main article site » |
Published in
Sumbartoday (22 December 2017)
Redakatur Pelaksana media online sumbartoday.com Adi Prima, berhasil meraih juara dalam lomba penghargaan Anugerah Jurnalistik dan Literasi Sains LIPI 2017, beberapa waktu lalu.
Lomba yang diperuntukkan bagi wartawan, penulis, fotografer, hingga mahasiswa dan masyarakat umum di seluruh Indonesia, diprakarsai oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK), yang mengangkat tema “Kontribusi Ilmu Pengetahuan untuk Masa Depan Berkelanjutan ini, Adi Prima berhasil menjadi juara 3 dalam Kategori Fotografi.
Menurut Dr. Irwan Julianto, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Dr. Irwan Julianto, MPH selaku perwakilan dewan juri menjelaskan dalam laporannya bahwa hingga batas akhir lomba pada 10 November 2017 panitia menerima 299 artikel dari 82 wartawan dan 67 naskah dari 33 penulis umum di berbagai wilayah di Indonesia. Sedangkan untuk lomba fotografi tercatat mencapai 625 foto dari 87 fotografer.
“Untuk kategori wartawan disepakati naskah yang lolos seleksi awal sebanyak 40 naskah dan 16 naskah untuk kategori umum. Sementara untuk lomba fotografi ada 91 foto yang terseleksi,” papar Irwan dalam acara “Refleksi 50 Tahun LIPI serta Anugerah Jurnalistik dan Literasi Sains LIPI 2017” di Kantor Pusat LIPI, Jakarta, pada Selasa (19/12/2017).
Selain Irwan Julianto, Dewan Juri Anugerah Jurnalistik dan Literasi Sains LIPI 2017 adalah Dr. Siti Nuramaliati Prijono, Sekretaris Utama LIPI dan Dr. Laksana Tri Handoko, Deputi Ilmu Pengetahuan Bidang Teknik LIPI.
Dewan Juri Anugerah Jurnalistik dan Literasi Sains LIPI 2017 memutuskan Juara pertama kategori wartawan diraih oleh Riefza Vebriansyah dengan judul artikel: Tembang Cinta Para Pejantan (Majalah Trubus, edisi Mei 2017). Juara kedua Muhammad Awaluddin dengan judul artikel: Semalam Urai 500 Ton Sampah (Majalah Trubus, edisi Agustus 2017). Sementara juara ketiga diraih oleh Yopi Safari dengan artikel: Konservasi Ayam Lokal Lewat Bank Gen (Majalah Trobos Livestock, edisi November 2017).
Untuk kategori masyarakat umum, setelah mempertimbangkan berbagai hal, Dewan Juri memutuskan tidak ada juara satu dan dua. Juara ketiga diraih oleh Fitriana Hayyu Arifah dengan artikel berjudul: Aplikasi Kombinasi Teknologi Geomembran dan Heat Reservoir sebagai Upaya Swasembada Garam (Solo.tribunnews.com, tanggal 24 Oktober 2017).
Untuk Lomba Fotografi, Dewan lomba yang terdiri dari Dr. Ir. Bambang Setiadi (Ketua Dewan Riset Nasional), Itta Wijono (Fotografer Senior), serta Hendarwin M. Astro S.P. (Peneliti LIPI) memutuskan juara pertama diraih oleh Ayub dari Bali dengan foto berjudul Monitoring Kesehatan Terumbu Karang, Langkah Untuk Pengelolaan Kawasan Pariwisata.
Juara dua diraih oleh Fransiskus Parulian Simbolon (Jakarta) dengan foto berjudul Energi Terbarukan. Sementara juara tiga diraih oleh Adi Prima (Padang/sumbartoday.com) dengan foto berjudul Hujan Tidak Menghalangi Anak Mentawai Untuk Membaca.
Juara harapan 1 lomba fotografi diberikan kepada Dedi Suwidiantoro (Indramayu) dengan foto berjudul: Lumut Sutera Sebagai Pakan Alami. Serta juara harapan 2 diberikan kepada Boy Tri Harjanto (Surakarta) dengan judul foto Teknologi Traktor. (Red)
Published in
Technology Indonesia (20 December 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tahun ini berusia setengah abad, terus berupaya menumbuhkan budaya iptek di masyarakat luas. Salah satunya melalui pemberian apresiasi Anugerah Jurnalistik dan Literasi Sains LIPI 2017 kepada stakeholder dan masyarakat umum yang memberikan perhatian lebih terhadap perkembangan sains di Indonesia.
Anugerah Jurnalistik dan Literasi Sains LIPI dilaksanakan sejak September 2017 bekerjasama dengan Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK), dengan tema “Kontribusi Ilmu Pengetahuan untuk Masa Depan Berkelanjutan.” Lomba ini diperuntukkan bagi wartawan, penulis, fotografer, hingga mahasiswa dan masyarakat umum di seluruh Indonesia.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Dr. Irwan Julianto, MPH selaku perwakilan dewan juri dalam laporannya mengatakan, hingga batas akhir lomba pada 10 November 2017 panitia menerima 299 artikel dari 82 wartawan dan 67 naskah dari 33 penulis umum di berbagai wilayah di Indonesia. Sedangkan untuk lomba fotografi tercatat mencapai 625 foto dari 87 fotografer.
“Untuk kategori wartawan disepakati naskah yang lolos seleksi awal sebanyak 40 naskah dan 16 naskah untuk kategori umum. Sementara untuk lomba fotografi ada 91 foto yang terseleksi,” papar Irwan dalam acara “Refleksi 50 Tahun LIPI serta Anugerah Jurnalistik dan Literasi Sains LIPI 2017” di Kantor Pusat LIPI, Jakarta, pada Selasa (19/12/2017).
Selain Irwan Julianto, Dewan Juri Anugerah Jurnalistik dan Literasi Sains LIPI 2017 adalah Dr. Siti Nuramaliati Prijono, Sekretaris Utama LIPI dan Dr. Laksana Tri Handoko, Deputi Ilmu Pengetahuan Bidang Teknik LIPI.
Dewan Juri Anugerah Jurnalistik dan Literasi Sains LIPI 2017 memutuskan Juara pertama kategori wartawan diraih oleh Riefza Vebriansyah dengan judul artikel: Tembang Cinta Para Pejantan (Majalah Trubus, edisi Mei 2017). Juara kedua Muhammad Awaluddin dengan judul artikel: Semalam Urai 500 Ton Sampah (Majalah Trubus, edisi Agustus 2017). Sementara juara ketiga diraih oleh Yopi Safari dengan artikel: Konservasi Ayam Lokal Lewat Bank Gen (Majalah Trobos Livestock, edisi November 2017).
Untuk kategori masyarakat umum, setelah mempertimbangkan berbagai hal, Dewan Juri memutuskan tidak ada juara satu dan dua. Juara ketiga diraih oleh Fitriana Hayyu Arifah dengan artikel berjudul: Aplikasi Kombinasi Teknologi Geomembran dan Heat Reservoir sebagai Upaya Swasembada Garam (Solo.tribunnews.com, tanggal 24 Oktober 2017).
Untuk Lomba Fotografi, Dewan lomba yang terdiri dari Dr. Ir. Bambang Setiadi (Ketua Dewan Riset Nasional), Itta Wijono (Fotografer Senior), serta Hendarwin M. Astro S.P. (Peneliti LIPI) memutuskan juara pertama diraih oleh Ayub dari Bali dengan foto berjudul Monitoring Kesehatan Terumbu Karang, Langkah Untuk Pengelolaan Kawasan Pariwisata.
Juara dua diraih oleh Fransiskus Parulian Simbolon (Jakarta) dengan foto berjudul Energi Terbarukan. Sementara juara tiga diraih oleh Adi Prima (Padang) dengan foto berjudul Hujan Tidak Menghalangi Anak Mentawai Untuk Membaca.
Juara harapan 1 lomba fotografi diberikan kepada Dedi Suwidiantoro (Indramayu) dengan foto berjudul: Lumut Sutera Sebagai Pakan Alami. Serta juara harapan 2 diberikan kepada Boy Tri Harjanto (Surakarta) dengan judul foto Teknologi Traktor.
Published in
Akurat (Ahmad Muhajir, 14 November 2017)
Melalui teknologi Boron Neutron Capture Technology (BNCT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) tengah mengembangkan metode baru terapi kanker.
"Teknologi ini membunuh sel kanker lewat metode terapi radiasi dengan tangkapan neutron dari atom boron terendap di sel kanker sehingga tidak menimbulkan efek samping seperti kemoterapi," kata Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko, dilansir dari laman lipi.go.id.
Pembiayaan riset yang mendapat dukungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendikan Tinggi (Kemristekdikti) ini juga menggandeng BUMN PT. Barata Indonesia serta Universitas Gadjah Mada dan Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro dari unsur akademisi.
Menurut Handoko teknologi tersebut baru sedikit di dunia, sejauh ini hanya ada di dua rumah sakit di Jepang. Dan pengembangannya di Indonesia, agar bisa diproduksi dengan komponen lokal.
Riset metode BNCT saat ini, lanjutnya, masih dalam tahap pembuatan desain kolimator dengan material nikel. Komponen itu berupa sistem optis untuk mengarahkan sinar radiasi yang akan ditembakkan pada sel kanker.
"Pembuatan kolimator dilakukan di Balai Penelitian Teknologi Mineral LIPI di Tanjung Bintang, Lampung. Kolimator dibuat dengan material nikel murni kadar 90-95 persen," ujar Handoko.
Ketua Konsorsium Peneliti BNCT BATAN Yohannes Sardjono mengungkapkan terapi kanker dengan metode BNCT bisa dengan satu kali terapi.
"Biayanya diperkirakan Rp180 juta bagi tiap pasien, lebih murah dibandingkan biaya kemoterapi yang mencapai Rp350 juta setiap pasien," pungkas Yohannes.
Terkait pendanaan, Yohanes menyebutkan riset ini akan mendapat pendanaan dari Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) pada 2018. Diharapkan pada tahun 2020 sudah bisa dilakukan uji coba di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Inisiasi metode baru terapi kanker tadi merupakan salah satu bagian Pekan Teknologi Mineral 2017 yang berlangsung di Bandar Lampung mulai tanggal 7 hingga 17 November mendatang.
Pameran itu akan diisi dengan berbagai kegiatan pendukung seperti Lomba Cerdas Tangkas Mineral, Perkemahan Ilmiah Remaja Mineral, Lomba Essay, Lomba Animasi, Workshop Guru Bidang Studi Kimia, Focus Grup Discussion Organisasi Profesi Fungsional Peneliti se-Provinsi Lampung, juga Kunjungan Ilmiah.
Published in
Ristekdikti (28 November 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) tengah mengembangkan metode baru terapi kanker melalui teknologi Boron Neutron Capture Technology (BNCT). “Teknologi ini membunuh sel kanker saja lewat metode terapi radiasi dengan tangkapan neutron dari atom boron terendap di sel kanker, sehingga tidak menimbulkan efek samping seperti kemoterapi,” jelas Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko di Bandar Lampung.
Kanker adalah “tumor ganas” yang tumbuh akibat pembelahan sel yang tidak normal dan tidak terkontrol, proyeksi World Health Organization (WHO) pada tahun 2030 jumlah penderita kanker di Indonesia sangat tinggi dan pengobatannya hingga sampai saat ini belum terpenuhi secara kualitas dan kuantitas, namun penyakit ini telah menjadi monster menakutkan, menggeser posisi penyakit jantung, dan menduduki tingkat bahaya tertinggi di Indonesia. Sehingga para peneliti dan pakar di bidang penyakit ini berlomba mencari cara terbaik agar penyakit ini tidak tumbuh subur, baik dari segi pencegahan maupun tindakan.
Dari segi pencegahannya, telah banyak dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mencegah sekaligus menghindari terjangkitnya penyakit ini. Hasil identifikasi bahwa banyak makanan yang mengandung zat-zat pelindung yang bisa mengurangi kerusakan jaringan akibat radikal bebas atau berpotensi mengurangi pertumbuhan seperti antioksidan yang di dalamnya mengadung vitamin C dan E dari sayuran, fetoestrogen di produksi oleh tubuh berkaitan dengan protein dan serat, senyawa bioaktif yang terdapat dalam ekstract bawang putih, maupun makanan kaya karbohidrat dan protein. Sedangkan upaya tindakan telah banyak diciptakan berbagai obat pencegah kanker dan dan alat kesehatan lainnya.
Menurut Handoko teknologi ini baru sedikit di dunia dan baru ada di dua rumah sakit di Jepang. “Kami coba kembangkan di Indonesia supaya bisa diproduksi dengan komponen lokal,” jelasnya. Handoko melanjutkan riset metode BNCT saat ini masih dalam tahap pembuatan desain kolimator dengan material nikel. Komponen itu berupa sistem optis untuk mengarahkan sinar radiasi yang akan ditembakkan pada sel kanker. “Pembuatan kolimator dilakukan di Balai Penelitian Teknologi Mineral LIPI di Tanjung Bintang, Lampung. Kolimator dibuat dengan material nikel murni kadar 90-95 persen,” papar Handoko.
BNCT (Boron Neutron Capture Cancer Therapy) adalah salah satu metode terapi yang berbasis target, dapat menjangkau sampai sel akar kanker lokal. Ada empat keunggulan terapi BNCT yaitu: (1) Boron untuk batas tertentu bukan merupakan unsur yang toxic , (2) Boron hanya terdeposit di lokasi sel kanker yang teraktivasi oleh neutron, (3) Partikel alfa yang dipancarkan oleh Boron yang teraktivasi mempunyai jangkauan hanya dalam orde beberapa micro meter sehingga perusakan jaringan kanker bersifat lokal sehingga jaringan sehat tetap aman dan (4) Boron yang teraktivasi mempunyai umur paro beberapa nano detik sehingga dalam sekejab aktivitasnya nol.
Secara teknis, keberhasilan aplikasi terapi BNCT ditentukan oleh ketersediaan senyawa Boron dan sumber neutron. Dari hasil penelitian yang dikembangkan oleh para pakar dari Konsorsium di bidang ini, telah terpilih senyawa berbasis analog kurkumin sebagai carier untuk membawa Boron ke sel kanker. Senyawa tersebut berupa mitokimia yang telah diketahui berpotensi sebagai senyawa antikanker terutama kanker payudara yang dapat mengenali target secara spesifik. Sedang sebagai sumber energi untuk mematikan penyakit kanker adalah neutron dari Accellerator Driven Compact Neutron Generator (CNG) yang sudah proven dan lebih fleksibel digunakan di rumah sakit. Di tahap penelitian, sementara digunakan fasilitas reaktor Nuklir (Reaktor Kartini) di Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan secara paralel dikembangkan komponen kandungan lokal sebagai penyusun CNG. Dari hasil penelitian tersebut telah ditemukan produk peralatan yang sangat memuaskan.
Secara terpisah Ir. Agus Puji Prasetyono, Staf Ahli Menristekdikti menyampaikan bahwa Terapi kanker ini memiliki tingkat generasi teknologi sangat modern dengan memadukan cyclotron sebagai sumber neutron dengan senyawa boron carrying pharmaceuticals. “Keberhasilan pengembangan BNCT ini telah mengangkat beberapa negara maju seperti Jepang, Taiwan, Amerika, dan beberapa negara di Eropa dalam pengembangan obat kanker.” Ujar Agus. Hal ini mendorong beberapa peneliti di Indonesia untuk berkomitmen dalam mengembangkan BNCT di Indonesia. Tahun 2014 telah terbentuk tim konsorsium Sistem Inovasi Nasional oleh Kementerian Riset dan Teknologi dengan judul “Pengembangan Teknologi Dan Aplikasi Boron Neutron Capture Cancer Therapy dengan Compact Neutron Generator”.
Mengingat kanker adalah pembunuh umat manusia nomor dua setelah jantung dan untuk terapinya hingga sampai saat ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut baik kapasitas dan kualitasnya, maka kehadiran teknologi BNCT di Indonesia akan melengkapi sarana penunjang medik terapi kanker dengan kelebihan antara lain bersifat “cell targeting”, yang berarti hanya sel kanker yang akan mati sedangkan sel yang sehat tetap aman. Semoga dengan BNCT dapat mengantarkan para ilmuwan di berbagai bidang kompetensi seperti Fisika, Farmasi, Kedokteran, Kimia Radiasi, Biologi Radiasi, Teknik Mesin dan Elektro, Instrumentasi Nuklir, dan Keselamatan Radiasi dalam melakukan pemahaman design teknologi, dan aplikasi teknologi BNCT di Indonesia dengan sukses dan endingnya dapat menyelamatkan penderita kanker dan menekan pembiayaan obat kanker yang sebagai penyedot BPJS urutan ke 3 setelah hemodialisis dan penyakit jantung.
Published in Kompas (9 November 2017)
Keandalan sumber daya manusia ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama peneliti, di Indonesia masih menghadapi tantangan. Padahal, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi disepakati sebagai prasyarat sebuah bangsa meraih kemakmuran dan kesejahteraan. Hal tersebut mengemuka dalam seminar Kebijakan Pendanaan Riset Nasional yang Implementatif untuk Mewujudkan Daya Saing Bangsa Sesuai Nawacita dan Pembentukan Forum Profesor Riset Nasional di Depok, Rabu (8/11).
Kegiatan ini dilaksanakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Kementerian Keuangan. Dalam kegiatan selama dua hari ini juga dibentuk Forum Profesor Riset Nasional. Saat ini profesor riset berjumlah 218 orang. Mereka ini peneliti yang andal di bidangnya masing-masing yang tersebar di berbagai institusi penelitian dan pengembangan.
Pelaksana Tugas Kepala LIPI Bambang Subiyanto mengatakan, iptek harus menjadi bagian integral pembangunan dan mewarnai proses pembangunan politik dan investasi. Dibutuhkan peneliti yang tangguh dan beretika dalam menghasilkan riset yang obyektif serta mendorong munculnya ekonomi berbasis iptek dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa. Menurut Bambang, proses revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek diharapkan dapat mewujudkan koordinasi level perencanaan dan implementasi.
Hingga saat ini, Kebijakan Strategi Nasional (Jakstranas) Iptek belum masuk dalam siklus tahunan anggaran dan belum masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional sehingga Jakstranas belum diacu oleh litbang. Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko mengatakan, anggaran riset Indonesia hanya sekitar 0,20 persen dari PDB. Dari anggaran litbang, sekitar 80 persen dari pemerintah dan pemerintah daerah, sedangkan sisanya swasta. Idealnya, anggaran untuk riset lebih besar daripada swasta dengan perbandingan 1 : 3. ”Terkait dengan jumlah SDM iptek, sebenarnya di tingkat ASEAN kita tidak buruk. Namun, produktivitasnya memang masih rendah,” kata Tri.
Published in
Warung Sains Teknologi (15 November 2017)
“Didalam penyelenggaraan masyarakat yang adil dan makmur, makin hari makin terasa perlunya bantuan daripada ilmu pengetahuan” Sukarno – Sidang Penutupan Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional Pertama (1958)
Sukarno, Presiden pertama republik ini begitu kuat menggaris bawahi tentang peran penting dari ilmu pengetahuan. Keyakinan ini terbukti sukses, sayangnya bukan bagi bangsa Indonesia. Jepang dan Korea Selatan (Korsel) adalah bukti negara yang mampu menterjemahkan komitmen kebangsaan dari pimpinannya (layaknya Sukarno) untuk meletakkan ilmu pengetahuan sebagai dasar pembangunan negara.
