| main article site » |
Published in
KRT (23 December 2010)
Persatuan Insinyur Indonesia (PII) kembali menganugerahkan PII Award kepada beberapa individu dan Institusi. Tahun ini PII Award dianugerahkan kepada 7 Institusi dan 13 perorangan yang dinilai berprestasi di bidang teknologi dan kerekayasaan di Indonesia. Hal ini merupakan penghargaan tertinggi dari Persatuan Insinyur Indonesia yang diberikan sejak tahun 1990 kepada putra-putri bangsa yng berprestasi.
Acara penganugerahan yang dihadiri para insan pegiat ilmu mewakili seluruh nusantara, di gelar di Auditorium Gedung BPPT, Jakarta, Rabu 22 Desember 2010 dengan puncak acara yang ditengarai dengan Pidato PII bertajuk ŽMembangun Kembali kemampuan Engineering Naional¡ oleh Mantan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie.
Saat memberikan pidatonya, BJ Habibie mengatakan, hampir semua pusat perbelanjaan di Indonesia dipenuhi barang-barang luar negeri. Hal itu berarti rakyat Indonesia harus membayar ongkos pekerja luar negeri untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari¡,katanya.
Tersisihnya produk dalam negeri menciptakan defisit jam kerja antara pekerja di Tanah Air dan di luar negeri. Ironisnya, kondisi itu terjadi saat banyak masyarakat Indonesia mengeluhkan kecilnya lapangan kerja dan naiknya pengangguran.
¡Membeli produk buatan dalam negeri itu sama dengan mengamankan lapangan kerja serta menjamin pemerataan dan kesejahteraan bangsa,¡ ujarnya.
Defisit jam kerja itu dapat diatasi dengan meningkatkan daya saing industri manufaktur melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan teknologi. Langkah ini membutuhkan perencanaan jangka panjang yang konsisten serta produk hukum yang melindungi industri dan mengamankan pasar dalam negeri.
¡Ini bukan proteksionisme, tetapi untuk menciptakan lapangan kerja. Negara-negara lain juga melakukannya,¡ tuturnya.(Kompas,23/12)
Dalam kesempatan sambutannya, Menteri Koordinator Perekonomian M Hatta Rajasa mengatakan, bidang rekayasa (engineering) Indonesia mengalami perkembangan pesat pada era 1980-an. Kini, potensi perekayasa Indonesia harus dibangkitkan kembali agar bisa memberi nilai tambah hingga mampu bersaing secara global. Peningkatan daya saing industri manufaktur harus ditopang oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai. Namun, hal ini masih sulit karena hanya ada 16.435 insinyur per Mei 2010 dari 237 juta rakyat Indonesia atau 0,006 persen¡'ujarnya.
Penghargaan PII Award 2010 diberikan kepada individu dan industri berprestasi dalam bidang teknologi dan rekayasa. Penghargaan diberikan dalam lima kategori (Life Time Achievement, Engineering, Sustainable Engineering, Coorporate Technology Achievement dan Adhiwarta Rekayasa). Untuk kategori Lifetime achievement diberikan kepada Wiratman Wangsadinata dan GM Tampubolon.
Untuk kategori Engineering (Adhidharma Profesi) diraih oleh Sriani Sujiprihati, Bambang Wydiyatmoko, L.T.Handoko, kemudian untuk kategori Engineering (Adhicipta Rekayasa Individu) diberikan pada Ratno Nuryadi, Dasep Ahmadi, Andreas W Yunardi, Johanes Adi P, Samudra Prasetio; selanjutnya kategori Engineering (Adhicipta Rekayasa Perusahaan) kepada Pusat Teknologi Industri Proses BPPT, PT.Krakatau Steel, PT.Industri Kereta Api; kategori Engineering Adhikara Rekayasa Individu, diberikan kepada Wiratman Wangsadinata, Terip Karo Karo; untuk kategori Engineering Adhikara Rekayasa Perusahaan diraih oleh PT.Wijaya Karya dan kategori Engineering Adhicipta Pratama oleh Ahmad Agus Setiawan, Johnny Setiawan.
Sedangkan kategori Sustainable Engineering Individu diberikan Nuryanto dan kategori Sustainable Engineering Perusahaan diberikan kepada PT Pembangunan Perumahan, PT.Pasadena Engineering Indonesia.
Sementara itu, kategori Coorporate Technology Achievement di raih oleh PT.Industri Kereta Api dan terakhir, kategori Adhiwarta Rekayasa diberikan kepada Redaktur Senior Kompas Ninok Leksono. (PII/ck/humasristek)
Published in Antara (23 December 2010)
Persatuan Insinyur Indonesia (PII) memberikan penghargaan sepanjang hidup (Lifetime Achievement Award) kepada Prof Wiratman Wangsadinata dan DR. Ir. Godefridus Mangaradja (GM) Tampubolon atas jasa mereka membangun organisasi profesi keinsinyuran.
Mantan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie menyerahkan tanda penghargaan untuk kedua tokoh organisasi profesi insiyur tersebut dalam sebuah seremoni yang di auditorium Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta, Rabu.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Ketua Umum PII Muhammad Said Didu, Menteri Koperasi dan UKM Syarifuddin Hasan dan Kepala BPPT Marzan Azis Iskandar hadir dalam acara penyerahan penghargaan tersebut.
Prof Wiratman adalah pendiri dan Direktur Utama PT. Wiratman & Associates yang dibangun sejak tahun 1976 dan sampai sekarang terlibat dalam berbagai kegiatan perencanaan dan supervisi ratusan bahkan ribuan proyek konstruksi seperti jembatan, dam, jalan dan gedung-gedung tinggi.
Sementara Tampubolon sudah puluhan tahun aktif di PII dan pernah menduduki berbagai jabatan termasuk ketua umum selama 15 tahun dalam organisasi profesi yang dibentuk oleh Ir Djuanda Kartawidjaja dan Dr. Rooseno Soeryohadikoesoemo di Bandung tahun 1952.
Tahun 1985 Tampubolon bersama kawan-kawannya kembali membentuk sebuah organisasi profesi baru yang cakupannya lebih luas yaitu Perhimpunan Ahli Teknik Indonesia (PATI). Dia juga pendiri sekaligus Ketua Dewan Direksi Center for Technology and Industry Development (CTID), sebuah institusi nirlaba yang mengkaji dan mendalami pengembangan teknologi dan industri di tanah air.
Selain penghargaan bagi kedua tokoh insinyur tersebut, PII juga memberikan penghargaan kepada insinyur dan perusahaan yang dinilai telah menoreh prestasi dalam pengembangan teknologi.
Penghargaan Adhi Karya Rekayasa diberikan kepada Prof Wiratman Wangsadinata dan Terip Karo Karo serta Research and Development PT Telkom dan PT Wijaya Karya.
Organisasi profesi itu juga memberikan penghargaan Adhi Dharma Profesi kepada peneliti LIPI Dr LT Handoko dan Dr Bambang Widyatmoko serta Prof Sriani Sujiprihati dari IPB.
Sementara "Engineering Award" antara lain diberikan kepada Jhony Setiawan, Ahmad Agus Setyawan, Ratno Nuryadi, Andreas W dkk, Samudra Prasetyo, PT Krakatau Steel, PT Industri Kereta Api dan Pusat Teknologi Industri BPPT.
Penghargaan "PII Sustainable Engineering Award" diberikan kepada Ir Nuryanto, PT Pembangunan Perumahan (Persero) dan PT Pasadena Engineering Indonesia serta PII Corporate Technology Award diberikan kepada PT Industri Kereta Api (Persero).
Tahun ini PII juga memberikan penghargaan Adhiwarta Rekayasa kepada jurnalis yang konsisten menulis tentang teknologi dan rekayasa. Penghargaan tersebut diberikan kepada Ninok Leksono dari Harian Kompas. (M035/B010)
Published in
Majalah Tempo (Sapto Pradityo, 29 November 2010)
Maximilian Kohler terpana dan tak percaya ketika Vittoria Vetra menuturkan keberhasilannya membuat lawan materi-antimateri. Direktur Badan Penelitian Nuklir Eropa (CERN) itu mengatakan tak ada lagi antimateri di bumi. "Bahkan mungkin tak ada lagi di galaksi ini," Kohler menyergah.
Dengan kalem, Vittoria kemudian mempertunjukkan "mesin" pembuat antimateri dan bagaimana dia bekerja menghasilkan lawan materi itu. Vittoria juga menjelaskan bagaimana dia bersama ayahnya, Leonardo Vetra, membuat alat "penjebak" antimateri. Alat ini perlu dibuat khusus karena antimateri akan luruh apabila bersen-tuhan dengan materi apa pun, termasuk partikel udara. "Hee...bat," Kohler terbata memuji seraya terbatuk batuk.
Karya besar Vittoria memang hanya imajinasi Dan Brown di novelnya, -Angels & Demons, yang terbit sepuluh tahun lalu. Imajinasi Dan Brown itu menjadi kenyataan sekarang. Kolaborasi fisikawan partikel dari 15 perguruan tinggi pelbagai negara yang tergabung di tim Alpha CERN berhasil membuat dan memerangkap antimateri antihidrogen. Hasil penelitian mereka ini dipublikasikan di jurnal Nature edisi 17 November lalu.
Paul Adrien Maurice Dirac, fisikawan asal Inggris, pertama kali mencetuskan teori soal keberadaan antimateri pada 1928. Dia mengkombinasikan teori kuantum Erwin Schrodinger Werner Heisenberg dengan teori relativitas khusus Albert Einstein. Dirac, yang kala itu baru berusia 26 tahun, mengatakan setiap keberadaan partikel pasti diikuti pasangannya, antipartikel, yang berbeda muatan. Misalnya, jika ada elektron, akan ada antielektron yang sama dalam segala hal kecuali antielektron ini memuat listrik positif.
Serupa dengan bayangan di cermin, ketika ada materi, akan ada pula pasang-annya, antimateri. Lalu sekarang ada di mana antimateri ini? Antimateri sudah sekian lama menghilang. Para fisikawan berteori, setelah terjadi ledakan besar (Big Bang) yang mengawali terciptanya alam semesta, lahirlah materi dan juga pasangannya, antimateri, dalam jumlah hampir sama. Jumlah materi sedikit lebih banyak daripada antimateri.
"Cacat simetri di awal alam semesta inilah yang membuat jumlah antimateri terus menyusut," kata Terry Mart, fisikawan dari Universitas Indonesia. Antimateri berumur pendek karena, ketika bertumbukan dengan materi, ia akan meluruh. Apalagi, menurut Laksana Tri Handoko, fisikawan dari Pusat Penelitian Fisika, antimateri cenderung tidak stabil. Pada akhirnya, walaupun sama sekali belum terang benar bagaimana prosesnya, hampir seluruh semesta hanya tersusun dari materi.
Dengan memelototi sifat antimateri, jawaban atas pertanyaan terbesar dalam dunia fisika partikel itu mungkin bisa sedikit tersingkap. Yang jadi soal, mengamati sifat dan perilaku antimateri bukan soal gampang. Fisikawan CERN berhasil membuat sembilan atom antimateri antihidrogen pertama kali pada 1995. Namun antihidrogen itu melintas dengan kecepatan cahaya sehingga mustahil bisa diamati. Dua tahun kemudian, peneliti di Fermilab, Chicago, Amerika Serikat, juga berhasil membuat ratusan atom antihidrogen. Tapi, sekali lagi, atom itu hanya tampak selama beberapa mikrodetik dan kemudian luruh setelah menumbuk materi. Uji coba tim Athena CERN pada 2002 pun belum mampu menahan lama umur antimateri.
Setelah lewat 15 tahun, baru kali inilah para fisikawan partikel berhasil menangkap dan menjebak 38 atom antihidrogen. Walaupun tim Alpha CERN hanya mampu menahan atom antihidrogen selama 170 milidetik, Cliff Surko, fisikawan dari University of Ca-lifornia, San Diego, menilainya sebagai satu kemajuan besar.
Untuk menghasilkan atom antimateri, tim Alpha CERN menautkan 10 juta antiproton dengan 700 juta positron (antielektron) dengan menggunakan medan osilasi listrik. Antiproton sendiri didapat lewat tumbukan proton pada logam dengan kecepatan sangat tinggi dalam perangkat Large Hadron Collider. Sedangkan positron diperoleh dari sumber radioaktif sodium 22.
Yang paling sulit, menurut Joel Fajans, anggota tim Alpha CERN, justru bagaimana memerangkap antihidrogen itu. "Mereka bergerak terlalu cepat," kata Fajans. Selain bergerak dengan kecepatan mendekati cahaya melintas, temperatur atom atom antihidrogen ini kelewat panas. Untuk mendingin-kan dan memperlambat laju atom antihidrogen, atom atom itu dilewatkan dalam medan magnet octupole.
Dari jutaan atom antihidrogen yang dapat dibuat, hanya 38 atom yang bisa dihambat lajunya dan ditangkap. Itu pun perlu 335 kali uji coba. "Memerangkap antihidrogen ribuan kali lebih sulit daripada membuatnya," kata Fa-jans. Dan 38 atom itu pun hanya berumur sepersekian detik. "Hanya beberapa detik sudah menyenangkan, walaupun kalau bisa bertahan selamanya tentu lebih bagus." Walhasil, tak banyak informasi yang didapat dari 38 atom antihidrogen itu.
