri yang tidak ada habisnya seperti di salah satu artikel pak KK di media ini [3]. Dengan model KOKI bisa dilakukan kategorisasi berbasis luaran ilmiah [4] untuk menghindari stigma berdasar penamaan semata atau bahkan feeling yang cenderung subyektif. Terlebih di era milenium ini diversifikasi bidang ilmu dan kajian multi-disiplin sudah sangat jamak. Dengan model KOKI, bukan sesuatu yang aneh apabila suatu jenis kajian atau pelaku yang sama bisa berubah kategori, dari sains murni ke terapan dan sebaliknya.
Referensi
Published in Seputar Indonesia (17 Desember 2007, Abdul Malik)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan komputer cluster (sejenis komputer super) berbiaya murah dan bisa diakses secara gratis oleh masyarakat umum.
Peneliti Fisika Teori Dari Pusat Penelitian Fisika LIPI LT Handoko menyatakan, komputer super ini dirangkai bisa memanfaatkan perangkat komputer lama digabung dengan komputer yang baru.
Komputer cluster atau disebut komputer ~~berjamaah~ ini merupakan rangkaian dari 35 komputer yang di tempatkan di Laboratorium Fisika LIPI di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) di Serpong ini. Komputer itu memiliki kekuatan memori dan kecepatan setara dengan 35 komputer.
~~Selama ini komputer cluster hanya dikembangkan oleh beberapa lembaga swasta dan hanya bisa diakses oleh kalangan terbatas. Saat ini, kami mencoba menyediakan komputer sejenis untuk bisa diakses publik dan digunakan bagi seluruh masyarakat Indonesia,~ paparnya.
Meskipun tidak khusus diperuntukkan bagi kalangan komputer mania, kenyataannya hampir 60 persen pengguna komputer super buatan LIPI itu merupakan mahasiswa yang sedang melakukan tugas akhir dan dari jurusan selain teknologi informasi. Selain itu, beberapa dosen juga tercatat sebagai memiliki identitas pengguna (user id) dari komputer paralel yang bisa diakses melalui internet ini.
Komputer cluster memang masih tergolong jarang dikembangkan di Indonesia. Namun, kemampuannya sebagai komputer super mampu menjawab kebutuhan masyarakat akan komputer berkemampuan menyimpan yang super. Terutama, kegiatan ilmiah terkait bidang daftar gen di dunia untuk menyimpan jutaan bahkan miliaran jenis gen yang ada di dunia. Selain itu, komputer super tersebut akan sangat membantu bagi kegiatan perbankan dan akuntansi.
Published in Jurnal Nasional (12 Desember 2007, Agus Dwi Darmawan)
HINGGA saat ini, Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), hingga saat ini telah berhasil merakit 35 note komputer. Rangkaian komputer ini dijadikan satu membentuk satu cluster untuk kemudian difungsikan mengolah suatu data yang sangat kompleks. ~Kami menyebutnya kluster karena komputer ini dirakit jadi satu dari beberapa komputer,~ kata Laksana Tri Handoko, Peneliti Teori Fisika LIPI.
Komputer ini meski dijadikan satu, namun tetap dapat dipecah dan difungsikan hanya sesuai note (komputer pc yang terangkai di dalam kluster) yang kita perlukan. Misalnya untuk mengolah data hanya butuh tiga hingga empat note, maka hanya jumlah note tersebut saja yang bisa dipakai, lainnya tidak.
Handoko mengatakan bahwa fungsi kluster ini yang umum dikenal masyarakat adalah sebagai alat pembantu simulasi suatu model. ~kebanyakan adalah mahasiswa yang memanfaatkannya,~ kata Handoko. Hingga saat ini dari 35 note yang terpasang, telah lebih dari 60 orang yang memanfaatkannya. Kebanyakan mereka yang menggunakan adalah untuk kepentingan pemrograman, pendataan atau analisa misalnya untuk identifikasi DNA. ~Kami juga disini sudah memiliki gen bank,~ tembahnya.
Kluster ini menurut Handoko, hampir sama dengan miliknya mesin pencari google. Bedanya jika google memiliki 1.000 note, maka LIPI hanya punya 35 note. Rencananya akan ditambah hingga 45 note. Kecepatannya untuk level superkomputer, kluster Puslit Fisika LIPI mencapai 150 gigaflops. Kecepatan ini masih berada pada kecepatan superkomputer terendah minimal sebesar 135 gigaflops.
Published in Esquire Indonesia (Desember 2007)
Mengabdikan hidup dan menumpuk prestasi di dunia yang digeluti segelintir orang.
Anda sakit perut, tetapi dokter salah mendiagnosa ? Kini kemungkinan salah penanganan tersebut bisa diminimalisir, karena teknologi telah memungkinkan dokter mengetahui metode penyembuhan secara pasti dan akurat !
Tunggu, paragraf diatas bukanlah breaking news dari dunia kedokteran. Namun itulah salah satu 'impian' yang bergelantung di pikiran Laksana Tri Handoko, peneliti di bidang fisika dan komputasi yang namanya semakin diperhitungkan di jagad ilmiah Indonesia. Saat ini, dirinya memang sedang sibuk melakukan penelitian bertajuk Pemodelan Dinamika DNA.
Namun sebelum mengerti apa dan bagaimana penelitian tersebut, terlebih dahulu kita bisa perlihatkan mengapa Koko, begitu ia akrab dipanggil, dapat menjadi permata dalam dunia penelitian di Indonesia. Namanya mulai diperbincangkan ketika terpilih menjadi salah satu dari empat peneliti terbaik dalam ajang Pemilihan Peneliti Muda Indonesia (PPMI) ke-10 tahun 2002 yang diselenggarakan Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI). Upaya kerasnya mencari partikel Higgs, satu-satunya partikel yang belum dibuktikan secara praktik, diapresiasi LIPI sehingga memilihnya sebagai peneliti terbaik saat ia berusia 34 tahun. Ditahun yang sama, Koko bersama dua rekannya saat itu mendirikan Grup Fisika Teoritik dan Komputasi (GFTK) LIPI, sebuah komunitas ilmiah yang masih langka di Indonesia.
Laksana semakin diperhitungkan ketika meraih BJ Habibie Award dari The Habibie Center pada tahun 2004. Ia dianggap berjasa dalam mengembangkan ilmu fisika teoritis di Indonesia. Setahun kemudian, ia mendapat penghargaan International Basic Sciences Programme (IBSP) dari badan dunia PBB, UNESCO.
Seperti sudah mendarah daging, pria kelahiran Lawang, 7 Mei 1968 ini terus berkiprah dalam dunia fisika. Pemodelan Dinamika DNA yang disebutkan diatas, telah ia utak-atik bersama koleganya di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) LIPI sejak 2005 hingga sekarang. Terjadinya atau rusaknya DNA (Deoxyribonucleic Acid) sebagai cetak biru bagi segala aktifitas sel memang masih misterius hingga sekarang. Penelitian yang secara jelas menggambarkan fenomena itu relatif belum ada yang memuaskan. Koko pun tengah mengembangkan Teori Fluida untuk menjelaskan DNA.
Ada alasan kuat mengapa Koko bersikeras meneliti DNA. Jika bisa memahami dinamika DNA, maka manusia akan lebih mudah menjelaskan bagaimana sesuatu hal dapat terjadi. Misalnya dalam soal memberi obat pada manusia, yang menurutnya selama ini masih bersifat trial and error. "Kalau 80 persen penderita hidup, sementara sisanya akhirnya meninggal, berarti obat itu relatif efektif untuk diberikan," ujarnya memberi contoh. Sifat seperti itu masih bisa terjadi karena manusia tidak tahu mekanisme proses biomateri. "Kalau tahu mekanisme, maka kita bisa tahu bagaimana DNA terdeformasi, apakah rusak atau terpengaruh luar sehingga berubah dan menyebabkan manusia menderita sakit," lanjutnya.
Makanya, saat ini dokter selalu bilang 'kemungkinan', bukan 'pasti' setiap mendiagnosa penyakit, karena dasar mekanismenya belum diketahui. Sulitnya dunia kedokteran menuntaskan 'masalah klasik' ini menurut Koko karena ilmu kedokteran, biologi maupun fisika selama ini seperti berjalan sendiri-sendiri. "Fisika berbasis logika, sementara hayati berbasis trial and error sehingga lambat kemajuannya," jelasnya. Namun berkembangnya tren penelitian biofisika, bidang yang ia tekuni sekarang mulai menggabungkan berbagai dunia tersebut. Berbagai rencana jangka panjangpun sudah dimantapkan. Penelitian DNA ini akan ia publikasikan ke jurnal biological physics international. "Di masa depan, ketika kita sakit, kita akan tahu pasti metode penyembuhannya. Karena kita tahu masalah di level terkecil, yaitu DNA," ungkap Koko.
Kehandalan Koko tidak hanya dalam bidang fisika. Urusan komputasi pun mumpuni. Sejak tahun 2004 ia telah membuat proyek public cluster, semacam mesin paralel yang memungkinkan banyak komputer dijadikan satu untuk digunakan memecahkan masalah-masalah di bidang matematika, fisika teori hingga bioinformatika. Koko mencontohkan masalah pemetaan antara DNA manusia dan hewan. Karena DNA jumlahnya milyaran, maka perlu waktu untuk membandingkan sehingga dibutuhkan banyak 'otak' dalam hal ini komputer yang dihubungkan secara paralel sehingga pembandingan dapat simultan dilakukan. "Untuk menemukan jawaban dari sebuah masalah komputasi (penghitungan) yang rumit bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan, maka sistem komputasi ini 'mengeroyok' sebuah pertanyaan dengan banyak personal computer sekaligus, sehingga yang tadinya bisa berbulan bisa jadi harian," jelas Koko.
Berbagai prestasi ilmiah yang Koko raih tentu tidak ia dapat dengan mulus. Berbagai tantangan tetap ia temukan. Koko mengaku kerap tidak mendapat hasil pada taraf kalkulasi dan membuat rumus yang belum tentu mendapatkan hasilnya. Diskusi rutin dua kali dalam seminggu, mencari literatur-literatur yang sesuai, mencari ide-ide baru atau pengembangan metode alternatif terus ia lancarkan. "Kalau membuat sesuatu, memang tidak ada yang langsung sempurna," ungkapnya.
Sifat 'tahan banting' yang dimiliki Koko memang tidak didapat secara instan. Ia sudah mencicipi beratnya beratnya medan ilmiah di Jepang selepas lulus SMA. Ia menerima beasiswa dari Overseas Fellowship Programme untuk mengenyam pendidikan di luar negeri. Jurusan Fisika Universitas Kumamoto pun menjadi pilihannya.