Kedua negara menjadikan ilmu pengetahuan, dan juga teknologi – inovasi sebagai sebagai fondasi dalam memutuskan arah dan tujuan. Kaum cerdik pandai yang tersebar di pusat-pusat penelitian dan perguruan tinggi dilibatkan secara aktif oleh negara untuk menjawab tantangan mendasar dan diminta secara khusus untuk berkontribusi menjawab isu-isu strategis sebagai akibat lahirnya pemikiran dan teknologi baru. Bahkan pucuk pimpinan Jepang, getol mengajak para ilmuwan untuk bertukar pikiran dan secara rutin dilaksanakan setiap bulan.
Namun, kita harus sadar juga, baik Jepang ataupun Korsel telah memiliki tingkat literasi ilmu pengetahuan yang tinggi pada tahun 1945. Sehingga ketika hancur oleh Perang Dunia II, mereka mampu bangkit dan menjadi pusat kemajuan ilmu pengetahuan saat ini. Zuhal (2008) dalam bukunya Kekuatan Daya Saing Indonesia: Mempersiapkan Masyarakat Berbasis Pengetahuan, menegaskan bahwa keberhasilan tersebut tidak dapat dilepaskan dari infrastruktur ilmu pengetahuan yang dimiliki, seperti: tenaga kerja terdidik,tersedianya prasarana penelitian dan pengembangan, para pendidik dan peneliti yang bersemangat ilmiah, adanya komitmen bangsa yang ingin berproduksi (bukan konsumsi saja), dan tentunya dukungan modal yang memadai.
Prasyarat semacam inipun telah dikemukakan Bung Karno dihadapan ratusan peserta Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional Pertama (1958). Secara tegas disampaikan, pembangunan memerlukan tiga hal yaitu, “investment di lapangan material, investment human skill, dan mental invenstment”. Konsep mental investment Bung karno menjadi sangat relevan untuk saat ini, dimana mengandung pengertian bahwa perlunya menanamkan “isi dada, isi jiwa, isi semangat, isi pengetahuan dengan outlook kemasyarakatan, dengan outlook masyarakat,..semua untuk semua”. Hal ini menunjukkan bahwa Bung Karno sangat mengingkan ilmu pengetahuan ber-outlook baru, yaitu ilmu pengetahuan yang tahu dirinya mengabdi kepada pembangunan, sejak perencanaan hingga penyelenggaraan pembangunan.
Persepsi Masyarakat terhadap Iptek
Pada tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek – LIPI melakukan survei untuk mengukur tingkat ketertarikan, cara pandang, dan pemahaman masyarakat terhadap iptek. Survei yang dilakukan di 10 kota di Indonesia (Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Makasar, Batam, Denpasar, Balikpapan, Yogyakarta, dan Ambon) menunjukkan hasil bahwa tiga besar definisi iptek yang didefinisikan oleh masyarakat adalah iptek sebagai penemuan besar di bidang iptek yaitu sebesar 76%; iptek berkaitan dengan perbaikan kehidupan manusia (62%); dan iptek merupakan alat untuk melakukan perubahan (46%). Hal ini mengindikasi bahwa masyarakat Indonesia memandang iptek sebagai sesuatu yang memiliki dampak besar dan memberikan perubahan. Hasil survei ini juga memperlihatkan isu iptek yang paling banyak dipahami oleh masyarakat terkait dengan media sosial, sampah organik dan anorganik dan imunisasi. Hal ini semakin menguatkan bahwa persepsi masyarakat terhadap iptek baru sebatas penggunaan media sosial, sehingga apabila sudah menggunakan media sosial maka seseorang dipandang telah memahami iptek itu sendiri.
Survei ini juga mengemukakan bahwa sebagai besar masyarakat memperoleh sumber informasi yang paling banyak digunakan mengenai berita terkini dan iptek adalah melalui internet, televisi, dan koran. Dari ketiga sumber tersebut televisi merupakan jenis sumber informasi yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan berita terkini. Sedangkan internet menjadi sumber informasi utama yang digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai berita iptek.
Survei yang dilakukan untuk kedua kali setelah tahun 2008 memperlihatkan masyarakat Indonesia semakin memiliki pemahaman bahwa pendidikan sebagai bidang yang paling diminati terkait dengan iptek, disusul bidang kesehatan dan pangan. Tiga sektor ini begitu mendapat perhatian tertinggi di sejumlah kota besar, metropolitan, dan megapolitan. Kondisi ini menjadi sinyal bahwa masyarakat di perkotaan memandang pendidikan sebagai penting dalam kehidupan. Hal ini relevan dengan data yang tersedia, dimana bidang iptek yang dipandang paling berperan dalam 25 tahun ke depan menurut masyarakat adalah pendidikan (59%), informasi dan teknologi (57%), kesehatan (44%), ekonomi dan bisnis (34%), serta pangan (30%).
Disisi lain, masyarakat mempunyai harapan yang tinggi terhadap iptek. Data survei menyebutkan lebih dari 80% masyarakat berharap iptek dapat memberikan harapan baru untuk generasi mendatang; dapat menemukan sumber energi yang dapat diperbaharui; dan dapat membuat membuat pekerjaan manusia menjadi lebih menarik. Sementara itu, 15% masyarakat masih berpandangan negatif terhadap iptek, karena menganggap tidak perlu mengetahui tentang iptek.
Kontribusi Ilmu pengetahuan dalam menjawab tantangan bangsa
Dalam sebuah diskusi kecil dengan LT Handoko (salah seorang peneliti unggul di LIPI) terungkap, pada tataran filosofis, tidak ada perbedaan pendapat atas pentingnya ilmu pengetahuan untuk mencapai tujuan dan solusi berbagai permasalahan bangsa. Tetapi pada tataran perumusan dan pelaksanaan kebijakan banyak model pendekatan yang berbeda, dan bahkan (seolah-olah) bertolak belakang satu sama lain. Berkaca pada sejarah ilmu pengetahuan Indonesia, hal ini memunculkan kontradiksi antara ekspektasi publik yang berlebihan terhadap ilmu pengetahuan dan komunitasnya, serta dilain sisi rendahnya dukungan pemangku kepentingan akibat kekurangnampakan/ketidakpastian capaian ilmu pengetahuan dalam jangka pendek yang sebenarnya merupakan karakteristik alami aktifitas ilmu pengetahuan.
LT Handoko (2015) menambahkan bahwa munculnya dualisme dan kegamangan diantara para pelaku dan pemegang kebijakan tanah air sebagai konsekuensi dari tuntutan global untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi, serta sebaliknya tuntutan publik (dan politis) lokal akan capaian jangka pendek yang ‘terlihat’. Di negara maju dan pemain utama ilmu pengetahuan dunia, dikotomi semacam ini juga masih menjadi persoalan meski tidak sebesar di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Berkaca dari sejarah dan pengalaman negara-negara lain, seyogyanya kontribusi ilmu pengetahuan difokuskan sebagai motor utama ‘peningkatan daya saing bangsa’. Peningkatan daya saing sebagai efek peningkatan kompetensi dan kapasitas bangsa khususnya terkait SDM (sumber daya manusia), serta efek turunan dalam bentuk industri baru hasil ekonomi kreatif berbasis iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Sayangnya, kerancuan pemahaman di negara seperti Indonesia seringkali mendorong pemegang kebijakan memilih jalan pintas dengan mereduksi aktifitas ilmu pengetahuan sebagai semata untuk penguatan industri dan ekonomi tanpa melihat ‘proses’ yang harus dilalui.
Kurangnya perhatian, atau kerancuan pemahaman ini sebagai akibat dari capaian aktifitas riset yang pada banyak kasus tidak selalu berkorelasi langsung dengan target jangka pendek. Bahkan ada sebagian pemahaman bahwa capaian ilmu pengetahuan dikonotasikan sebagai pemuas kepentingan personil pelaksana, dan tidak berkontribusi pada penciptaan dan penguatan daya saing bangsa dalam jangka panjang. Dikotomi semacam ini tidak perlu terjadi bila regulasi dan manajemen riset diimplementasikan secara konsisten sesuai kaidah dan norma global. Kaidah, standar dan indikator riset bersifat universal, dan karenanya inkonsistensi pelaksanaan akan menimbulkan distorsi di berbagai aspek implementasinya. Sebagai contoh, penerapan kaidah dan norma ilmiah universal untuk indikator keluaran aktifitas riset yang tidak kunjung diterapkan memicu aneka regulasi yang tidak perlu dan sebaliknya berpotensi men-demotivasi praktik riset yang baik. Sebaliknya seringkali memicu beragam penyimpangan etika di kalangan pelaku aktifitas riset.
Dilain pihak, jamak terjadi tekanan publik dan manajemen puncak yang sedemikian besar untuk menghasilkan produk hilir berbasis iptek tanpa ada upaya untuk melihat sumber permasalahan yang sebenarnya berada jauh di hilir, yaitu rendahnya kompetensi dan kapasitas SDM pelaku riset. Ditambah dengan fakta potensi generasi muda (pra-mahasiswa) Indonesia yang mampu bersaing di kancah kompetisi ilmiah global, tetapi prestasi serupa tidak berlanjut di dunia riset yang sebenarnya, mencerminkan adanya masalah fundamental di level perguruan tinggi (PT) dan institusi penelitian non-PT Indonesia. Ilustrasi akan pentingnya ‘menjaga proses’ menuju hasil akhir bisa ditunjukkan dengan ‘Hukum 10%’ seperti diatas, yaitu bahwa untuk menghasilkan 1 produk yang ‘laku keras’ bahkan diperlukan 10.000 invensi sebelumnya!
Janji Presiden Jokowi
Keinginan yang kuat dari Jokowi untuk berpihak kepada ilmu pengetahuan bermula dari komitmen dalam Nawacita, lalu berlanjut pada sebuah sebuah diskusi terbuka September 2014 di gedung LIPI Jakarta, dimana dengan gamblang ia menyatakan “penelitian adalah sebuah hal yang penting bagi kemajuan Indonesia”. Dan berjanji akan membuat bidang penelitian Indonesia menjadi lebih baik dalam pemerintahannya pada masa mendatang. Guna memperkuat riset tersebut, maka ia mengusahakan melipat gandakan anggaran pemerintah untuk kebutuhan riset.
Tidak hanya disitu, April 2015 di Puspiptek Serpong pada National Innovation Forum, kembali Presiden Jokowi menjanjikan penambahan dana riset. Ide penambahan anggaran bukan tanpa sebab, menurut Jokowi agar dalam jangka panjang hasil riset dapat berwujud dalam sebuah produk yang ekonomis dan dapat digunakan maka penting untuk memperbesar dana riset, khususnya untuk sektor vital.
Komitmen untuk berpihak pada ilmu pengetahuan juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani, Maret 2015 “Pemerintah berkomitmen menaikkan anggaran penelitian dan pengembangan inovasi. Hal ini menjadi suatu kesempatan untuk meningkatkan performa dan produktivitas karya riset, sehingga implikasi teknologi bagi masyarakat pada lima tahun ke depan harus dapat diandalkan”. Selain komitmen anggaran, Menko PMK pada Agustus 2015 juga menekankan perlunya Revolusi Mental dalam bidang Riset, Iptek dan Dikti, agar riset yang dilakukan berorientasi pada kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi kehidupan masyarakat.
Bahkan Menko PMK mencanangkan untuk membangun kemandirian ekonomi Indonesia melalui pembangunan riset dan iptek, yang akan berwujud dalam Rencana Induk Pembangunan dan Pengembangan Iptek Nasional untuk jangka menengah dan panjang. Dokumen ini merupakan penjelasan dan pembagian peran – tugas dari lembaga pendidikan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan serta dunia usaha dan industri, fokus bidang riset dan ilmu pengetahuan teknologi, proyeksi capaian yang diinginkan, dan kebutuhan anggaran serta kebutuhan sumberdaya manusianya.
Keinginan tulus, komitmen, janji dan mimpi untuk menempatkan ilmu pengetahuan menjadi dasar dalam pembangunan negara sejak periode Sukarno kembali bergema awal Oktober 2015. Tatkala hajatan empat tahunan bertajuk Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) XI digelar. Enam ratusan ilmuwan, peneliti, akademisi dan para pemangku kepentingan duduk bersama untuk saling mencurahkan pikiran bagi pemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia. Menko PMK kembali menyemangati para ilmuwan untuk mampu menghadirkan solusi bagi bangsa dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi, dan ia meyakinkan bahwa pemerintah mendorong optimalisasi riset dengan strategi menggabungkan urusan riset ke pendidikan tinggi. Pilihan tersebut, selain demi optimalisasi penggunaan dana, juga untuk memacu perkembangan sektor tersebut.
Namun, ketidak hadiran sosok pimpinan negeri ini, yang dinantikan ratusan ilmuwan pada KIPNAS XI lalu untuk menggelorakan semangat dan komitmen, sekaligus penuntas dahaga dan angin surga bagi kalangan ilmuwan Indonesia belum terwujud. Semoga komitmen dan tindak nyata keberpihakan terhadap pemajuan ilmu pengetahuan segera hadir dari Presiden Jokowi.***
*Catatan: ini merupakan tulisan versi lengkap dari artikel dengan judul yang sama “Negara dan Ilmu Pengetahuan: Menilik budaya penelitian dan berbagai kendala yang dihadapi peneliti di tanah air.” dimuat Majalah Esquire Indonesia, edisi Februari 2016, dan telah dipublikasi blog sivitas LIPI.
Published in
LIPI (14 November 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) tengah mengembangkan metode baru terapi kanker melalui teknologi Boron Neutron Capture Technology (BNCT). “Teknologi ini membunuh sel kanker saja lewat metode terapi radiasi dengan tangkapan neutron dari atom boron terendap di sel kanker sehingga tidak menimbulkan efek samping seperti kemoterapi,” jelas Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko di sela-sela kegiataan Pekan Teknologi Mineral yang diadakan di Bandar Lampung pada Kamis (9/10) lalu.
Konsorsium riset yang mendapat dukungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendikan Tinggi ini juga menggandeng Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Barata Indonesia serta Universitas Gadjah mada dan Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro dari unsur akademisi.
Menurut Handoko teknologi ini baru sedikit di dunia dan baru ada di dua rumah sakit di Jepang. “Kami coba kembangkan di Indonesia supaya bisa diproduksi dengan komponen lokal,” jelasnya. Handoko melanjutkan riset metode BNCT saat ini masih dalam tahap pembuatan desain kolimator dengan material nikel. Komponen itu berupa sistem optis untuk mengarahkan sinar radiasi yang akan ditembakkan pada sel kanker. “Pembuatan kolimator dilakukan di Balai Penelitian Teknologi Mineral LIPI di Tanjung Bintang, Lampung. Kolimator dibuat dengan material nikel murni kadar 90-95 persen,” papar Handoko.
Ketua Konsorsium Peneliti BNCT BATAN Yohannes Sardjono mengungkapkan terapi kanker dengan metode BNCT bisa dengan satu kali terapi. “Biayanya diperkirakan Rp 180 juta bagi tiap pasien, lebih murah dibandingkan biaya kemoterapi yang mencapai Rp 350 juta setiap pasien,” jelasnya. Terkait pendanaan, Yohanes menyebutkan riset ini akan mendapat pendanaan dari Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) pada 2018. “Diharapkan pada tahun 2020 sudah bisa dilakukan uji coba di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.”
Inisiasi metode baru terapi kanker tadi merupakan salah satu bagian Pekan Teknologi Mineral 2017 yang berlangsung mulai tanggal 7 hingga 17 November mendatang. Selain pameran, Pekan Teknologi Mineral akan diisi dengan berbagai kegiatan pendukung seperti Lomba Cerdas Tangkas Mineral, Perkemahan Ilmiah Remaja Mineral, Lomba Essay, Lomba Animasi, Workshop Guru Bidang Studi Kimia, Focus Grup Discussion Organisasi Profesi Fungsional Peneliti se-Provinsi Lampung, juga Kunjungan Ilmiah. (fza)
Sumber : Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI
Sivitas Terkait : Dr. Laksana Tri Handoko M.Sc.
Published in
okezone (Dewi Kania, 14 October 2017)
MUNGKIN Anda pernah kesal saat menggosok gigi, sikat dan pasta gigi selalu terjatuh tanpa sengaja. Nah, kini ada loh sikat gigi anti jatuh yang unik dan aman digunakan.
Siswa-siswi sekolah dasar zaman sekarang nampaknya semakin kreatif. Ide-ide unik mereka rupanya ditampung oleh KJSA Award. Dua anak SD, Prajna Wijaya dan Evan Verellino, telah menciptakan sikat gigi anti jatuh yang aman digunakan untuk menggosok gigi sampai bersih.
Prajna dan Evan, dua murid SDS Narada Jakarta kelas 6 SD. Mereka menciptakan sikat gigi anti jatuh yang dibuat dari tabung suntikan yang pas dipegang oleh tangan alias handie.
Mereka memikirkan bagaimana caranya membuat sikat gigi untuk yang sangat cocok dipakai untuk anak-anak sebayanya dan lansia. Eksperimen ini mereka buat berdasarkan pengalamannya ketika membersihkan rongga mulutnya. 
Prajna dan Evan memanfaatkan tabung suntik yang tak terpakai. Cara penggunaannya yakni pasta gigi dimasukkan ke tabung suntik. Saat dipasang di bagian itu, pasta gigi tak akan jatuh berulang kali.
Kemudian pasta gigi dikeluarkan lewat lubang suntikan yang kecil dan dioles di bagian sikatnya. Pemakainya hanya mendorong piston suntikan sehingga pasta gigi yang tersimpan akan mengalir keluar melalui lubang di bagian sikat.
Nah, dengan cara ini, seseorang tidak lagi kesulitan saat menggosok gigi. Mengingat kebiasaan satu ini wajib dilakukan setiap hari, maksimal tiga kali.
Kebiasaan menggosok gigi juga harus dikenalkan sejak bayi usia 6 bulan. Apalagi di usia anak-anak juga harus rajin gosok gigi untuk mencegah gigi berlubang.
Tapi karena sering menyikat gigi dan alatnya terjatuh, membuat mereka kesal dan malas. Belum lagi, alat yang Anda pakai bisa terpapar bakteri dan kuman yang bersarang di toilet. Akhirnya, banyak gangguan kesehatan rongga mulut yang dialami sejak kecil.
Berkat karya sains yang unik tersebut, para ahli memberikan apresiasi kepada anak-anak yang kreatif. Inovasi mereka sangat menarik dan tak disangka-sangka.
"Berkat teknologi yang berkembang, anak-anak lebih inovatif dan kreatif. Ide mereka murni dari pemikiran sendiri," ujar Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr LT Handoko saat ditemui di Jakarta, baru-baru ini.
Hasil karya sains dari anak-anak yang unik tersebut juga diharapkan dapat membantu memecahkan masalah di sekitarnya. Apresiasi untuk mereka juga tak sekedar patut diacungi jempol.