Ketika setengah gram antimateri dibawa kabur dari laboratorium bawah tanah CERN dan disembunyikan di salah satu lorong Vatikan, negara kecil itu panik. Sebab, bila setengah gram antimateri yang kira kira sebesar sebutir beras itu bersentuhan dengan materi apa pun dan meledak, kekuatannya setara dengan 5.000 ton dinamit. Pusat gereja Katolik itu akan berubah menjadi kubangan besar. Tapi untunglah "bom antimateri" hanya terjadi di novel Dan Brown.
Energi yang dihasilkan dari tum-bukan antimateri dengan materi memang luar biasa besar. "Satu kilogram antimateri saja bisa menghancurkan satu kota besar," kata Terry Mart. Kekuatan ledakan satu kilogram antimateri kira kira setara dengan 3.000 bom atom yang dijatuhkan di Kota Hiroshima, Jepang.
Untungnya lagi, bom antimateri ini hanya akan mungkin terjadi dalam angan angan Dan Brown. Sebab, menurut Jeffery Hangst, juru bicara tim Alpha CERN, untuk mendapatkan satu gram antimateri saja, perlu waktu 300 miliar tahun. Dan karena sifatnya yang sangat tidak stabil, sampai sekarang juga belum ada teknologi yang cukup aman untuk menyimpannya.
Seperti halnya bom antimateri, berharap antimateri menjadi sumber energi besar seperti ketika antimateri menjadi bahan bakar pesawat penjelajah angkasa USS Enterprise di film seri Star Trek pun hanya impian belaka. "Sama sekali tidak efisien," kata Cliff Surko. "Kalaupun efisiensinya bisa digenjot, berapa banyak antimateri yang bisa dibuat?"
Antimateri adalah materi paling mahal. Badan Antariksa Amerika Serikat memperkirakan, untuk mendapatkan satu gram antimateri, butuh biaya US$ 62 triliun. Dengan semua halangan itu, Vatikan tak perlu takut tulisan Dan Brown menjadi kenyataan.
Kau Cepat Kau Kutangkap
Untuk menghasilkan atom antimateri, tim Alpha CERN menautkan 10 juta antiproton dengan 700 juta positron (antielektron) dengan menggunakan medan osilasi listrik. Antiproton sendiri didapat lewat tumbukan proton pada logam dengan kecepatan sangat tinggi dalam perangkat Large Hadron Collider.
Published in
Majalah Tempo (L.T. Handoko, 1 November 2010)
Buku The Grand Design karya Stephen Hawking dan Leonard Mlodinow mengundang polemik dan mencuri perhatian publik global. Perhatian yang langka diperoleh para fisikawan, bahkan di Indonesia harus ditebus dengan penggelontoran dana publik senilai puluhan milyar setiap tahun untuk mengadakan aneka olimpiade fisika di semua level. Buku ini populer bukan semata karena nama penulisnya, tetapi lebih karena klaim kontroversialnya. Meski buku ini ditulis dengan rapi dan memakai argumentasi teori terkait penciptaan alam semesta berbasis astrofisika, secara substansi buku ini tidak memberikan kontribusi apapun pada ranah ilmiah fisika.
Teori M yang banyak disinggung dalam buku ini sebenarnya bukanlah teori dalam arti deskripsi matematis yang sudah baku. Karena sampai saat ini belum ada pemodelan yang sukses secara matematis untuk mendeskripsikannya. Apalagi yang telah berhasil dibuktikan dengan eksperimen sebagai pra-syarat sebuah deskripsi pemodelan matematis agar bisa diakui sebagai teori fisika yang baku. Teori M pada hakekatnya merupakan istilah fisikawan untuk merujuk pada teori ideal yang mampu mengintegrasikan empat gaya di alam semesta, yaitu gaya gravitasi, elektromagnetik, lemah dan kuat. Teori terintegrasi ini biasa disebut sebagai Teori Maha-segala (Theory of Everything - ToE) yang merupakan penyempurnaan dari Teori Penyatuan Agung (Grand Unified Theory - GUT). GUT baru mampu menyatukan ketiga gaya selain gravitasi, dan kesahihannya baru akan diuji melalui eksperimen di Large Hadron Collider (LHC) di CERN Swiss selama dekade mendatang.
Mengapa integrasi keempat gaya tersebut penting ? Manusia dikaruniai akal budi untuk mengolah informasi dan mencari tahu mekanisme aneka fenomena alam di sekitarnya. Dengan memiliki pemahaman mendasar dan terintegrasi atas fenomena alam, para ilmuwan mampu membuat aneka terobosan yang bermanfaat bagi kehidupan. Sejarah membuktikan, hukum mekanika klasik yang ditemukan Newton pada abad 16 memicu terjadi industrialisasi tiga abad kemudian. Demikian juga dengan integrasi gaya magnet dan listrik menjadi teori elektromagnetik dengan partikel elektron dan foton oleh Maxwell di abad 19 menjadi landasan peradaban modern berbasis elektronika sampai saat ini.
Dengan pemahaman dasar yang terintegrasi, manusia tidak perlu memiliki banyak teori, teori untuk meja, teori untuk kursi dan sebagainya. Itu sebabnya kajian teori harus dilakukan di level elementer. Berbeda dengan benda makro yang bisa jutaan jenis, pada skala elementer dengan ukuran 10-18 meter hanya ada 16 partikel. Sebagai perbandingan bahkan di skala materi nuklir (10-15 meter) saja ada ratusan jenis materi seperti proton, neutron dan sebagainya. Meski untuk itu diperlukan aneka jenis akselerator (mesin pemercepat partikel elementer) raksasa seperti LHC untuk 'melihat' interaksi dan sifat partikel secara artifisial, karena di alam semua partikel ini ada dalam bentuk materi nuklir.
Berbeda dengan GUT yang mencakup partikel elementer di skala maha-mikro, gravitasi yang mengikuti teori relativitas Einstein hanya bekerja pada skala makro. Inilah yang menyebabkan kesulitan pengembangan GUT menjadi ToE. Kesulitan yang sama sejatinya juga dialami di skala nano (10-9 meter), yang dewasa ini menjadi tren baru dalam bentuk nanoteknologi. Sebagai ilustrasi, untuk melakukan simulasi fenomena materi berukuran 1 nanometer, akan melibatkan komputasi yang terdiri dari 10-9 (1 milyar) partikel elementer. Padahal perhitungan teori di fisika partikel hanya ditujukan untuk sistem dengan 3-4 partikel. Disinilah kemudian peranan komputasi ber-kinerja tinggi dengan komputer super dan lain-lain menjadi penting. Kesulitan akan bertambah jutaan kali lipat saat melakukan simulasi untuk dinamika alam semesta dengan benda-benda angkasa yang satuan ukurannya adalah radius matahari !
Dari ilustrasi diatas jelas bahwa ToE atau Teori M berusaha menyatukan dua ekstrim, yaitu fisika di skala maha-mikro yang diintegrasikan dalam GUT dan skala maha-makro yang mengikuti teori relativitas Einstein. Melihat perkembangan saat ini, penyempurnaan GUT menjadi ToE masih jauh. GUT sekalipun memiliki beberapa versi dan konfirmasi final masih harus menunggu hasil eksperimen di LHC yang baru berjalan beberapa bulan dan memerlukan setidaknya 5-10 tahun untuk mendapatkan hasil yang definitif.
Dimanakah letak 'aspek ketuhanan' dalam Teori M seperti diklaim oleh Hawking dan Mlodinow ? Jawabannya : tidak ada ! Tidak ada disini bisa saja diinterpretasikan sebagai sains tidak memerlukan Tuhan seperti diklaim dalam buku mereka. Tetapi pemahaman yang benar adalah komponen ketuhanan tidak bisa dimasukkan dalam ranah kajian sains. Karena perilaku, kaidah dan prinsip dasar sains adalah kemampuannya untuk diuji kembali oleh siapapun, sehingga untuk kondisi yang sama pasti diperoleh hasil yang sama. Inilah poin utama perbedaan sains dengan meta-sains (pseudo-sains) atau fisika dengan metafisika. Ini juga alasan mengapa ekonofisika ataupun sosiofisika hakekatnya bukan fisika, tetapi sekedar ekonometri atau sosiometri, yakni deskripsi ekonomi atau sosial dengan perangkat fisika.
Secara personal penulis lebih percaya bahwa Hawking memiliki persepsi yang sama seperti diatas. Karena klaim kontroversial seperti di bukunya tidaklah mencerminkan perilaku ilmuwan, serta tentu tidak ilmiah. Tetapi nampaknya kebutuhan 'strategi pemasaran' telah mendorong pelesetan yang sebenarnya sama sekali tidak lucu dan tidak benar secara ilmiah serta tidak mendidik untuk jangka panjang. Meski tujuan jangka pendek jelas tercapai, dan karenanya buku ini layak dipelesetkan sebagai The Grand Design 'for Business'.
Published in Antara (21 October 2010)
Ikhsan Brilianto, Andreas Diga, dan Ahmed Reza dari SMAN I Yogyakarta memenangi Lomba National Young Inventor Awards (NYIA) Ke-3 2010 yang digelar oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di kantor LIPI Jakarta, Kamis.
Karya yang mereka usung adalah Plasmurator (Plasma-Generator) sebagai Peminimalisasi Emisi Kendaraan Bermotor yang Efektif dan Efisien, kata Ketua Tim Dewan Juri NYIA 2010 Dr. Subiyatno.
Sedangkan juara kedua Eddy Yuristo, Reijefki Irlastua, dan Priyanka dari SMA Plus Negeri 17 Palembang, Sumatera Selatan dengan judul karya Rotating Sprayer Herbicle, Inovasi Solusi Problematika Perkebunan Rakyat.
Sementara itu juara ketiga Erlinda Nurul Kusuma, Maria Fransisca Simbolon, Delphine Yustica Ratnasari dari SMA Negeri 6 Yogyakarta dengan judul karya Potlangpuk dan Pengpuk Cara Baru Pemberian Pupuk Organik Praktis Higienis.
Ketiga Pemenang ini akan diikutsertakan ke International Exibition for Young Inventors (IEYI) Ke-7 di Vietnam pada 16-18 Desember 2010,
Selain ketiga pemenang ini, dua pemenang lainnya juga akan dibawa ke IEYI ke-7 yakni siswa SMA Stella Duce I, Yogyakarta, yakni Agata Nina Puspita, Revi Serviyani Dina Pertiwi dengan judul karya Kuas Penampung Cat yang juga dinilai juri memiliki kualitas karya yang tinggi.
Juga siswa SMA N 3 Padang, Sumatera Barat yakni Adrian Zikri, Fajar Satria Pratama, Ilga Yulian Putra dengan judul karya GOSTA Gigi SMANTRI.
Mereka dinilai oleh Tim Dewan Juri yang merupakan para ilmuwan terkemuka selain Dr. Subiyatno (LIPI) juga Dr. LT Handoko (LIPI), Dr. Yudi Darma (ITB), Prof. Dr. Fahmi Amhar (Bakosurtanal) dan Dr. Eng. Eniya Listiani Dewi (BPPT).
NYIA disebutkannya, bertujuan untuk meningkatkan kreativitas, memberikan apresiasi, dan menggali potensi remaja usia 8 sampai 18 tahun di bidang inovasi teknologi.(*) (T.D009/Z002/R009)
Published in Media Indonesia (22 October 2010)
Ikhsan Brilianto, Andreas Diga, dan Ahmed Reza dari SMAN I Yogyakarta memenangi Lomba National Young Inventor Awards (NYIA) Ke-3 2010 yang digelar oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di kantor LIPI Jakarta, Kamis (21/10).
Karya yang mereka usung adalah Plasmurator (Plasma-Generator) sebagai Peminimalisasi Emisi Kendaraan Bermotor yang Efektif dan Efisien, kata Ketua Tim Dewan Juri NYIA 2010 Dr Subiyatno.
Sedangkan juara kedua Eddy Yuristo, Reijefki Irlastua, dan Priyanka dari SMA Plus Negeri 17 Palembang, Sumatera Selatan dengan judul karya Rotating Sprayer Herbicle, Inovasi Solusi Problematika Perkebunan Rakyat.
Sementara itu juara ketiga Erlinda Nurul Kusuma, Maria Fransisca Simbolon, Delphine Yustica Ratnasari dari SMA Negeri 6 Yogyakarta dengan judul karya Potlangpuk dan Pengpuk Cara Baru Pemberian Pupuk Organik Praktis Higienis.
Ketiga Pemenang itu akan diikutsertakan ke International Exibition for Young Inventors (IEYI) Ke-7 di Vietnam pada 16-18 Desember 2010. Selain ketiga pemenang ini, dua pemenang lainnya juga akan dibawa ke IEYI ke-7 yakni siswa SMA Stella Duce I, Yogyakarta, yakni Agata Nina Puspita, Revi Serviyani Dina Pertiwi dengan judul karya Kuas Penampung Cat yang juga dinilai juri memiliki kualitas karya yang tinggi.