Setelah lulus dari Kumamoto pada tahun 1993, kembali Koko mendapat beasiswa. Kali ini dari pemerintah Jepang untuk kuliah S2 di Universitas Hiroshima jurusan Fisika Teoritik. Usai mengambil master pada 1995, ia melanjutkan studi doktor bidang Fisika Teoritik di almamater yang sama dan selesai tahun 1998. Otaknya semakin matang ketika berturut-turut menjalani program Postdoctoral Researcher di Trieste, Italia, menjadi peneliti di The Abdus Salam International Center for Theoretical Physics hingga Postdoctoral researcher di Hamburg, Jerman.
Berlatar belakang pendidikannya itu, tak aneh bila orangpun mengapresiasi kehebatan Koko dengan ganjaran berbagai penghargaan. Menyinggung berbegai penghargaan tersebut, Koko hanya menyebutnya sebagai 'sampingan'. "Penghargaan memang memacu kita untuk lebih berkarya. Tetapi apa yang kita lakukan bukan untuk mendapat pengakuan, apalagi dunia seperti ini jarang dipahami oleh publik dan mendapat apresiasi," jelasnya.
Rumus Koko
Published in e-Indonesia (Vol. III no. 22, 2007, L.T. Handoko)
Tidak diragukan lagi perkembangan teknologi informasi (TI), khususnya internet, di Indonesia dewasa ini cukup pesat. Tanpa ditunjukkan dengan angka-angka sekalipun semua orang meyakini hal tersebut sebagai realita sehari-hari yang kasat mata. Bila 10 atau bahkan 5 tahun yang lalu, masih banyak pihak merasa perlu bertanya, ~Mengapa harus memakai internet ?~, saat ini pertanyaan level tersebut sudah hampir tidak terdengar. Bahkan sebaliknya pernyataan semacam "Hare gene tidak pakai internet..." lebih dominan. Seluruh pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah serta birokrat di semua bidang dan level, seolah berlomba untuk turut serta memanfaatkan TI di lingkungannya. Terlepas dari efektifitas serta kesahihan metoda yang dipakai, euforia semacam ini patut disyukuri dalam konteks pengembangan TI di Indonesia. Kalaupun masih banyak kerancuan, kesalahan pemilihan sistem dan arsitektur dan sebagainya, hal tersebut masih bisa dianggap wajar mengingat transformasi ke TI merupakan salah satu bentuk transformasi budaya, lebih daripada implementasi teknis TI itu sendiri.
Yang mulai mengkhawatirkan sebenarnya adalah substansi pemakaian dan konten TI dalam aplikasinya di masyarakat. Bisa dikatakan lebih dari 90 persen pemakaian lebar pita internet adalah koneksi global, dan sedikit sisanya yang termanfaatkan untuk mengakses konten lokal. Tentu saja tidak ada yang salah dengan dominasi pemakaian Yahoo! untuk surat elektronik, atau Google untuk mesin pencari. Dan sebaliknya bukan berarti kita harus membuat sarana semacam Yahoo! atau Google versi lokal. ~Lokalisasi~ konten global semacam itu hanya menunjukkan minimnya kreatifitas kita seperti saat awal boom industri konten internet sampai tahun 2000-an di Indonesia. Sangatlah tidak efisien, dan tidak perlu, untuk berusaha menyaingi Google dkk tersebut.
Lantas apa yang bisa kita lakukan ? Gali dan kembangkan kreatifitas lokal yang mengacu pada konten dan karakteristik lokal. Setidaknya hal ini sudah berhasil dilakukan oleh detikcom serta beberapa situs media massa. Meski sebagai sebuah industri, situs berita ala media massa tersebut harus diakui masih sebagai pelengkap dan usaha menjaga brand image. Tentu harus dipahami bahwa kurangnya konten lokal tidak hanya disebabkan oleh masalah kreatifitas, tetapi juga oleh kemampuan pasar yang masih rendah.
Namun seyogyanya pasar yang memble ini tidak harus menjadi alasan. Justru hal ini harus dijadikan input dalam melakukan pengembangan konten yang sesuai dengan karakteristik tersebut. Pendekatan yang dilakukan para operator telepon seluler mungkin bisa dijadikan inspirasi. Terbukti saat ini sudah hampir sepertiga populasi Indonesia memakai ponsel. Selain itu tidak semua segmen pasar harus dijadikan industri berbasis keuntungan. Khususnya untuk internet, justru jauh lebih banyak ceruk pasar yang merupakan niche market yang lebih pantas dikelola tidak dengan dogma ekonomi konvensional. Untuk kasus global bisa disebut Kiva (www.kiva.org) yang mengembangkan gerakan simpan pinjam global yang bukan merupakan lembaga nirlaba tetapi juga tidak masuk kategori bisnis murni. Untuk kasus lokal contohnya ARSIP (www.arsip.lipi.go.id) yang memberikan jasa data mirroring khusus untuk data ilmiah. Dalam konteks ini tidak selalu ~marjin~ berasal dari pemakai jasa langsung seperti layaknya hukum pasar konvensional.
Tentu saja kita sudah memiliki misalnya situs IlmuKomputer.Com yang dikelola Romi dkk. Namun perlu diingat IKC menyasar target komunitas TI, atau minimal yang tertarik TI, sehingga tidak mengherankan bila langsung mendapat sambutan. Sama halnya dengan mirroring di kambing.vlsm.org yang dikelola parktisi TI di UI. Meski dalam konteks ini IKC lebih memiliki muatan lokal dan orisinalitas. Namun bagaimana dengan masyarakat non-TI yang notabene jauh lebih banyak ? Komunitas penikmat kuliner, peneliti fisika, praktisi medis dan lain-lainnya. Justru target pasar semacam ini jauh lebih sulit ditembus, karena memerlukan edukasi pasar yang panjang dan konsisten, serta kreatifitas dan kejelian melihat kebutuhan segmen tersebut. Itulah mengapa fisik@net (www.fisikanet.lipi.go.id) tidak tergoda untuk menjadi portal fisika populer, tetapi konsisten memilih jalur konten ilmiah terkait fisika.
Hal yang sama bisa dilihat di Jurnal Online (www.jurnal.lipi.go.id) yang menyasar komunitas ilmiah lokal yang selama ini mengalami kesulitan menjaga kelangsungan penerbitan jurnal ilmiah lokal. Ternyata justru dengan TI, bisa direalisasikan penurun biaya yang sangat signifikan. Sebaliknya peningkatan aksesbilitas oleh pengguna meningkatkan tingkat partisipasi komunitas terkait. Ini dimulai dari menyadari bahwa komunitas ilmiah sebagian besar melek internet, meski persentasenya populasi Indonesia yang melek internet masih sangat minim. Kejelian semacam inilah yang diperlukan dalam melakukan pengembangan konten yang sesuai dengan karakteristik lokal dan target pasar yang dituju.
Sehingga lebih daripada paradigma untuk membangun ~bisnis baru~ dengan TI, pada banyak kasus implementasi TI untuk meningkatkan efisiensi bisnis konvensional justru lebih realistis. Atau bahkan pelibatan internet untuk menunjang bisnis yang sudah ada. Contoh kasus ini adalah Public Cluster (www.cluster.lipi.go.id) yang merupakan terobosan baru untuk pemeliharaan mesin paralel. Dengan membukanya untuk publik, dukungan untuk pemeliharaan dan kesinambungan bisa diperoleh.
Sebenarnya ada contoh konten lokal yang gagal meski bermuatan TI, menyasar komunitas TI dan memiliki visi dan target yang jelas, yaitu milis lokal Groups.or.id. Meski dimulai dengan cita-cita mulia untuk mengurangi pemakaian lebar pit aglobal akibat pemakaian Yahoo! Groups secara masif, akhirnya sarana ini praktis mati suri. Dari pengalaman penulis yang pernah memanfaatkan sarana ini di awal peluncurannya, kegagalan ini lebih dikarenakan pengelolaan yang tidak profesional. Meski tidak berbasis hukum ekonomi konvensional, pengembangan konten lokal harus tetap dikaji dan ditelaah secara profesional untuk menjaga kesinambungan. Penyediaan konten dan jasa secara cuma-cuma (terhadap pemakai akhir) tidak berarti bisa seenaknya. Seperti selalu disebutkan, loyalitas di dunia internet hanyalah sejauh gerakan tetikus. Pada kasus penulis di Groups.or.id, saat itu server terlalu sering ngadat. Dan pada saat keluhan, dan bahkan tawaran bantuan, disampaikan direspon dengan jawaban ketus agar membuat sendiri server milis... Hal semacam ini tentu saja tidak bisa dibenarkan. Padahal bila Groups.or.id dikelola dengan benar, tidak sulit untuk mendapatkan sponsor tetap dan dukungan luas komunitas. Karena pemakai milis Yahoo! Groups hakekatnya tidak selalu maniak Yahoo! dan aneka perangkatnya. Sehingga lokalisasi sarana milis sebenarnya sangat dibutuhkan semua pihak. Sebaliknya pengelolaan konten lokal yang amburadul malah berakibat buruk dalam jangka panjang karena menimbulkan keraguan dan malah meningkatkan ketidakpercayaan pada konten lokal. Mungkin bila tidak siap, lebih baik pengembangan konten lokal tersebut dihentikan saja dari awal.
Pengembangan dan implementasi konten lokal, meski yang tidak bermuatan ekonomi murni sekalipun, tetap harus didasarkan pada prinsip kesinambungan dalam jangka panjang, Untuk itu sejak awal perencanaan sudah harus dikaji dengan matang business process ke depannya.
Sudah saatnya komunitas TI Indonesia bangkit kembali. Masa membangun kepedulian publik dengan kemunculan selebritis-selebritis dan ~ahli-ahli seminar~ TI sudah cukup ! Bila tidak dilanjutkan dengan membangun substansi dengan konten yang memadai, maka bangsa ini hanya akan kembali dikenang sebagai ~bangsa pembangun~ namun tidak bisa memelihara terlebih mengembangkan. Lebih dari itu, komunitas TI Indonesia sudah saatnya keluar dari tempurung dan kembali menengok dunia luar untuk bergandengan tangan dengan komunitas lain dalam merealisasikan implementasi TI untuk membantu mengatasi masalah substansi di segala bidang.
Published in Siaran Pers LIPI (6 November 2007)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ~ LIPI akan mengadakan ujian tes tertulis CPNS bagi pelamar yang telah melakukan registrasi hari ini dan kemarin. Ujian tertulis akan berlangsung di Gedung Herbarium dan Gedung Kusnoto Puslit Biologi LIPI, Bogor, Rabu 7 Nopember 2007.
Dari pantauan yang dilakukan di lokasi pada saat registrasi siang tadi, masing-masing pelamar melakukan regristasi sangat cepat, kurang dari 2 menit. ~Koordinator panitia registrasi CPNS LIPI Dr. L. Handoko, mengatakan sampai pukul 16.30 WIB sore ini, telah tercatat sekitar 2.068 pelamar telah melakukan regristasi dari total 2.593 orang, ~jelasnya.