Melalui inisiatif ini, anak-anak bisa berani berkarya dan menjadi scientists cilik yang jagoan. Apakah Anda tertarik untuk membuatnya sendiri di rumah? (hel)
Published in
Harian Analisa (Nur Akmal, 29 October 2017)
Siswa-siswi Santo Nicholas School Medan berhasil masuk dalam Sembilan pemenang karya terunggul dalam ajang Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) yang digelar di Jakarta pada 10-15 Oktober lalu. Angeline Abigail Saputro dan Natasya Angelina Pali yang dibimbing oleh Guru Shindy Chosisca mengikut sertakan karya sains berjudul Biodegradable Plastic.
Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) merupakan lomba karya sains nasional untuk siswa/i SD dan SMP yang diselenggarakan perusahaan obat-obatan. Program ini telah berlangsung sejak tahun 2011 dan sudah masuk tahun ke-7. Siswa/i Santo Nicholas School yang juga turut berpartisipasi dalam ajang perlombaan tersebut berhasil menjadi finalis karya sains terbaik setelah bersaing dengan 1.103 karya yang ikut serta. Keseluruhan peserta itu berasal dari 374 sekolah & klub Sains di 26 provinsi.
Angeline Abigail Saputro & Natasya Angelina Pali, siswi Santo Nicholas School Medan yang kini duduk di kelas 6 SD. Para dewan juri yang menilai terdiri dari Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Dr L.T. Handoko, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Prof Ir Nirzam MSc, D.I.C, PhD, Matematikawan Fakultas MIPA ITB Ibu Novriana Sumarti SSi MSi PhD, Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia LIPI Dr Nurul Taufiqu Rohman, B.Eng, M.Eng, dan Pakar Psikologi Pendidikan dan Sekolah, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Dr. Tjut Rifameutia Umar Ali, MA.
Seluruh hasil karya sains dinilai oleh dewan juri berdasarkan ide, latar belakang permasalahan yang dihadapi, solusi yang diberikan dalam menjawab permasalahan, inovasi/kebaruan/keunikan, serta manfaatnya.
Usai mempresentasikan hasil karyanya di depan dewan juri, pada 14 Oktober 2017 diumumkan penanugerahan pemenang. Sebelum hari pengumuman pemenang, para finalis yang didampingi oleh Presiden Direktur Kalbe, Bapak Vidjongtius, berkesempatan untuk bertemu dengan tokoh-tokoh inspiratif Indonesia, yaitu Menteri Kesehatan RI, Ibu Nila F. Moeloek di Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan.
Selain Ibu Nila F Moeloek, tokoh inspiratif lain yang dipertemukan dengan para finalis adalah Menteri Luar Negeri RI Ibu Retno L. Marsudi di Gedung Pancasila, Jakarta. Angeline Abigail mendapat sendiri juga mendapat kesempatan bertanya langsung kepada Ibu Retno mengenai tantangan yang dihadapi ketika menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.
Para finalis juga berkesempatan untuk mengunjungi Innovation Development Center Kalbe yang berlokasi di Cakung, untuk melihat proses pembuatan biskuit, susu, makanan dan produk nutrisi Kalbe lainnya. Pengalaman ini menjadi pengalaman berharga bagi siswi-siswi Santo Nicholas School Medan dan siswa dari sekolah lainnya. Diharapkan pengalaman ini juga dapat menginspirasi siswa/i di kota Medan untuk lebih berprestasi di bidang sains dan teknologi.
Published in
Viva (16 October 2017)
Menyikat gigi penting dilakukan setiap hari untuk menjaga kesehatan gigi. Kegiatan ini harus dilakukan tak hanya anak-anak, orang dewasa, tapi juga manula. Namun sayangnya para manula dan anak-anak seringkali merasa kesulitan melakukan kegiatan ini, terlebih ketika harus membuka tutup pasta gigi dan meletakkan pasta gigi ke permukaan sikat.
Kesulitan manula dan anak-anak menggosok gigi dilirik menjadi ide kreatif oleh dua siswa sekolah dasar. Mencoba membuat inovasi, Prajna Wijaya dan Evan Varelino akhirnya berhasil menciptakan karya yang bernama ‘Sikat gigi anti jatuh untuk anak kecil dan manula’. Tak hanya itu, kedua bocah siswa kelas 6 SDS Narada Jakarta Barat ini juga menjadi salah satu pemenang Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) 2017. 
Menurut Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sekaligus juri KJSA 2017, Dr. L.T. Handoko, kriteria yang digunakan dalam penjurian adalah kreativitas, inovasi dan originalitas. Hingga saat ini KJSA 2017 sudah terkumpul 1.103 karya sains dari 374 sekolah dan klub sains di 28 provinsi di Indonesia.
"Artinya, ide pembuatan karya merupakan ide anak didik sendiri," ujar Handoko, dikutip dalam rilis Kalbe Umumkan Pemenang Karya Sains KJSA 2017, kepada VIVA.co.id, Senin 16 Oktober 2017.
Ke Panti Jompo
Selain itu, Evan dan Prajna mengungkapkan bahwa Ide pembuatan sikat gigi anti jatuh ini muncul sejak kunjungan keduanya ke panti jompo.
"Awalnya kunjungan ke panti jompo, mereka lihat orangtua gemetar nggak bisa pakai pasta gigi. Akhirnya, mereka coba sikat gigi yang dikembangkan pakai bekas tempat lem," ujar pembimbing anak, Petrus Timbul.
Perkembangan sikat gigi anti jatuh ini dilakukan agar manula dan anak-anak tidak lagi sulit memakai pasta gigi di sikat giginya. Kedua ilmuan cilik itu memasangkan pasta gigi di dalam sikat giginya, sehingga pasta gigi tidak lagi terjatuh.
"Setelah lemnya dikeluarkan, bekas tempatnya dimasuki odol. Jadi, diputar sedikit aja, odol langsung keluar sendiri di atas bulu sikat giginya. Mempermudah anak dan manula agar bisa langsung sikat gigi," paparnya. (ren)
Published in
Vemale (Anisha Saktian Putri, 16 October 2017)
Dalam soal sains, anak-anak Indonesia memang tak kalah cerdasnya dengan negara-negara maju lainnya. Nah, untuk menjaring atau menemukan anak-anak bangsa yang handal dalam sains, Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) 2017 telah digelar.
Sudah terjaring 18 karya sains yang begitu inovatif. Ke-18 karya ini telah bersaing dari 1.103 karya sains yang telah diterima dari 374 sekolah di 28 provinsi Indonesia. Dan terpilihlah karya inovasi terunggul dan terfavorit, 'Sikat Gigi Antijatuh untuk Anak dan Manula' hasil karya dari siswa Prajna Wijaya dan Evan Varelino dari SD Narada Jakarta, terpilih sebagai karya inovasi terunggul dan terfavorit.
Lewat tema Inovasi hijau untuk bumi lestari, Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius menjelaskan ada nilai yang ingin disampaikan kepada anak-anak dan masyarakat luas, bahwa setiap inovasi harus mampu memberi manfaat yang lebih bagi kelestarian lingkungan hidup. 
18 peserta dengan karya-karya sains inovatif/copyright Vemale.com/Anisha SP “Ada juga hasil inovasi yang justru membahayakan lingkungan. Dengan tema ini, kita ingatkan lagi bahwa inovasi itu justru harus selaras dengan semangat menjaga lingkungan,” ujarnya, saat ditemui dalam acara 'Kalbe Umumkan Pemenang Karya Sains Kalbe Junior Scientist Award 2017, di Ancol, Jakarta.
Terpilihnya 18 karya terbaik ini, menurut Ketua tim juri KJSA 2017 LT Handoko sudah adanya pengakuan mengenai kreativitas, orisinalitas ide, dan integritas.
“Apa yang kami nilai terutama soal ide-ide yang genuine, original, yang ditangkap anak-anak ini dari persoalan sehari-hari lalu dicarikan solusi,” ucapnya.
Published in Kalbe Farma (14 October 2017)
Press Release No. 035/ KFCP-DIR/PR/X/17
PT Kalbe Farma Tbk. (Kalbe) today presents the award for the 9 leading winners and 1 favorite winner of the Kalbe Junior Scientist Awards 2017. The KJSA 2016 award presentation which is held at the Ancol Art Market Jakarta; and was delivered by Vidjongtius, as the President Director of PT Kalbe Farma Tbk, and L.T. Handoko as the Chairman of the Board of Juries of KJSA 2017. Three days prior, the 18 participants have presented their projects in front of the juries. KJSA is an appreciation program for the best science works in Indonesia for the elementary school level. The award has the purpose of growing the creativity of Indonesian children through science work in the fields of integrated science, applied technology, and mathematics.
"Kalbe consistently wishes to introduce the world of science to the Indonesian people, specifically children. Through this initiative, we want to encourage children to have the love and courage to experiment in the science fields since early days," said Vidjongtius, Director of PT Kalbe Farma Tbk.
"The criteria used in the judgment are creativity, innovation, originality without setting aside integrity values, which means the idea of the project is the idea of the child themselves," said Dr. L.T. Handoko, Deputy of Technical Sciences, Indonesian Institute of Sciences (LIPI) as the Chairman of the Juries of KJSA 2017. "The science projects that they produced are expected to be a solution to solve problems the children may have in their own environment," Handoko added.
"From the first time held in 2011, KJSA continuously showed an increase of science project registered," said dr. Iwan Surjadi Handoko, Committee Chairman of the KJSA 2017. "This year, 1,103 science projects from 374 schools and science clubs from 28 provinces in Indonesia have been submitted. There is an increase of 20 percent for projects compared to 2016," added dr. Iwan.
The 9 Primary Winners of KJSA 2017 are 1) Prajna Wijaya & Evan Varellino from SDS Narada West Jakarta with project Drop Free Toothbrush for Toddlers and Elderly, 2) Roffifah Yusriah Putri & Annisa Ramadhani Fatkhurahman from SDIT Insantama Bogor with the project Laser-Based Prayer Row Marking, 3) Ahmad Faqih Amin& Heiko Rendra Novianandita from SD Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto with the project CT (Blow-up Charger ), 4) Muhammad Attariza Wanggono & Wafiq Dinda Agustin from SDIT AT – Taqwa Surabaya with project Doc –Nyek (Auto baby milk maker), 5 Aang Maulana & Ahada Angkasa Pura from SD Unggulan Al-Ya’Lu Malang with the project Ki Pesat (Satay Grill Fan).
Followed by 6) Juan Carlo Vieri & Eugenia Aileen Putrijaya from SD Intan Permata Hati Surabaya with the project Device to Shorten Queue Time to Order Food at School Cafeteria, 7) Idelle Ariqa & Dustin Raka Widiananta Aslam from SMPN 1 Sanggau, Kapuas Hulu with the project ACAKESA (Application of Boiler Ash and Empy Husks of Palm Fruit) as Nutrient for Red-Yellow Soil (PMK), 8) Angelina Abigail Saputro & Natasya Agelina Pali from Santo Nicholas School Medan with the project Biodegradable Plastic and 9) Calvinus Alexander Graham DC & Carlos Luther Dina Charis from D’Rec Robotics Sains School Jepara with the project EMPATI (Four Fragrances in One Heart). The Favorite Winner title is given to Prajna Wijaya & Evan Varellino from SDS Narada West Jakarta with the project Drop Free Toothbrush for Toddlers and Elderlies.
Kalbe at a glance
PT Kalbe Farma Tbk (“Kalbe”) was established in 1966 and is one of the biggest public pharmaceutical companies in Southeast Asia. Kalbe has four main divisions that handle reliable and varied brand portfolio; prescription medicines (Cefspan, Brainact, Broadced, etc); over-the-counter medication division (Woods, Promag, Mixagrip, Komix, Fatigon, etc); health drinks (Hydro Coco, Extra Joss, Nitros); nutrition division (ChilKid, Prenagen, Diabetasol, etc); and distribution division. Kalbe currently has more than 35 subsidiaries, 10 production facilities with international standard, and employs more than 17,000 employees dispersed across more than 72 branches throughout Indonesia. From 1991, Kalbe is listed at Indonesia Stock Exchange (IDX: KLBF)
Published in
Metro TV (Haifa Salsabila, 23 October 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggelar Indonesia Science Expo (ISE) untuk yang kedua kalinya. Pameran tahun ini menggusung tema "Science for Sustainable Future".
Ketua ISE 2017 LT Handoko menyebut, acara ini bertujuan untuk mendekatkan ilmu pengetahuan secara langsung kepada masyarakat. "Terlebih dengan tema ISE tahun ini, untuk memberikan kesan bahwa ilmu pengetahuan adalah landasan untuk pembangunan Republik Indonesia yang lebih baik dan berkelanjutan," kata Handoko, pada pembukaan ISE 2017 di Balai Kartini, Jakarta, Senin, 23 Oktober 2017.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI itu melanjutkan, ISE 2017 juga merupakan upaya yang dilakukan LIPI untuk mengajak masyarakat lebih mengenal teknologi. Serta memotivasi tumbuhnya ilmu pengetahuan Indonesia, dan terciptanya Indonesia yang berteknologi mandiri.
Sebanyak 176 peserta mengikuti pameran ini. Para peserta terdiri dari berbagai industri kreatif, perusahaan startup di bidang teknologi, Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta, serta organisasi ilmiah dan siswa dari tingkat dasar hingga atas.
ISE 2017 diklaim sebagai pameran yang istimewa karena sekaligus puncak peringatan 50 tahun berdirinya LIPI. ISE 2017 dibuka secara resmi oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia Puan Maharani dan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir.
Acara akan berlansung selama empat hari, mulai 23 - 26 Oktober 2017.
Published in
Metro TV (18 October 2017)
PT Kalbe Farma Tbk. (Kalbe) Sabtu (14/10/2017) lalu memberikan mengumumkan sekaligus memberi penghargaan kepada 9 pemenang (terunggul) dan satu pemenang terfavorit Kalbe Junior Scientist Award (KJSA0 2017). (Foto: Dok. Kalbe)
PT Kalbe Farma Tbk. (Kalbe) Sabtu (14/10/2017) lalu memberikan mengumumkan sekaligus memberi penghargaan kepada 9 pemenang (terunggul) dan satu pemenang terfavorit Kalbe Junior Scientist Award (KJSA0 2017).
Pemberian penghargaan KJSA 2017 yang diselenggarakan di Pasar Seni Ancol Jakarta diserahkan oleh Vidjongtius selaku Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk dan L.T Handoko selaku Ketua Dewan Juri KJSA 2016.
Tiga hari sebelumnya, 18 finalis telah melakukan presentasi karya sains dihadapan dewan juri. KJSA merupakan program penghargaan kepada karya sains terbaik di Indonesia untuk tingkat sekolah dasar. Penghargaan bertujuan untuk menumbuh kembangkan kreatifitas anak-anak di Indonesia melalui karya sains di bidang IPA Terpadu, teknologi terapan, dan matematika.
“Kalbe secara konsisten ingin mengenalkan dunia sains kepada masyarakat Indonesia khususnya anak-anak. Melalui inisiatif ini, kita ingin mendorong anak-anak untuk memiliki rasa cinta dan berani berkarya dalam bidang sains sejak dini,” ujar Vidjongtius, Presiden Direktur PT Kalbe Farma, Tbk.
“Kriteria yang dipakai dalam penjurian adalah kreativitas, inovasi, originalitas tanpa mengesampingkan nilai integritas, artinya ide pembuatan karya merupakan ide dari anak didik sendiri,” kata Dr. L.T. Handoko, Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai Ketua Juri KJSA 2017.
“Hasil karya sains yang mereka hasilkan diharapkan menjadi solusi untuk memecahkan masalah yang dihadapi anak-anak di lingkungan mereka sendiri,” lanjut Handoko.
“Sejak pertama kali diselenggarakan di tahun 2011, KJSA terus menunjukkan peningkatan jumlah karya sains yang mendaftar,” kata dr. Iwan Surjadi Handoko, Ketua Panitia KJSA 2017. “Tahun ini terkumpul 1.103 karya sains dari 374 sekolah dan klub sains dari 28 provinsi di Indonesia. Ada kenaikan 20 persen untuk karya dibanding 2016,” lanjut dr. Iwan.
9 Pemenang Terunggul KJSA 2017 antara lain:
Published in
Sumatera Ekspres (Windy Siska, 16 October 2017)
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) siap memberantas besar-besaran situs berkonten negatif. Untuk mendukung target tersebut, Kominfo akan menggunakan metode baru dalam menangani konten negatif yang beredar di dunia maya. Yakni dengan mesin sensor internet yang disebut sebagai Perangkat Pengendalian ProAktif. Melalui keterangan resmi, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aprika) Kementerian Kominfo Semual A Pangerapan menjelaskan bahwa sistem Perangkat Pengendali Proaktif memiliki cara kerja sistem dengan cara crawling konten.
”Yaitu menjelajah, membaca, dan mengambil atau menarik konten negatif yang sesuai dengan kriteria pencarian,” tutur pria yang akrab disapa Semmy itu. Hasil crawling lalu disimpan dalam storage yang kemudian untuk analisis lebih mendalam dengan metoda analitik tertentu. Hasilnya output berupa domain, sub domain, dan URL. Output ini kemudian diverifikasi dan divalidasi sampai dilakukan pengambilan keputusan yang kemudian dikirim ke sistem Trust+positif.
(Plt) Kabiro Humas Kementerian Kominfo Noor Iza, mengatakan, proses verifikasi dan validasi harus dilakukan dengan seksama. Menurutnya, bisa saja konten-konten lain sebetulnya tidak memiliki konten negatif malah ikut terjaring mesin sensor tersebut hanya karena mengandung kata-kata yang identik dengan konten negatif.
”Itu kan long list. Nanti diseleksi lagi dengan kriteria lebih dalam. Setelah ketemu, kita sortir lagi, apakah itu merupakan konten OTT (over-the-top) atau konten website,” katanya kepada Jawa Pos (induk koran ini) , kemarin (15/10).
Jika konten negatif tersebut merupakan konten OTT, Kementerian Kominfo akan langsungsung berkomunikasi dengan OTT terkait untuk meminta konten tersebut di-take down dalam 2×24 jam. Dia mencontohkan konten negatif yang ditemukan di Telegram. Pekan lalu, ada aduan masuk ke Kementerian Kominfo mengenai stiker digital berbau pornografi yang terdapat di Telegram.
”Itu sudah langsung kami komunikasikan dengan pihak Telegram. Mereka langsung merespons dengan take down konten tersebut,” terang Noor Iza. Terkait dengan konten negatif pada layanan OTT itu, Rudiantara mengatakan bahwa Indonesia memiliki tingkat literasi yang berbeda dengan negara maju lainnya. Karena itu, akan sangat penting jika masing-masing OTT harus melakukan self-filtering untuk menjaga dari konten negatif. ”Hal tersebut harus menjadi bagian dari tanggung jawab penyedia konten dan OTT dalam melakukan bisnis dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Apabila tidak menjalankan bagaimana pelayanan masyarakat dapat terjadi,” tegas Rudiantara.
Noor Iza mengatakan, penggunaan mesin sensor internet itu akan membuat penyisiran konten negatif. Dia mengatakan, selama ini, proses pengendalian konten negatif dilakukan dengan tiga cara. Yakni aduan melalui email dan nomor WhatsApp Kementerian Kominfo, laporan dari instansi atau lembaga terkait, dan menelusuri secara manual situs-situs yang mengandung konten negatif oleh tim Trust+Positif.