Juga siswa SMA N 3 Padang, Sumatra Barat yakni Adrian Zikri, Fajar Satria Pratama, Ilga Yulian Putra dengan judul karya GOSTA Gigi SMANTRI. Mereka dinilai oleh Tim Dewan Juri yang merupakan para ilmuwan terkemuka selain Dr Subiyatno (LIPI) juga Dr. LT Handoko (LIPI), Dr Yudi Darma (ITB), Prof Dr Fahmi Amhar (Bakosurtanal), dan Dr Eng Eniya Listiani Dewi (BPPT).
NYIA disebutkannya, bertujuan untuk meningkatkan kreativitas, memberikan apresiasi, dan menggali potensi remaja usia 8 sampai 18 tahun di bidang inovasi teknologi. (Ant/OL-2)
Published in Republika (Taufik Rachman, 21 October 2010)
Ikhsan Brilianto, Andreas Diga, dan Ahmed Reza dari SMAN I Yogyakarta memenangi Lomba National Young Inventor Awards (NYIA) Ke-3 2010 yang digelar oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di kantor LIPI Jakarta, Kamis.
Karya yang mereka usung adalah Plasmurator (Plasma-Generator) sebagai Peminimalisasi Emisi Kendaraan Bermotor yang Efektif dan Efisien, kata Ketua Tim Dewan Juri NYIA 2010 Dr. Subiyatno.
Sedangkan juara kedua Eddy Yuristo, Reijefki Irlastua, dan Priyanka dari SMA Plus Negeri 17 Palembang, Sumatera Selatan dengan judul karya Rotating Sprayer Herbicle, Inovasi Solusi Problematika Perkebunan Rakyat.
Sementara itu juara ketiga Erlinda Nurul Kusuma, Maria Fransisca Simbolon, Delphine Yustica Ratnasari dari SMA Negeri 6 Yogyakarta dengan judul karya Potlangpuk dan Pengpuk Cara Baru Pemberian Pupuk Organik Praktis Higienis.
Ketiga Pemenang ini akan diikutsertakan ke International Exibition for Young Inventors (IEYI) Ke-7 di Vietnam pada 16-18 Desember 2010, Selain ketiga pemenang ini, dua pemenang lainnya juga akan dibawa ke IEYI ke-7 yakni siswa SMA Stella Duce I, Yogyakarta, yakni Agata Nina Puspita, Revi Serviyani Dina Pertiwi dengan judul karya Kuas Penampung Cat yang juga dinilai juri memiliki kualitas karya yang tinggi. Selanjutnya siswa SMA N 3 Padang, Sumatera Barat yakni Adrian Zikri, Fajar Satria Pratama, Ilga Yulian Putra dengan judul karya GOSTA Gigi SMANTRI.
Mereka dinilai oleh Tim Dewan Juri yang merupakan para ilmuwan terkemuka selain Dr. Subiyatno (LIPI) juga Dr. LT Handoko (LIPI), Dr. Yudi Darma (ITB), Prof. Dr. Fahmi Amhar (Bakosurtanal) dan Dr. Eng. Eniya Listiani Dewi (BPPT). NYIA disebutkannya, bertujuan untuk meningkatkan kreativitas, memberikan apresiasi, dan menggali potensi remaja usia 8 sampai 18 tahun di bidang inovasi teknolog.
Published in
Siaran Pers LIPI (6 October 2010)
Melanjutkan Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak tahun 2005, pada tahun 2010 ini LIPI kembali membuka kesempatan kepada insan-insan muda Indonesia untuk berkiprah sebagai peneliti dan tenaga pendukungnya di berbagai satuan kerja LIPI. Penerimaan CPNS tahun 2010 dibuka mulai tanggal 1 Oktober 2010 dengan sistem online melalui Sistem Informasi Penerimaan CPNS LIPI (SIPC) yang bisa diakses di www.cpns.lipi.go.id.
Dr. Neni Sintawardani, Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian (BOK) LIPI mengatakan bahwa LIPI mendapat formasi dari MenPAN sebanyak 179 orang tahun ini. -YŽJumlah ini terbagi untuk formasi peneliti, teknisi, dan tenaga administrasi dari berbagai tingkat pendidikan (D3, S1, S2, dan S3) dengan berbagai latar belakang kajian ilmuŽ, paparnya.
Neni menegaskan bahwa perbedaan signifikan penerimaan CPNS tahun ini dengan tahun sebelumnya adalah tidak ada pengiriman berkas lamaran melalui pos. ŽJadi, tahun 2010 semua dilaksanakan secara penuh melalui online,¡ tandasnya.
Dia menjelaskan bahwa tahapan proses penerimaan CPNS LIPI terdiri dari verifikasi administrasi (4-17 Oktober 2010), ujian tulis (26 Oktober 2010), ujian psikotes (3 November 2010), wawancara (8-9 November 2010), dan pengumuman pelamar diterima (12 November 2010). ŽCPNS yang diterima di LIPI akan mulai aktif bekerja pada awal tahun 2011¡, ujarnya.
Dikatakannya, terkait dengan perubahan proses penerimaan CPNS secara umum oleh MenPAN / BAKN sejak 2004, LIPI menerapkan Sistem Informasi Penerimaan CPNS (SIPC) sejak tahun 2005. ŽPenerapan SIPC dalam penerimaan CPNS LIPI sangat relevan terkait dengan status LIPI sebagai lembaga ilmu pengetahuan utama di Indonesia sehingga merupakan syarat mutlak bagi CPNS LIPI untuk selalu mengikuti aplikasi sistem infromasi di era informasi iniŽ, tegasnya.
Penggagas SIPC-LIPI, Dr. Laksana Tri Handoko menambahkan bahwa sistem SIPC yang berbasis web dinamis ini memungkinkan seluruh proses dilakukan secara online dan transparan bagi semua pihak terkait (pelamar, panitia/LIPI, dan masyarakat). ŽKelebihan sistem ini selain mudah dipakai dan dipelihara oleh seluruh pihak terkait juga sangat transparanŽ, ungkapnya.
Handoko, yang juga peneliti di Pusat Penelitian (P2) Fisika LIPI menceritakan bahwa teknologi inovatif yang menjadi mesin utama untuk SIPC LIPI ini berhasil mendapatkan penghargaan sebagai 101 Inovasi Indonesia Paling Prospektif 2009. ŽPenghargaan ini diberikan untuk inovasi terintegrasi dengan judul -F~Aplikasi TI Publik Berbasis Komputasi dan Data Terdistribusi~ di kategori Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) oleh Business Innovation Center (BIC) Indonesia-Y¡, tambahnya. Dia menandaskan bahwa SIPC-LIPI telah memperoleh Hak Cipta yang diterbitkan Departemen Hukum dan Perundangan RI dengan registrasi No. 036749 pada tanggal 9 Juni 2008.
Published in
Suara Pembaruan (Sotyati, 1 October 2010)
Menyebut fisika, langsung terbayang ilmu yang susah dipelajari. Apalagi jika guru fisika mengajar dengan cara tidak menarik. -YŽKalau kebanyakan orang menganggap fisika susah, artinya ya itulah alasan utamanya. Secara substantif memang susah,¡ kata Laksana Tri Handoko (42).
Ia ahli fisika teori dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Ia menekuni penelitian teoretik di bidang fisika partikel elementer dengan fokus tema pemodelan interaksi elementer, biofisika dengan fokus tema dinamika biomateri elementer (DNA/protein), dan sains komputasi dengan fokus pemodelan nanomaterial serta data-mining. Dalam banyak kesempatan, ia tak pernah lelah menyuarakan dan Žmempromosikan¡ bahwa ilmu pengetahuan, termasuk fisika, itu bukanlah ilmu yang menakutkan. Ilmu pengetahuan bisa diterapkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Sumber Žkesusahan¡ fisika, menurut Handoko, sebenarnya sama seperti ilmu eksakta lain, khususnya matematika. Fisika merupakan ilmu logika yang berjenjang. Membutuhkan tahapan-tahapan untuk mencapai pemahaman pada level tertentu. Orang harus mulai belajar dari dasar, dan secara bertahap terus naik. Itu yang membedakannya secara kontras dengan ilmu sosial pada umumnya, di mana orang bisa mencapai pemahaman tanpa harus memahami secara bertahap dari dasar.
Memang, ada aspek lain yang memperburuk kesan umum fisika sebagai ilmu sulit. Munculnya bukan dari muatan kurikulum, namun dari tuntutan berlebihan dalam bentuk soal yang sulit, akibat sistem seleksi masuk perguruan tinggi (PT) yang sangat kompetitif. Karena kompetisi itu pula sekolah dan guru dipacu, khususnya oleh tuntutan orangtua dan juga siswa, untuk memberikan yang terbaik sebagai bekal persiapan ujian masuk PT.
Koko, panggilan akrabnya, tidak terusik dengan kesan umum itu. ŽKarena memang susah. Jadi, kalau ada kecenderungan lebih sedikit peminat fisika dibandingkan dengan ilmu sosial, itu bukan masalah. Itu fenomena jamak di negara mana pun,¡ ujarnya.
Kesan itu pun tidak perlu direduksi. Yang penting, kesan umum itu harus dibedakan dengan masalah bagaimana memberikan bekal pemahaman kepada siswa akan alam dan lingkungan sekitarnya berbasis hukum fisika di sekolah-sekolah.
Untuk level pendidikan dasar dan menengah, seharusnya pendidikan ilmu fisika diarahkan untuk memahami aneka fenomena di sekitar. Cara itu ditujukan untuk memberikan bekal pola pikir dan pemahaman secara logis berbasis ilmu pengetahuan.
ŽKalau itu berhasil dilakukan, akan sangat sedikit masyarakat, termasuk yang tidak mengenyam pendidikan tinggi sekali pun, untuk berpikir supranatural saat menemui fenomena aneh di sekitarnya, seperti sering terjadi sampai saat ini,¡ ujar Koko yang juga mengajar di Universitas Indonesia ini.
Lintas Disiplin
Koko, yang dilahirkan di Lawang, Jawa Timur, acap ditampilkan sebagai peneliti yang diharapkan mampu menginspirasi siswa SMA untuk mencintai ilmu pengetahuan, termasuk fisika. Namanya mulai dikenal di dunia penelitian ketika menyabet gelar juara tiga Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) bidang matematika yang diadakan LIPI, pada 1985.
Lulus SMA pada 1987, ia melanjutkan pendidikan ke Jepang. Koko meraih gelar doktornya di Universitas Hiroshima di bidang fisika teori pada 1998.
Pada saat awal kembali ke Indonesia dan mulai bekerja penuh waktu di LIPI pada 2002, ia tergerak mendirikan kelompok penelitian. Dua hal yang mendorongnya. LIPI belum memiliki grup penelitian sains dasar di bidang ilmu eksakta. Grup penelitian itu melakukan penelitian dengan topik mandiri, tidak sekadar sebagai subkontraktor dari grup penelitian di luar negeri, namun bisa berkolaborasi dalam bentuk kemitraan yang sejajar.
Ia memendam obsesi kelak Indonesia memiliki pusat penelitian ilmu dasar dan lanjut untuk menampung topik penelitian lintas disiplin yang mencakup fisika partikel, komputasi sains, matematika, kosmologi, biofisika, dan condensed matter. Minat Koko memang berkembang menembus lintas bidang, termasuk kutak-katik ilmu yang terkait komputer. ŽKalau komputer itu salah satu hobi utama saya yang kebablasan,¡ katanya, tertawa. Namun, hobi tersebut ia akui menunjang topik utama penelitiannya di fisika teori. Itu pula sebabnya hobi tersebut banyak terkait dengan sistem terdistribusi, baik data maupun pemrograman terdistribusi. [SP/Sotyati]
Laksana Tri Handoko
Published in
Esquire Indonesia (Muhammad Khairul, August 2010)
Di Indonesia banyak anak-anak cerdas, berkemauan tinggi dan berpotensi besar. Kalau diasah dengan benar pasti bisa bersaing. - L.T. Handoko, Ilmuwan LIPI
Published in
VIVAnews (Ita Lismawati F. Malau, Suryanta Bakti Susila, 22 June 2010)
Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohammad mengembalikan Achmad Bakrie Award yang pernah diterimanya. Keputusan ini, kata dia, diambil dengan besar hati karena sejumlah alasan.
Goenawan mengaku kecewa terhadap Aburizal Bakrie yang adalah ketua umum Golkar dalam kasus skandal Bank Century yang dianggap menyudutkan Wakil Presiden Boediono dan Sri Mulyani yang saat itu menjadi Menteri Keuangan.
"Ini bukan soal jabatan mereka karena saya tahu mereka tak bersalah, dihukum dan dikorbankan." kata wartawan senior itu.
Penghargaan Achmad Bakrie Award diterima sejumlah cendekiawan yang tekun terhadap bidangnya. Dari ilmuwan hingga sastrawan. Dalam situs Freedom Institute disebutkan bahwa mereka yang menerima penghargaan ini antara lain Sapardi Djoko Damono dan Ignas Kleden (November 2003).
Goenawan Mohamad (bidang kesusastraan) dan Nurcholish Madjid (bidang sosial-budaya) tanggal 1 Agustus 2004. Pada tahun ketiga--Agustus 2005-- penghargaan ini diberikan kepada Sartono Kartodirdjo dan Budi Darma, masing untuk pemikiran sosial dan untuk kesusastraan. Penghargaan khusus bidang Kedokteran untuk Sri Oemijati.