~Masing ~ masing peserta hanya perlu menunjukkan kartu peserta yang telah mereka print sendiri dari web CPNS LIPI, untuk selanjutnya di cocokkan dengan data di komputer, mendapatkan cap, nomer dan lokasi ujian, ~paparnya. Dengan cara ini para peserta terhindar dari situasi berdesak-desakan dan kelelahan fisik akibat harus antri terlalu lama.
Kepala Biro Kepegawaian LIPI, Dr. Siti Nuramaliati Prijono menyatakan ada tiga bidang yang harus dikerjakan pelamar dalam ujian tulis yaitu: tes pengetahuan umum, tes bakat scholastik dan tes skala kematangan. ~ Materi ujian disiapkan oleh tim penyusun materi yang beranggotakan para peneliti LIPI dari berbagai disiplin ilmu, ~jelasnya.
Menurut Kepala BOK ~ LIPI, dari ujian tertulis ini nantinya akan disaring lagi sekitar 5 kali formasi untuk dapat mengikuti tahap wawancara dan psikotes. ~Kita membutuhkan 221 pegawai baru, jadi nanti yang akan lolos ke tahap selanjutnya sekitar 1.000 orang, ~jelasnya.
Data dari BOK memperlihatkan konfigurasi formasi dan peserta ujian tertulis sebagai berikut: SMA (13) ~ 95, D3 (63) - 841, SI (128) ~ 1.892, S2 (15) ~ 127. ~Sebenarnya kita membutuhkan formasi S3 Kimia dan S3 Geologi, namun tidak ada yang melamar ~tambahnya. Formasi kosong yang lain adalah dari D3 seni pahat, sedangkan formasi terbanyak adalah teknik elektro sebanyak 23 orang, dan Biologi sebanyak 19 orang.
Tes wawancara dan psikotes bagi para peserta CPNS yang lolos akan dilaksanakan pada tanggal 12-16 Nopember di Jakarta.
Published in Koran Tempo (31 October 2007 & 2 November 2007, Wuragil)
Susah. Kata itulah yang pertama melompat dari mulut L.T. Handoko, peneliti fisika di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, ketika ditanyai bagaimana menentukan pemenang dalam Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) 2007 yang digelar LIPI. Lomba yang dibagi dalam tiga kategori bidang ilmu itu berakhir Senin siang lalu.
Handoko kebagian menjadi anggota tim juri untuk bidang ilmu pengetahuan teknik dan berperan menguji presentasi keempat finalisnya bersama Erzi Agson-Gani (Kepala Pusat Mesin Perkakas, Teknik Produksi dan Otomasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) serta Yudhi Dharma (pengajar di Fakultas MIPA Institut Teknologi Bandung). Mereka bertiga dibingungkan oleh dua finalis yang mengkristal karena faktor orisinalitas ide, inovasi, dan saintifik karya.
Karya pertama adalah milik Puguh Sasi Rizky, siswa kelas II di SMA Unggulan BPPT Al-Fattah, Lamongan, Jawa Timur. Puguh dan dua kawannya, Kemal Khoirur Rahman dan Ziadatur Rohman, menawarkan pemanfaatan pegas, tuas pengunci, dan penahan untuk memodifikasi penyangga (standar) miring sepeda motor agar bisa pasif otomatis. "Temanku, Kemal, sering lupa standarnya (dipasifkan atau dilipat kembali) setiap kali naik sepeda motor," kata Puguh mengungkapkan latar belakang ide karyanya.
Karya kedua diusung Astri Bestari Ciptaningrum dan Indra Surya Atmaja, keduanya siswa SMAN 6 Yogyakarta. Mereka mengangkat topik mi dari biji ketapang sebagai makanan alternatif berprotein tinggi. Tidak sampai di sana saja, Astri dan Indra juga berhasil memanfaatkan limbah kulit biji-biji ketapang sebagai briket. "Konsepnya zero-waste," kata Indra.
Walhasil, Handoko dan anggota juri lainnya harus terus berpikir ulang menentukan pemenang di antara keduanya. Yang pertama unggul di segi inovasi dan sangat sempurna sebagai sebuah rekayasa teknik, sedangkan yang kedua begitu komprehensif dan mengekstrak data yang sangat lengkap dari A sampai Z.
Sementara Smart Standard dianggap sebagai sebuah karya siap pakai, Bipang Mie adalah presentasi dari karya yang luar biasa ilmiah untuk padanan usia pelakunya. "Mereka sebenarnya seimbang," kata Handoko. "Tapi, karena ini adalah sebuah lomba karya ilmiah, kami akhirnya memilih Bipang Mie sebagai juara pertama kategori teknik."
Jadilah, Senin malam lalu, karya duo Astri-Indra diumumkan sebagai karya ilmiah remaja terbaik tahun ini di bidang teknik. Mereka berhak atas paket hadiah, di antaranya beasiswa Rp 1 juta per bulan selama satu tahun, yang diberikan Yayasan Bhakti Tanoto.
Malam itu diumumkan pula pemenang di bidang lainnya, yakni Louis Frints Wagatu dan dua temannya dari SMAN 1 Aba'a, Papua, di bidang ilmu pengetahuan alam serta Parameita Winnie Adhipuri dari SMA Santa Laurensia, Tangerang, Banten, di bidang pengetahuan sosial dan kemanusiaan.
Louis dan timnya menggelar studi atas kepala arus Sungai Digul sebagai suatu fenomena alam langka di Kabupaten Mappi, sedangkan Winnie mengangkat tema "Implikasi Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006 terhadap Masyarakat Keturunan Tionghoa dalam Hal Pengurusan Surat Kependudukan". Total mereka bertiga berhasil mengungguli 12 karya ilmiah finalis lainnya.
Karya para finalis itu sebelumnya diseleksi dari 376 karya kiriman remaja dari 22 provinsi di Indonesia dan satu dari sekolah Indonesia di Kairo, Mesir. Di antara para finalis, terselip dua karya ilmiah kiriman pelajar sekolah menengah pertama. Sayang, keduanya, yang berlaga masing-masing di bidang teknik dan sosial, belum sukses.
Published in Jurnal Nasional (29 October 2007)
Dalam presentasi Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-39 bertempat di LIPI, senin (29/10), para peserta remaja banyak menampilkan karya yang sangat inovatif dan membuat juri tertegun mendengarkannya.
Mereka adalah ke-13 siswa yang lolos setelah mengysihkan 376 karya ilmiah yang masuk dari 22 provinsi. Neni Sintawardani, Kepala Biro Kerjasama dan Pemasyarakatan Iptek (BKPI) LIPI mengatakan, setelah seleksi tanggal 10 September lalu, kini tertinggal 13 finalis dari tujuh provinsi.
~Jawa Timur adalah pemegang rekor jumlah finalis yang berhasil lolos,~ katanya. Sebagai gambaran bahwa Juri saat menyeleksi sama sekali tidak mengetahui nama peserta dan asal mereka.
Penilaian Juri dilakukan murni pada isi karya ilmiah berikut dengan nomer kodenya. Tak hanya pada isi, catatan Juri juga menemukan satu siswa gagal mengikuti final karena ditemukan karyanya plagiat (meniru karya lain) dan dua karya lainnya yang telah berhasil memenangkan lomba ditempat lain sehingga disarankan untuk mengundurkan diri.
Doktor L T Handoko, salah satu Juri dari Bidang Fisika LIPI menuturkan karya-karya yang ditampilkan oleh siswa sudah semakin baik.
Selain mampu menampilkan yang murni inovasi tetapi presentasi mereka juga menghasilkan karya yang aplikatif, contohnya dibidang teknik adalah Smart Standar (alat penumpu motor untuk berdiri/standing).
Inovasi lainnya dalam hal makanan juga menampilkan sumber makanan baru. ~Penampilan dan orisinil karyanya sangat baik, meski beberapa diantaranya ada yang kurang mengusai materi,~ katanya.
Profesor Doktor Lukman Hakim, Wakil Kepala LIPI, menyerukan kepada segenap siswa untuk terus melanjutkan minat danpenelitian mereka guna menghasilkan karya yang lebih baik.
Hasil studi dan kunjungannya di beberapa negara beberapa waktu lalu disebutkan bahwa kunci keberhasilan Ilmu Pengetahuan Teknologi di suatu negara sangat ditentukan oleh generasi mudanya yang gemar memunculkan inovasi terbaru.
~Bukan tidak mungkin jika terus dibimbing dan difasilitasi, Indonesia bisa memunculkan karya terbaik dunia seperti dalam Olimpiade,~ katanya.
Published in Pustek Blog (18 October 2007)
LIPI sejak tahun 2005 mampu mengurangi human error yang terjadi selama proses penerimaan pegawai negeri sipil (PNS) melalui sistem Informasi Penerimaan CPNS (SIPC) yang telah diimplementasikan pada penerimaan CPNS. Teknologi informasi ini mampu memberi solusi terhadap permasalahan yang selama ini terjadi.
Dr Laksana Tri Handoko dari Tim Gabungan Jaringan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (TGJ-LIPI) sekaligus penanggung jawab SIPC menyatakan, ada dua jenis kesalahan yang sering terjadi selama proses penerimaan CPNS. Pertama adalah kesalahan administratif yang tidak disengaja yang lebih diakibatkan oleh buruknya sistem dan rendahnya kualitas panitia. Kesalahan kedua adalah manipulasi yang memang dengan sengaja dilakukan oleh oknum-oknum internal di instansi-instansi pemerintah. Kedua sumber kesalahan ini, kata Laksana, bisa terjadi karena memang dalam regulasi dan sistem penerimaan CPNS skala nasional tidak bisa dihilangkan, atau belum secara tegas diatur. "Di sinilah teknologi informasi diharapkan mampu memberikan solusi," jelasnya.
Tidak hanya mengurangi kedua sumber kesalahan tersebut, menurut Laksana penggunaan teknologi informasi berpotensi menekan waktu pemrosesan serta biaya secara signifikan. Mulai tahun 2005, LIPI telah menerapkan SIPC sebagai cara cerdas dalam penerimaan CPNS. "Lebih dari sekadar sistem informasi, SIPC LIPI (http:www.cpns.lipi.go.id) merupakan sistem terintegrasi berbasis web, baik untuk front-office maupun back-office,'' ungkapnya.
Lebih jauh Laksana menyatakan, seluruh proses penerimaan, dari registrasi oleh pelamar sampai proses administrasi seluruhnya dilakukan secara otomatis dan hampir tanpa intervensi manusia. "Dengan adanya sistem ini, maka pelamar tidak perlu berdesakan karena semuanya dilakukan melalui web,'' tegasnya.
Proses itu, kata Laksana, kemudian dilanjutkan dengan pengiriman dokumen fisik melalui pos yang jumlahnya juga sangat minimal. Surat lamarannya pun cukup dicetak langsung dari web, dan dilampiri hanya tiga lembar kertas yang menjadi syarat dokumen fisik (salinan KTP, ijazah terakhir, transkrip nilai).