”Dari data yang dikumpulkan tersebut, setelah melalui proses verifikasi, langsung dikiriman kepada para Internet Service Provider (ISP) melalui email atau sistem komunikasi data khusus untuk diblokir,” terangnya. Noor Iza mengatakan, proses pengendalian konten negatif tersebut masih belum efektif. Jumlah konten negatif yang begitu banyak dan terus bertambah dalam waktu yang cepat membuat Kementerian Kominfo kewalahan. ”Kita harus cari cara efektif yang bisa mendapatan jumlah konten negatif yang banyak dalam waktu cepat. Sekarang kita pakai mesin. Dulu kan masih mekanik. Mesin ini kan otomatis,” tutur dia. Terkait dengan privacy, Noor Iza memastikan bahwa mesin sensor internet tersebut hanya bekerja di ranah terbuka. Seperti website-website dan OTT. “Kita tidak bisa masuk ke situ. Hanya ke situs yang open for public,” kata dia.
Pengadaan mesin sensor internet tersebut dilelang dan dimenangkan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI). Kominfo menargetkan pengoperasian mesin sensor dimulai Januari 2018 mendatang. Pemasangan paling lambat dilakukan 31 Desember ini. Sebelumnya akna dilakukan uji coba.
Proses pelelangan dibuka sejak 30 Agustus 2017. Ada 72 peserta seleksi dan hanya 21 peserta yang mengirimkan dokumen prakualifikasi. Setelah diseleksi, enam peserta yang lolos tahap berikutnya. Dari enam peserta itu, hanya dua peserta yang mengirimkan dokumen administrasi, teknis, dan harga.
Kementerian Kominfo pun menetapkan PT INTI sebagai pemenang. Harga penawaran yang diajukan PT INTI adalah Rp198 miliar dengan harga terkoreksi Rp194 miliar. Untuk pengoperasiannya, Kementerian menyiapkan anggaran sebesar Rp74 miliar di tahun depan.
Mesin sensor internet ini ditargetkan mampu memblokir konten-konten negatif di internet dengan lebih cepat dan tepat. Pemerintah memprediksi 50 persen konten negatif bisa langsung diblokir ketika mesin dioperasikan nanti. Pengadaan mesin sensor internet oleh Ditjen Aptika Kemenkominfo turut membawa angin segar bagi Bareskrim Polri yang juga bertugas menangani kejahatan transnasional. Dittipid Siber Bareskrim Polri yang berada di bawah naungan mereka akan terbantu dengan kehadiran mesin sensor internet berbasis crawling itu. Sebab, kejahatan cyber crime yang mereka tangani serupa dengan sasaran Ditjen Aptika Kemenkominfo.
Kasubag Ops Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri AKBP Susatyo Purnomo menuturkan, secara resmi memang belum ada komunikasi antara instansinya dengan Ditjen Aptika Kemenkominfo soal mesin sensor internet tersebut. “Tentunya kalau terkait alat itu nanti mungkin setelah datang alatnya atau nanti dikomunikasikan lagi,” ungkap dia ketika diwawancarai Jawa Pos (induk koran ini) kemarin.
Susatyo menyampaikan bahwa pengadaan alat yang dilakukan Polri dengan Kemenkominfo berbeda. Karena itu, dia juga belum begitu tahu soal detail mesin sensor internet yang didatangkan dengan dana miliaran rupiah tersebut. Namun demikian, koordinasi di antara mereka tidak pernah putus. ”Kami koordinasi dengan Kemenkominfo hampir setiap hari,” ujarnya.
Menurut Susatyo Polri maupun Kemenkominfo punya semangat yang sama dalam penanganan kejahatan cyber crime. ”Intinya kami sama-sama berusaha untuk mencegah masyarakat terpapar konten-konten negatif,” tutur dia. Meteka memang punya tanggung jawab agar masyarakat jauh dari konten negatif yang saat ini banyak bertebaran di dunia maya.
Meski belum tahu pasti bagaimana kinerja mesin yang dibeli oleh Ditjen Aptika Kemenkominfo, Susatyo, yakin betul tujuan pengadaan mesin tersebut baik. “Pada dasarnya prinsipnya sama,” ucap dia. Prinsip yang dia maksud tidak lain adalah sama-sama memerangi konten negatif di internet. Baik itu konten berbau pornografi, penyebarluasan paham terorisme, maupun ujaran kebencian.
Sebagaimana sudah berjalan saat ini, Polri bakal menindaklanjuti seluruh laporan dari Kemenkominfo. Termasuk di antaranya memproses secara hukum para pelaku di balik persebaran konten negatif. ”Itu sudah pasti. Kalau memang memenuhi unsur-unsur pidananya, kami tindak lanjuti,” terang Susatyo. Keterangan itu sekaligus menegaskan komitmen Polri dalam pemberantasan kejahatan cyber crime.
Berdasar data Polri, sepanjang tahun lalu tidak kurang 4.453 kasus kejahatan cyber crime ditangani oleh Korps Bhayangkara. Dari angka tersebut, setidaknya 22 persen atau setara dengan 988 kasus berhasil mereka selesaikan. Tidak heran Polri turut menyambut baik kehadiran mesin sensor internet di Ditjen Aptika Kemenkominfo. ”Bagus tho,” ungkap Kabagpenum Divhumas Polri Kombes Martinus Sitompul.
Dinilai Tidak Akan Efektif
Praktisi IT dan ahli keamanan informasi ITB Budi Rahardjo menilai langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggunakan mesin sensor internet tidak akan berpengaruh banyak kepada pengurangan jumlah konten negatif yang beredar di internet. Menurutnya, setiap situs berkonten negatif yang diblokir akan memicu munculnya situs serupa baru.
“Diblokir, mereka akan pindah domain dan IP address. Susah,” kata lulusan Manitoba University, Winnipeg, Kanada, tersebut kepada Jawa Pos kemarin (15/10). Dia mengatakan, ketimbang melakukan penyisiran dengan mesin sensor internet yang efektivitasnya masih diragukan, Kementerian Kominfo sebaiknya terus melakukan edukasi. Menurut Budi, permasalahan itu tidak hanya diselesaikan di hilir. Hulu pun memerlukan perhatian khusus. “Edukasi kepada masyarakat ini penting,” ucapnya.
Kementerian Kominfo juga harus membanjiri internet dengan konten-konten positif sehingga lama kelamaan, konten negatif tidak lagi mendapat tempat. ”Ya 80 persen lah isinya konten positif. Nanti juga sudah tidak ada lagi yang peduli dengan konten negatif,” kata IT-Preneur di balik domain.id itu.
Di sisi lain, ada juga cara yang jauh lebih efektif untuk menekan jumlah konten negatif yang beredar di internet. Yakni dengan follow the money. Mencari siapa dalang di balik konten-konten negatif itu. Namun, tentunya itu sudah bukan menjadi kewenangan Kementerian Kominfo. Melainkan kewenangan pihak kepolisian. “Pelakunya harus dikejar dan diberi efek jera. Dengan begitu, orang yang akan melakukan hal serupa akan berpikir ulang dengan ancaman hukuman yang akan mereka terima,” ucap dia. Namun, kata Budi, sah-sah saja jika Kementerian Kominfo menggunakan alat itu untuk pemetaan terhadap konten-konten negatif yang beredar di internet itu. Budi mengatakan, metode crawling sebenarnya bukan metode baru. Sudah cukup banyak pihak yang menggunakan metode tersebut. Biasanya untuk memetakan pasar.
“Kalau tujuannya untuk itu sih sah-sah saja. yang saya tidak setuju itu pemberangusannya. Dengan blokir-blokir itu khawatirnya akan mengarah ke pembatasan kebebasan berpendapat,” ucap lulusan terbaik Jurusan Teknik Elektro ITB pada 1986 itu.
Terkait dengan anggaran yang menyentuh angka Rp211 miliar untuk pengadaan mesin tersebut, Budi merasa angka tersebut terlalu besar. Memang, untuk menyediakan software dan storage pendukung butuh anggaran besar. Tapi sepertinya tidak sebesar itu. Budi mengaku belum terlalu memahami juga akan seperti apa mesinnya nanti. “Tapi, kalau hanya untuk crawling, angka tersebut memang terlalu besar,” ujarnya.
Hal tidak jauh beda juga dilontarkan Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko. Menurutnya, menggunakan metode tersebut sangat memungkinkan karena prinsipnya sama dengan sensor di program Internet Sehat. Tetapi, lanjut Handoko, akurasinya tidak bisa 100 persen.
“Malah mungkin hanya lebih kurang 60 persen. Setidaknya ini akan mengurangi konten negatif di internet,” tuturnya. Di lain pihak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyambut baik adanya upaya pemerintah untuk mengendalikan konten-konten negatif di internet. Komisioner KPAI bidang CyberCrime dan Pornografi, Margareth Aliyatul Maimunah mengungkapkan bahwa memang ada korelasi yang erat antara tontonan konten pornografi dengan kejahatan seksual.
Meskipun tidak selalu, anak atau orang dewasa yang telah menonton video porno memiliki kemungkinan besar untuk terlibat kejahatan seksual. Margaret menyebut beberapa kasus yang terjadi seperti di Surabaya pada tahun 2015 antara sesama anak SD. Menurut pengakuan, dua-duanya mencoba meniru hubungan seksual selepas menonton video porno. Ada juga sebuah kasus di semarang seorang dewasa mengajak anak SD menonton video porno sebelum melakukan pencabulan.
Beberapa kasus bahkan menunjukkan tren, bahwa anak yang pada masa kecilnya merupakan pelaku ataupun korban kejahatan seksual, akan kembali melakukannya saat menginjak remaja dan dewasa. Seperti contoh kasus beredarnya “Video Gay Kids” di Twitter pada akhir September lalu. “Setelah diselidiki, pelakunya juga mengaku pernah jadi korban sodomi,” katanya.
Menurut Margaret, saat ini sistem filter konten negatif di media sosial belum sepenuhnya efektif. Sifatnya hanya mencari dan menghapus saja. Di twitter misalnya, penghapusan konten hanya dilakukan berdasarkan laporan dari pengguna.
Untuk itu, perlu ada sebuah sistem yang memblokade sebuah konten negatif begitu akan diunggah ke media sosial. Pasalnya, jika konten sudah telanjur tersebar, maka pemberantasannya pun akan sulit. “Tapi beberapa kali kami ke menejemen twitter belum ada sistem yang seefektif itu,” kata politikus PKB ini. M
argaret dan KPAI mengaku belum mengetahui seefektif apa alat yang dimiliki Kemenkominfo nantinya. Namun, ia menyatakan bahwa perang dengan pornografi tidak semata soal teknis internet, namun juga penyadaran terus menerus pada orang tua dan masyarakat luas. (and/tau/syn/ce1)
Published in
Akurat (Dian Eko Prasetio, 22 October 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI) akan menggelar Indonesia Science Expo (ISE) 2017 pada 23-26 Oktober mendatang. Pameran karya sains anak bangsa ini akan berlangsung di Balai Kartini, Jakarta, dan dibuka Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani.
Pada sesi pembukaan akan diberikan LIPI Young Scientiest Award (LYSA) 2017 serta penghargaan Peneliti dan inovator Remaja Berprestasi Internasional Tahun 2017. Secara keseluruhan, ISE 2017 menampilkan hasil-hasil riset peneliti, baik kementerian dan lembaga negara, perguruan tinggi dan LIPI.
Pelaksana Tugas Kepala LIPI, Bambang Subiyanto mengungkapkan, kegiatan ini merupakan inisiasi LIPI dengan menggandeng pihak swasta sebagai promotor dan penyelenggara.
“Ini merupakan salah satu bentuk kerja sama yang baik antara unsur pemerintah dan swasta. Kita harus terus berupaya agar kerjasama triple helix (perguruan tinggi, lembaga penelitian dan industri) bisa meningkat, sehingga bisa membuka kemitraan dalam berbagai aspek,” jelas Bambang dalam keterangan persnya.
ISE 2017 memiliki tiga konsep utama yakni Science for Science, Science for Scientific Community, dan Science for Stakeholders.
Di lain pihak, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI, Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa dari ISE ini seluruh masyarakat Indonesia bisa melihat berbagai karya peneliti, perekayasa, dosen, dan inovator.
“Kami ingin pula agar hasil riset benar-benar terasa manfaatnya bagi masyarakat, baik jangka pendek hingga jangka panjang,” tuturnya.
Published in
InilahKoran (8 November 2017)
Minimnya jumlah profesor riset Indonesia yang masih aktif menjadi tantangan tersendiri bagi dalam upaya meraih kemakmuran bangsa. Padahal peran peneliti dalam pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi nasional sangat penting.
Dari total 9.685 profesor peneliti nasional hanya sebesar 2,27% atau sekitar 218 orang yang masih aktif. Untuk itu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Kementerian Keuangan menginisiasi pembentukan Forum Profesor Riset untuk berperan dalam pengambilan keputusan politik dan investasi bangsa.
"Dengan dibentuknya forum tersebut, ke depannya para anggota pun bisa berperan aktif dalam penguatan iptek nasional. Seperti memberikan masukan dalam revisi Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi," kata Plt. Kepala LIPI Bambang Subiyanto dalam pidato seminar Kebijakan Pendanaan Riset Nasional yang Implementatif untuk Mewujudkan Daya Saing Bangsa sesuai Nawacita dan Pembentukan Forum Profesor Riset Nasional, di The Margo Hotel, Depok, (Rabu 8/11).
Hal yang perlu difokuskan dalam revisi, dikatakan Bambang, yaitu terkait koordinasi level perencanaan dan implementasi Kebijakan Strategis Nasional (Jakstranas) Iptek, yang belum masuk dalam siklus tahunan anggaran dan belum masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Sehingga, Jakstranas belum diacu oleh lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang).
"Selain itu, yang perlu direvisi juga tentang perbaikan koordinasi pelaksanaan Jakstranas, lalu pembinaan sistem Litbang dan penerapan Iptek, termasuk perlunya pendaftaran lembaga Litbang dan akreditasi Pranata Litbang," katanya.
Secara umum para peneliti juga kini diminta untuk mengubah paradigma agar kompetensinya semakin meningkat di tengah-tengah masih minimnya anggaran penelitian yang dialokasikan negara. Deputi Ilmu Pengetahuan Iptek LIPI Laksana Tri Handoko mengatakan, UU Nomor 18/2002 adalah pengaturan tersebut dapat membantu para peniliti agar menjadi lebih kompetitif.
Handoko melanjutkan, regulasi yang baru harus dapat memaksa peneliti untuk berkompetisi dan berkolaborasi dengan peneliti lainnya. Salah satu contoh krusialnya adalah, tidak seperti zaman dahulu, saat ini para peneliti juga tidak bisa sekadar melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil agar mendapatkan angka kredit untuk kenaikan pangkat. (jul)
Published in
BKF Kemkeu (9 November 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan Kementerian Keuangan c.q. Badan Kebijakan Fiskal menyelenggarakan seminar bertajuk “Kebijakan Pendanaan Riset yang Implementatif untuk Mewujudkan Daya Saing Bangsa sesuai Nawacita”. Seminar diselenggarakan di Ballroom, The Margo Hotel, Depok, Jawa Barat, dengan mengundang 218 Profesor Riset aktif di seluruh Indonesia, serta perwakilan Kepala Unit Litbang dari 45 Kementerian/Lembaga.
Pada kesempatan pertama, Basuki Purwadi, Sekretaris Badan Kebijakan Fiskal mendapat kesempatan mewakili Kepala Badan Kebijakan Fiskal memberikan sambutan. Dalam kesempatannya, Basuki memberikan apresiasi atas kerjasama antara LIPI dan Kementerian Keuangan sehingga acara seminar dapat terselenggara dengan baik. Disampaikan pula bahwa kerjasama antara LIPI dan Kementerian Keuangan dalam hal mendorong peningkatan kualitas riset semacam ini bukanlah kerjasama yang pertama.
Kementerian Keuangan memiliki salah satu unit bernama Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang merupakan unit perumus kebijakan dan memanfaatkan jabatan fungsional peneliti di dalamnya. BKF menjadi salah satu contoh demikian dekatnya pelaksanaan penelitian dengan proses perumusan kebijakan. Hal ini yang kemudian membedakan BKF dengan unit Litbang lain, dimana policy maker berada dalam satu payung kelembagaan yang sama dengan sumber daya peneliti. Dalam seminar, dibahas tentang peraturan penganggaran riset yang terbaru sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 106/PMK.02/2016 tentang Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2017. Basuki mengharapkan masukan dari peserta seminar dari sisi substansi ketentuan yang telah ada, agar aturan tersebut lebih applicable dan terjamin sisi akuntabilitasnya.
Pada kesempatan selanjutnya, Bambang Subiyantoro selaku Pelaksana Tugas Kepala LIPI memberikan arahan dan secara resmi membuka rangkaian acara seminar dan pembetukan Forum Profesor Riset Nasional (FPRN). Bambang menyebut, “IPTEK harus menjadi bagian integral dari pembangunan sosial, ekonomi, dan politik, serta ikut mewarnai proses pengambilan keputusan politik dan investasi. Oleh karena itu, peran peneliti dengan landasan etika yang kokoh sangat diperlukan dan harus menjadi kunci kesuksesan bangsa”. Dalam arahannya, Bambang membahas pula beberapa hal terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas IPTEK). Diharapkan melalui forum seminar ini dapat menjadi media dalam mendapatkan masukan dan saran penyempurnaan RUU dimaksud, sebelum nantinya disahkan.
Menginjak inti acara, para narasumber diberikan kesempatan untuk memaparkan materi. Terdapat tiga sesi pembahasan seminar, sesi pertama membahas kebijakan riset, sesi kedua membahas penganggaran riset, dan sesi ketiga membahas pendanaan riset. Pada sesi pertama bertindak selaku moderator adalah Prof. Suharsono (LIPI), dengan narasumber Daryatmo Mardiyanto (Ketua Pansus RUU Sisnas IPTEK) dan Laksana Tri Handoko (Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik, LIPI). Pada sesi ini banyak diulas mengenai filosofi dan semangat dari upaya revisi UU Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sisnas IPTEK, bahwa semangatnya adalah memajukan IPTEK di Indonesia dan mengintegrasikan kegiatan riset dalam suatu roadmap yang mampu mendorong sinergi segenap pihak, baik pemerintah, instansi pendidikan, maupun sektor swasta. Selain itu, dipaparkan pula mengenai pola ketentuan pengelolaan jabatan fungsional peneliti yang baru oleh Laksana Tri Handoko.
Pada sesi kedua, bertindak selaku moderator adalah Prof. Rosichon Ubaidillah (LIPI), dengan tiga orang narasumber yaitu Yudi Hidayat (LIPI), Ira Nurhayati Djarot (Direktur Sistem Riset dan Pengembangan, Kemenristekdikti), dan Adi Indra Hendrawan (Kemenristekdikti). Pada sesi kedua dibahas mengenai sistem penganggaran riset nasional dan studi banding dengan mekanisme sejenis di negara maju. Dibahas pula mengenai Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2017-2045 serta implementasi teknis pemberlakuan ketentuan dalam PMK Nomor 106/PMK.02/2016 tentang Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2017.