Agustus 2006 penghargaan itu diberikan kepada Arief Budiman (pemikiran sosial), Rendra (sastra), dan Iskandar Wahidiyat (kedokteran).
Tahun 2007 penghargaan itu diterima oleh sastrawan Putu Wijaya dan Franz Magnis-Suseno( yang diberi penghargaan karena pemikiran sosial menolak menerimanya), Sangkot Marzuki (kedokteran), Jorga Ibrahim (sains), dan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi, Subang (teknologi).
Sastrawan Taufik Abdullah menerima penghargaan itu pada Agustus 2008. Pada saat itu, sastrawan ini menegaskan bahwa sah-sah saja bila ada pihak yang menolak penghargaan itu terkait kasus lumpur di Sidoardjo, yang melibatkan PT Lapindo. Tapi, kata Taufik, antara kasus lumpur itu dan penghargaan itu adalah dua hal yang berbeda. "Kita harus melihat persoalan secara jernih. Kalau kita terus curiga, kepada siapa lagi kita percaya?," katanya.
Tokoh yang juga menerima penghargaan itu pada 2008 itu adalah Sutardji Calzoum Bachri, Mulyanto, Laksana Tri Handoko dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Tahun 2009 lalu, penghargaan itu diberikan kepada Ag Soemantri(Kedokteran) Pantur Silaban (sains) Warsito P Taruno (teknologi), dan Danarto (Kesusasteraan)
Program Manager Freedom Institute, Nong Darul Mahmada, menyebutkan bahwa Goenawan melalui utusannya kemarin mengembalikan plakat penghargaan dan uang hadiah sebesar Rp 100 juta.
Nong menegaskan bahwa penghargaan yang diterima oleh Goenawan itu bukan pemberian langsung dari Aburizal Bakrie, tapi diberikan oleh Freedom Institute.
"Penghargaan itu dilatarbelakangi keinginan Freedom memberi penghargaan kepada intelektual Indonesia karena selama ini belum ada penghargaan semacam itu," ujar Nong. Lalu Freedom mencari penyandang dana untuk penghargaan yang pertama kali digelar pada 2004 itu.
"Kemudian ada Pak Aburizal Bakrie yang mau menyumbang dana, namun itu didedikasikan untuk ayahnya, Achmad Bakrie," kata Nong. "Figur Achmad Bakrie sendiri memang orang yang peduli dengan ilmu pengetahuan," kata Nong.
Freedom sendiri menyatakan bersedih, namun menghormati hak Goenawan mengembalikan penghargaan itu. Uang dikembalikan itu dipakai untuk memperluas perpustakaan --yang dikelola Freedom Institute dan membeli buku.
Published in
fisik@net (15 June 2010)
Apakah itu biomaterial elementer ? Mengapa hal tersebut penting dikaji dan diteliti ? Seberapa jauh efek lingkungan terhadap dinamika biomaterial elementer tersebut ? Banyak sekali pertanyaan seputar misteri elemen pembentuk dasar makhluk hidup yang belum diketahui hingga saat ini.
Biomaterial adalah istilah penulis untuk 'materi-materi hayati' alias semua materi yang secara organik 'hidup' alias mampu melakukan replikasi dan memiliki dinamika mandiri. Elementer adalah sesuatu yang menjadi 'pembentuk paling dasar'. Sehingga biomaterial elementer dimaksudkan sebagai materi yang menjadi pembentuk paling dasar dari sebuah mahkluk hidup. Saat ini yang termasuk kategori ini adalah DNA (deoxyribonucleic acid) yang berwujud dalam bentuk misalnya untaia yang mampu melakukan replikasi seperti ditunjukkan di gambar. Sebagai ilustrasi, untai ganda DNA seperti gambar di samping membentuk molekul dengan ukuran lebih kurang 2 x 8 nanometer (1 nm = 10-9 m). Sehingga tidak berlebihan bila dikatakan 'teknologi hayati' terkait rekayasa biologi molekular termasuk nanoteknologi. Sebenarnya, jauh sebelum popularitas istilah nano dan nanoteknologi, rekayasa bioteknologi selalu berurusan dengan fenomena skala nano !
Dilain pihak, dalam skala yang lebih besar sudah lebih dahulu dikenal beragam protein sebagai unsur dasar pembentuk mahkluk hidup. Namun berbeda dengan level DNA, fenomena di level protein jauh lebih makroskopik dari skala DNA. Tidak mengherankan rekayasa teknologi di level protein jauh lebih maju karena telah banyak eksperimen yang berhasil dilakukan untuk melakukan aneka rekayasa dan atau pengamatan atas sifat dan karakteristik protein. Sudah tidak terhitung berapa banyak protein yang telah berhasil diidentifikasi dan dikenal, semuanya terangkum dalam database online terbuka di PDB (Protein Data Bank) [1] yang juga disimpan di ARSIP LIPI dan bisa diakses publik secara cuma-cuma [2].
Apa kesulitan mengobservasi DNA yang 'hanya' di level nanometer, padahal saat ini manusia telah mampu 'mengamati' tumbukan partikel elementer yang berskala 10-18 m ? Partikel elementer seperti elektron, kuark, foton dan sebagainya adalah materi non-hayati alias mahkluk mati dan statis tanpa ada interaksi dengan materi lain. Sebaliknya DNA, seperti juga protein, adalah mahkluk hidup dan memiliki makna bisa ada dalam kondisi 'hidup'. Sehingga pengamatan mempergunakan 'nano'-skop berbasis mesin akselerator seperti selama ini dilakukan dengan menembakkan partikel nuklir mengakibatkan biomateri langsung 'mati' dalam waktu sangat singkat. Tidak heran, eksperimen untuk mengetahui dinamika biomateri elementer saat ini dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu mencari teknologi alternatif untuk melihat dinamika biomateri pada skala nano secara waktu riil tanpa memakai akselerator, atau mengembangkan detektor berkemampuan tinggi untuk 'memotret' dengan resolusi waktu yang setara dengan masa hidup biomateri yang dibombardir dengan partikel nuklir di akselerator [3,4]. Teknologi alternatif yang banyak dikembangkan selain radiasi synchroton yang berbasis akselerator adalah sinar X [3]. Sayangnya sinar X juga memiliki dampak mematikan bagi obyek meski menjanjikan waktu hidup yang lebih lama.
Menghadapi eksperimen yang semakin maju dan suatu saat akan berhasil melakukan pengamatan menyeluruh atas dinamika biomateri, apa yang harus dilakukan oleh para peneliti, khususnya di bidang teori ? Seperti diketahui, kajian sains teori hanya ada di dua bidang ilmu dasar yaitu fisika dan matematika. Dan keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan sejak awal peradaban manusia. Fisika memerlukan matematika sebagai alat bantu untuk mendeskripsikan penjelasan fisika secara kuantitatif, sebaliknya perkembangan matematika dipicu dan diinisiasi oleh kebutuhan di bidang fisika. Teori-teori fisika kemudian 'diaplikasikan' dalam berbagai kajian lain seperti kimia, teknik dan sebagainya.
Mengapa teori fisika diharapkan untuk memberikan kontribusi di kajian biomaterial elementer ? Khususnya di level DNA, diyakini efek reaksi kimia semakin kecil, karena skala nano hanya mengandung beberapa atom ( ukuran 1 atom lk. 1 Amstrong = 10-10 m). Sehingga dibandingkan dengan reaksi kimia antar atom dari unsur yang berbeda sebagai pembentuk biomateri, 'dinamika fisis' antar atom pembentuk tersebut jauh lebih dominan. Pemodelan fisis dinamika DNA berbasis interaksi fisika ini dipelopori oleh Davydov, Peyrard dan Bishop tiga dekade lampau.
Namun aneka model yang diajukan untuk menggambarkan interaksi antar materi pembentuk sebuah untai ganda DNA yang secara skema di gambar di samping lebih bersifat fenomenologis dan mayoritas berbasis model yang dikembangkan oleh Davydov, Peyrard dan Bishop. Salah satu contoh adalah model yang grup penulis kembangkan untuk menjelaskan fenomena pelipatan protein dikaitkan dengan perusakan simetri [5]. Yang dimaksud dengan fenomenologis adalah sekedar ditujukan untuk menjelaskan hasil pengamatan eksperimen, dan tidak untuk menjawab 'mengapa' mekanisme tersebut terjadi. Padahal filosofi fisikawan teori adalah menjelaskan mengapa sesuatu terjadi, sedangkan hasil eksperimen lebih ditujukan untuk melakukan klarifikasi atas teori-teori yang telah diajukan sebelumnya.
Untuk itu grup penelitian penulis mencoba melakukan kajian terkait dinamika biomateri ini berbasis interaksi fisika dengan memanfaatkan pengetahuan di fisika partikel elementer. Mengikuti logika di fisika partikel, kajian dimulai dengan mendeskripsikan 'materi elementer' yang terkait dalam sebuah fenomena. Mengapa 'elementer' ? Dari pengalaman di fisika partikel, akan jauh lebih mudah untuk membangun sebuah teori dasar secara konsisten bila materi terkait berjumlah seminimal mungkin. Sehingga tidak mengherankan bahwa teori fisika yang sudah baku berbasis pada interaksi di level partikel elementer dan bukan di level nuklir. Karena di level nuklir terdapat ratusan jenis materi nuklir, dibandingkan dengan 16 jenis partikel elementer ditambah 1 partikel hipotetik Higgs yang belum diketemukan ! Logika yang sama diaplikasikan pada biomateri. Dibandingkan dengan membangun teori di level protein yang bisa mencakup ribuan jenis, akan jauh lebih mudah mendeskripsikan dinamikan di level DNA. Misalnya untuk kasus untai ganda DNA di gambar di samping, cukup diwakili dengan ikatan antara nukleoside dan fosfat dengan 3 jenis interaksi : 1) ikatan basa antara 2 untai, 2) ikatan nukleoside dan fosfat dalam satu nukleotide, serta 3) ikatan nukleoside dan fosfat dalam satu untai [6]. Teori ini dikembangkan sebagai salah satu aplikasi pemodelan plasma sebagai fluida relativistik sebelumnya [7].
Salah satu aspek yang menarik secara teoritis sejak awal teori biofisika adalah fenomena non-linieritas di dinamika biomateri. Saat ini fenomena non-linier di biomateri telah menjadi pengetahuan baku, dan banyak sekali kajian terkait selama 2 dekade terakhir. Salah satunya adalah efek osilasi pada monomer protein yang memicu fenomena 'aneh' berupa kapasitas panas (heat capacity) yang bisa bernilai negatif untuk ruang parameter tertentu. Grup penulis juga melakukan kajian ini dengan memakai metoda yang baru, yaitu path integral untuk menghitung osilasi amide-I dan amide-site murni sebagai sebuah sistem kuantum [8,9]. Prediksi anomali berbasis teori semacam inilah yang kelak akan dikonfirmasi kebenaran / kesalahannya melalui eksperimen di masa depan.
Era teori sebagai penunjuk arah eksperimen di kajian hayati
Apakah makna dari uraian diatas ? Ini menunjukkan bahwa (bahkan) kajian hayati sekalipun telah memasuki era theory driven experiments. Yaitu era dimana eksperimen akan dipicu dan diinisiasi oleh penemuan teoritik. Hal yang sama telah dialami komunitas fisika dasar di awal tahun 1930-an. Sebelumnya eksperimen dilakukan berbasis pengamatan dan hipotesa eksperimen sebelumnya. Tetapi memasuki era 1930-an, eksperimen yang bisa dilakukan berbasis pengamatan fisis langsung telah habis. Eksperimen tidak bisa dilakukan hanya berbasis coba-coba (try and error), karena sedemikian banyaknya kemungkinan dan ruang parameter yang terkait. Selain juga semakin besarnya dana yang diperlukan seiring dengan semakin kompleksnya eksperimen yang harus dilakukan.
Secara umum, dengan memasuki ranah elementer yang jelas-jelas tidak kasat mata, sangat mustahil untuk menemukan sesuatu yang baru tanpa bimbingan teori, baik secara analitik maupun numerik dengan komputasi. Tidak terkecuali di kajian berbasis protein maupun DNA. Tidaklah mengherankan bahwa salah satu topik hangat secara global adalah biofisika seperti diatas dan bioinformatika. Berbeda dengan biofisika yang berbasis model dan deskripsi kuantitatif, bioinformatika melakukan pendekatan fenomenologis dengan memproses dan mensintesa kemungkinan kombinasi yang relevan dari lautan data (protein dsb) memakai teknologi informasi khususnya teknik-teknik penambangan data (data mining). Salah satu anggota grup penulis di kajian komputasi (Zaenal Akbar) juga aktif dalam topik ini dengan mengaplikasikan teknik komputasi dan data terdistribusi di Universitas Konstanz di Jerman.