Pada proses verifikasi fisik yang mengharuskan pelamar hadir langsung sehari sebelum ujian tulis, kata Laksana, bisa dilakukan dengan tertib dan hampir tanpa antrian sama sekali, karena verifikasi dan pencocokan data langsung dilakukan di depan terminal-terminal komputer sehingga bisa dilakukan dengan sangat cepat. "Sistem ini telah berhasil mendapatkan penghargaan dari Asia Pasific Information Communication and Technology (ICT) Award tahun 2006 di Indonesia, sekaligus menjadi wakil Indonesia di ajang tahunan mereka di Macao, untuk kategori e-government,'' tegasnya. (eye/rep)
Published in Joglo Semar (10 October 2007)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menciptakan sistem rekruitmen secara online dengan nama Sistem Informasi Penerimaan CPNS (SIPC). Sistem ini bukan sekedar ~e-recruitment~ biasa. Sistem yang diciptakan Peneliti di Puslit Fisika LIPI, Laksana Tri Handoko ini, bersifat ~online~ dari hulu ke hilir.
~Sistem ini online mulai dari penerimaan berkas lamaran hingga pengumuman penerimaan CPNS. Setiap pelamar akan pendapatkan ~password~ login untuk terus mengikuti sistem ini sampai dia lulus seleksi,~ kata Doktor Fisika Teoritik dari Universitas Hiroshima Jepang itu. Handoko juga patut berbangga karena sistem yang diciptakannya itu telah mendapatkan penghargaan ~The Recognition Award 2006~ dari Asia Pacific Information and Communication Technology di Macao untuk kategori ~e-government~. ~Mereka terheran-heran Indonesia menggunakan sistem yang bisa mengelola sampai 30 ribu data pelamar, ini belum ada di dunia,~ katanya. Dia menambahkan seluruh proses penerimaan dari registrasi oleh pelamar sampai proses administrasi seluruhnya dilakukan secara otomatis dan hampir tanpa intervensi manusia, sehingga pelamar tidak perlu berdesakan karena semuanya dilakukan melalui koneksi internet.
Pada proses verifikasi fisik di mana pelamar harus hadir langsung sehari sebelum ujian tulis, bisa dilakukan dengan tertib dan hampir tanpa antrean sama sekali, karena verifikasi dan pencocokan data langsung dilakukan di depan terminal-terminal komputer sehingga bisa dilakukan dengan sangat cepat. Sistem ini, ujarnya, selain mampu menghemat tenaga, waktu, dan uang juga menekan angka kesalahan sampai 100 persen. Sistem ini juga akan menghilangkan kemungkinan terjadinya manipulasi oleh pihak-pihak tertentu karena tingkat transparansinya yang sangat tinggi.
Menurut dia, ada dua jenis kesalahan yang sering terjadi selama proses rekruitmen CPNS, yakni kesalahan administratif yang tidak disengaja dan lebih diakibatkan oleh buruknya sistem dan rendahnya kualitas panitia serta manipulasi yang memang sengaja dilakukan.
Published in Media Indonesia (9 October 2007)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membuka penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk 2007 dengan sistem online untuk 210 orang.
"Jumlah ini terbagi untuk formasi peneliti, teknisi, dan tenaga administrasi dari berbagai tingkat pendidikan (SLTA, D3, S1, S2, S3) dengan berbagai latar belakang kajian ilmu," kata Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian (BOK) LIPI Siti Nuramaliati Prijono di Jakarta, Selasa (2/10).
Penerimaan dimulai tanggal 1 Oktober sampai dengan 16 Oktober 2007 dengan sistem online melalui situs Sistem Informasi Penerimaan CPNS LIPI (SIPC) di website www.cpns.lipi.go.id.
Terkait dengan perubahan proses penerimaan CPNS secara umum oleh Men PAN/BKN sejak 2004, LIPI sebagai salah satu lembaga pemerintah mendukung penuh sistem yang diberlakukan. Khusus untuk LIPI, diterapkan SIPC mulai 2005, yang terbukti sangat efektif baik dari segi waktu, dana, maupun tenaga, jelasnya.
Penerapan SIPC dalam penerimaan CPNS LIPI menurutnya sangat relevan terkait dengan status LIPI sebagai lembaga ilmu pengetahuan utama di Indonesia.
"Ini merupakan syarat mutlak bagi CPNS LIPI untuk selalu mengikuti aplikasi sistem informasi di era informasi ini," tambahnya.
Penanggung jawab SIPC-LIPI Laksana Tri Handoko menambahkan, sistem SIPC yang berbasis web dinamis ini memungkinkan seluruh proses dilakukan secara online dan transparan bagi semua pihak terkait seperti pelamar, panitia/LIPI, dan masyarakat.
"Kelebihan sistem ini selain mudah dipakai dan dipelihara oleh seluruh pihak terkait juga sangat transparan. Dengan sistem ini dimungkinkan kontrol internal yang ketat dan check and recheck antarbagian dan level," katanya.
Penyimpangan hasil dari SIPC yang permanen dan dapat dipakai sepanjang tahun ini sangat kecil terjadi, karena terdapat sekuriti akses di setiap level, kata Peneliti Puslit Fisika LIPI itu.
Lima tahapan akan dilalui dalam proses penerimaan CPNS LIPI yang terdiri dari: verifikasi administrasi (selama Oktober 2007), ujian tertulis (31 Oktober 2007), wawancara (12-14 November 2007), psikotes (14-16 November 2007), dan hasil final (30 November 2007).
CPNS yang diterima di LIPI akan mulai aktif bekerja pada tanggal 1 Januari 2008. (Ant/OL-06)
Published in Koran Tempo (8 October 2007, Wuragil)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merintis proses penerimaan pegawai negeri sipil yang lebih mudah dan, yang terpenting, transparan serta akuntabel. "Ini adalah sebuah terobosan besar dan LIPI sudah menempatkannya sebagai bagian dari pengembangan sumber daya manusia," kata Wakil Kepala LIPI Lukman Hakim, Jumat siang lalu.
Proses itu bernama Sistem Informasi Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil, yang pernah diganjar Asia-Pacific Information and Communication Technology Award 2006 untuk kategori e-government. Lewat sistem terintegrasi berbasis web yang didesain otomatis hanya menyaring pelamar dengan kriteria indeks prestasi, keterampilan, dan perilaku tertinggi di setiap bidangnya itu, Lukman memang berharap LIPI bisa segera menyemai peneliti-peneliti baru yang mumpuni.
"Ageing, ini adalah problem kami saat ini," ia menjelaskan. "Dalam lima tahun ke depan banyak peneliti senior pensiun sedangkan tenaga muda belum cukup memadai."
SIPC LIPI pada 2005 sudah berperan menyaring 268 pegawai baru--sebagian adalah peneliti dan staf laboratorium--dari 33 ribu pelamar dari seluruh Indonesia. L.T. Handoko, peneliti fisika yang juga Ketua Tim Gabungan Jaringan LIPI, mengatakan tahun ini 6.337 pelamar sudah mendaftar per Jumat lalu. "Pendaftaran dibuka sejak Senin (1 Oktober) sore lalu hingga Selasa (16 Oktober) mendatang," katanya.
Handoko memberikan garansi, proses pendaftaran secara online yang dibangunnya bersama tim internal LIPI itu menawarkan proses yang transparan dan peningkatan efisiensi tak hanya pada pelamar, tapi juga pada panitia. Dalam program yang berbasis open source itu proses penerimaan dan registrasi sampai proses administrasi dan penentuan urut kelulusan ditentukan secara otomatis dan hampir tanpa intervensi manusia. Kecuali ketika harus dilakukan verifikasi data.
Tapi proses pencocokan data pun bisa dilakukan dengan tertib dan tanpa antrean karena langsung dilakukan di depan terminal komputer. "Efisien, biaya rendah, tingkat keamanan (data) pun tinggi," kata Handoko seraya menambahkan, "Tidak akan ada lagi human error dari panitia, seperti berkas atau foto pelamar yang hilang tercecer."
Published in Technology Indonesia (5 October 2007)
LIPI akan mempertahankan sistem online untuk proses penerimaan pegawai negeri sipil tahun ini. SIPC atau Sistem Informasi Penerimaan CPNS yang telah digunakan sejak 2005, dinilai mampu mengurangi human error selama proses penerimaan berlangsung.
Hal ini disampaikan Dr. Laksana Tri Handoko dari Tim Gabungan Jaringan - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (TGJ-LIPI) sekaligus penanggung jawab SIPC dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (5/9).
Laksana Tri menjelaskan, ada dua jenis kesalahan yang kerap terjadi selama proses penerimaan CPNS, yaitu kesalahan administratif yang tidak disengaja diakibatkan buruknya sistem dan rendahnya kualitas panitia. Selain itu, terjadi manipulasi yang sengaja dilakukan oknum internal di instansi pemerintah. 'Dalam regulasi dan sistem penerimaan CPNS skala nasional, hal itu belum diatur secara tegas. Sehingga teknologi informasi diharapkan mampu memberikan solusi terhadap masalah tersebut. Disamping itu, dapat mengeurangi waktu pemrosesan serta biaya secara signifikan,~ paparnya.
SIPC yang menyabet penghargaan Asia Pasific Information Communication and Technology (ICT) Award 2006 ini, diterapkan LIPI dalam penerimaan CPNS sejak 2005. ~Sistem ini akan mengintergrasikan data berbasis web, baik untuk front-office maupun back-office,~ ungkapnya. Seluruh proses penerimaan, mulai registrasi pelamar sampai proses administrasi diilakukan secara otomatis. ~Dengan adanya sistem ini, maka pelamar tidak perlu berdesakan karena semuanya dilakukan melalui web,~ ujarnya.
Proses tersebut, dilanjutkan dengan pengiriman dokumen fisik melalui pos yang jumlahnya sangat minimal. Surat lamarannya pun cukup dicetak langsung dari web, dan dilampiri hanya 3 lembar kertas yang menjadi syarat dokumen fisik (salinan KTP, ijasah terakhir, transkrip nilai). 'Pada proses verifikasi fisik dimana pelamar harus hadir langsung sehari sebelum ujian tulis, bisa dilakukan dengan tertib dan hampir tanpa antrian sama sekali, karena verifikasi dan pencocokan data langsung dilakukan di depan terminal-terminal komputer sehingga bisa dilakukan dengan sangat cepat,' ujarnya. (Lea)
Published in Siaran Pers LIPI (4 October 2007)
Sistem Informasi Penerimaan CPNS (SIPC) yang telah diimplementasikan pada penerimaan CPNS LIPI sejak tahun 2005 mampu mengurangi human error yang terjadi selama proses penerimaan CPNS. Hal ini diungkapkan oleh Dr. Laksana Tri Handoko dari Tim Gabungan Jaringan - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (TGJ-LIPI) sekaligus penanggung jawab SIPC.
Menurutnya ada dua jenis kesalahan yang sering terjadi selama proses penerimaan CPNS, pertama adalah kesalahan administratif yang tidak disengaja - lebih diakibatkan oleh buruknya sistem dan rendahnya kualitas panitia. Kesalahan kedua adalah manipulasi yang memang dengan sengaja dilakukan oleh oknum-oknum internal di instansi-instansi pemerintah.