Menginjak sesi terakhir, tema bahasan adalah mengenai pendanaan riset. Hal yang diulas antara lain adalah beberapa alternatif pendanaan riset dari dalam negeri, baik melalui lembaga milik pemerintah maupun non-pemerintah. Sesi ini dimoderatori oleh Prof. I Made Sudiana (LIPI), menghadirkan narasumber Zanaria (Kemenkeu) dan Teguh Raharjo (Direktur Eksekutif, Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia). Dalam paparanya, Teguh menyebut bahwa lembaga Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI) lebih condong pada pendanaan penelitian pada ilmu-ilmu murni (basic research), sehingga hal tersebut yang menjadi keunikan dari DIPI. Pada kesempatan yang sama, Zanaria turut memaparkan beberapa skema pendanaan riset dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang saat ini berada di bawah koordinasi Kementerian Keuangan. Disampaikan bahwa LPDP selain melakukan pendanaan biaya pendidikan atau beasiswa, juga melakukan pendanaan riset melalui program Bantuan Dana Riset Inovatif-Produktif (RISPRO). Adapun RISPRO lebih ditujukan pada pendanaan riset yang sifatnya menghasilkan suatu output/produk inovasi dan skema pendanaannya dimungkinkan untuk termin lebih dari setahun (multiyears). Rangkaian acara dilanjutkan hingga hari berikutnya dengan agenda pembentukan Forum Profesor Riset Nasional (FPRN). Pada hari kedua, Profesor Riset yang hadir dibagi ke dalam tiga komisi. Komisi pertama membahas tema Sumber Daya Manusia (SDM) Riset, komisi kedua membahas penganggaran riset, dan komisi ketiga membahas RUU Pengganti UU Sisnas IPTEK. Hasil-hasil utama dari tiap komisi kemudian dibawa ke sidang pleno untuk disepakati sebagai rencana kerja pengurus FPRN dalam satu tahun ke depan. Dalam sidang pleno diputuskan pula susunan pengurus FPRN. Terpilih sebagai Ketua adalah Prof. Dr. Syamsudin Haris (LIPI), sebagai Wakil Ketua adalah Prof. Tahlim Sudaryanto (Kementerian Pertanian), selanjutnya sebagai Sekretaris Jenderal adalah Prof. Dr. I Made Sudiana (LIPI), serta sebagai Bendarahara Umum adalah Prof. Dr. Bambang Widarsono (Kementerian ESDM).
Acara kemudian ditutup oleh Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin. Dalam kesempatannya, Thomas berharap semoga melalui peraturan pengelolaan jabatan fungsional peneliti yang baru dan Forum Profesor Riset Nasional yang telah terbentuk, akan semakin memperlihatkan kontribusi Profesor Riset di Indonesia. Kontribusi Profesor Riset hendaknya bukan lagi hanya sebatas lingkup instansi, namun lebih dari itu agar diupayakan dapat berkontribusi hingga lingkup nasional. (RAP/PNS)
Published in
Harian Momentum (10 November 2017)
Provinsi Lampung bakal didaulat menjadi pusat terapi kanker berbasis boron nikel (BNCT) di Indonesia.
Hal tersebut dikatakan oleh Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko saat kunjungannya di Balai Keratun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung, Kamis (9/11).
"Teknologi penelitian pengolahan alat tembak terapi kanker nikel akan kita kembangan pada tahun 2018 bekerja sama dengan BATAN. Jika nantinya pengolahan alat ini sukses dilakukan di Provinsi Lampung, maka Lampung merupakan satu-satunya Provinsi pembuat alat tembak pembunuh kanker dengan bahan baku menggunakan nikel," jelasnya.
Ia melanjutkan, Lampung merupakan tempat satu-satunya lokasi peleburan dan pemurnian bahan baku nikel yang akan digunakan dalam uji tes pengobatan kanker di Indonesia, karena hanya di Lampung yang memiliki alat tembak untuk memurnikan nikel.
Untuk itulah, LIPI akan melakukan penandatanganan kesepakatan kerja sama (Mou) tentang Terapi Kanker berbasis boron nikel (BNCT) dengan Pemprov Lampung pada Pekan Teknologi Mineral (PTM) yang akan dilaksanakan 17 November mendatang.
Ia melanjutkan, kerja sama tentang Terapi Kanker berbasis boron nikel (BNCT) nantinya akan diolah di Tanjungbintang Kabupaten Lampung Selatan.
Pendatanganan MoU ini, kata Handoko, merupakan rangkaian kegiatan LIPI dalam melakukan pengolahan dan penelitian mineral peleburan bahan baku nikel di Provinsi Lampung, nantinya setelah dilebur nikel tersebut akan digunakan dalam terapi pembunuh kanker yang berada di kandungan tubuh manusia.
Ia menambahkan, pada PTM mendatang, salah satunya akan menampilkan hasil kolaborasi berupa komponen kolimator peralatan terapi kanker berbasis boron neutron capture (BNCT).
Menurut dia, pameran itu merupakan hasil kerja sama LIPI dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, juga dengan industri PT Kimia Farma dan PT Barata Indonesia.
“Balai Penelitian Teknologi Mineral (BPTM) merupakan salah satu satuan kerja LIPI yang fokus pada penelitian mineral alam. Dengan kapasitas dan kompetensi di teknologi kunci terkait, kami berharap mampu berkontribusi pada level yang lebih tinggi dan memberikan kontribusi khususnya untuk masyarakat di Lampung,” kata Handoko.
Peneliti utama Batan, Prof Yohannes Sardjono menjelaskan, banyak keuntungan yang nantinya dapat diperoleh penderita kanker dalam pengobatan menggunakan BNCT ini jika dibandingkan dengan pengobatan kanker selama ini yang dilakukan dengan kemoterapi dan radioterapi.
Ia menjelaskan, dalam pengobatan dengan kemoterapi, pasien bisa menghabiskan biaya hingga Rp 300 juta. Sedangkan dengan metode BNCT, pasien kanker dapat menghemat biaya hingga 35persen dari jumlah tersebut.
Selain itu, lanjut Sardjono, Jepang sudah lebih dulu menjalankan metode BNCT ini. Selain waktu pengobatan yang relatif singkat dari kemoterapi, tingkat keberhasilan pemusnahan sel kanker dengan BNCT ini mencapai 95 persen, sedangkan pada kemoterapi hanya 1 persen sel kanker yang mati dalam satu kali proses penyinaran.(ira)
Published in
Lensa Lampung (9 November 2017)
Pemerintah Provinsi Lampung dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan pendatanganan MOU tentang Trapi Kangker Nikel yang di olah di Tanjung bintang Kabupaten Lampung Selatan. MOU ini dilakukan di Ruang Abung Balai Keratun, Kamis (9/11/2017).
Laksana Tri Handoko (Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI) mengatakan pendatanganan MOU ini merupakam rangkai kegiatan LIPI melakukan pengelolahan dan penelitian mineral peleburan bahan baku nikel di Provinsi Lampung, nantinya setelah di lebur nikel tersebut akan digunakan dalam trapi pembunuh kangker yang ada di dalam kandungan manusia.
Lampung merupakan tempat satu-satunya lokasi pengelohan peleburan bahan baku nikel yang akan di gunakan dalam uji tes pengobatan kangker di Indonesia, karena hanya di Lampung yang memiliki alat tembak tersebut yang akan digunakan dalam trapi kangker pembunuh kangker.tempat memproduksi alat ini kita lakukan di Tanjung Bintang Kabupaten lampung Selatan. Kata Laksana
Laksana mengatakan teknologi penelitian pengelolahan alat tembak trapi kangker nikel akan kita kembangan pada tahun 2018 bekerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir (BATAN) Nasional dari Provinsi DI Yogyakarta. Jika nantinya pengelolahan alat ini sukses di lakukan di Provinsi Lampung, maka Lampung merupakan satu-satunya Provinsi pembuat alat tembak pembunuh kangker dengan bahan baku menggunakan nikel.
” Ini juga akan membuat provinsi Lampung dikenal dunia dan juga dapat mengekspor alat ini keseluruh wilayah Indonesia maupun Mancanegara. Jelasnya
Sementara Susilo Widodo Badan Tenaga Nuklir Nasional Provinsi DI Yogyakarta menjelaskan bahwa Nikel adalah komponen yang ditemukan banyak dalam meteorit dan menjadi ciri komponen yang membedakan meteorit dari mineral lainnya.
Meteorit besi atau siderit, dapat mengandung alloy besi dan nikel berkadar 5-25%. Nikel diperoleh secara komersial dari pentlandit dan pirotit di kawasan Sudbury Ontario, sebuah daerah yang menghasilkan 30% kebutuhan dunia akan nikel.
Unsur nikel berhubungan dengan batuan basa yang disebut norit. Nikel ditemukan dalam mineral pentlandit, dalam bentuk lempeng-lempeng halus dan butiran kecil bersama pyrhotin dan kalkopirit.
Nikel biasanya terdapat dalam tanah yang terletak di atas batuan basa. Di indonesia, tempat ditemukan nikel adalah Sulawesi tengah dan Sulawesi Tenggara. Nikel yang dijumpai berhubungan erat dengan batuan peridotit. Logam yang tidak ditemukan dalam peridotit itu sendiri, melainkan sebagai hasil lapukan dari batuan tersebut. Mineral nikelnya adalah garnerit.
Dalam penelitian di Jepang nikel sudah di lakukan dalam trapi pengobatan pembunuh kangker yang terletak di tiga wilayah daerah Jepang, alhasil pengobatan ini sukses dilakukan.
“Untuk itu trapi pengobatan kangker kita lakukan di Provinsi Lampung, Lampung merupakan wilayah ke empat penelitian trapi kangker setelah di wilayah Negara Jepang. Ujarnya
Menurut Susilo Nikel yang akan digunakan dalam trapi ini berbentuk butiran artikel kecil yang padat tidak berpori-pori, karena butiran nikel tersebut bagus digunakan kedalam alat tembak, Setelah itu alat tembak akan digunakan dalam trapi kangker dengan cara menembak keberadaann kangker di dalam tubuh.
“Gubernur berharap Lampung merupakan Provinsi satu-satunya di Indonesia yang mempunyai alat trapi kangker, sehingga jika ini sukses dilakukan. Lampung siap pengekspor alat pembunuh kangker ini. Katanya
Masih kata Susilo, selama ini kita lihat penyakit kangker dalam ilmu kedokteran selalu di obati dengan Kemo, ” nah kemo itu bisa merusak kondisi tubuh seluruh badan, kasian dong hanya satu penyakit yang ingin di obati tetapi tubuh lain terkenah dampaknya. Namun dengan adanya alat trapi kangker ini penyakit kangker kita obati dengan cara ditembak ke titik tempat penyakit kangker tersebut tidak menyakiti fungsi badan yang lainnya.
Terkait program ini sudah mendapat persetujuan dari Presiden Jokowi, Menteri Kesehatan dan BUMN. Akan di danai oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Republik Indonesia, jika sudah dicairkan akan kita lakukan. Ungkapnya. (BA)
Published in
Antara (10 November 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Balai Penelitian Teknologi Mineral menyelenggarakan Pekan Teknologi Mineral 2017, guna mendukung percepatan pembangunan nasional.
"LIPI menjadikan iptek dan inovasi untuk memaksimalkan potensi daerah dan memperkuat daya saing wilayah yang bermuara meningkatnya kesejahteraan masyarakat," kata Pelaksana Tugas Kepala LIPI, Bambang Subiyanto, di Balai Keratun Komplek Perkantoran Pemerintah Provinsi Lampung, Bandarlampung, Kamis (9/11).
Ia menyebutkan, sejalan dengan kebijakan strategis pembangunan nasional ilmu pengetahuan dan teknologi, LIPI sebagai pelaksana tugas pemerintah di bidang penelitian dan pengembangan iptek menjadikan satuan-satuan kerja yang berada di daerah sebagai ujung tombak dalam pembangunan daerah berbasis iptek dan inovasi.
Bambang menjelaskan di Lampung LIPI berkiprah melalui Balai Penelitian Teknologi Mineral yang berlokasi di Tanjung Bintang, Lampung Selatan dan Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana di Liwa, Lampung Barat.
"Dua satuan kerja ini fokus pada riset pemanfaatan mineral. Ke depannya cakupan akan dikembangkan lebih luas lagi meliputi bidang pertanian, perkebunan dan energi melalui skema kerjasama dengan berbagai instansi terkait," jelasnya.
Ia mengatakan bahwa berada di ujung selatan Sumatera, Provinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang beraneka ragam mulai dari pertanian hingga mineral pertambangan.
Lampung sendiri mempunyai potensi pertanian dan perkebunan sebagai penghasil kopi terbesar di Indonesia atau sebesar 22,63 persen dari produksi kopi nasional.
Selain itu, lanjutnya, Lampung juga memiliki komoditas lain yang bernilai tinggi yaitu lada, kopi, kelapa, dan nanas.
Ia menambahkan, kegiatan tesebut sebagai upaya meningkatkan kerja sama antara dunia akademisi, birokrasi, industri, serta lembaga penelitian dan pengembangan untuk mengembangkan potensi daerah.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko., mengatakan pada Pekan Teknologi Mineral itu salah satunya menampilkan hasil kolaborasi berupa komponen kolimator peralatan terapi kanker berbasis boron neutron capture yang merupakan hasil kerja sama LIPI dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, juga dengan industri PT Kimia Farma dan PT Barata Indonesia,? papar
"Balai Penelitian Teknologi Mineral merupakan salah satu satuan kerja LIPI yang fokus pada penelitian mineral alam. Dengan kapasitas dan kompetensi di teknologi kunci terkait, kami berharap mampu berkontribusi pada level yang lebih tinggi dan memberikan kontribusi khususnya untuk masyarakat di Lampung," tambah Handoko.
Kegiatan mengambil tema "Mewujudkan Kemandirian Teknologi Mineral untuk Mendukung Percepatan Pembangunan Nasional", berlangsung sejak 7 November hingga 17 November 2017.
Selain pameran, Pekan Teknologi Mineral akan diisi dengan berbagai kegiatan pendukung seperti lomba cerdas tangkas mineral, perkemahan ilmiah remaja mineral, lomba esai, lomba animasi, workshop guru bidang studi kimia, focus grup discussion organisasi profesi fungsional peneliti se-Provinsi Lampung, juga kunjungan ilmiah.
Published in
Suarapedia (9 November 2017)
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menandatangani nota kesepahaman tentang penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, dan teknologi untuk peningkatan daya saing dan inovasi. Lampung memiliki sumber daya alam (SDA) yang dapat digunakan untuk penelitian dan riset.
"Untuk memanfaatkannya, dibutuhkan teknologi dan inovasi melalui penelitian sehingga mampu membawa keberkahan bagi masyarakat Lampung," kata Sutono, pada Pekan Teknologi Mineral Balai Penelitian Teknologi Mineral LIPI di Ruang Abung, Balai Keratun, Kamis (9/11/2017).
Sebuah riset, kata Sutono, dibutuhkan beberapa syarat seperti sumber daya manusia dan sarana prasarana.
"Keterbatasan bukanlah kendala untuk berkarya, untuk berkarya dibutuhkan kerja sama agar menghasilkan kesuksesan. Suksesnya penelitian sebuah riset, manakala hasilnya mampu dimanfaatkan bagi kemakmuran rakyat," ucap Sutono.
Pemerintah Provinsi Lampung terus mendorong dan memberikan ruang bagi peneliti untuk menghasilkan terobosan baru. Harapannya mampu membahas hasil riset lebih lanjut untuk mempercepat hasil penelitian yang berguna, bermanfaat, dan mampu diaplikasikan di tengah masyarakat untuk meningkatkan daya saing, terutama di Provinsi Lampung.
"Gubernur Lampung Muhammad Rodho Ficardo juga mencanangkan program Lampung kompeten guna meningkatkan sumber daya manusia Lampung yang berkompeten. Saat ini, Lampung menunjukkan daya saing meningkat, dengan berada diposisi 14 dari 34 provinsi. Daya saing meningkat, menunjukkan bahwa daerah itu maju," jelas Dsutono.
Menurut Deputi Bidang IPT LIPI, Laksana Tri Handoko, kegiatan ini merupakan kesempatan berharga bagi LIPI karena mampu bekerjasama dan hadir di Provinsi Lampung.
"Kami menekankan satuan kerja di suatu daerah agar bekerja dengan fokus dan kompeten sehingga mampu terasa di daerahnya. Kami juga terus meningkatkan infrastruktur sarana dan prasarana LIPI di Lampung sebagai bentuk perhatian LIPI pusat untuk meningkatkan lokasi BTPM," kata Tri Handoko.
Dia berharap kegiatan ini mampu meningkatkan sinergi, memberikan umpan dan meningkatkan hasil penelitian. "Kegiatan ini sebagai wadah komunikasi untuk bekerjasama dan sinergi. Terimakasih atas dukungan Pemerintah Provinsi Lampung atas dukungan selama ini, semoga mampu bermanfaat," kata Tri.
Kepala Balai Penelitian Teknologi Mineral Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), Drizal Fryantoni menjelaskan penelitian yang berjalan selama ini karena adanya dorongan dan dukungan penuh dari Pemerintah Provinsi Lampung.
"Harapannya penelitian ini mampu menghasilkan penelitian yang bermanfaat, terutama bagi Provinsi Lampung," harap Drizal.
Dalam acara tersebut diteken MoU antara Balai Penelitian Teknologi Mineral Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan konsorsium yang terdiri dari Boron Neuron Capture Cancer Terapy, Pusat Sains Teknologi Atom-BATAN, Fakultas Vokasi Universitas Diponegoro, PT brata dan PT SEP terkait pengembangan teknologi BNCT atau Boron Neutron Capture Cancer Therapy yang merupakan terapi baru dalam penyembuhan kanker. Selain itu, diteken kerja saama Teknologi Mineral LIPI dan Fakultas kebumian dan energi Universitas Trisakti. (ANITA)
Published in
Pikiran Rakyat (Bambang Arifianto, 8 November 2017)
Pembukaan seminar dan pembentukan Forum Profesor Riset di The Margo Hotel, Jalan Margonda Raya, Kota Depok, Rabu, 8 November 2017. Forum tersebut dibentuk guna memajukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.*
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dengan Kementerian Keuangan menggagas pembentukan Forum Profesor Riset nasional. Forum tersebut bertujuan memajukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Forum juga mewadahi sekitar 218 profesor riset yang masih aktif di Tanah Air. Hingga kini, jumlah profesor riset di Indonesia hanya 2,27 persen dari 9.685 peneliti nasional.
Tak pelak, kehadiran Forum Profesor Riset diperlukan guna menjaga dan mengembangkan iklim yang kondusif bagi pengembangan pengetahuan dan teknologi (Iptek). Penguasaan Iptek menjadi salah satu prasyarat bangsa dalam meraih kemakmuran dan menjadi bekal pergaulan dengan bangsa lain.
"Iptek harus menjadi bagian integral dari pembangunan sosial, ekonomi dan politik," kata Pelaksana Tugas Kepala LIPI Bambang Subiyanto dalam Seminar Kebijakan Pendanaan Riset Nasional Yang Implementatif Untuk Mewujudkan Daya Saing Bangsa Sesuai Nawacita dan Pembentukan Forum Profesor Riset Nasional di The Margo Hotel, Jalan Margonda Raya, Kota Depok, Rabu, 8 November 2017.