Bagaimana peneliti Indonesia bisa berkontribusi di kajian ini ? Sebenarnya dengan masuknya era elementer di kajian hayati, peneliti Indonesia memiliki lebih banyak peluang untuk berkompetisi secara global. Tidak hanya berkompetisi dengan mengandalkan local competitiveness (modal kelokalan) seperti selama ini...;-) Referensi :
Published in Pikiran Rakyat (Prakoso Bhairawa Putera, 17 May 2010)
Kehadiran media online di Indonesia mulai marak ketika kejatuhan pemerintahan Suharto di tahun 1998 (Wikibooks, 2010). Sejak saat itu, media online menjawab kebutuhan informasi dari setiap orang di negeri ini. Media online menjadi tempat yang paling cocok untuk menemukan informasi yang cepat atau dikenal dengan breaking news, dan mudah untuk diperoleh, bahkan dalam perkembangan di tahun-tahun berikutnya media online sudah dapat dinikmati dengan fasilitas mobile. Hanya dengan alat komunikasi yang ada di tangan, kita bisa dengan cepat membaca dan memperoleh informasi tersebut.
Disadari atau tidak, media online menjadi alternatif media yang paling murah dan praktis. Hal semacam inilah yang mendorong Detikcom hadir sebagai media online pertama di Indonesia. Detikcom berhasil melepaskan karakteristik media cetak yang selama ini hadir dengan periode harian, mingguan, dwimingguan, ataupun bulanan. Karakter media ini sangat jelas dengan breaking news. Keberhasilan Detikcom kemudian menjadi permulaan bagi bisnis media online lainnya di Indonesia.
Perkembangan media online di Indonesia bergerak seiringan dengan maraknya media cetak dan elektronik. Media ini pada awalnya menjadi edisi kedua setelah publish dalam versi cetakan koran, majalah, atau juga dalam bentuk audio visual untuk televisi dan radio. Namun seiring perkembangan, justru kehadiran media online mulai menjadi lirikan banyak kalangan dalam memperoleh informasi tercepat.
Perkembangan media online di Indonesia tidak bisa dianggap enteng. Dalam satu seminar di Surabaya sekitar 2008, Akhmad Mukhlis Yusuf menyatakan bahwa bisnis media online dalam segi perolehan iklan cukup bersaing dengan media lainnya. Pada tahun 200o-an awal, porsi iklan paling besar dinikmati media televisi sebesar 70 persen, koran 25 persen, radio 3 persen, dan media online 2 persen. Saat ini, perolehan iklan di media online meningkat setiap tahunnya, sedangkan iklan di media televisi malah menurun sedikit. Untuk koran dan radio, perolehan iklan masih stabil.
Berdasarkan data dari Netcraft atas survei server 2008 (jurnalismaya.blogdetik.com, 2008) menyebutkan, media online di Indonesia mengalamai peningkatan. Total web hoster naik 5,4 juta situs web selama Desember. Total jumlah situs web sampai 2008 mencapai 155,230,051 buah. Perkiraan peningkatan jumlah situs web di tahun 2007 saja sudah bertambah sampai 50 juta situs web baru, dan mengalahkan jumlah pertambahan situs pada 2006 dengan peningkatan 30 juta situs. Walaupun penambahan jumlah tersebut juga berasal dari MYspace, Live space, dan Blogger yang mencapai 25 juta situs web.
Fenomena semacam ini menjadi positif jika konten dari media online yang ada bermanfaat dan bisa dipertanggungjawabkan. Dalam upaya itu juga pada awal 2010, LT Handoko sebagai penggagas blog sivitas dan situs web Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mencatatkan kedua media online sehingga memperoleh ISSN. Dengan demikian, keduanya resmi dan bisa dipertanggungjawabkan.
Terobosan ini merupakan kali pertama di Indonesia, dengan blog sivitas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang beralamat http://blog.sivitas.lipi.go.id telah tercatat secara resmi dengan ISSN 2086-5252 dan situs web LIPI http://www.lipi.go.id tercatat dengan ISSN 2086-5309. ISSN atau yang dikenal dengan International Standard of Serial Number merupakan tanda pengenal unik setiap terbitan berkala yang berlaku global.
ISSN untuk media online
LT Handoko dalam blognya (http://blog.sivitas.lipi.go.id/laks002/, 2010) mengungkapkan bahwa kehadiran ISSN blog karena blog merupakan media online murni yang hakikatnya serupa dengan terbitan berkala konvensional, baik dari sisi nama dan media yang permanen, maupun keterberkalaan (keteraturan pembaruan konten) dan keragaman penulis. Sebaliknya, justru seluruh media, yang online murni sekalipun, seharusnya memiliki registrasi ISSN.
ISSN blog ataupun media online lainnya di Indonesia dapat memberi manfaat besar dalam tingkat literasi. Senada dengan LT Handoko (2010) dalam Putera (2010) bahwa ISSN media online penting untuk menjaga kepemilikan atas ânama mediaâ serta memberikan kontribusi nyata bagi eksistensi Indonesia sebagai negara dengan tingkat peradaban modern, di mana salah satu indikatornya adalah tingkat literasi, termasuk aneka publikasi media.
ISSN untuk media online sebenarnya bukan hal baru bagi negara-negara di dunia. Putera (2010) dalam Biskom edisi Maret 2010 menjelaskan setidaknya ada lima negara yang telah menerapkan kebijakan penomoran bagi setiap blog yang diterbitkan, baik secara personal maupun secara berkelompok. Setidaknya sudah banyak negara yang memberikan penomoran bagi setiap blog, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Belanda, dan negara tetangga kita Australia. Bahkan Spanyol pun telah mengeluarkan kebijakan serupa dengan nama Internet Blog Serial Number (IBSN). IBSN hadir sejak 2 Februari 2006. Kebijakan ini diambil sebagai bentuk jawaban pemerintah tentang maraknya penyalahgunaan blog. IBSN pada prinsipnya sama dengan pemberian ISSN atau ISBN pada terbitan buku, majalah, atau yang lainnya.
Kebijakan ISSN untuk media online di Jerman ternyata lebih selektif. ISSN bisa saja diberikan untuk media online dengan memperhatikan bahwa setiap terbitan memenuhi kriteria peraturan hukum dan pedoman koleksi untuk publikasi online Perpustakaan Nasional Jerman. Pedoman tersebut disusun berdasarkan Undang-Undang mengenai Perpustakaan Nasional Jerman tertanggal 22 Juni 2006, terbitan online pun harus dirilis oleh penerbit komersial, atau dikeluarkan oleh penerbit universitas, atau juga diterbitkan oleh organisasi penerbitan yang sudah bekerja dengan pusat ISSN Jerman.
Penomoran resmi media online ini memberikan legitimasi terhadap kepemilikan media online dan posting sebagai bentuk kekayaan intelektual. Tidak hanya itu, ISSN media online memberikan indeksasi terhadap media online yang ada sehingga secara internasional bisa dikenali. Indeksasi tersebut menjadikan media online kita masuk dalam database publikasi internasional, dan tidak menutup kemungkinan seorang pembaca ataupun pustakawan dari belahan dunia lain menemukan media online kita dari ISSN database. Kemungkinan untuk setiap media online memiliki ISSN pun bisa diperoleh, asal memenuhi persyaratan yang dikeluarkan ISSN National Centre di Indonesia (http://issn.pdii.lipi.go.id).***
Published in
ESQ Magazine (28 April 2010)
Bangsa ini patut berterimakasih kepada Terry Mart dan Laksana Tri Handoko. Keduanya merupakan peneliti fisika Indonesia yang karya ilmiahnya masuk dalam daftar 50 artikel fisika energi tinggi dunia yang paling banyak dikutip sepanjang tahun 2009.
Hal ini dirilis oleh SLAC-SPIRES, unit basis data perpustakaan Stanford Linear Accelerator Center yang mengumpulkan data lebih dari 1 juta karya ilmiah di bidang fisika nuklir, fisika partikel, dan astrofisika. Data bersumber dari jurnal-jurnal ilmiah bergengsi dan preprint server yang dikelola Perpustakaan Universitas Cornell, AS. Ada sekitar 50.000 pengguna mengunjungi situs ini setiap harinya.
Besarnya data dan aktivitas di situs SLAC-SPIRES membuat pengelola dapat mengolah data yang ada, termasuk mengumpulkan jumlah kutipan. Karya ilmiah yang banyak dikutip berarti berperan penting atau paling tidak sedang aktual. Dengan demikian, daftar â2009 Top Cited: 50 Most Cited Articles in High Energy Physicsâ sekaligus menyeleksi para ilmuwan yang memimpin perkembangan ilmu di bidangnya masing-masing.
Munculnya karya Terry Mart dari Departemen Fisika Universitas Indonesia dan LT Handoko dari Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI dalam daftar di atas tentu sangatlah menggembirakan. Dengan jumlah peneliti fisika yang sangat sedikit, ternyata masih ada yang aktif di komunitas internasional dan menjadi unggulan. Apalagi, fisika termasuk yang tidak banyak mendapat dukungan, terutama finansial, baik dari lembaga maupun negara, karena paradigma yang sudah telanjur salah: penelitian harus menghasilkan produk yang dapat dijual.
Penelitian dasar
Padahal, penelitian yang bersifat aplikatif tidak akan berkembang bila tidak ada penelitian dasarnya. Kenyataan menunjukkan, semua teknologi modern berbasis teori fisika, mulai dari teori mekanika Newton untuk dinamika klasik, seperti gerak benda-benda makro, sampai teori partikel untuk mendeskripsikan dinamika materi elementer. Bahkan, World Wide Web pun dilahirkan oleh peneliti laboratorium partikel dan nuklir Eropa CERN untuk mengakses hasil percobaan dari berbagai negara secara realtime.
Indonesia dengan program riset unggulan terpadu: mengaitkan riset dan industri ternyata malah berdampak memarjinalkan riset dasar di sisi lain. Tidaklah mengherankan bila penelitian fisika, matematika, ataupun astronomi tidak banyak mendapat tempat dalam dua dasawarsa terakhir.
Maka, karya ilmiah Terry dan Handoko menjadi signifikan karena berlangsung dalam keterbatasan. Selain susah mendapat dana, fasilitas laboratoriumnya juga serba sederhana. Mereka tidak patah semangat karena paham betul, penelitian ilmu dasar tidak hanya memuaskan keingintahuan, meletakkan dasar-dasar untuk temuan yang lebih aplikatif, tetapi yang terutama adalah mendorong manusia hingga ke batas kemampuannya, pushing to the limit.
âRiset Albert Einstein tentang relativitas yang menggemparkan itu juga tidak pernah bisa dimanfaatkan industri. Riset ini hanya ada di jurnal dan berakhir di perpustakaan,â kata Terry.
Mengkaji interaksi
Fisika energi tinggi adalah cabang ilmu fisika yang mengkaji interaksi antarmateri pada level materi elementer, yaitu materi pembentuk yang paling kecil. Interaksi tersebut bisa beraneka, interaksi lemah, kuat, elektromagnetik, ataupun gravitasi.
Sampai tahun 1960-an, pemahaman terhadap interaksi masih pada tingkat materi nuklir sehingga ilmunya disebut fisika nuklir. Inilah yang menjadi bidang keahlian Terry Mart, doktor yang lulus cum laude dari Universitat Mainz, Jerman.
Setelah tahun 1970-an, perkembangan pengetahuan fisika memasuki era materi yang lebih elementer, yaitu kuark dan lepton sebagai pembentuk materi nuklir. Disebut fisika partikel atau fisika energi tinggi, bidang ini digeluti LT Handoko, doktor lulusan Universitas Hiroshima, Jepang.
Ilmunya disebut fisika energi tinggi karena materi-materi elementer yang total ada 16, tidak ada di alam bebas. Oleh karena itu, untuk bisa mengobservasi secara eksperimen perlu menumbukkan dengan materi-materi nuklir yang bebas di alam dengan mesin akselerator pada energi yang sangat tinggi.
Karya Handoko dan kolega yang banyak dikutip membahas prediksi teoritik atas fenomena peluruhan meson B. Selain penting untuk mengecek teori fisika partikel standar yang ada, hasil tersebut penting untuk melihat kontribusi dari fisika-fisika baru.
Sementara itu, paper Terry Mart yang banyak dikutip ada dua. Paper pertama bercerita tentang bukti adanya partikel resonans yang belum ditemukan. Bersama mantan profesornya dari Jerman, Terry mengklaim telah menemukan partikel tersebut. Paper kedua bercerita tentang faktor bentuk hadronik yang merupakan manifestasi dari distribusi materi di dalam partikel.
Penuh perjuangan
Agar lebih banyak peneliti Indonesia yang bergaung internasional, Terry mengingatkan untuk meninjau ulang tujuan pendidikan dan penelitian di perguruan tinggi. âTidak sekadar mengubah paradigma bahwa hasil penelitian harus bisa dijual, tetapi juga mengembangkan iklim penelitian yang sehat,â katanya.
Handoko secara terpisah menambahkan, penelitian di Indonesia hanya akan berkembang bila semua pihak bekerja keras untuk meregenerasi peneliti muda dengan cara yang benar. âArtinya, menggiatkan riset riil di tataran terendah sekaligus mendorong para peneliti untuk memublikasikan hasilnya, baik dalam konferensi maupun jurnal ilmiah,â tuturnya.
Meski demikian, ia mensyaratkan jurnal harus diindeks secara internasional dan memiliki apa yang disebut digital object identifier sehingga bisa diakses komunitas global. Cara ini tidak hanya meningkatkan publikasi ilmiah peneliti Indonesia, tetapi diyakini bisa menekan kecenderungan plagiarisme yang kini marak.