Kedua sumber kesalahan ini bisa terjadi karena memang dalam regulasi dan sistem penerimaan CPNS skala nasional tidak bisa dihilangkan, atau belum secara tegas diatur."Disinilah Teknologi Informasi (TI) diharapkan mampu memberikan solusi, " tegasnya. Tidak hanya mengurangi kedua sumber kesalahan diatas, menurutnya pemakaian TI berpotensi menekan waktu pemrosesan serta biaya secara signifikan.
Mulai tahun 2005, LIPI telah menerapkan SIPC sebagai cara cerdas dalam penerimaan CPNS. "Lebih dari sekedar sistem informasi, SIPC LIPI (http://www.cpns.lipi.go.id) merupakan sistem terintegrasi berbasis web, baik untuk front-office maupun back-office", ungkapnya.
Diungkapkannya, seluruh proses penerimaan, dari registrasi oleh pelamar sampai proses administrasi seluruhnya dilakukan secara otomatis dan hampir tanpa intervensi manusia. "Dengan adanya sistem ini, maka pelamar tidak perlu berdesakan karena semuanya dilakukan melalui web", tambahnya.
Proses itu kemudian dilanjutkan dengan pengiriman dokumen fisik melalui pos yang jumlahnya juga sangat minimal. Surat lamarannyapun cukup dicetak langsung dari web, dan dilampiri hanya 3 lembar kertas yang menjadi syarat dokumen fisik (salinan KTP, ijasah terakhir, transkrip nilai). Pada proses verifikasi fisik dimana pelamar harus hadir langsung sehari sebelum ujian tulis, bisa dilakukan dengan tertib dan hampir tanpa antrian sama sekali, karena verifikasi dan pencocokan data langsung dilakukan di depan terminal-terminal komputer sehingga bisa dilakukan dengan sangat cepat.
"Sistem ini telah berhasil mendapatkan penghargaan dari Asia Pasific Information Communication and Technology (ICT) Award tahun 2006 di Indonesia, sekaligus menjadi wakil Indonesia di ajang tahunan mereka di Macao, untuk kategori e-government", ungkapnya bangga.
Published in Republika (2 October 2007)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membuka penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk tahun 2007 dengan sistem online untuk lowongan 210 orang.
"Jumlah ini terbagi untuk formasi peneliti, teknisi, dan tenaga administrasi dari berbagai tingkat pendidikan (SLTA, D3, S1, S2, S3) dengan berbagai latar belakang kajian ilmu," kata Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian (BOK) LIPI Dr Siti Nuramaliati Prijono di Jakarta, Selasa (2/10).
Penerimaan dimulai tanggal 1 Oktober sampai dengan 16 Oktober 2007 dengan sistem online melalui situs Sistem Informasi Penerimaan CPNS LIPI (SIPC) di website www.cpns.lipi.go.id.
Terkait dengan perubahan proses penerimaan CPNS secara umum oleh MenPAN/BKN sejak 2004, LIPI sebagai salah satu lembaga pemerintah mendukung penuh sistem yang diberlakukan. "Khusus untuk LIPI, diterapkan SIPC mulai tahun 2005, yang terbukti sangat efektif baik dari segi waktu, dana maupun tenaga," jelasnya.
Penerapan SIPC dalam penerimaan CPNS LIPI menurutnya sangat relevan terkait dengan status LIPI sebagai lembaga ilmu pengetahuan utama di Indonesia.
"Ini merupakan syarat mutlak bagi CPNS LIPI untuk selalu mengikuti aplikasi sistem informasi di era informasi ini," tambahnya.
Penanggung jawab SIPC-LIPI Dr Laksana Tri Handoko menambahkan, sistem SIPC yang berbasis web dinamis ini memungkinkan seluruh proses dilakukan secara "online" dan transparan bagi semua pihak terkait seperti pelamar, panitia/LIPI, dan masyarakat.
"Kelebihan sistem ini selain mudah dipakai dan dipelihara oleh seluruh pihak terkait juga sangat transparan. Dengan sistem ini dimungkinkan kontrol internal yang ketat dan 'check and re-check' antarbagian dan level," katanya.
Penyimpangan hasil dari SIPC yang permanen dan dapat dipakai sepanjang tahun ini sangat kecil terjadi, karena terdapat sekuriti akses di setiap level, kata Peneliti Puslit Fisika LIPI itu.
Lima tahapan akan dilalui dalam proses penerimaan CPNS LIPI yang terdiri dari: verifikasi administrasi (selama bulan Oktober 2007), ujian tertulis (31 Oktober 2007), wawancara (12-14 November 2007), psikotes (14-16 November 2007), dan hasil final (30 November 2007).
CPNS yang diterima di LIPI akan mulai aktif bekerja pada tanggal 1 Januari 2008.
Published in Siaran Pers LIPI (2 October 2007)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membuka penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk tahun 2007. Penerimaan dimulai tanggal 1 Oktober sampai dengan 16 Oktober 2007 dengan sistem online melalui situs Sistem Informasi Penerimaan CPNS LIPI (SIPC) di website www.cpns.lipi.go.id.
Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian (BOK) LIPI Dr. Siti Nuramaliati Prijono menyatakan, untuk tahun ini LIPI mendapatkan formasi dari MenPAN sebanyak 210 orang. ~Jumlah ini terbagi untuk formasi peneliti, teknisi, dan tenaga administrasi dari berbagai tingkat pendidikan (SLTA, D3, S1, S2, S3) dengan berbagai latar belakang kajian ilmu~, jelasnya.
Terkait dengan perubahan proses penerimaan CPNS secara umum oleh MenPAN / BKN sejak 2004, LIPI sebagai salah satu lembaga pemerintah mendukung penuh sistem yang diberlakukan. ~Khusus untuk LIPI, kami menerapkan SIPC mulai tahun 2005, yang terbukti sangat efektif baik dari segi waktu, dana maupun tenaga~, jelasnya.
Penerapan SIPC dalam penerimaan CPNS LIPI menurutnya sangat relevan terkait dengan status LIPI sebagai lembaga ilmu pengetahuan utama di Indonesia. ~Ini merupakan syarat mutlak bagi CPNS LIPI untuk selalu mengikuti aplikasi sistem infromasi di era informasi ini~, tambahnya.
Penanggung jawab SIPC-LIPI Dr. Laksana Tri Handoko menambahkan, sistem SIPC yang berbasis web dinamis ini memungkinkan seluruh proses dilakukan secara online dan transparan bagi semua pihak terkait (pelamar, panitia/LIPI, dan masyarakat). ~Kelebihan sistem ini selain mudah dipakai dan dipelihara oleh seluruh pihak terkait juga sangat transparan~, ungkapnya.
Dengan sistem ini dimungkinkan kontrol internal yang ketat dan check and re-check antar bagian dan level. ~Penyimpangan hasil dari SIPC yang permanen dan dapat dipakai sepanjang tahun ini sangat kecil terjadi, karena terdapat sekuriti akses di setiap level~, tegas Handoko, Peneliti Puslit Fisika LIPI.
Menurutnya lima tahapan akan dilalui dalam proses penerimaan CPNS LIPI yang terdiri dari: verifikasi administrasi (selama bulan Oktober 2007), ujian tertulis (31 Oktober 2007), wawancara (12 - 14 November 2007), psikotes (14 - 16 November 2007), dan hasil final (30 November 2007). CPNS yang diterima di LIPI akan mulai aktif bekerja pada tanggal 1 Januari 2008.
Published in Situs KRT (21 Agustus 2007)
Itulah yang terkesan dari pembelajaran yang diberikan oleh para ilmuan kepada para murid-murid SD di wilayah DKI Jakarta dalam rangka gerakan Science for All. Science for All adalah merupakan gerakan yang dimaksudkan untuk menumbuhkan minat semua pihak (pelajar, mahasiswa, pemuda, guru, pengambil-kebijakan, dan seluruh masyarakat) agar lebih mencintai pelajaran Science.
Kegiatan ini dimulai dari pendidikan dasar mulai program ilmuan berbagi ilmu dengan pelajar dengan moto: mempopulerkan Science yang asyik, mudah dan menyenangkan. Kegiatan yang telah dicanangkan di TMII pada 8 Mei 2007 ini adalah merupakan kerjasama antara Komisi Nasional Indonesia untuk Unesco (KNIU), Departemen Pendidikan Nasional, Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Gubernur DKI Jakarta, serta didukung oleh Surya Institut dan PP Iptek. Dalam hal telah ditetapkan sebagai pilot project dari kegiatan Science for All dan akan dikembangkan secara luas ke seluruh wilayah Indonesia.
Sebagai tindak lanjut dari pencanangan dan deklarasi gerakan science for all pada 8 mei 2007 yang lalu, dimana Menneg Ristek Kusmayanto Kadiman dan Wagub DKI Jakarta, Fauzi Bowo saat itu telah mengawalinya dengan memberikan pembelajaran berbagi ilmu kepada murid-murid SD di wilayah DKI Jakarta maka mulai hari ini, Selasa, 21 Agustus 2007 telah diimplementasikan gerakan Science for All dengan menerjunkan para ilmuwan untuk berbagi ilmu kepada murid-murid di SD di wilayah DKI.
Hari ini 7 Ilmuan mengajar di 7 sekolah, mereka adalah M. Syamsuri, MS dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) mengajar matematika di SDN Benhil 09 Pg; Dr. L.T. Handoko dari Puslit Fisika LIPI mengajar IPA di SDN Karet Tersin 15 Pg; Drs. Zulkarnaen, Msc dari Lembaga Pengembangan Fisika Indonesia mengajar IPA di SDN Pademangan Timur 01 Pg; Drs. Juni Astel, Msc mengajar Matematika di SDN Cipinang Besar Utara 03 Pg; Dr Yohan dari KNRT mengajar IPA di SDN Cipinang Besar Utara 01 Pg; Dr. Puji Untoro mengajar IPA di SD Cipete Utara 12 Pg dan Drs. Perdamaian Sebayang Msc dari Pusat Penelitian Fisika LIPI mengajar IPA di SDN Slipi 03 Pg.
Published in THC Newsletter XXI Juli-September 2007
Ketika seluruh DKI Jakarta menyambut pesta demokrasi, Pemilihan Gubenur, panitia Habibie Award pun tengah melaksanakan rapat pemilihan pemenang Habibie Award. Sebagian panitia Habibie Award berdomisili di luar Jakarta, sehingga dapat menikmati lengangnya ibu kota kali ini.