Bambang menambahkan, Iptek harus ikut mewarnai proses pengambilan keputusan politik dan investasi. Oleh karena itu, peran peneliti dengan landasan etika yang kokoh sangat diperlukan dan harus menjadi kunci kesuksesan bangsa.
Dia berharap, forum itu menjadi wadah dalam menyampaikan pertimbangan dan saran kepada pemerintah sebagai masukan penyusunan kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan nasional yang mandiri dan berdaulat. Selain itu, Bambang menyoroti keberadaan Undang - Undang No 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek.
Revisi undang-undang
Kini, UU tersebut dalam proses revisi di DPR. Menurutnya, UU itu memiliki masalah pada level perencanaan dan implementasi seperti belum masuknya kebijakan Strategi Nasional (Jakstranas) Iptek dalam siklus tahunan anggaran. Jakstranas bahkan tak masuk pula dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Akibatnya, Jakstranas belum diacu oleh lembaga penelitian dan pengembangan. Bambang menilai, revisi UU diperlukan guna memperbaiki koordinasi pelaksanaan Jakstranas serta pembinaan aspek sistem Litbang.
Sampai sekarang, tuturnya, belum ada mekanisme yang jelas dalam pembinaan kelembagaan Iptek di Indonesia, termasuk pendaftaran lembaga Litbang dan akreditasi pranatanya. Bambang berharap, revisi UU Iptek dapat menumbuhkembangkan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan Iptek melalui sistem nasional penelitian, pengembangan dan penerapannya.
"Sehingga pengembangan Iptek nasional bisa berjalan secara efisien, efektif, terpadu, terorganisasikan dengan baik yang pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian dan pembangunan serta daya saing nasional," tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Basuki Purwadi mengapresiasi pelaksanaan seminar dan pembentukan forum. "Mudah-mudahan apa yang kita laksanakan hari ini membawa manfaat," ucap Basuki.
Kegiatan tersebut juga menghadirkan sejumlah pembicara seminar. Beberapa pembicara yang hadir adalah Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Sisnas Iptek Daryatmo Mardiyanto serta Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko.***
Published in
LIPI (23 October 2017)
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) bersama dengan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) didampingi oleh Pelaksana Tugas Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI secara resmi membuka perhelatan akbar Indonesia Science Expo (ISE) 2017, Senin (23/10), di Balai Kartini Jakarta. Pameran sains ini diharapkan menjadi ajang optimalisasi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) di Indonesia.
Menko PMK, Puan Maharani dalam sambutan pembukaan mengatakan, saat ini pembangunan infrastruktur akan lebih baik apabila didukung riset inovatif. “Bisa dibayangkan riset yang inovatif dan kreatif bisa dilakukan apabila ada wadah yang tepat untuk menyetimulasinya sehingga Iptek kita bisa maju,” katanya.
Menurutnya, ajang ISE bisa menjadi wadah untuk pemanfaatan Iptek ini. ISE mampu menghadirkan berbagai kalangan mulai dari industri, ilmuwan, swasta, pemerintah hingga pemangku kepentingan lainnya untuk bertemu dan bersinergi dalam pembangunan nasional.
Di sisi lain, Puan menyoroti bahwa pemanfaatan Iptek saat ini masih belum optimal mendukung sektor ekonomi seperti pertambangan, pertanian, perkebunan, dan sektor lainnya. Padahal, apabila Iptek berhasil menopang sektor ekonomi dengan riset yang kreatif dan inovatif, maka bisa berkontribusi lebih pada perekonomian nasional.
Mengapa pemanfaatan Iptek belum optimal? Puan melihat karena masalahnya terletak dari alokasi anggaran yang masih minim. “Saat ini, kami sedang mengupayakan agar riset terkoordinasi sehingga arah penelitian bisa berkontribusi optimal untuk bangsa,” terangnya.
Kendati pemanfaatan Iptek dan riset belum optimal, dia pun melihat capaian Iptek negeri ini juga patut diapresiasi. Lihat saja, dirinya mengapresiasi LIPI sebagai lembaga riset yang menghasilkan paten tertinggi di Indonesia yakni 513. “Dengan jumlah paten yang tinggi kita harus mulai memikirkan apakah paten tersebut hanya dimiliki kita atau boleh dijual dan dimanfaatkan pihak lain,” ujarnya.
Puan berharap LIPI bisa menguatkan karakter Iptek pada pembangunan nasional. “Salah satu kunci keberhasilan Iptek adalah adanya sinergitas antara kementerian, lembaga, dan perguruan tinggi dengan pihak industri dan swasta selaku pengguna hasil riset. Hal ini penting agar proses hilirisasi hasil riset dapat optimal,” ungkapnya.
Daya Saing
Menristekdikti, Mohamad Nasir mengungkapkan, riset dan Iptek saat ini menjadi salah satu penentu daya saing bangsa. “Peningkatan daya saing bangsa di era modern saat ini mutlak didukung oleh kapasitas dan kompetensi riset yang memadai, sehingga mampu menghasilkan inovasi yang kompetitif secara global,” ujarnya.
Untuk itu, Nasir mengharapkan kesadaran dan kepedulian akan pentingnya Iptek dalam meningkatkan daya saing dan kesejahteraan perlu terus didorong dan ditumbuhkembangkan di semua kalangan dan rentang usia.
“Hari ini, kita dapat melihat berbagai karya para peneliti, perekayasa, dosen, innovator dan bahkan peneliti cilik calon ilmuwan Indonesia masa depan di ajang ISE. Ini tentunya memberikan energi positif dan angin segar bagi kita semua dan memberikan harapan bahwa Indonesia dapat bersaing dengan negara lain,” paparnya.
Dikatakannya, pihak Kemristekdikti sekarang terus berupaya meningkatkan kapasitas dan kompetensi Iptek di Indonesia. “Hal ini telah dituangkan dalam Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2017-2045. RIRN menjadi titik awal membentuk Indonesia yang mandiri melalui penguasaan dan keunggulan Iptek secara global,” sambungnya.
Kemudian terkait dengan ISE 2017, Nasir mengapresiasi kegiatan ini sebagai salah satu upaya mendorong perkembangan Iptek nasional. ISE diharapkan semakin menggaungkan jendela ilmu pengetahuan di Indonesia dan bahkan tingkat internasional.
Riset Inovatif
Laksana Tri Handoko, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI menuturkan, ajang ISE menampilkan ratusan riset inovatif karya anak negeri. Tujuan diselenggarakannya ISE adalah untuk mengomunikasikan atau memasyarakatkan apa yang telah dilakukan peneliti Indonesia dalam bidang riset dan manfaatnya bagi masyarakat luas. “Kami ingin pula agar hasil riset benar-benar terasa manfaatnya bagi masyarakat, baik jangka pendek hingga jangka panjang,” tuturnya.
Handoko menekankan, riset dan Iptek telah menjadi landasan dalam undang-undang di Indonesia. “Sebagai lembaga riset, LIPI selalu bersinergi untuk terus membuat riset yang inovatif. Selain itu, kami menyiapkan wadah untuk remaja dan peneliti Indonesia untuk melakukan riset yang bermanfaat,” ungkapnya.
Sebagai informasi, ISE 2017 sendiri diikuti oleh 176 peserta pameran sains dari kementrian, lembaga, universitas, dan swasta. Selain pameran sains, ada pula kegiatan lainnya dalam ISE kali ini, seperti pemberian penghargaan Science Based Industrial Innovation Awards (SBIIA), LIPI Young Science Award (LYSA), pemenang National Young Inventor Awards (NYIA) dan pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR). Untuk menyukseskan ISE agar lebih diterima masyarakat, LIPI menggandeng promotor iD.M. (lyr,pwd)
Published in
Fajar (18 October 2017)
Praktisi IT dan ahli keamanan informasi ITB, Budi Rahardjo, menanggapi rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggunakan mesin sensor internet untuk menangani konten negatif yang beredar di dunia maya.
Budi menilai, mesin sensor internet tidak akan berpengaruh banyak kepada pengurangan jumlah konten negatif yang beredar di internet. Menurutnya, setiap situs berkonten negatif yang diblokir akan memicu munculnya situs serupa baru.
”Diblokir, mereka akan pindah domain dan IP address. Susah,” kata lulusan Manitoba University, Winnipeg, Kanada, tersebut kepada Jawa Pos kemarin (15/10).
Dia mengatakan, ketimbang melakukan penyisiran dengan mesin sensor internet yang efektifitasnya masih diragukan, Kementerian Kominfo sebaiknya terus melakukan edukasi.
Menurut Budi, permasalahan itu tidak hanya diselesaikan di hilir. Hulu pun memerlukan perhatian khusus. ”Edukasi kepada masyarakat ini penting,” ucapnya.
Kementerian Kominfo juga harus membanjiri internet dengan konten-konten positif sehingga lama kelamaan, konten negatif tidak lagi mendapat tempat.
”Ya 80 persen lah isinya konten positif. Nanti juga sudah tidak ada lagi yang peduli dengan konten negatif,” kata IT-Preneur di balik domain .id itu.
Di sisi lain, ada juga cara yang jauh lebih efektif untuk menekan jumlah konten negatif yang beredar di internet. Yakni dengan follow the money. Mencari siapa dalang di balik konten-konten negatif itu.
Namun, tentunya itu sudah bukan menjadi kewenangan Kementerian Kominfo. Melainkan kewenangan pihak kepolisian.
”Pelakunya harus dikejar dan diberi efek jera. Dengan begitu, orang yang akan melakukan hal serupa akan berpikir ulang dengan ancaman hukuman yang akan mereka terima,” ucap dia.
Namun, kata Budi, sah-sah saja jika Kementerian Kominfo menggunakan alat itu untuk pemetaan terhadap konten-konten negatif yang beredar di internet itu. Budi mengatakan, metode crawling sebenarnya bukan metode baru. Sudah cukup banyak pihak yang menggunakan metode tersebut. Biasanya untuk memetakan pasar.
”Kalau tujuannya untuk itu sih sah-sah saja. Yang saya tidak setuju itu pemberangusannya. Dengan blokir-blokir itu khawatirnya akan mengarah ke pembatasan kebebasan berpendapat,” ucap lulusan terbaik Jurusan Teknik Elektro ITB pada 1986 itu.
Terkait dengan anggaran yang menyentuh angka Rp 211 miliar untuk pengadaan mesin tersebut, Budi merasa angka tersebut terlalu besar.
Memang, untuk menyediakan software dan storage pendukung butuh anggaran besar. Tapi sepertinya tidak sebesar itu. Budi mengaku belum terlalu memahami juga akan seperti apa mesinnya nanti.
”Tapi, kalau hanya untuk crawling, angka tersebut memang terlalu besar,” ujarnya.
Hal tidak jauh beda juga dilontarkan Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko.
Menurutnya, menggunakan metode tersebut sangat memungkinkan karena prinsipnya sama dengan sensor di program Internet Sehat. Tetapi, lanjut Handoko, akurasinya tidak bisa 100 persen.
”Malah mungkin hanya lebih kurang 60 persen. Setidaknya ini akan mengurangi konten negatif di internet,” tuturnya. (and/tau)
Published in
Teknologi (16 October 2017)
Menkominfo sedang mempersiapkan mesin sensor untuk mengurangi jumlah konten negatif yang bertebaran di internet. Proyek pengadaan mesin sensor ini akan dikerjakaan oleh PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (PT. INTI), selaku pemenang lelang proyek dengan harga 211 miliar rupiah.
Mesin sensor berbasis crawling ini diharapkan akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pemberantasan konten negatif di internet. Dengan target utama yaitu sekitar 30 juta situs pornografi dan juga situs hoax yang tak kalah banyak bertebaran di dunia maya.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, merasa sangat optimis dengan adanya mesin sensor internet ini karena menurutnya akan lebih mudah dalam menjaring situs-situs negatif dibandingkan cara manual, yaitu menunggu laporan masyarakat.
Sementara itu, menurut pakar IT, keberadaan mesin sensor internet ini dirasa tidak akan membawa pengaruh besar dalam mengurangi jumlah konten negatif karena dengan dilakukannya pemblokiran, justru akan semakin menambah kemunculan situs serupa.
“Diblokir, mereka akan pindah domain dan IP address. Susah,” ujar Budi, pakar IT lulusan Manitoba University, Winnipeg, Kanada.
Menurutnya, ada langkah yang jauh lebih efisien. Yaitu dengan memberikan edukasi secara berkesinambungan pada masyarakat. Selain itu, Budi juga menganjurkan agar Kementerian Kominfo lebih memperbanyak konten-konten positif di internet sehingga konten negatif akan kehilangan tempat di internet dan lama kelamaan akan berkurang dengan sendirinya.
Selain itu menurutnya, metode follow the money atau mencari siapa sosok di balik konten-konten negatif tersebut dirasa lebih efektif.
Pendapat yang tak jauh berbeda pun dituturkan oleh Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko. Ia mengungkapkan, meski penggunaan mesin sensor dinilai kurang efektif, setidaknya memiliki prinsip yang tak jauh berbeda dengan sensor pada program Internet Sehat.
“Malah mungkin hanya lebih kurang 60 persen. Setidaknya ini akan mengurangi konten negatif di internet,” ujar Laksana Tri Handoko yang menilai tingkat keakuratan dari mesin sensor internet tersebut tidak bisa mencapai 100 persen.
Published in
Inspirasi (, October 2017)
Ratusan karya riset anak negeri bakal menjadi daya tarik utama dalam penyelenggaraan Indonesia Science Expo (ISE) 2017, yang dihelat pada 23-26 Oktober 2017 mendatang di Balai Kartini Jakarta. Laksana Tri Handoko, Ketua ISE 2017 yang juga Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI mengatakan, konsep utama ISE terdiri dari tiga hal, yakni Science for Science, Science for Scientific Community, dan Science for Stakeholders.
Science for Science adalah kontribusi LIPI dalam perkembangan ilmu pengetahuan melalui perbaruan teori/metode, hasil-hasil temuan baru, dan karya tulis ilmiah yang bereputasi. Kemudian, Science for Sientific Community yang merupakan kontribusi LIPI dalam mencerdaskan bangsa lewat kebermanfaatan dari hasil-hasil risetnya. Dan terakhir, Science for Stakeholder yakni kontribusi LIPI bagi kebijakan negara dan masyarakat melalui pemberian nilai tambah, arah kebijakan, dan perubahan pola kerja bagi kehidupan berbangsa lewat hasil-hasil risetnya.
ISE merupakan pameran sains yang menampilkan beragam hasil riset peneliti setiap tahunnya, baik kementerian dan lembaga negara, perguruan tinggi dan tentunya juga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), serta industri.
Selain itu, ISE menampilkan pula karya riset dari para remaja dalam bagian kegiatan yang dinamakan Youth Science Fair 2017. Pameran sains remaja tersebut merupakan yang pertama kali digelar di Indonesia. Para peserta yang terlibat adalah 52 finalis/pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) LIPI 2017. Kemudian, ada pula dari pemenang Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI 2017, Loreal Girl’s in Science, dan Kalbe Junior Scientist Award.
Selain pameran sains, ISE juga diisi dengan beragam kegiatan lain, seperti Science Movie, Science Art, Science Show, Games, workshop, talkshow, Science Based Industrial Innovation Award 2017, Pekan Inovasi Teknologi 2017, serta lebih kurang 18 konferensi ilmiah.
Bagi Anda yang memiliki minat di bidang sains, bisa menyisihkan waktu untuk berkunjung ke perhelatan ini. Anda juga bisa mengajak anak-anak agar mereka termotivasi untuk berkarya.
Published in Sindo (Neneng Zubaidah, 27 October 2017)
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Nasional Iptek sedang dibahas di DPR. Ada harapan pemerintah merevisi batas usia pensiun yang sudah diper singkat menjadi 60 tahun.
Sekjen Himpunan Peneliti In donesia (Himpenindo) Dwi Eny Djoko Setyono menga akan, dengan adanya RUU Sistem Nasional (Sinas) Iptek yang sedang dibahas, diharapkan menjadi landasan masa depan yang baik bagi para peneliti.
Dalam artian, karier sebagai peneliti menjadi jelas saat menjadi peneliti dan sesudahnya. ”Yang jadi masalah itu terkait batas usia pensiun. Yang peneliti madyakan pensiunnya 65 tahun. Tiba-tiba dengan adanya PP baru, pensiunnya maju jadi 60 tahun,” tandas Dwi seusai tal k show Sistem Nasional Iptek Indonesia di Jakarta kemarin.
Sebelumnya, PP No 11/ - 2017 meng atur tentang Batas Usia PNS untuk diberhentikan secara hormat atau pensiun. Salah satu jabatan yang mengalami batas usia pensiun adalah peneliti madya. Jika sebelumnya mereka pensiun pa da usia 65 ta hun, dengan PP itu, justru di perpendek menjadi 60 tahun.
Berdasarkan data, jumlah peneliti madya secara nasional yang akan terkena dampaknya sebanyak 208 orang pada 2017. Secara keseluruhan sebanyak 556 orang peneliti madya yang akan pensiun dalam waktu tiga tahun ke depan atau sekitar 20% dari jumlah peneliti madya yang ada saat ini.
Dwi mengatakan, jika RUU ini sudah disahkan, para peneliti akan memiliki payung hukum yang berbeda dengan UU ASN. Hal ini akan menyamai dosen yang telah dinaungi peratur an perundangan sendiri, yak ni UU No 14/2005 tentang Gu ru dan Dosen.
”Kita upayakan UU ini bisa jadi rumah baru bagi peneliti,” tandasnya. Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Tehnik LIPI Laksana Tri Handoko mengatakan, problem riset memang bukan hanya soal anggaran, tetapi ada kelembagaan yang tumpang tindih.
”Ada lembaga, tapi kerja tidak jelas. Banyak yang seperti itu,” ujarnya. LIPI bersama Kemenpan dan RB mencoba membenahi aspek kelembagaannya. Seperti masalah sumber daya manusia dan payung hukum mekanisme pemakaian anggaran.
Published in
Lentera Swara Lampung (Ivan A. Saputra, 9 November 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjalin kerjasama dengan Pemerintah Provinsi Lampung, dalam rangka penelitian dan pengolahan mineral serta peleburan bahan baku nikel, yang akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan komponen kalimator atau peralatan terapi berbasis BNTP (Baron Neutron Capture Therapy).
Sebagai landasan hukum, agar semua yang terlibat di dalamnya dapat bertanggung jawab atas segala tugas dan fungsinya, kemitraan ini dikukuhkan dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) di Ruang Abung, Gedung Balai Keratun, Komplek Kantor Gubernur Lampung, Kamis (9/11).
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko mengungkapkan, selain agar semua ikut merasa andil dan bertanggungjawab atas tugas dan fungsinya, penandatanganan MoU tersebut juga merupakan rangkaian kegiatan LIPI dalam melakukan, penelitian dan pengelolaan mineral serta peleburan bahan baku nikel di Provinsi Lampung.
Ia menambahkan, saat ini Lampung merupakan satu-satunya provinsi yang memiliki teknologi pengolahan peleburan bahan baku nikel, yang akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan komponen kalimator.