Sebaiknya peneliti juga diwajibkan untuk mengirim paper-nya ke Pusat Dokumentasi Informasi Ilmiah LIPI. âKenyataan menunjukkan, skandal-skandal penjiplakan muncul akibat tidak adanya keterbukaan akses publik terhadap karya-karya tulis ilmiah,â ujar Handoko.
Adapun pemerintah berperan memfasilitasi insentif dan infrastruktur agar universitas dan lembaga riset bisa mengembangkan ilmu-ilmu dasar dan memunculkan banyak Terry Mart dan LT Handoko baru. (kmp/erw)
Published in
Kompas (Agnes Aristiarini, 28 April 2010)
Di tengah karut-marut bangsa ini, datang kabar gembira dari SLAC-SPIRES: karya ilmiah dua peneliti fisika Indonesia masuk dalam daftar 50 artikel fisika energi tinggi dunia yang paling banyak dikutip sepanjang tahun 2009.
Terima kasih kepada Terry Mart dari Departemen Fisika Universitas Indonesia dan Laksana Tri Handoko dari Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang bersinar dalam belantara kasus korupsi dan kekerasan hari-hari ini.
SLAC-SPIRES adalah unit basis data dari perpustakaan Stanford Linear Accelerator Center yang mengumpulkan data lebih dari 1 juta karya ilmiah di bidang fisika nuklir, fisika partikel, dan astrofisika. Data bersumber dari jurnal-jurnal ilmiah bergengsi dan preprint server yang dikelola Perpustakaan Universitas Cornell, AS. Ada sekitar 50.000 pengguna mengunjungi situs ini setiap harinya.
Besarnya data dan aktivitas di situs SLAC-SPIRES membuat pengelola dapat mengolah data yang ada, termasuk mengumpulkan jumlah kutipan. Karya ilmiah yang banyak dikutip berarti berperan penting atau paling tidak sedang aktual. Dengan demikian, daftar â2009 Top Cited: 50 Most Cited Articles in High Energy Physicsâ sekaligus menyeleksi para ilmuwan yang memimpin perkembangan ilmu di bidangnya masing-masing.
Munculnya karya Terry Mart dan LT Handoko dalam daftar di atas tentu sangatlah menggembirakan. Dengan jumlah peneliti fisika yang sangat sedikit, ternyata masih ada yang aktif di komunitas internasional dan menjadi unggulan. Apalagi, fisika termasuk yang tidak banyak mendapat dukungan, terutama finansial, baik dari lembaga maupun negara, karena paradigma yang sudah telanjur salah: penelitian harus menghasilkan produk yang dapat dijual.
Penelitian dasar
Padahal, penelitian yang bersifat aplikatif tidak akan berkembang bila tidak ada penelitian dasarnya. Kenyataan menunjukkan, semua teknologi modern berbasis teori fisika, mulai dari teori mekanika Newton untuk dinamika klasik, seperti gerak benda-benda makro, sampai teori partikel untuk mendeskripsikan dinamika materi elementer. Bahkan, World Wide Web pun dilahirkan oleh peneliti laboratorium partikel dan nuklir Eropa CERN untuk mengakses hasil percobaan dari berbagai negara secara realtime.
Indonesia dengan program riset unggulan terpadu: mengaitkan riset dan industri ternyata malah berdampak memarjinalkan riset dasar di sisi lain. Tidaklah mengherankan bila penelitian fisika, matematika, ataupun astronomi tidak banyak mendapat tempat dalam dua dasawarsa terakhir.
Maka, karya ilmiah Terry dan Handoko menjadi signifikan karena berlangsung dalam keterbatasan. Selain susah mendapat dana, fasilitas laboratoriumnya juga serba sederhana. Mereka tidak patah semangat karena paham betul, penelitian ilmu dasar tidak hanya memuaskan keingintahuan, meletakkan dasar-dasar untuk temuan yang lebih aplikatif, tetapi yang terutama adalah mendorong manusia hingga ke batas kemampuannya, pushing to the limit.
âRiset Albert Einstein tentang relativitas yang menggemparkan itu juga tidak pernah bisa dimanfaatkan industri. Riset ini hanya ada di jurnal dan berakhir di perpustakaan,â kata Terry.
Mengkaji interaksi
Fisika energi tinggi adalah cabang ilmu fisika yang mengkaji interaksi antarmateri pada level materi elementer, yaitu materi pembentuk yang paling kecil. Interaksi tersebut bisa beraneka, interaksi lemah, kuat, elektromagnetik, ataupun gravitasi.
Sampai tahun 1960-an, pemahaman terhadap interaksi masih pada tingkat materi nuklir sehingga ilmunya disebut fisika nuklir. Inilah yang menjadi bidang keahlian Terry Mart, doktor yang lulus cum laude dari Universitat Mainz, Jerman.
Setelah tahun 1970-an, perkembangan pengetahuan fisika memasuki era materi yang lebih elementer, yaitu kuark dan lepton sebagai pembentuk materi nuklir. Disebut fisika partikel atau fisika energi tinggi, bidang ini digeluti LT Handoko, doktor lulusan Universitas Hiroshima, Jepang.
Ilmunya disebut fisika energi tinggi karena materi-materi elementer yang total ada 16, tidak ada di alam bebas. Oleh karena itu, untuk bisa mengobservasi secara eksperimen perlu menumbukkan dengan materi-materi nuklir yang bebas di alam dengan mesin akselerator pada energi yang sangat tinggi.
Karya Handoko dan kolega yang banyak dikutip membahas prediksi teoritik atas fenomena peluruhan meson B. Selain penting untuk mengecek teori fisika partikel standar yang ada, hasil tersebut penting untuk melihat kontribusi dari fisika-fisika baru.
Sementara itu, paper Terry Mart yang banyak dikutip ada dua. Paper pertama bercerita tentang bukti adanya partikel resonans yang belum ditemukan. Bersama mantan profesornya dari Jerman, Terry mengklaim telah menemukan partikel tersebut. Paper kedua bercerita tentang faktor bentuk hadronik yang merupakan manifestasi dari distribusi materi di dalam partikel.
Penuh perjuangan
Agar lebih banyak peneliti Indonesia yang bergaung internasional, Terry mengingatkan untuk meninjau ulang tujuan pendidikan dan penelitian di perguruan tinggi. âTidak sekadar mengubah paradigma bahwa hasil penelitian harus bisa dijual, tetapi juga mengembangkan iklim penelitian yang sehat,â katanya.
Handoko secara terpisah menambahkan, penelitian di Indonesia hanya akan berkembang bila semua pihak bekerja keras untuk meregenerasi peneliti muda dengan cara yang benar. âArtinya, menggiatkan riset riil di tataran terendah sekaligus mendorong para peneliti untuk memublikasikan hasilnya, baik dalam konferensi maupun jurnal ilmiah,â tuturnya.
Meski demikian, ia mensyaratkan jurnal harus diindeks secara internasional dan memiliki apa yang disebut digital object identifier sehingga bisa diakses komunitas global. Cara ini tidak hanya meningkatkan publikasi ilmiah peneliti Indonesia, tetapi diyakini bisa menekan kecenderungan plagiarisme yang kini marak.
Sebaiknya peneliti juga diwajibkan untuk mengirim paper-nya ke Pusat Dokumentasi Informasi Ilmiah LIPI. âKenyataan menunjukkan, skandal-skandal penjiplakan muncul akibat tidak adanya keterbukaan akses publik terhadap karya-karya tulis ilmiah,â ujar Handoko.
Adapun pemerintah berperan memfasilitasi insentif dan infrastruktur agar universitas dan lembaga riset bisa mengembangkan ilmu-ilmu dasar dan memunculkan banyak Terry Mart dan LT Handoko baru.
Published in
QBHeadlines (24 April 2010)
Kompor Briket Nyala Besar-Kecil
Tungku tradisional umumnya menggunakan kayu sebagai bahan bakar. Di samping memerlukan tempat yang luas dan sangat boros bahan bakar, asap yang dihasilkan berpotensi menimbulkan gangguan pernafasan. Selain itu, kayu bakar semakin sulit diperoleh.
Kompor ini dilengkapi dengan sistem preheating dan regulator. Kompor biomass ini menggunakan biomass padat sebagai bahan bakar seperrti potongan ranting, kayu bekas, briket dari sampah organik, dan limbah pertanian. Untuk meningkatkan efisiensi, udara sebelum digunakan membakar biomass harus mendapatkan pemanasan pendahuluan/preheating. Hasilnya, nyala api yang dihasilkan lebih bersih, pembakaran lebih sempurna sehingga bahan bakar yang diperlukan jauh berkurang. Nyala api juga dapat dibesarkan dan dikecilkan dengan mengatur aliran udara yang masuk. Alat ini dikembangkan oleh DR. Muhammad Nurhuda.
eCare, Solusi Hemat untuk Berkomunikasi
Seiring dengan semakin pesatnya jumlah pemakai selular di Indonesia, kebiasaan untuk menghubungi ke handphone semakin diminati dibandingkan ke fixed phone yang ada di meja kantor/rumah. Satu hal yang tidak bisa dihindari, adalah adanya beban biaya interkoneksi dari fixed phone ke jaringan selular.
eCare sebagai fixed to mobile/wireless terminal (FWT) mampu memberikan solusi yang murah untuk berkomunikasi terutama ketika menghubungi handphone atau selular. eCare dilengkapi 3 slot GSM dan 1 custom channel yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Dengan memasang SIM-card operator GSM/CDMA yang berbeda, pengguna tentunya akan memperoleh tarif telepon yang murah untuk tujuan operator yang sama. eCare dikembangkan oleh Mahshil dan Mohammad Reza Khan.
Robolay: Pembasmi Bangkai Layang-layang
Sampah layangan dan benangnya yang tersangkut di jaringan listrik PLN selain merusak keindahan, juga menjadi penyebab terjadinya gangguan pada distribusi tenaga listrik. Robolay (Robot Layangan) diciptakan untuk membersihkan sampah yang tersangkut di jaringan listrik bertegangan tinggi dalam kondisi tidak bertegangan. Pemeliharaan secara berkala dapat meminimalisir interupsi layanan listrik bagi masyarakat.
Robolay dioperasikan dari jarak jauh, menggunakan radio dan mengandalkan mata kamera Robolay untuk memeriksa kondisi kawat jaringan listrik, lalu direkam. Robolay dikembangkan oleh Iwan Gunawan, Suhada Bin Hamid, Komar, Carya, Iwa Hermawan, Dedi Ruswandi dan Wanan.
"Jaringan Otak yang Perkasa"
Penggunaan computer untuk melakukan penghitungan pada penelitian lebih lanjut sangat dibutuhkan oleh peneliti. Perhitungan yang dilakukan biasanya sangat kompleks dan berjumlah sangat banyak sehingga dibutuhkan komputer dengan banyak prosesor (multiprocessor) untuk melakukannya dengan lebih cepat.
Akses ke komputer multiprocessor juga tersedia di beberapa institusi penelitian terkemuka di dengan akses terbatas, sehingga utilitasnya relatif tidak tinggi dan biaya pemeliharaannya juga tinggi. Akses bagi publik dengan sistem web memungkinkan akses dari internet. Menggunakan sistem arsitektur yang mutakhir, memungkinkan klaster yang ada dipecah menjadi sub-klaster independen dengan lingkungan terpisah dan tidak saling mengganggu. Inovasi ini dikembangkan oleh LT Handoko, Zaenal Akbar, Imam Firmansyah, dan Bambang Hermanto.
Hutan Jati Bongsor
Pohon jati butuh waktu bertahun-tahun sebelum dapat diproses secara ekonomis. Pohon jati yang tumbuh liar semakin sedikit jumlahnya dan sulit diperoleh. JAPRO, adalah konsep silvikultur intensif dalam pengelolaan pohon jati, yaitu dengan menggunakan klon jati unggul, persiapan lahan yang baik, pemupukan, penanaman tepat waktu dan pengendalian hama dan penyakit (silvikultur intensif).
Hutan jati prospektif (JAPRO) ditaksir mampu menghasilkan kayu sebanyak 200-300 m3/ha pada umur pohon 20 tahun, dibandingkan dengan 100-120 m3/ha pada umur pohon 60 tahun yang terjadi secara alami. Inovasi ini dikembangkan oleh Mohammad Naiem.
Air Minum Ekonomis dari Air Laut
Seperti pada proses destilasi, teknologi reverse osmosis memungkinkan air asin diolah menjadi air tawar. Teknologi ini menggunakan teknologi water treatment secara fisika dan kimia yang terdiri dari 1) pemisahan zat besi dan mangan dengan penambahan KMnO4; 2) penyaringan dengan filter pasir (memisahkan kotoran kasar), filter mangan zeolit (memisahkan sisa mangan dan besi) dan filter karbon aktif (memisahkan warna dan bau); 3) proses desalinasi dengan membran RO.