Panitia Habibie Award yang hadir adalah Prof. MT Zen dan Dr. Sukirno untuk Bidang Ilmu Dasar, Prof. Dr. Haryanto Dhanutirto Bidang Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi, Prof. Dr. M. Sahari Besari, Prof. Dr. Harijono Djojodihardjo, dan Prof. Dr. Said Jenie Bidang Ilmu Rekayasa, Dr. Sayuti Hasibuan untuk Bidang Ilmu Ekonomi, Sosial, Politik, dan Hukum. Prof. Dr. Quraish Shihab, Prof. Dr. Taufik Abdullah, Prof. Dr. Kunto Wibisono, Prof. Dr. I Made Bandem Bidang Ilmu Filsafat, Agama, dan Kebudayaan. Sedangkan panitia Bidang Ilmu Dasar menerima dua anggota baru, yaitu Dr Terry Mart, pemenang Habibie Award tahun 2001, dan Dr Laksana Tri Handoko, pemenang Habibie Award tahun 2004. Pimpinan rapat, Prof. Wardiman Djojonegoro membahas pengajuan beberapa calon pemenang Habibie Award untuk tahun ini dari berbagai institusi di seluruh Indonesia. Untuk bidang Ilmu Dasar, yang diajukan adalah Prof. Dr. Sri Widyantoro dari Geofisika ITB, seorang peneliti topografi seismologi. Ia menemukan suatu model mitigasi bencana gempa. Kontribusinya secara tidak langsung akan berguna bagi penerapan ilmu itu untuk penyelamatan jiwa manusia. Sementara itu, dari ilmu Kedokteran dan Bioteknologi terpilih Elin Yulinah yang telah menemukan 2 mikroba, yaitu streptomyces indonesiansis dan streptomycses biceospiralis yang keduanya didepositkan di ATCC (American Type Culture and Collections) di Amerika. Sedangkan bidang Ilmu Sosial, panitia Habibie Award memilih Dr. H.C. Rosihan Anwar, yang diajukan karena konsistensi yang bersangkutan dalam berkarya di bidang jurnalistik. Rosihan juga banyak memberikan input sejarah kepada bangsa Indonesia dalam bentuk tulisan-tulisannya, mengenai keadaankeadaan sewaktu habis proklamasi, dsb. Sajak panjang tentang cinta tanah air yang ditulis oleh Jose Rizal sebelum dia ditembak oleh Spanyol, ditejermahkan oleh Rosihan Anwar, karena itulah banyak orang Padang yang bernama Jose Rizal, dan Rosihan Anwar mendapat Rizal Knight di Manila, Filipina. Dari bidang ilmu budaya, terpilih Taufiq Ismail yang diajukan karena kontribusinya dalam mengembangkan wacana kebudayaan; situasisituasi perjuangan, cita-cita, kegelisahan tahun 1966, dialah yang merumuskan, karena itu dia disebut sebagai penyair tahun 1966, ybs. juga terlibat dalam diskursus wacana kebudayaan dan salah seorang perumus dan tandatangan dari manifesto kebudayaan Panitia kelompok Ilmu Rekayasa menerima sebelas pengajuan calon, namun mereka mengharapkan agar para calon dapat mengajukan karya yang nyata untuk dinilai keberhasilannya dalam memecahkan suatu masalah, sehingga penilaian ilmu rekayasa untuk kali ini diundur ke tahun selanjutnya. (k-T)
Published in Situs KRT (6 Juli 2007)
Superkomputer yang dimiliki LIPI saat ini posisinya berada di Pusat Penelitian Fisika Puspitek Serpong. Selain digunakan oleh para peneliti bidang Fisika dan peneliti lain, superkomputer yang menyala 24 jam ini juga ditawarkan untuk umum. Handoko menyebutkan, siapa saja yang akan melakukan hitungan dengan tingkat kesulitan tinggi dapat menggunakan superkomputer tersebut secara gratis.
Bila dilihat dari jenisnya, superkomputer ini sangat langka dan terbilang cukup unik karena hasil rakitan sendiri. Rangkaiannya hanya ditempatkan pada boks kaca yang dibentuk seperti lemari dengan ukuran 1,5 x 2 meter. Keunikan lainnya adalah superkomputer yang dirakit oleh Handoko dan tim ini beberapa spare part-nya masih menggunakan model Pentium 486.
"Pentium lama tetap kami pakai, karena pada dasarnya memang tugas komputer ini hanyalah melakukan penghitungan," ujarnya. Perangkatnya cukup sederhana dan merakitnya tidak sesulit yang dibayangkan. Kebutuhan perangkat yang dibutuhkan adalah jenis mother board, RAM dan LAN card. Sementara komponen lain seperti Hardisk, video grafis, modem dan lainnya tidak di gunakan. Meski begitu, kemampuan superkomputer rakitannya memiliki kecepatan yang cukup handal. Bila dimasukkan dalam kategori superkomputer dunia, rakitannya tersebut masih berada di atas tingkatan superkomputer terendah.
"Diprediksi kecepatan superkomputer ini dapat mencapai 150 gigaflops. Sebagai perbandingan untuk jenis superkomputer terendah kecepatannya berada pada kisaran 135 gigaflops," ujar Handoko.
Rakitan sendiri
Super komputer pada dasarnya adalah gabungan dari beberapa komputer yang dijadikan satu. Perangkatnya sangat sederhana dan pada prinsipnya menyerupai jaringan komputer di kantor. Di perusahaan dan di bank-bank, biasanya sistem administrasi menggunakan model pengabungan komputer semacam ini, namun jumlahnya hanya beberapa dan tidak dirangkai untuk kepentingan perhitungan yang cepat.
Untuk menjadikannya lebih cerdas dan memiliki kemampuan yang lebih cepat, komputer harus memiliki sistem yang dapat membagi-bagi suatu perintah. Sistem pembagi ini terdapat dalam satu perangkat PC. Selanjutnya tugas operasi dapat dibagi-bagikan ke rangkaian komputer lain yang disebut dengan note. Di Pusat Penelitian Fisika, jumlah komputer (note) mencapai 45 buah.(EV)
Published in Tempo (Edisi 2-8 Juli 2007)
Rakitan komputer-komputer rongsokan melahirkan komputer dengan performa tinggi dalam proses perhitungan. Inilah hasil karya tim fisika teoretis dan komputasi Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Menurut salah satu perancangnya, L.T. Handoko, timnya mengumpulkan komputer model lama dengan prosesor 486 MHz sampai Pentium II. Lantaran komputer ini cuma untuk menghitung, tim itu hanya memanfaatkan motherboard dan memorinya.
Tuntas dirakit pada tahun 2004, komputer ini bisa diakses melalui jaringan di situs internet yang beralamat www.cluster.lipi.go.id. "Siapapun bisa mengakses," kata Handoko kepada Tempo.
Published in Koran Tempo (22 Juni 2007, Deddy Sinaga)
Sebuah rak besi beberapa tingkat berdiri di sudut ruangan berpenyejuk udara. Tingginya sekitar 2 meter, yang tersusun dari rangkaian pelat-pelat.
Salah satu tingkatnya ditutup dengan kaca transparan bak akuarium. Deretan kipas listrik hitam berukuran kecil tertempel di permukaannya. Di dalamnya tampak berbagai peranti elektronik, tersusun dalam rak-rak vertikal. Di atas "akuarium" itu, terletak satu unit monitor komputer.
Empat pria berkemeja rapi tampak beraktivitas di dekat rak yang penuh dengan untaian kabel listrik tersebut. Ada yang duduk di lantai sembari mengutak-atik berbagai peranti komputer. Ada pula yang berdiri dekat rak, mengamati layar komputer dan berbagai peralatan di sana.
Itulah ruangan tempat supercomputer (komputer super) milik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) beroperasi saban hari. Adapun komputer supernya, ya, rak besi rakitan dan "akuarium" tadi itu.
Penampilannya memang tak mentereng seperti komputer buatan pabrik. Tapi fungsinya sama saja. Komputer super didesain melakukan proses penghitungan dengan performa yang tinggi, baik kecepatan maupun kapasitas penghitungan.
Komputer rak besi itu dirancang dan dioperasikan oleh tim fisika teoritis dan komputasi di Pusat Penelitian Fisika LIPI di Serpong, Tangerang, sejak 2000.
L.T. Handoko, salah seorang ahli fisika teoritis dan komputasi LIPI, mengatakan tujuan pembuatan komputer super itu pada awalnya adalah untuk memanfaatkan komputer-komputer rongsokan, berkapasitas kecil, dan memori yang cetek. "Kalau untuk windows mungkin sudah tidak mumpuni, tapi kalau menghitung masih bisa dimanfaatkan," ucapnya.
Maka Handoko dan timnya mengumpulkan komputer-komputer model lama dengan prosesor mulai dari 486 MHz sampai Pentium II. Lantaran untuk penghitungan semata, mereka hanya memanfaatkan motherboard dan memorinya.
Setelah tuntas dirakit pada Agustus 2004, komputer itu bisa diakses melalui jaringan Internet di situs Internet yang beralamat: www.cluster.lipi.go.id. "Siapa pun bisa mengakses," kata Handoko.
Akses itu terbuka bagi siapa pun tanpa dipungut biaya sepanjang jaringan Internet pengakses mumpuni atau mendukung kapasitas jaringan pita besar (broadband). Menurut Handoko, inilah yang membuat komputer super LIPI menjadi unik dan berbeda dengan komputer super lain di Indonesia, contohnya komputer-komputer perusahaan perbankan.
Handoko mengatakan komputer itu memang diciptakan terbuka untuk tujuan pendidikan bagi guru atau pelajar dan mahasiswa. Handoko berharap bisa tercetak ahli-ahli parallel programming, yang kian diperlukan dalam penelitian ilmiah di berbagai bidang.
Komputer super LIPI adalah rakitan dari sejumlah computer processing unit (CPU) yang dirangkai secara paralel. Inilah rangkaian model cluster, "Yang masih jarang digunakan di Indonesia," ucap Handoko.
Handoko menyatakan rangkaian paralel membuat biaya investasi bisa ditekan. Selain itu, rangkaian itu fleksibel terhadap perubahan teknologi komputer yang cepat.
Masing-masing CPU yang terangkai menjadi satu itu lebih dikenal dengan istilah "node". Komputer super LIPI ini terdiri atas 45 node atau 45 CPU.
Semakin besar jumlah node suatu komputer, semakin besar pula kapasitas dan kecepatan sang komputer dalam melakukan tugas-tugas komputasinya. Sebagai contoh, perusahaan mesin pencari yang terkenal, Google, menggunakan komputer yang terdiri atas 10 ribu node.
Sejak diciptakan, kemampuan komputer super LIPI terus meningkat. Pada awalnya, komputer itu sanggup melakukan komputasi 20 Gflops (giga flops-floating point operations per second). Kini kemampuannya telah mencapai 150 Gflops.
Zainal Akbar, seorang ahli teknik informatika di tim itu, mengatakan sistem cluster menggabungkan antara peranti keras dan lunak, yang akan memproses permintaan tugas yang dikirimkan pengguna lewat jaringan maya.