Menurutnya, penelitian teknologi kalimator terapi kanker akan dikembangkan pada 2018, bekerjasama dengan Badan Tenaga Nuklir (BATAN) Nasional dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). “Jika nantinya pengelolaan alat ini sukses dilakukan di Provinsi Lampung, maka Lampung merupakan satu-satunya provinsi pembuat kalimator dengan bahan baku nikel,” ujarnya.
Sementara Kepala BATAN, Susilo Widodo mengatakan, penelitian di wilayah Negara Jepang telah menunjukkan hasil positif. Dimana saat ini sudah ada tiga alat terapi terbesar pada tiga provinsi di sana, yang menggunakan bahan baku nikel sebagai obat terapi kanker. “Lampung merupakan wilayah ke empat penelitian terapi kanker, setelah di wilayah Negara Jepang,” kata dia.
Selama ini, sambungnya, penyakit kanker dalam ilmu kedokteran selalu diobati dengan kemoterapi. “Kemo itu bisa merusak jaringan tubuh seluruh badan. Kasian, hanya satu penyakit yang ingin diobati, tetapi jaringan tubuh lain terkena dampaknya,” jelas Susilo.
Dengan adanya alat terapi ini, lanjut dia, penyakit kanker bisa diobati dengan cara langsung terfokus pada titik tempat penyakitnya. Sehingga tidak merusak fungsi badan lainnya. “Terkait program ini, LIPI dan BATAN sudah mendapat persetujuan dari Presiden Jokowi, Menteri Kesehatan dan BUMN. Proyek ini akan didanai Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Republik Indonesia,” tutupnya.
Di tempat yang sama Sekretaris Provinsi (Sekprov) Lampung, Sutono mengatakan, Lampung memiliki sumber daya alam yang dapat digunakan untuk penelitian. Untuk memanfaatkannya, dibutuhkan teknologi dan inovasi. Sehingga mampu membawa keberkahan bagi masyarakat.
Sebuah riset, sambung dia, dibutuhkan beberapa syarat seperti sumber daya manusia dan sarana prasarana. “Keterbatasan bukanlah kendala untuk berkarya. Dan untuk berkarya, dibutuhkan kerjasama agar menghasilkan kesuksesan. Suksesnya sebuah penelitian, manakala hasilnya mampu dimanfaatkan bagi kemakmuran rakyat,” ujar Sutono.
Karenanya, lanjut dia, Pemerintah Provinsi Lampung terus mendorong dan memberikan ruang bagi peneliti untuk menghasilkan terobosan baru. “Harapannya mampu menghasilkan yang berguna, bermanfaat, dan bisa di aplikasikan pada masyarakat untuk meningkatkan daya saing,” jelas Sutono. (HABIB)
Published in
Times Indonesia (Sanusi, 18 October 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berupaya untuk terus memperkuat kerja sama dengan berbagai stakeholders, termasuk dengan Pemerintah Daerah. Dalam semangat itulah, Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi LIPI melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Pemanfaatan Hasil-hasil Penelitian, Kepakaran dan Laboratorium LIPI untuk Meningkatkan Daya Saing Daerah" pada Senin (16/10/17).
Kepala Kebun Raya Purwodadi LIPI, Dr. R. Hendrian mengatakan bahwa melalui kegiatan FGD ini diharapkan terbangun sebuah komunikasi dan sinergi yang semakin kuat antara Kebun Raya Purwodadi LIPI dengan stakeholders khusunya Pemerintah Kabupaten Pasuruan dan para pelaku usaha. FGD kali ini difokuskan pada Usaha Kecil Menengah bidang pertanian yang ada di Kabupaten Pasuruan.
Hasil yang diharapkan dari FGD ini diantaranya adalah diperolehnya rumusan tentang bagaimana hasil penelitian, kepakaran dan fasilitas penelitian yang dimiliki LIPI dapat lebih terinformasikan, lebih diketahui, dan dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah dan UKM, sedemikian rupa sehingga langsung atau tidak langsung dapat berkontribusi pada peningkatan daya saing daerah.
Deputi bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI, Dr. Laksana Tri Handoko M.Sc. dalam arahannya menyampaikan apresiasi kepada Kebun Raya Purwodadi LIPI yang telah memperkuat hubungan dialogis antara LIPI dengan pihak mitra di daerah.
“Keberadaan Kebun Raya Purwodadi LIPI di Pasuruan ini diharapkan dapat memberikan manfaat nyata dan pengaruh positif bukan saja di bidang konservasi tumbuhan semata, tetapi juga dalam kaitannya dengan peningkatan daya saing daerah,” tegasnya.
Selain Deputi IPT LIPI hadir pula Bupati Pasuruan, H. M. Irsyad Yusuf, SE, MMA; Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Pasuruan, Ir. Ihwan, M.Si.; Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Pasuruan, Drs. Henis Widiyanto, MM.; sejumlah perwakilan UKM Kabupaten Pasuruan; serta jajaran struktural dan peneliti Kebun Raya Purwodadi LIPI.
Pada kesempatan ini Gus Irsyad, panggilan akrab Bupati Pasuruan, memaparkan berbagai potensi Kabupaten Pasuruan. Beliau juga mengapresiasi terselenggaranya kegiatan FGD ini dan berharap akan banyak manfaat yang dapat dipetik bagi penguatan kerja sama ke depan antara LIPI dengan Pemerintah Kabupaten Pasuruan, termasuk dalam pemberdayaan UKM.
Selaku penyelenggara FGD, Kepala Kebun Raya Purwodadi LIPI, Dr. R. Hendrian, M.Sc. menjelaskan perlunya mempertemukan dunia penelitian/ilmu pengetahuan dengan potensi, kebutuhan spesifik dan harapan stakeholders, termasuk Pemerintah Daerah dan pelaku usaha di daerah.
FGD berlangsung hangat. Para pelaku usaha/UKM mengungkapkan berbagai kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi di lapangan. Dari diskusi ini dihasilkan rekomendasi agar dapat dilakukan FGD lanjutan untuk membangun pola kemitraan yang lebih mantap. Dimana semua pihak terkait dapat benar-benar mengambil peran aktifnya. Tentu sesuai dengan tugas-fungsinya masing-masing.
Salah satu peserta yang hadir, Maryono dari Kelompok Tani Kecamatan Tutur, menyampaikan bahwa kehadiran LIPI di tengah masyarakat seperti ini sebagai sesuatu yang sangat menggembirakan.
“Kehadiran LIPI buat kami sangat penting, khususnya untuk membantu mencarikan solusi bagi permasalahan-permasalahan riil yang dihadapi masyarakat. Khususnya yg membutuhkan sentuhan iptek,” tandasnya.(*)
Published in
Kupas Tuntas (Josua Napitupulu, 10 November 2017)
Selama ini, nikel dikenal sebagai jenis logam yang berguna untuk produksi besi dan baja. Namun, berkat penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Tenaga Nuklir (BATAN) Nasional, nikel bisa disulap jadi obat kanker.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko, mengatakan LIPI telah melakukan penelitian dan peleburan bahan baku nikel di Provinsi Lampung. Setelah dilebur, nikel tersebut akan digunakan untuk terapi pembunuh kanker yang diderita manusia. Menurutnya, Lampung merupakan satu-satunya lokasi pengelolaan nikel dalam uji tes pengobatan kanker di Indonesia.
“Karena hanya Lampung yang memiliki alat tembak tersebut yang akan digunakan dalam terapi pembunuh kanker. Tempat memproduksi alat ini ada di Tanjung Bintang, Lampung Selatan,” kata Laksana usai menandatangani nota kesepahaman dengan Pemerintah Provinsi Lampung di Balai Keratun, Kamis (9/11/2017).
Teknologi alat tembak terapi kanker nikel akan dikembangkan pada 2018, bekerja sama dengan BATAN. Jika nantinya pengelolaan alat ini sukses, maka Lampung merupakan satu-satunya provinsi pembuat alat tembak pembunuh kanker dengan bahan baku nikel.
“Ini juga akan membuat Provinsi Lampung dikenal dunia dan juga dapat mengekspor alat ini ke seluruh wilayah Indonesia maupun mancanegara,” jelas Laksana.
Sementara perwakilan Badan Tenaga Nuklir Nasional, Susilo Widodo menjelaskan, nikel banyak di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Dari hasil penelitian di Jepang, nikel sudah digunakan dalam terapi pengobatan kanker. Hasilnya, pengobatan ini sukses dilakukan.
“Untuk itu, terapi pengobatan kanker kita lakukan di Provinsi Lampung. Lampung merupakan wilayah keempat penelitian terapi kanker setelah di wilayah Jepang,” urai Susilo.
Menurut Susilo, nikel yang akan digunakan dalam terapi ini berbentuk butiran kecil yang padat tidak berpori-pori. Butiran nikel itu lalu digunakan ke dalam alat tembak. Setelah itu nikel ditembakkan ke area kanker di dalam tubuh.
Selama ini, penyakit kanker selalu diobati dengan kemoterapi. Padahal kemoterapi bisa merusak kondisi tubuh seluruh badan. “Kasihan dong, hanya satu penyakit yang mau diobati tetapi bagian tubuh lain terkena dampaknya. Dengan adanya alat ini, penyakit kanker bisa kita obati dengan cara ditembak ke titik kanker dan tidak menyakiti fungsi badan yang lainnya,” pungkasnya.
Program ini sudah mendapat persetujuan dari Presiden Jokowi dan Menteri Kesehatan. Program ini akan didanai oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Published in
Siar (24 October 2017)
Banyak temuan di bidang ilmu pengetahuan (science) yang dihasilkan anak bangsa. Tengok saja Indonesia Science Expo (ISE) 2017 yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 23-26 Oktober 2017 di Balai Kartini, Jakarta.
Di ISE 2017 tersebut, LIPI menampilkan seratusan lebih karya anak bangsa yang bakal membuat Anda kagum dengan potensi dan kemampuan putera-puteri anak negeri.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani mengatakan, Indonesia memiliki generasi yang berprestasi. “Semoga acara ini dapat menjadi sebuah kontribusi bagi dunia dan menunjukkan bahwa Indonesia memiliki generasi yang berprestasi,” katanya Selasa (24/10) di Balai Kartini, Jakarta. Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala LIPI, Bambang Subiyanto menjelaskan, pameran ini diselenggarakan dengan tujuan mengomunikasikan apa yang telah dilakukan peneliti Indonesia dalam bidang riset dan manfaatnya bagi masyarakat luas. “Kami ingin pula agar hasil riset benar-benar terasa manfaatnya bagi masyarakat, baik jangka pendek hingga jangka panjang,” ujarnya.
Penyelenggaraan ISE 2017 ini terbilang istimewa. Sebab bersamaan dengan 50 tahun kiprah LIPI di Indonesia. ISE tahun ini merupakan penyelenggaraan yang kedua, setelah penyelenggaraan pertama berlangsung dua tahun lalu.
Ketua Panita Penyelenggara ISE 2017, Laksana Tri Handoko menjelaskan ada tiga konsep utama dalam acara itu, yakni Science for Science, Science for Scientific Community, dan Science for Stakeholders. Science for Science adalah kontribusi LIPI dalam perkembangan ilmu pengetahuan melalui perbaruan teori/metode, hasil-hasil temuan baru, dan karya tulis ilmiah yang bereputasi.
Laksana Tri Handoko yang juga menjabat sebagai Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI ini melanjutkan, bahwa konsep Science for Sientific Community yang merupakan kontribusi LIPI dalam mencerdaskan bangsa lewat kebermanfaatan dari hasil-hasil risetnya. “Terakhir, Science for Stakeholder yakni kontribusi LIPI bagi kebijakan negara dan masyarakat melalui pemberian nilai tambah, arah kebijakan, dan perubahan pola kerja bagi kehidupan berbangsa lewat hasil-hasil risetnya,” kata Handoko.
Sebagai informasi, ISE 2017 menampilkan hasil-hasil riset peneliti, baik kementerian dan lembaga negara, perguruan tinggi dan tentunya juga LIPI, serta industri. Selain pameran sains, ISE akan diisi beragam kegiatan antara lain Science Movie, Science Art, Science Show, Games, workshop,talkshow, Youth Science Fair 2017, Science Based Industrial Innovation Award 2017, Pekan Inovasi Teknologi 2017, pameran industri, pameran perguruan tinggi serta lembaga penelitian dan pengembangan, serta konferensi ilmiah (lebih kurang 18 konferensi).
Sementara khusus untuk Youth Science Fair, kegiatan ini merupakan pertama kali di Indonesia dengan melibatkan para pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) LIPI 2017, Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI 2017, Loreal Girl’s in Science, dan Kalbe Junior Scientist Award. Untuk ajang LKIR, kegiatan ini telah menjaring sebanyak 3.706 proposal pada tahun ini. Dari jumlah tersebut ditetapkan 52 finalis (pemenang) yang akan dibimbing oleh peneliti LIPI selama 3-4 bulan. (Bram)
Published in
Saibumi (Eva Suryani, 9 November 2017)
Pemerintah Provinsi Lampung dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menandatangani nota kesepahaman tentang penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, dan teknologi untuk peningkatan daya saing dan inovasi. Lampung memiliki sumber daya alam yang dapat digunakan untuk penelitian dan riset.
"Untuk memanfaatkannya, dibutuhkan teknologi dan inovasi melalui penelitian sehingga mampu membawa keberkahan bagi masyarakat Lampung," kata Sutono, pada Pekan Teknologi Mineral Balai Penelitian Teknologi Mineral LIPI di Ruang Abung, Balai Keratun, Kamis, 9 November 2017.
Sebuah riset, kata Sutono, dibutuhkan beberapa syarat seperti sumber daya manusia dan sarana prasarana. "Keterbatasan bukanlah kendala untuk berkarya, untuk berkarya dibutuhkan kerja sama agar menghasilkan kesuksesan. Suksesnya penelitian sebuah riset, manakala hasilnya mampu dimanfaatkan bagi kemakmuran rakyat," ucap Sutono.
Pemerintah Provinsi Lampung terus mendorong dan memberikan ruang bagi peneliti untuk menghasilkan terobosan baru. Harapannya mampu membahas hasil riset lebih lanjut untuk mempercepat hasil penelitian yang berguna, bermanfaat, dan mampu diaplikasikan di tengah masyarakat untuk meningkatkan daya saing, terutama di Provinsi Lampung.
"Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo juga mencanangkan program Lampung kompeten guna meningkatkan sumber daya manusia Lampung yang berkompeten. Saat ini, Lampung menunjukkan daya saing meningkat, dengan berada diposisi 14 dari 34 provinsi. Daya saing meningkat, menunjukkan bahwa daerah itu maju," jelas Sutono.
Menurut Deputi Bidang IPT LIPI, Laksana Tri Handoko, kegiatan ini merupakan kesempatan berharga bagi LIPI karena mampu bekerjasama dan hadir di Provinsi Lampung. "Kami menekankan satuan kerja di suatu daerah agar bekerja dengan fokus dan kompeten sehingga mampu terasa di daerahnya. Kami juga terus meningkatkan infrastruktur sarana dan prasarana LIPI di Lampung sebagai bentuk perhatian LIPI pusat untuk meningkatkan lokasi BTPM," kata Tri Handoko.
Dia berharap kegiatan ini mampu meningkatkan sinergi, memberikan umpan dan meningkatkan hasil penelitian. "Kegiatan ini sebagai wadah komunikasi untuk bekerjasama dan sinergi. Terimakasih atas dukungan Pemerintah Provinsi Lampung atas dukungan selama ini, semoga mampu bermanfaat," kata Tri.
Kepala Balai Penelitian Teknologi Mineral Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), Drizal Fryantoni menjelaskan penelitian yang berjalan selama ini karena adanya dorongan dan dukungan penuh dari Pemerintah Provinsi Lampung. "Harapannya penelitian ini mampu menghasilkan penelitian yang bermanfaat, terutama bagi Provinsi Lampung," harap Drizal.
Dalam acara tersebut diteken MoU antara Balai Penelitian Teknologi Mineral Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan konsorsium yang terdiri dari Boron Neuron Capture Cancer Terapy, Pusat Sains Teknologi Atom-BATAN, Fakultas Vokasi Universitas Diponegoro, PT brata dan PT SEP terkait pengembangan teknologi BNCT atau Boron Neutron Capture Cancer Therapy yang merupakan terapi baru dalam penyembuhan kanker. Selain itu, diteken kerja saama Teknologi Mineral LIPI dan Fakultas kebumian dan energi Universitas Trisakti. (**)
Published in
Suratkabar (Evita Devega, 17 October 2017)
Menurut Budi, mesin sensor internet tidak membawa pengaruh banyak dalam mengurangi jumlah konten negatif yang menyebar luas di internet. Ia menilai, dengan melakukan pemblokiran terhadap salah satu situs berisi konten negatif justru akan memicu kemunculan situs serupa, diwartakan Jpnn.com. “Diblokir, mereka akan pindah domain dan IP address. Susah,” tukas pria lulusan Manitoba University, Winnipeg, Kanada tersebut ketika dimintai konfirmasi terkait rencana Kominfo, seperti dilansir dari laman Jpnn.com, Senin (16/10/2017).
Ada langkah yang menurutnya jauh lebih efisien dalam mengatasi permasalahan pelik yang satu ini. Dibandingkan dengan melakukan penyisiran menggunakan mesin sensor internet, sebaiknya Kementerian Kominfo memberikan edukasi secara berkesinambungan.
Tak hanya itu. Budi juga menganjurkan agar Kementerian Kominfo lebih memperbanyak konten-konten positif di internet. Langkah ini bertujuan untuk membuat konten negatif kehilangan tempat di internet. Sehingga nantinya akan berkurang dengan sendirinya.
“Edukasi kepada masyarakat ini penting. Selain itu, ya, 80 persen lah, isinya konten positif. Nanti juga sudah tidak ada lagi yang peduli dengan konten negatif,” tambah IT-Preneur di balik domain .id tersebut dengan lugas.
Adapun cara lain yang dituturkan Budi dalam menanggulangi konten negatif di Indonesia yang jumlahnya sangat membludak itu adalah dengan mem-follow the money. Hal ini dimaksudkan untuk mencari siapa sosok di balik konten-konten negatif tersebut.
Meskipun disebutkan bahwa langkah ini bukan merupakan wewenang Kementerian Kominfo, melainkan pihak kepolisian, namun menurut Budi adalah hal yang wajar bagi Kominfo melakukan cara tersebut untuk pemetaan terhadap penyebaran konten-konten negatif.
Sementara itu, ketidaksetujuan Budi terhadap rencana Kominfo menggunakan mesin sensor internet adalah dilihat dari anggaran yang dipersiapkan untuk pengadaannya. Dengan dana yang mencapai angka Rp 211 miliar untuk mesin tersebut dianggap terlalu tinggi.
Pendapat serupa juga dikeluarkan oleh Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko. Ia mengungkapkan dengan menggunakan metode tersebut meski dinilai kurang efektif, namun setidaknya memiliki prinsip yang tak jauh berbeda dengan sensor pada program Internet Sehat.
“Malah mungkin hanya lebih kurang 60 persen. Setidaknya ini akan mengurangi konten negatif di internet,” tutur Laksana Tri Handoko yang menilai tingkat keakuratan dari mesin sensor internet tersebut tidak bisa mencapai 100 persen.