Dengan konsumsi energi yang sangat rendah, air hasil olahan sudah dapat langsung diminum. Untuk kapasitas 10.000 liter per hari, hanya dibutuhkan energi listrik kurang lebih 5,5 KVA. Keunggulan alat ini adalah sangat cocok digunakan di wilayah sulit sumber air tawar, seperti daerah pesisir dan pulau-pulau kecil. Biaya produksi air siap diminum dengan proses reverse osmosis jauh lebih murah, yaitu sekitar Rp 1500 per galon (20 liter). Pengoperasian relatif mudah, dilakukan pada suhu kamar, dan kapasitas mudah diperbesar. Alat ini dikembangkan oleh Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
Pawang Geni, Alat Pemadam Api Sederhana
Pada beberapa kasus kebakaran, baik di kota besar maupun kecil, akses ke air pemadam menjadi masalah. Selain itu, penyiraman air ke lokasi kebakaran dilakukan oleh masyarakat dengan menggunakan ember yang jangkauannya sangat terbatas. Lokasi pemadaman sendiri menjadi masalah bagi akses kendaraan pemadam yang ukurannya besar.
Pawang geni dibuat berdasarkan kondisi tersebut. Pada dasarnya alat ini berupa alat pemadam kebakaran yang terdiri dari water reservoir/drum penampung air kapasitas 200 liter, pompa air aksi ganda untuk menyedot air dari reservoir dan fire hose/selang air. Solusi pawang geni diharapkan menjawab masalah penyemprotan air swadaya untuk kebakaran. Alat ini dikembangkan oleh Sri Utomo.
Api Biru dari Sampah Organik
Sampah menjadi masalah bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, apalagi sampah pasar yang jumlahnya banyak. Teknologi yang bias mengolah dan memanfaatkan sampah sangat diperlukan. Seiring dengan itu, pembuatan bioethanol membutuhkan limbah pasar segar seperti sayuran dan buah segar yang dibuang dan dikumpulkan menjadi satu. Sampah kemudian dihancurkan dengan mesin giling sehingga dihasilkan cairan sampah organic yang kemudian difermentasikan selama 7 hari.
Pemanasan dan penyulingan model baru menggunakan pipa spiral pada suhu 80-90 derajat celcius akan menghasilkan bioethanol dengan kadar 70-80%. Bioethanol ini dapat langsung digunakan sebagai pengganti minyak tanah berkalori tinggi sepanas gas elpiji atau di pabrik limun, atau sebagai sauce di pabrik rokok, dan lain-lain. Inovasi ini dikembangkan oleh Soelaiman Budi Sunarto SH, MM, MBA.
Alat Pengukur Tingkat Kesegaran Udang/Ikank
Kesegaran adalah parameter untuk membedakan kualitas ikan. Pada umumnya, kesegaran dideteksi dari tampak dan bau. Alat pengukur tingkat kesegaran ikan dapat bekerja secara otomatis dengan metode akustik frekuensi tinggi (ultrasonik) berbasis kontroler mikro. Metode yang digunakan bersifat tidak merusak, tidak secara langsung menyentuh ikan, dan praktis penerapannya.
Terdapat bank data untuk masing-masing spesies ikan yang diukur tingkat kesegarannya untuk menentukan indeks kesegaran ikan. Keunggulan inovasi ini adalah nilai pengujian tingkat kesegaran ikan bersifat objektif dan konsisten, tidak merusak objek, tidak menyebabkan efek samping dan praktis dilakukan siapa saja. Alat ini dikembangkan oleh Prof. Dr. Indra Jaya, Msc dan Ayi Rahmat, Spi., Msi.
Alat Pancing Gurita Elektronikk
Menangkap gurita dengan cara trandisional menggunakan tombak butuh keahlian menyelam, merusak hasil tangkapan, dan merusak karang tempat persembunyian gurita. ACAH (Atraktor Cephalopoda Harian) adalah alat pacing gurita berbentuk pancing dengan umpan yang terbuat dari bahan-bahan buatan dengan motif berbagai warna. Alat ini dilengkapi dengan sinyal berfrekuensi rendah (subsonik) sebagai atraktor (penarik) gurita.
Dengan ACAH, hasil tangkapan bisa lebih banyak dan kondisi daging gurita tidak rusak. Alat ini dikembangkan oleh Agus Cahyadi dari Pusat Riset Teknologi Kelautan DKP.
Kompor Gastrik
Kompor gastrik bisa mengatasi masalah keterbatasan bahan bakar fosil. Kompor ini menghadirkan metode baru proses pembakaran dengan energi listrik menggunakan sistem konverter AC-DC yang didukung dengan bahan bakar non-fosil yang diekstrak dari tumbuh-tumbuhan.
Proses konversi bahan bakar cair ke gas dilakukan dengan sistem penguapan melalui pemanasan pipa penyalur dengan suhu tertentu, dibantu dengan kipas pendorong sehingga diperoleh gas bertekanan yang menghasilkan nyala api biru layaknya kompor gas. Kompor gastrik dikembangkan oleh Wahono Handoko, Randy Ariaputra, dan Herrison.
Smart Mass Transit System (SMTS)
SMTS merupakan solusi sistem tiket berbasis smartcard untuk diaplikasikan di bidang transportasi. Hardware yang digunakan untuk SMTS 70% dirancang dan diproduksi di dalam negeri. Sementara softwarenya dikembangkan dengan teknologi open source.
Kartu ini diamankan menggunakan proteksi double encryption dengan algoritam TEA. Struktur datanya dirancang ringkas untuk meminimalisir kebutuhan memori kartu. Perangkat ini terdiri dari gate access, backup reader, point of sales, kartu, dan data communication (GPRS). SMTS dikembangkan oleh PT Gamatechno Indonesia.
Published in
Biskom (Prakoso Bhairawa Putera, March 2010)
Suatu terobosan baru dalam bidang telematika kembali hadir diawal tahun 2010 ini. Pertama di Indonesia, blog sivitas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang beralamat http://blog.sivitas.lipi.go.id telah tercatat secara resmi dengan ISSN 2086-5252. ISSN atau yang dikenal dengan International Standard of Serial Number merupakan tanda pengenal unik setiap terbitan berkala yang berlaku global.
ISSN diberikan oleh ISDS (International Serial Data System) yang berkedudukan di Paris, Perancis. ISSN diadopsi sebagai implementasi ISO-3297 di tahun 1975 oleh Subkomite no. 9 dari Komite Teknik no. 46 dari ISO (TC 46/SC 9). ISDS mendelegasikan pemberian ISSN baik secara regional maupun nasional. Untuk regional Asia dipusatkan di Thai National Library, Bangkok, Thailand. PDII LIPI merupakan satu-satunya ISSN National Centre untuk Indonesia (http://issn.pdii.lipi.go.id, diakses 22 Februari 2010, pk 11.30 WIB).
Kemunculan blog ber-ISSN merupakah langka baru dalam dunia telematika Indonesia. LT Handoko sebagai penggagas blog sivitas LIPI dalam blognya (http://blog.sivitas.lipi.go.id/laks002/, 2010) mengungkapkan bahwa kehadiran ISSN blog karena blog merupakan media online murni yang hakekatnya serupa dengan terbitan berkala konvensional, baik dari sisi nama dan media yang permanen, keterberkalaan (keteraturan pembaruan konten) dan keragaman penulis. Sebaliknya, justru seluruh media, yang online murni sekalipun, seharusnya memiliki registrasi ISSN.
Penerapan di Negara Lain
Nomor seri untuk blog sebenarnya bukan hal baru bagi beberapa negara di dunia. Setidaknya ada lima negara yang telah menerapkan kebijakan penomoran bagi setiap blog yang diterbitkan baik secara personal maupun secara berkelompok. Setidaknya sudah lima negara yang memberikan penomoran bagi setiap blog, yaitu; Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Belanda, dan negara tetanggak kita Australia. Bahkan Spanyol pun telah mengeluarkan kebijakan serupa dengan nama Internet Blog Serial Number (IBSN). IBSN hadir sejak 2 Februari 2006 silam, kebijakan ini diambil sebagai bentuk jawaban pemerintah tentang maraknya penyalahgunaan blog. IBSN pada prinsipnya sama dengan pemberian ISSN atau ISBN pada terbitan buku, majalah atau yang lainnya.
Di beberapa negara seperti Canada dan Amerika Serikat kebijakan penomoran untuk blog didasarkan pada pertimbangan bahwa weblog/blog dianggap sebagai terbitan berkala (serial). Kanada sendiri dalam Joe Clark (2009) menjelaskan bahwa terbiatan âserialâ adalah publikasi dalam media apapun, yang dikeluarkan secara berturut-turut dan dimaksudkan untuk dilanjutkan tanpa batas. Definisi ini termasuk majalah, koran, Annuals (laporan, buku tahunan, direktori, dll), jurnal, memoar, gugatan, transaksi masyarakat, seri monografi, dan terbitan bernomor seri. Lebih lanjut Clark mengatakan serial tidak harus dicetak. Sehingga serial elektronik memenuhi syarat seperti itu.
Tidak jauh berbeda dengan Kanada, Amerika Serikat secara terperinci memberikan dukungan untuk penomoran pada weblog/blog. Penomoran ini diberikan dengan kriteria yang sama untuk menentukan apakah terbitan berkala yang ada berhak untuk mendapatkan ISSN. Kreteria ini berlaku untuk publikasi elektronik dan cetak. Khusus terbitan elektronik - terutama yang tersedia secara online, seperti di internet ataupun weblog - kriteria yang paling penting adalah bahwa publikasi harus dibagi menjadi bagian-bagian, dapat diidentifikasi, dll.
Weblog yang dimaksudkan juga memenuhi lima (5) kriteria, yaitu; pertama - weblog merupakan lembaran (layar) publikasi di media tertentu (elektronik), kedua - numerik dan kronologis. Maksudnya setiap blog sudah barang tentu memiliki identitas posting dan sebagainya yang kesemuanya, sebagai contoh URL posting blog, ketiga - weblog selalu berkelanjutan atau terus menerus diterbitkan, keempat - format weblog memberikan ruang untuk mengetahui masa lalu, sekarang dan masa depan, dan kelima - isi blog dapat dicirikan sebagai direktori (link), seri atau pun memoar.
Manfaat ISSN Blog di Indonesia
ISSN blog di Indonesia dapat memberi manfaat besar dalam tingkat literasi. Senada dengan LT Handoko (2010) bahwa ISSN blog penting untuk menjaga kepemilikan atas ânama mediaâ serta memberikan kontribusi nyata bagi eksistensi Indonesia sebagai negara dengan tingkat peradaban modern, dimana salah satu indikatornya adalah tingkat literasi termasuk aneka publikasi media.
Kebijakan penomoran semacam ini memang menimbulkan pro dan kontra di beberapa negara, pihak yang kontra memandang penomoran hanya itu membatasi kepemilikan blog, namun jika dipandang dari sisi pro, penomoran blog memberikan legitimasi terhadap kepemilikan blog dan posting sebagai bentuk kekayaan intelektual perseorangan. Dengan ISSN ataupun nama sejenis lainnya, blog kita telah memenuhi syarat sebagai terbitan berkala dan satu kategori dengan Stern dan New Yorker.
Bukan hanya itu penomoran blog juga memberikan indeksasi terhadap blog-blog yang ada sehingga secara internasional bisa dikenali. Indeksasi tersebut menjadikan blog kita masuk dalam database publikasi internasional, dan tidak menutup kemungkinan seorang pembaca ataupun pustakawan dari belahan dunia lain menemukan weblog kita dari ISSN database.
Tidak salah jika komunitas-komunitas atau penyedia layanan blog seperti kompasiana ataupun yang lainnya untuk bergabung dengan memiliki ISSN.
Published in
Intel Indonesia (4 March 2010)
Indonesia akan berpartisipasi dalam Intel Internasional Science and Engineering fair (Intel ISEF) 2010 di San Jose, USA, 9 %Gâ%@ 14 Mei 2010. 5 siswa pemenang Lomba Karya Ilimiah Remaja (LKIR) 2009 telah dipilih sebagai wakil Indonesia untuk bersaing dengan 1500 siswa lain dari 50 negara.
Intel Indonesia Corp dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengadakan Worshop tentang Intel ISEF pada tanggal 4 Maret 2010 bertempat di Ruang Seminar Besar Widiagraha LIPI.
Workshop ini ditujukan untuk mendapatkan informasi lengkap mengenai Intel ISEF sehingga dapat membantu persiapan delegasi Indonesia, selain itu juga informasi mengenai perkembangan kompetisi science di negara lain. Untuk itu Intel Indonesia mengundang pembicara dari Phillipina, Mr. Engr. Liberato Ramos, sebagai nara sumber utama. Workshop dibuka oleh Kepala Biro Kerjasama LIPI, Bpk. Deddy Setiapermana, yang memberikan info mengenai rencana LIPI dalam mengembangkan LKIR, dilanjutkan dengan sambutan dari Education Program Manager Intel Indonesia, Bpk. Brimy Laksmana.
Workshop ini dihadiri oleh anggota SRC (Scientific Review Committe) LKIR, para juri LKIR, guru, peneliti dan staf LIPI serta beberapa sponsor LKIR.
Sukses untuk Tim Indonesia !
Published in
fisik@net (L.T. Handoko, 8 February 2010)
Secara kasat mata, dan umumnya awam memandang, benda (materi) bisa dibedakan menjadi 3 jenis : padat, cair dan gas. Pandangan ini jelas tidak salah dan merupakan salah satu hukum fisika paling dasar yang telah dikenal sejak awal peradaban manusia.