Tugas-tugas yang dipesan pengguna, dihubungkan (interface) ke cluster oleh peranti lunak bernama MPI (message passing interface). Segala perhitungan pesanan pengguna lantas dieksekusi oleh program yang terkandung dalam library komputer super.
Agar semua pengguna mendapat kesempatan, tim itu lantas membagi-bagikan node ke dalam sistem blok. Pengguna komputer akan diminta menyebutkan berapa jumlah node yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas yang dipesan.
Adapun node yang tersisa akan diberikan kepada pengguna lain, juga dalam bentuk blok. Melalui cara ini, kata Zainal, node yang tersisa bisa dinonaktifkan sehingga menghemat sumber daya. "Berbeda dengan komputer di luar negeri yang aktif terus-menerus," katanya.
Bagaimana tingkat keamanannya? Handoko mengatakan segala proses pekerjaan yang dilakoni sang komputer diawasi oleh timnya lewat Internet. Komputer super itu pun terhubung ke sebuah peranti master control yang bisa menutup atau meneruskan pekerjaan berdasarkan perintah administrator. "Selain secara manual, master control itu pun dioperasikan lewat Internet," katanya.
Sebagaimana lazimnya komputer super, komputer LIPI juga dipakai untuk kepentingan perhitungan dalam skala besar. Sejauh ini, komputer itu telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, mulai dari tugas-tugas sekolah sampai penelitian ilmiah.
Zainal mengatakan komputer itu pernah dipakai menghitung kalkulus sampai pengujian teori Lattice Gauge Theory pada fisika partikel. Komputer itu juga pernah dipakai untuk simulasi cuaca hingga mengidentifikasi sebuah spesimen secara genetik.
Published in e-Indonesia (Edisi 15 April - 14 Mei 2007, L.T. Handoko)
Masih segar dalam ingatan kita hingar-bingar pelaksanaan penerimaan PNS (Pegawai Negeri Sipil) di awal tahun ini. Dengan jumlah secara nasional sekitar setengah juta pelamar untuk memperebutkan beberapa puluh ribu posisi di ratusan instansi pemerintah, tidaklah mengherankan bila prosesi tahunan ini bahkan melebihi rutinitas tahunan penerimaan mahasiswa baru. Ditambah dengan aneka berita miring dan masalah yang menyertai, tidaklah mengherankan hajatan ini mampu mendominasi media massa dan menyedot perhatian masyarakat.
Perubahan penerimaan PNS menjadi sebuah hajatan nasional sebenarnya baru terjadi dalam dua tahun terakhir, yakni pada penerimaan tahun anggaran 2004 dan 2005 yang dilaksanakan di awal tahun 2005 dan 2006. Perubahan ini terjadi sebagai salah satu buah reformasi birokrasi dengan idealisme untuk "membersihkan" proses penerimaan PNS sebagai langkah awal untuk menciptakan pemerintahan yang bersih menuju good government. Dengan sistem gabungan antara sentralisasi dan desentralisasi ini diharapkan terjadi peningkatan kualitas calon PNS sebagai SDM birokrat unggul di masa depan. Sentralisasi diberlakukan pada regulasi yang mengikat seluruh instansi pemerintah sampai pada proses ujian tertulis, sebaliknya kewenangan instansi ~pemakai~ PNS yang diterima diterapkan pada pada proses setelahnya, atau adanya tambahan syarat-syarat lain sesuai dengan kebutuhan instansi. Adanya persyaratan tambahan ini merupakan hal urgen khususnya pada instansi yang menuntut ~kualifikasi plus~ bagi calon pegawainya seperti lembaga akademis / riset (universitas negeri, LIPI, dll) serta departemen-departemen tertentu (Deplu, dll).
Namun, seperti disebutkan diatas, pada pelaksanaannya masih banyak masalah yang timbul. Mulai dari indikasi kecurangan, manipulasi data maupun kesalahan administrasi biasa. Semua ini bisa berakibat sangat fatal tidak hanya bagi para calon PNS, tetapi juga berpotensi merusak citra seluruh sistem di mata publik. Padahal sistem baru ini selain diharapkan mampu menjaring SDM bermutu, juga untuk meningkatkan citra PNS yang dikenal lamban, manipulatif, berkualifikasi rendah dan segala cap jelek lainnya.
Meski diakui sistem penerimaan baru ini jauh lebih baik daripada sistem sebelumnya, terlebih pada era Orde Baru, harus diakui bahwa masih ~terlalu banyak~ kesalahan maupun peluang kesalahan yang ada. Hal mana sebagian besar sebenarnya bisa dicegah, atau minimal dikurangi sampai batas terendah. Dari pengalaman penulis, secara umum ada dua jenis kesalahan. Pertama, kesalahan administratif yang tidak disengaja, dan lebih diakibatkan oleh buruknya sistem dan rendahnya kualitas panitia. Kedua, manipulasi yang memang dengan sengaja dilakukan oleh oknum-oknum internal di instansi-instansi pemerintah. Kedua sumber kesalahan ini bisa terjadi karena memang dalam regulasi dan sistem saat ini kedua sumber kesalahan ini tidak bisa dihilangkan.
Apakah tidak ada cara untuk minimal mengurangi secara maksimal kedua sumber kesalahan diatas ? Apakah pengawasan ala PNS, semacam waskat (pengawasan melekat) dan sebagainya bisa menjadi solusi ? Tentu saja tidak ! Karena yang diperlukan adalah sistem terintegrasi yang mampu merealisasikan sistem pengawasan yang alami. Disinilah teknologi informasi (TI) diharapkan mampu memberikan solusi. Lebih daripada mengurangi kedua sumber kesalahan diatas, pemakaian TI berpotensi menekan waktu pemrosesan serta biaya secara signifikan.
Hal ini telah dibuktikan oleh TGJ LIPI (Tim Gabungan Jaringan - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dengan Sistem Informasi Penerimaan CPNS (SIPC) yang telah diimplementasikan pada penerimaan PNS LIPI tahun 2005 lalu. Lebih dari sekedar sistem informasi, SIPC LIPI (http://www.cpns.lipi.go.id) merupakan sistem terintegrasi berbasis web baik untuk front-office maupun back-office. Sehingga seluruh proses penerimaan, dari registrasi oleh pelamar sampai proses administrasi seluruhnya dilakukan secara otomatis dan hampir tanpa intervensi manusia. Untuk melamar, calon pelamar tidak perlu berdesakan karena semuanya dilakukan melalui web. Kemudian dilanjutkan dengan pengiriman dokumen fisik melalui pos yang jumlahnya juga sangat minimal. Bahkan surat lamaran cukup dicetak langsung dari web, dan dilampiri hanya 3-4 lembar kertas yang menjadi syarat dokumen fisik (salinan KTP, ijasah terakhir). Pasfoto pelamar sekalipun tidak diperlukan, karena cukup di-upload setelah registrasi. Tidaklah mengherankan bila di instansi lain banyak berita antrian pelamar sampai pingsan, di LIPI hal tersebut sama sekali tidak terjadi. Bahkan pada proses verifikasi fisik dimana pelamar harus hadir langsung sehari sebelum ujian tulis, bisa dilakukan dengan tertib dan hampir tanpa antrian sama sekali ! Karena verifikasi dan pencocokan data langsung dilakukan di depan terminal-terminal komputer sehingga bisa dilakukan dengan sangat cepat.
Dilain pihak, panitia melakukan verifikasi dokumen tanpa memiliki akses untuk melakukan ubahan pada isian registrasi. Cukup memberi tanda cek pada beberapa item yang dipersyaratkan (nama, tanggal lahir, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dsb). Dengan cara ini tidak ada peluang manipulasi data oleh oknum panitia. Sebaliknya ini menghilangkan kemungkinan kesalahan memasukkan data, sehingga bila terjadi kesalahan pengisian sepenuhnya bersumber dari pelamar yang bersangkutan. Lebih dari itu, seluruh proses bisa diikuti oleh setiap pelamar setiap saat melalui halaman registrasi personal. Bahkan untuk pelamar yang tidak lolos verifikasi administrasi bisa memperbaiki kesalahannya selama belum melewati batas waktu yang ditentukan.
Proses selanjutnya sampai penentuan ranking dilakukan secara otomatis dan proporsional sesuai dengan jumlah posisi yang dibuka. Pada tahap penentuan peserta yang berhak mengikuti ujian tertulis, ranking ditentukan dari nilai IP (indeks prestasi) dengan pemberian bobot sesuai universitas asal. Bagi pelamar yang lolos, kartu peserta ujian juga cukup dicetak sendiri secara langsung dari web. Sehari sebelum ujian tulis, untuk pertama kalinya para pelamar diwajibkan hadir untuk melakukan verifikasi fisik. Karena jawaban ujian tulis berupa pilihan ganda, seluruh proses penilaian bisa dilakukan secara otomatis dan nilai yang didapat langsung diintegrasikan ke SIPC LIPI untuk ditabulasi guna mendapatkan ranking. Setelah proses inilah, setiap instansi di bawah LIPI diberikan kewenangan untuk memilih sejumlah pelamar yang akan dipanggil dari total pelamar yang mendapatkan nilai diatas nilai minimum untuk setiap bidang. Selanjutnya hal yang sama diberlakukan saat pemilihan pelamar yang diterima. Disinilah letak ~harmonisasi~ antara aturan yang sentralistik di LIPI Pusat dan desentralisasi di level instansi. Pemberian otoritas ini perlu karena setiap instansi memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda dan tidak bisa dikuantisasi. Namun yang pasti pelamar yang bisa dipilih telah memenuhi syarat regulasi nasional, yaitu mendapatkan nilai diatas ambang batas yang ditentukan yang berarti telah memenuhi syarat sebagai calon PNS. Dengan ini, tidak ada lagi masalah ketidakcocokan PNS yang diterima dengan kebutuhan instansi pemakai. Perlu diketahui, proses pemilihan ini dilakukan oleh wakil-wakil dari setiap instansi melalui web yang sama.
Logika dan sistem yang sama secara teknis bisa diberlakukan secara nasional. Yakni sampai proses ujian tulis dilakukan secara seragam dan otomatis penuh. Sedangkan proses selanjutnya (bila ada) sampai pemilihan pelamar yang diterima diserahkan ke setiap instansi yang bersangkutan. Untuk kondisi Indonesia saat ini, setidaknya sangat realisitis untuk mengimplementasikan sistem ini pada penerimaan PNS di instansi pemerintah pusat (selain pemda), baik departemen maupun non-departemen.
Sistem ini di LIPI telah terbukti mampu menekan angka "kesalahan" (baik sengaja maupun tidak sengaja) di pihak panitia sampai 100% ! Terlebih seluruh proses tercatat secara otomatis sehingga bisa diketahui siapa melakukan apa. Ditambah dengan jumlah tenaga pelaksana verifikasi yang jauh lebih sedikit (cukup 20% dari cara konvensional), sehingga lebih mudah dilakukan kontrol internal. Semua ini mengakibatkan penghematan luar biasa pada pemakaian dana untuk seluruh proses penerimaan PNS. Karena sejak awal hampir tidak ada kertas yang diperlukan. Juga penghematan akibat adanya kepastian jumlah peserta ujian tulis, sehingga mengurangi pemborosan akibat penyediaan sarana ujian yang tidak perlu.