Tetapi tahukah Anda bahwa hukum-hukum fisika yang dipakai untuk menjelaskan aneka fenomena, khususnya yang berskala makro, dari ketiga jenis materi diatas adalah sama. Ketiganya dijelaskan dan direpresentasikan memakai hukum mekanika klasik Newton ! Secara fisika ini berarti ketiga jenis materi diatas bukan merupakan materi elementer, alias pada hakekatnya merupakan materi yang sama...
Pembedaan pada ketiga jenis benda diatas hanya pada jenis gaya yang bekerja pada masing-masing jenis sesuai skala fisika yang mendasari fenomena yang dikaji. Misal, untuk fenomena benda cair dalam kapiler dikenakan gaya viskositas dan tekanan sehingga diperoleh persamaan gerak Navier-Stokes. Untuk benda padat yang jatuh bebas, gaya yang bekerja didominasi oleh gravitasi bumi sehingga diperoleh persamaan gerak gravitas dan seterusnya. Demikian juga dengan aneka fenomena terkait aliran udara makro, iklim dan sebagainya yang sebagian besar dikaji dengan memakai gaya-gaya fluida. Karena secara kasat mata, dinamika aliran udara bisa dianggap sama dengan aliran cairan.
Tetapi fokus utama tulisan ini bukan membahas gaya-gaya klasik dan aneka persamaan gerak yang muncul di aneka fenomena makroskopik seperti diatas. Tulisan ini akan mengungkap "kemungkinan" penjelasan "fenomena fluida" di level mendekati partikel elementer yang dikenal sebagai quark-gluon-plasma (QGP) memakai teori partikel elementer berbasis interaksi materi elementer "padat".
Fenomena partikel jumlah banyak sebagai dinamika fluida
Seringkali awam menganggap kemampuan manusia menciptakan teori untuk menjelaskan fenomena alam sudah sangat maju, terlebih dengan aneka terobosan teknologi aplikatif yang telah dinikmati dan menjadi ikon peradaban manusia modern dewasa ini. Tetapi yang terjadi sebenarnya adalah seluruh teknologi aplikatif yang ada merupakan efek pencapaian teori sampai awal abad XX, alias sebelum era Einstein ! Teknologi yang dikembangkan masih berkutat seputar aplikasi teori mekanika klasik Newton (untuk semua teknologi mekanis) dan teori Maxwell (untuk teknologi elektronik). Itulah sebabnya era teknologi saat ini disebut sebagai "elektron"-ika, karena semuanya berbasis aliran elektron yang merupakan dasar dari teori Maxwell untuk menjelaskan gaya listrik dan magnet (elektromagnetik).
Kembali ke masalah QGP, QGP merupakan fenomena dimana tumbukan dari dua hadron yang dipercepat menghasilkan suatu keadaan fisis yang disebut plasma sebelum menjadi hadron lain yang bisa diobservasi eksperimen. Fenomena ini terjadi di semua tumbukan partikel, tetapi selama ini tidak terlihat karena keterbatasan kemampuan detektor. Detektor modern dengan resolusi waktu yang tinggi memungkinkan manusia untuk "memotret" fenomena yang terjadi segera setelah hadron bertumbukan namun sebelum menghasilkan partikel hadron akhir. Eksperimen tercanggih untuk melihat fenomena ini dilakukan oleh kolaborasi ALICE di LHC CERN (lihat tulisan dengan judul Large Hadron Collider - LHC : Awal dari sebuah Akhir ?).
Berlawanan dengan kemajuan eksperimen, penjelasan teoritis untuk QGP masih sangat prematur. Secara garis besar ada 2 penjelasan umum, yaitu yang berdasarkan teori fluida relativistik (seperti mekanika fluida klasik tetapi memiliki sifat relativistik), serta kalkulasi berbasis QCD (quantum chromodynamics / teori gaya kuat). Karena produksi plasma merupakan hasil interaksi kuat (antar hadron), maka dipercaya interaksi yang dominan adalah interaksi kuat dengan mediasi partikel gluon. Tetapi karena plasma berisi banyak partikel gluon dan kuark, tidak bisa dilakukan kalkulasi standar di fisika partikel. Untuk itu dilakukan kalkulasi secara numerik dengan lattice QCD.
Dilain pihak, pendekatan ala dinamika fluida dimotivasi oleh kondisi plasma yang berupa campuran gluon dan kuark yang membentuk "awan" seperti layaknya fluida. Meski pendekatan ini lebih mudah dikalkulasi, secara teori kurang "menjual" karena bersifat ad-hoc, yaitu sekedar menjelaskan fenomena eksperimen dan bukan menjelaskan "apa dan mengapa" hal tersebut terjadi...
Untuk itulah grup kami melakukan kajian diantara kedua "mashab" diatas. Pendekatan kami adalah memulai semuanya dari teori interaksi kuat berbasis QCD. Karena QCD bersama dengan teori Glashow-Weinberg-Salam, disebut Model Standar, telah diverifikasi kebenarannya melalui ribuan eksperimen fisika partikel selama 6 dekade terakhir. Tetapi jelas QCD tidak dapat begitu saja dipakai akibat jumlah partikel berinteraksi yang sangat besar. Sebagai gambaran, kalkulasi analitik yang bisa dilakukan umumnya hanya mencakup 3 atau 4 partikel saja, sedangkan di dalam sebuah sistem QGP bisa meliputi 103 sampai 104 partikel baik gluon maupun kuark dan anti-kuark !
Pendekatan kedua adalah, dari teori QCD yang direpresentasikan dalam bentuk lagrangian seperti gambar diatas, kami membangun teori efektif fluida relativistik. Karena lagrangian di fisika partikel selalu relativistik, kami cukup mencari persamaan gerak relaivistik dari lagrangian tersebut. Setelah melakukan kajian selama lebih kurang 3 tahun (!!!), kami menemukan bahwa teori efektif tersebut bisa dicapai dengan mengganti bentuk vektor polarisasi εΌa di dalam gluon GΌa menjadi kecepatan 4 dimensi vΌa. Kecepatan disini menunjukkan kecepatan "partikel fluida" pembentuk fluida yang sebenarnya. Dengan kata lain teori ini menginterpretasikan fluida elementer dalam bentuk partikel boson.
Mengapa kesimpulan diatas bisa diambil ? Seperti bisa dibaca di publikasi yang telah diterbitkan tahun lalu [1], dari lagrangian diatas bisa dibentuk persamaan gerak relativistik, yang apabila diambil batas non-relativistik (kecepatannya jauh lebih kecil dari kecepatan cahaya), persamaan gerak tersebut mereproduksi persamaan Euler untuk fluida klasik ! Entah ini kebetulan ataukah memang demikian hukum alam yang berlaku, kita tunggu konfirmasi dari eksperimen...;-).
Cerita dibalik ide
Detail cerita dan kesimpulan diatas mungkin menarik dan cukup kontroversial untuk para pelaku penelitian di bidang ini. Tetapi untuk awam mungkin sama sekali tidak ada artinya...;-(. Mungkin yang lebih menarik bagi awam adalah mengapa grup kami mulai melakukan dan sampai pada hasil seperti diatas, terlebih mengingat saya yang fisikawan partikel murni dilain pihak Sulaiman yang berkutat dengan pemodelan laut...
Semuanya bermula saat Sulaiman yang peneliti di TISDA BPPT dan lulusan Jurusan GM ITB datang ke lab saya dan meminta saya menjadi pembimbing S2 di awal 2004 saat dia baru masuk menjadi mahasiswa S2 di Fisika UI. Mengingat latar-belakang dan minat Sulaiman yang lebih ke arah dinamika fluida, tentu saja saya cenderung menolak permintaannya. Tetapi rupanya Sulaiman berbeda dengan umumnya mahasiswa berbasis simulasi numerik, yang bersangkutan sangat tertarik dengan aspek teori dan selama di ITB mengikuti hampir semua kuliah fisika teori di Jurusan Fisika !
Catatan : Sulaiman sebenarnya pernah menjadi tenaga honorer peneliti di P2 Fisika LIPI di Bandung sesaat setelah lulus kuliah. Namun akibat tidak diangkat menjadi PNS sampai lebih kurang 2 tahun, akhirnya dia pindah ke BPPT...
Dengan segala kebimbangan dan keraguan akhirnya saya menerima Sulaiman sebagai mahasiswa. Seperti perlakuan ke mahasiswa lain, mereka wajib melakukan seminar mingguan di Kampus UI Depok. Khusus untuk Sulaiman, saya mensyaratkan dia untuk "memberikan kuliah" mekanika fluida ke saya. Karena saya merasa tidak paham, selain dari dulu saya tidak berminat mendalami fluida, atau memang dari awal dulu tidak begitu mengerti juga... Karena saya hanya mengikuti kuliah mekanika fluida di Kumamoto selama 1 semester, itupun sudah sekitar tahun 1990-an... Akhirnya Sulaiman bertindak sebagai guru saya selama lebih kurang 3 bulan dan memberi kuliah intensif mekanika fluida. Saya memiliki impresi yang kuat atas kuliah tersebut, dan menikmati serta mengagumi bagaimana bagusnya Sulaiman memaparkan isinya.
Catatan : Belakangan saya baru menyadari bahwa di Pengantar tesis Sulaiman (Construction of Navier-Stokes Equation using Gauge Field Theory Approach) tertulis : "penulis terpaksa harus mengajar pembimbing mekanika fluida dari level dasar, tetapi 3 bulan setelahnya beliau sudah jauh lebih jago fluida daripada saya...dst".
Tetapi karena saya sudah telanjur terbentuk sebagai fisikawan partikel yang merepresentasikan teori dalam bentuk teori medan, saya merasa tidak nyaman dengan representasi fluida yang selalu berbasis persamaan gerak.
Akhirnya kami berdua sepakat untuk mencoba representasi teori fluida, khususnya yang relativistik, memakai teori medan. Cukup banyak try and error yang dilakukan sejak akhir tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 dimana grup fluida kami bertambah dengan kehadiran seorang mahasiswa S3 (T.P Djun) dan seorang S1 (A. Fajarudin). Selama kurun waktu 2005-2007 kami berdua mencoba mempublikasikan hasil sementara saat itu. Tetapi... tidak ada satupun yang berhasil menembus jurnal (internasional) ! Permasalahan utama adalah akibat minimnya pengetahuan dasar kami berdua di bidang yang lintas disiplin tersebut. Inilah pentingnya pengetahuan dasar akan komunitas dan keberadaan seorang senior dalam sebuah grup penelitian. Saya, meski sudah seharusnya menjadi senior, menjadi tidak berarti karena anak bawang di bidang tersebut...;-(.
Kebuntuan ini akhirnya terpecahkan setelah secara tidak sengaja dalam sebuah konferensi di luar negeri saya bertemu seorang ilmuwan eksperimentalis di bidang tumbukan ion berat yang tergabung dalam kolaborasi ALICE di LHC. Beliau dengan cepat langsung menukas bahwa model kami sangat relevan untuk kasus QGP. Masukan ini seolah memberi darah segar kepada saya waktu itu, dan langsung dalam bulan-bulan berikutnya kami mengubah strategi substansi dan penulisan paper kami ke arah penjelasan untuk QGP. Sebelumnya kami pernah mengarahkan ke mekanika fluida, yang tentu saja sama sekali tidak bisa dipahami oleh komunitas klasik. Juga ke arah kosmologi, tetapi saat itu masih terlalu prematur meski sebenarnya fenomena QGP sangat relevan di kosmologi.
Hikmah...
Apa hikmah di balik sejarah kecil ini ? Penelitian tidak selalu berjalan mulus dan lancar, terlebih bila Anda melakukan penelitian yang bersifat pionir dan bukan mengikuti tren global. Tetapi seyogyanya tanpa penelitian semacam ini, sejarah menunjukkan tidak akan ada terobosan. Meski tentu saja tidak semua hasil penelitian semacam ini akan berhasil menjadi salah satu pembentuk tren di masa depan.
Kesabaran dan keuletan diperlukan dalam sebuah penelitian. Saya sering melakukan penelitian yang bisa selesai menulis paper dan sekaligus diterbitkan dalam waktu kurang dari 3 bulan. Sebaliknya seperti cerita diatas, keberanian untuk "berjudi" dengan menghabiskan waktu 3 tahun tanpa publikasi adakalanya diperlukan. Seperti juga kehidupan dengan gelombang pasang surutnya, penelitian juga mengalami pasang surut. Disinilah perlunya spirit dasar bahwa kita melakukan penelitian sebagai bagian dari "kesenangan" dan "capaian hidup", lebih daripada sekedar untuk memiliki paper, atau apalagi hanya untuk mendapat kredit untuk kepangkatan.
Saat ini turunan dan aplikasi teori ini sedang kami aplikasikan untuk menghitung fenomenologi QGP, juga fenomena kosmologi seperti bintang neutron serta fenomena relativistik skala nano seperti dinamika DNA. Semoga semua bisa lancar terpublikasi dan tidak mengalami "babak-belur" seperti saat awal membangun teori ini. Akan saya laporkan kembali bila telah dipublikasikan...;-).
Referensi :