Yang terpenting, sistem ini bisa menjadi modal awal untuk mendapatkan SDM terbaik calon birokrat sebagai langkah awal dan utama untuk menciptakan good government. Tidak ada good government tanpa good people (atau bahkan best people) yang bekerja di dalamnya...
Published in Jurnalnet.com (8 Februari 2007)
Sebanyak 10 guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan 19 peneliti meraih penghargaan Indonesia Toray Science Foundation (ITSF) ke-13 bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek). Pemberian penghargaan berlangsung di Ballroom Hotel Shangri-la, Jakarta, Kamis (8/2).
Tampil dalam acara itu, pakar lingkungan Prof. Dr. Otto Soemarwoto sebagai invite speaker (pembicara yang diundang). Dia menyampaikan topik "Getting Sustainable Development Moving". Hadir di sana antara lain Dubes Jepang untuk Indonesia Shin Ebihara, Ketua ITSF Soefjan Tsauri, dan Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Depdiknas Satriyo Soemantri Brodjonegoro.
Ke-10 guru IPA itu adalah Asep Osad (guru Kimia SMAN 5 Bandung, Jabar), Bandu Suharjono (guru Biologi SMAN 1 Purwareja, Jateng), Christophorus S. (guru Biologi SMA Fransiskus Lampung), Hermanto Daifu (guru Biologi SMA Al Azhar 4 Bekasi, Jabar), Heru Suseno (guru Fisika SMAN 2 Madiun, Jatim), Muhammad Guriang (guru Kimia SMAN 1 Gedongtataan, Lampung), Ninik Agustini (guru Fisika SMAN 1 Kejayan Pasuruan, Jatim), Pantiyanti Bambang (guru Biologi SMAN 34 Jakarta), Suharyanto (guru Fisika SMAN 1 Minggiran Sleman, DI Yogyakarta), dan Tarmizi (guru Biologi SMAN 1 Simpang, NAD).
Sementara itu, untuk penghargaan bidang iptek kategori peneliti, meliputi Laksana Tri Handoko (LIPI), Arief Cahyo Wibowo (UI), Ruslin Handanu (UGM), Farah Coutrier (The Eijkman Institute), Gandjar Kiswanto (UI), Irawan Wijaya Kusuma (Universitas Mulawarman), Nugraha Edhi Suyatma (IPB Bogor), Agus Jatnika Effendi (ITB), Bambang Prijamboedi (ITB), Roto (UGM), Upi Chairun Nisa (UI), Nurul Taufiqu Rochman ( (LIPI), Adrin Tohari (LIPI), Tri Agus Siswoyo (Universitas Jember), Mulawarman (Universitas Sriwijaya), Heri Kresnadi (LIPI), Agus Haryono (LIPI), Ana Indrayati (Universitas Galuh Ciamis, Jabar), dan Sri Agung Fitri Kusuma (Unpad Bandung).
Ketua ITSF, Soefjan Tsauri menuturkan, penghargaan pendidikan IPA diserahkan kepada guru-guru Biologi, Kimia, dan Fisika SMA yang berdomisili di Indonesia yang telah menghasilkan suatu metode pembelajaran inovatif, kreatif. Atau, menggunakan alat-alat lain untuk belajar dan mempunyai pengaruh yang luar biasa bagi pembelajaran IPA di SMA.
"Komite Seleksi telah menilai setiap pelamar diantara 171 calon dan diputuskan 10 pemenang," ujarnya. Total nilai penghargaan yang diserahkan kepada 10 pemenang ini sebesar Rp 175 juta.
Halnya, hibah penelitian ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) diserahkan kepada peneliti muda yang penelitiannya mengandung tema-tema yang penuh harapan untuk pengembangan iptek masa depan. Dalam kaitan ini, Komite Seleksi telah memilih 19 peneliti dari 158 peserta. Hibah itu diserahkan kepada pemenang dengan total Rp 619,98 juta.
Berdasarkan catatan, ITSF didirikan pada bulan Desember 1993 dengan dana sebesar Rp 3 miliar dari Toray Industries Inc. Jepang yang mempunyai 11 perusahaan patungan di Indonesia.***(rht)
Published in Kompas (8 Februari 2007)
Sebanyak 19 peneliti mendapat penghargaan dan hibah penelitian ilmu pengetahuan dan teknologi dari Indonesia Toray Science Foundation (ITSF). Total dana yang dikeluarkan untuk ke-19 peneliti berjumlah Rp 619.977.960.
"Hibah ini diserahkan kepada para peneliti muda yang penelitiannya mengandung tema-tema yang penuh harapan untuk pengembangan iptek masa depan," kata Ketua ITSF Prof. Dr. Soefjan Tsauri pada Penyerahan Penghargaan Iptek ITSF ke-13 di Jakarta, Kamis (8/2). Penyerahan tersebut dihadiri Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Satrio Sumantri Brojonegoro dan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Umar Anggara Jenie.
Penghargaan bagi ke-19 peneliti muda itu merupakan hasil seleksi dari 158 peserta yang mengajukan proposal. Nilai hibah penelitian bervariasi dari Rp22 juta hingga Rp36,5 juta.
Peneliti-peneliti yang memperoleh hibah tersebut yakni:
Dalam kesempatan yang sama, yayasan yang menyalurkan hibah penelitian dari Jepang itu juga menyerahkan penghargaan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam kepada 10 guru ilmu-ilmu biologi, fisika, dan kimia Sekolah Menengah Atas yang telah menghasilkan suatu metode pembelajaran yang inovatif, kreatif. Ke-10 guru ini adalah pemenang dari 171 calon dengan total hibah Rp175 juta.
Published in Antara (8 Februari 2007)
Sebanyak 19 peneliti mendapat penghargaan dan hibah Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan jumlah total Rp619.977.960 dari Indonesia Toray Science Foundation (ITSF).
"Hibah ini diserahkan kepada para peneliti muda yang penelitiannya mengandung tema-tema yang penuh harapan untuk pengembangan iptek masa depan," kata Ketua ITSF Prof Dr Soefjan Tsauri MSc pada Penyerahan Penghargaan Iptek ITSF ke-13 yang juga dihadiri Dirjen Dikti Depdiknas Satrio Sumantri Brojonegoro dan Kepala LIPI di Jakarta, Kamis.
Penghargaan bagi ke-19 peneliti muda itu merupakan hasil seleksi dari 158 peserta yang mengajukan proposal dan mendapat hibah bervariasi dari mulai Rp22 juta hingga Rp36,5 juta.
Ke-19 peneliti tersebut yakni, Dr Laksana Tri Handoko dari LIPI, Arief Cahyo Wibowo MS dari UI, Ruslin Handanu MSi dari UGM, Farah Coutrier PhD dari Lembaga Eijkman, Dr Gandjar Kiswanto MEng dari UI, Irawan Wijaya K MP, PhD dari Universitas Mulawarman, Dr Ir Nugraha Edhi S DEA dari IPB, Ir Agus Jatnika E PhD dari ITB, Dr Bambang Prijamboedi dari ITB, Dr Roto MSc dari UGM, Dr Upi Chairun Nisa dari UI, Dr Nurul Taufiqu Rochman MEng dari LIPI, Dr Adrin Tohari dari LIPI, Tri Agus S MAgr PhD dari Universitas Jember, Dr Mulawarman MSc dari Universitas Sriwijaya, Heri Kresnadi MEng dari LIPI, Dr Eng Agus Haryono dari LIPI, Ana Indrayati MSi dari Universitas Galuh, dan Sri Agung Fitri K dari MSi, Apt dari Unpad.
Toray sebuah yayasan asal Jepang juga menyerahkan penghargaan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam kepada 10 guru ilmu-ilmu biologi, fisika dan kimia Sekolah Menengah Atas yang telah menghasilkan suatu metode pembelajaran yang inovatif, kreatif.
Ke-10 guru ini adalah pemenang dari 171 calon dengan total hibah Rp175 juta.
Published in Kedaulatan Rakyat (9 Februari 2007)
Sebanyak 10 guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan 19 peneliti meraih penghargaan ~Indonesia Toray Science Foundation~ (ITSF) ke-13 bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek). Penghargaan diserahkan di Ballroom Hotel Shangri-la Jakarta, Kamis (8/2).
Ke-10 guru IPA itu terdiri Asep Osad (guru Kimia SMAN 5 Bandung Jabar), Bandu Suharjono (guru Biologi SMAN 1 Purworejo, Jateng), Christophorus S (guru Biologi SMA Fransiskus Lampung), Hermanto Daifu (guru Biologi SMA Al Azhar 4 Bekasi, Jabar), Heru Suseno (guru Fisika SMAN 2 Madiun Jatim), Muhammad Guriang (guru Kimia SMAN 1 Gedongtataan, Lampung), Ninik Agustini (guru Fisika SMAN 1 Kejayan Pasuruan Jatim), Pantiyanti Bambang (guru Biologi SMAN 34 Jakarta), Suharyanto (guru Fisika SMAN 1 Minggir Sleman), dan Tarmizi (guru Biologi SMAN 1 Simpang NAD).
Sementara itu, untuk penghargaan bidang iptek kategori peneliti, diraih Laksana Tri Handoko (LIPI), Arief Cahyo Wibowo (UI), Ruslin Handanu (UGM), Farah Coutrier (The Eijkman Institute), Gandjar Kiswanto (UI), Irawan Wijaya Kusuma (Universitas Mulawarman), Nugraha Edhi Suyatma (IPB Bogor), Agus Jatnika Effendi (ITB), Bambang Prijamboedi (ITB), Roto (UGM), Upi Chairun Nisa (UI), Nurul Taufiqu Rochman ( (LIPI), Adrin Tohari (LIPI), Tri Agus Siswoyo (Universitas Jember), Mulawarman (Universitas Sriwijaya), Heri Kresnadi (LIPI), Agus Haryono (LIPI), Ana Indrayati (Universitas Galuh Ciamis, Jabar), dan Sri Agung Fitri Kusuma (Unpad Bandung).
Ketua ITSF, Soefjan Tsauri menuturkan, penghargaan pendidikan IPA diserahkan kepada guru-guru Biologi, Kimia, dan Fisika SMA yang berdomisili di Indonesia yang telah menghasilkan suatu metode pembelajaran inovatif, kreatif. Atau, menggunakan alat-alat lain untuk belajar dan mempunyai pengaruh yang luar biasa bagi pembelajaran IPA di SMA. (KR)*
Published in Sinar Harapan (7 Februari 2007)
Sedangkan 13 peneliti yang menerima penghargaan ITSF di bidang Iptek di antaranya adalah Laksana Tri Handoko (LIPI), Arief Cahyo Wibowo (UI). ...