Published in
Media Indonesia (Suryani Wandari, 29 October 2017)
PARA pengunjung menyerbu potongan roti yang telah diberi keju mozarella dan saus yang dibagikan Kak Uus Faisal, tim divisi hubungan masyarakat (humas) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sementara itu, Bu Esty sibuk memasak di atas kompor listriknya.
Keju mozarella yang mengental dan meleleh itu memang jadi salah satu primadona di Indonesia Science Expo (ISE) 2017, Senin (23/10).
Itu lo, keju yang sering kita temui pada piza, spageti, dan kini banyak ditambahkan pada ayam goreng serta masakan-masakan lain. Tak mengherankan jika banyak orang yang ingin memakannya, termasuk kamu kan?
Akan tetapi, tahukah kamu cara membuatnya? Kok bisa mengental dan meleleh ya? Nah Sobat Medi, rupanya kita juga bisa buat sendiri lo.
Pakai bioteknologi
Pada pelaksanaan ISE 2017 yang berlangsung 23 -26 Oktober di Balai Kartini, Jakarta, kalian bisa melihat hasil-hasil riset peneliti, baik yang tergabung dalam kementerian, perguruan tinggi, LIPI, maupun industri di arena pameran.
Riset untuk kehidupan
"Kami ingin hasil riset benar-benar terasa manfaatnya bagi masyarakat, baik jangka pendek maupun jangka panjang," kata Pak Laksana Tri Handoko, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI.
Riset-riset itu pun sebenarnya sudah dekat dengan kita, termasuk mozarella dan yoghurt, dua olahan dari susu sapi segar yang diproses menggunakan cara bioteknologi.
"Bioteknologi itu rekayasa teknologi di bidang biologi, bisa juga disebut pemanfaatan makhluk hidup untuk menghasilkan yang baru," kata Kak Uus.
Yoghurt, kata Kak Uus, merupakan produk bioteknologi yang paling tua dan ditemukan tidak sengaja. Bahkan beberapa lukisan di gua menceritakan cara membuat yoghurt. Ya, ditemukan sebelum Masehi, lo, sobat! Beda tempat, beda pula cara membuatnya.
Seperti di Eropa, dulu mereka menyimpan susu di kantong kulit sehingga dalam beberapa hari, rasa susu seperti difermentasi. Ada pula yang tidak sengaja menyimpan susu dekat kamar mandi sehingga terkontaminasi oleh mikroba. Ya benar, karena pada dasarnya, yoghurt terjadi karena campur tangan mikroba atau bakteri, ya, Sobat Medi!
Pemberian bakteri
Rasanya yang agak asam, tapi kok yoghurt disukai banyak orang, ya? Apa sih manfaatnya?
"Kalian tentu tahu, yoghurt itu mengandung bakteri baik, ya! Jika bakteri baik ada banyak di dalam tubuh kita, tentu bakteri jahat pun akan kalah," lanjut Kak Uus.
Nah sobat, tingkat keasaman yoghurt itu dipengaruhi jenis bakteri yang digunakan. Bakteri itu mampu menguraikan gula susu dan laktosa. Akan tetapi, sobat, meskipun asam, yoghurt aman lo untuk lambung.
Tak hanya di yoghurt, pemberian bakteri pun ada pada pembuatan keju yakni yang sering disebut starter kultur bakteri laktat yang berfungsi untuk fermentasi. Pada keju, proses pembuatan keju pun diawali dengan memanaskan susu pada suhu 90 celsius, lalu didinginkan menjadi 45 celsius dan diberikan asam laktat.
Kegiatan bakteri ini menurunkan pH sehingga susu terpisah antara cairan whey dan dadih. Dadih inilah yang kemudian dicampur rennin atau enzim dari bayi sapi dan dipanaskan pada temperatur 32-42 celsius serta didiamkan selama 8 jam hingga membeku.
Secara umum, pembuatan keju mozarella dan keju lainnya ini tak berbeda banyak. Namun, keju mozarella diproses dengan menekan-nekan dan diputar, warnanya pun cenderung putih.
Sobat, kalian juga bisa lo membuat yoghurt dan keju sendiri di rumah. Akan tetapi, harus ingat dalam pembuatan yoghurt dan keju, susu dipanaskan dengan suhu tak lebih dari 95 celsius, ya, sobat, jangan sampai susunya mendidih. Tahu kenapa?
"Kita saja tidak akan mampu menyentuh air mendidih kan, begitu pun dengan bakteri yang ukurannya kecil sekali. Bakteri baiknya akan ikut mati jika susu mendidih," kata Kak Uus.
Manfaat olahan susu
Susu sebanarnya minuman bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan manusia.
Lalu mengapa diolah? "Proses pengolahan susu bertujuan memperoleh susu yang beraneka ragam, berkualitas tinggi, berkadar gizi tinggi, tahan simpan, mempermudah pemasaran dan transportasi, sekaligus meningkatkan nilai tukar dan daya guna bahan mentahnya," kata Kak Uus
Untuk yoghurt, susu fermentasi yang mengandung bakteri baik ini mengandung banyak probiotik. Probiotik ini akan memproduksi zat yang bakteri dan jamur yang bisa membuat sakit. Masalah pada sistem pencernaan seperti diare, konstipasi, ataupun alergi, tumor pun dapat teratasi lo, apalagi yoghurt mengandung vitamin A, vitamin B3, dan B12.
Beragam manfaat pun ada di keju karena melalui proses pemanasan susu yang awalnya mengandung beragam kandungan seperti lemak, protein dan kalsium bisa berubah.
Ya, kandungan lemaknya akan terbuang bersama air whey. Asam amino dan kalsium dalam keju cukup lengkap untuk pembangun jaringan otot, metabolisme sel-sel tubuh, pembentukan tulang dan gigi, pembekuan darah, menjaga fungsi saraf, otot, dan irama jantung.
SUARA ANAK
Naura Lupita Maulidya Untara, Kelas 6, SDN 10 Pagi Pondok Kelapa Jakarta Timur Menurutku, keju dan yoghurt merupakan produk olahan susu sapi yang lebih mudah dicerna sehingga aman dikonsumsi. Aku suka keju, biasanya makan setiap pagi sama sore tapi aku lebih suka aku buat camilan.
Diffa, Kelas 6, SDN Duri Kepa 11 Pagi, Jakarta Barat Saya menyukai keju jika dibandingkan dengan yoghurt karena rasanya enak dan gurih, juga tidak asam. Keju juga mengandung banyak protein dan nutrisi. Saya mengonsumsi keju tidak tentu sih, kadang dalam seminggu bisa 3-4 kali, biasanya dimakan bersama roti.
Yenny Sephti Setiawan Kelas 6, SDN Duri Kepa 11 Pagi. Kalau memilih antara keju dan yoghurt, saya memilih yoghurt karena saya suka rasanya yang segar apalagi berasal dari susu hasil fermentasi. Bakterinya sangat membantu kesehatan pencernaan, saking sukanya aku setiap hari bisa minum 2-3 kali.
Andhika Prayoga, Kelas 6 SDN 11 Duri Kepa Saya suka minum yogurt karena selain rasanya lebih enak, saya juga alergi keju. Meskipun begitu, saya tetap berlatih untuk bisa mengonsumsinya karena keju bagus untuk pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak seusia saya. Semoga dengan bertambahnya usia, imun saya pun semakin kuat.
Intan Permatasari Kelas 4, SDS Kartika X-6, Jakarta Selatan Yoghurt itu kesukaanku, rasanya asam manis segar, manfaatnya juga hebat karena mampu menghilangkan bakteri jahat yang mengganggu kesehatan usus. Saya minum yoghurt bisa 1 sampai 2 botol setiap harinya.
Published in LIPI (23 October 2017)
Indonesia Science Expo (ISE) 2017, pameran sains terbesar di Indonesia ini resmi dibuka pada 23 Oktober 2017. Pameran sains itu digelar selama empat hari hingga 26 Oktober 2017. Ratusan karya riset anak negeri dan beragam kegiatan menarik lainnya unjuk gigi dalam ajang pameran yang diselenggarakan di Balai Kartini Jakarta tersebut. ISE tahun ini merupakan penyelenggaraan yang kedua, setelah penyelenggaraan pertama berlangsung pada 2015 silam. Perhelatan ISE 2017 kali ini terbilang istimewa karena bersamaan dengan 50 tahun Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berbakti untuk negeri.
Pembukaan ISE 2017 akan dilakukan oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani. Selain itu, dalam hari pertama penyelenggaraan ISE juga akan menghadirkan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir.
Selain menghadirkan dua tokoh penting tersebut, pembukaan ISE diisi pula dengan pemberian penghargaan LIPI Young Scientiest Award (LYSA) 2017 dan penghargaan bagi Peneliti dan Inovator Remaja Berprestasi Internasional Tahun 2017. Dan tak kalah menarik lainnya, pembukaan juga diisi dengan peluncuran indikator peningkatan rasio belanja litbang terhadap produk domestik bruto (PDB) yang dikenal sebagai Gross Expenditure Research and Development (GERD), dan efektifitas pemanfaatannya oleh berbagai lembaga litbang.
Secara keseluruhan, ISE sendiri menampilkan hasil-hasil riset peneliti, baik kementerian dan lembaga negara, perguruan tinggi dan tentunya juga LIPI, serta industri dalam wadah pameran sains. Selain pameran sains, ISE diisi dengan beragam kegiatan antara lain Science Movie, Science Art, Science Show, Games, workshop,talkshow, Youth Science Fair 2017, Science Based Industrial Innovation Award 2017, Pekan Inovasi Teknologi 2017, pameran industri, pameran perguruan tinggi serta lembaga penelitian dan pengembangan, serta konferensi ilmiah (lebih kurang 18 konferensi).
Sementara khusus untuk Youth Science Fair, kegiatan ini merupakan pertama kali di Indonesia dimana melibatkan para pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) LIPI 2017, Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI 2017, Loreal Girl’s in Science, dan Kalbe Junior Scientist Award. Sedangkan lebih mengerucut pada LKIR, kegiatan ini telah menjaring proposal sejumlah 3.706 pada tahun ini. Dari jumlah tersebut ditetapkan 52 finalis (pemenang) yang akan dibimbing oleh peneliti LIPI selama 3-4 bulan.
Pelaksana Tugas Kepala LIPI, Bambang Subiyanto mengungkapkan, dalam konteks pelaksanaan ISE, kegiatan ini merupakan inisiasi dari LIPI dengan menggandeng pihak swasta sebagai promotor dan penyelenggara. “Ini merupakan salah satu bentuk kerja sama yang baik antara unsur pemerintah dan swasta. Kita harus terus berupaya agar kerjasama triple helix (perguruan tinggi, lembaga penelitian dan industri) bisa meningkat, sehingga bisa membuka kemitraan dalam berbagai aspek,” katanya.
Dijelaskan Bambang, konsep utama ISE terdiri dari tiga hal, yakni Science for Science, Science for Scientific Community, dan Science for Stakeholders. Science for Science adalah kontribusi LIPI dalam perkembangan ilmu pengetahuan melalui perbaruan teori/metode, hasil-hasil temuan baru, dan karya tulis ilmiah yang bereputasi. Kemudian, Science for Sientific Community yang merupakan kontribusi LIPI dalam mencerdaskan bangsa lewat kebermanfaatan dari hasil-hasil risetnya. Dan terakhir, Science for Stakeholder yakni kontribusi LIPI bagi kebijakan negara dan masyarakat melalui pemberian nilai tambah, arah kebijakan, dan perubahan pola kerja bagi kehidupan berbangsa lewat hasil-hasil risetnya.
Laksana Tri Handoko, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI menyambung bahwa dari ISE, seluruh masyarakat Indonesia dapat melihat berbagai karya para peneliti, perekayasa, dosen, inovator dan bahkan peneliti cilik calon ilmuwan Indonesia masa depan. “Ini memberikan energi positif dan angin segar bagi kita semua dan memberikan harapan bahwa Indonesia dapat bersaing dengan negara lain,” tuturnya.
Kemudian secara penyelenggaraan, Handoko menyebutkan bahwa tujuan diselenggarakannya ISE adalah untuk mengomunikasikan atau memasyarakatkan apa yang telah dilakukan peneliti Indonesia dalam bidang riset dan manfaatnya bagi masyarakat luas. “Kami ingin pula agar hasil riset benar-benar terasa manfaatnya bagi masyarakat, baik jangka pendek hingga jangka panjang,” tuturnya.
Untuk menyukseskan ISE agar lebih diterima masyarakat, LIPI menggandeng promotor iD.M. Perhelatan ISE diharapkan mampu mempertemukan kalangan peneliti, akademisi, pebisnis, serta pemerintah untuk bersinergi dalam memperkenalkan, membangun kerja sama dan menciptakan produk-produk inovasi di berbagai bidang.
Keterangan Lebih Lanjut:
- Laksana Tri Handoko (Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI)
- Nur Tri Aries Suestiningtyas (Kepala Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI)
Published in
Kompas (M. Zaid Wahyudi, 27 October 2017)
Published in LIPI (9 November 2017)
Berada di ujung selatan Sumatera, provinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang beraneka ragam mulai dari pertanian hingga mineral pertambangan. Sebagai upaya meningkatkan kerja sama antara dunia akademisi, birokrasi, industri, serta lembaga penelitian dan pengembangan untuk mengembangkan potensi daerah, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Balai Penelitian Teknologi Mineral menyelenggarakan Pekan Teknologi Mineral 2017 yang dibuka secara resmi pada Kamis (9/11) oleh Pelaksana Tugas Kepala LIPI, Bambang Subiyanto di Balai Keratun Komplek Kantor Pemerintah Provinsi Lampung, Bandar Lampung.
Bandar Lampung, 9 November 2017. Mengambil tema “Mewujudkan Kemandirian Teknologi Mineral untuk Mendukung Percepatan Pembangunan Nasional”, kegiatan ini diadakan mulai tanggal 7 hingga 17 November 2017. Selain pameran, Pekan Teknologi Mineral akan diisi dengan berbagai kegiatan pendukung seperti Lomba Cerdas Tangkas Mineral, Perkemahan Ilmiah Remaja Mineral, Lomba Essay, Lomba Animasi, Workshop Guru Bidang Studi Kimia, Focus Grup Discussion Organisasi Profesi Fungsional Peneliti se-Provinsi Lampung, juga Kunjungan Ilmiah.
Sejalan dengan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, LIPI sebagai pelaksana tugas pemerintah di bidang penelitian dan pengembangan iptek menjadikan satuan-satuan kerja yang berada di daerah sebagai ujung tombak dalam pembangunan daerah berbasis iptek dan inovasi. “LIPI menjadikan iptek dan inovasi untuk memaksimalkan potensi daerah dan memperkuat daya saing wilayah yang bermuara meningkatnya kesejahteraan masyarakat,” ujar Pelaksana Tugas Kepala LIPI.
Bambang menjelaskan di Lampung LIPI berkiprah melalui Balai Penelitian Teknologi Mineral yang berlokasi di Tanjung Bintang, Lampung Selatan dan Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana di Liwa, Lampung Barat. “Dua satuan kerja ini fokus pada riset pemanfaatan mineral. Ke depannya cakupan akan dikembangkan lebih luas lagi meliputi bidang pertanian, perkebunan dan energi melalui skema kerjasama dengan berbagai instansi terkait,” jelasnya. Lampung sendiri mempunyai potensi pertanian dan perkebunan sebagai penghasil kopi terbesar di Indonesia atau sebesar 22,63% dari produksi kopi nasional. Selain itu, Lampung juga punya komoditas lain yang bernilai tinggi yaitu lada, kopi, kelapa, dan nanas.
“Pada Pekan Teknologi Mineral kali ini salah satunya akan menampilkan hasil kolaborasi berupa komponen kolimator peralatan terapi kanker berbasis boron neutron capture yang merupakan hasil kerja sama LIPI dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, juga dengan industri PT. Kimia Farma dan PT. Barata Indonesia,” papar Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko.
“Balai Penelitian Teknologi Mineral merupakan salah satu satuan kerja LIPI yang fokus pada penelitian mineral alam. Dengan kapasitas dan kompetensi di teknologi kunci terkait, kami berharap mampu berkontribusi pada level yang lebih tinggi dan memberikan kontribusi khususnya untuk masyarakat di provinsi Lampung,” tutup Handoko.
Keterangan Lebih Lanjut:
- Laksana Tri Handoko (Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI)
- Taufik Hidayat (Ketua Panitia Pekan Teknologi Mineral 2017)
- Isrard (Kepala Bagian Humas, Biro Kerja sama, Hukum, dan Humas LIPI)
Published in
Rilis (Yayat R Cipasang, 17 October 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai produktivitas riset para peneliti di Indonesia hingga saat ini masih rendah serta tidak sebanding dengan banyaknya jumlah peneliti yang ada.
"Produktivitas para peneliti di Indonesia masih rendah baik publikasi maupun paten," kata Deputi Ilmu Pengetahuan Teknologi LIPI Laksana Tri Handoko dalam Seminar Nasional bertajuk "Membangun IPTEK Bermartabat: Etos, Etika, dan Strategi" di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, Senin.
Handoko menyebutkan pada 2015 produktivitas penelitian Indonesia masih berada di angka 0,02 persen. Capaian itu masih jauh dari angka ideal, yaitu sebesar 15 persen.
Padahal, menurut Handoko, jumlah peneliti di Indonesia cukup besar dengan prevalensi 1.071 orang per satu juta penduduk Indonesia.
Menurut dia, diperlukan kolaborasi dan sinergi lebih erat antara lembaga litbang dan perguruan tinggi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas riset dengan dibarengi strategi kemitraan dengan industri dan swasta.
Eksplorasi pendanaan, kata dia, harus dilakukan tidak hanya dari hasil akhir riset, namun juga dari proses aktivitas riset. "Kompetisi terbuka dan fair penting untuk meningkatkan etos sebagai bagian dari kontrol kualitas riset," kata dia.
Para peneliti, kata Handoko, harus siap berkolaborasi dengan sumber daya manusia dan alat yang dimiliki sebagai modal utama sehingga bisa tercipta riset kolaboratif dalam negeri dan luar negeri maupun akademis dan industri.
Ia mengatakan strategi pelaksanaan riset dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi riset. Dengan begitu diharapkan nantinya mampu berkompetisi dan berkontribusi untuk menciptakan Indonesia yang maju dan beradab berbasis Iptek.
"Penting untuk melakukan penguatan kapasitas dan kompetensi riset Indonesia," kata dia.
Published in
VivaViva (Mitra Angelia, 27 October 2017)
Lilin cengkeh pengusir lalat, daun paku menjadi kertas, pelepah pisang pembersih toilet duduk tersaji di gedung pertemuan Balai Kartini, Jakarta Selatan.
Masih ada lagi yaitu, tisu ajaib pereda asma, helm pintar untuk ojek online. Deretan inovasi tersebut merupakan sebagian dari hampir seratus karya siswa-siswi Indonesia yang dipamerkan dalam Indonesia Science Expo (ISE) 2017, di Balai Kartini, Jakarta Selatan, 23-26 Oktober 2017. 
Inovasi siswa-siswi itu merupakan karya finalis Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) dan National Young Inventors Award (NYIA) yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI rutin tiap tahun. Pada tahun ini LKIR dan NYIA merupakan ajang masing-masing ke-49 dan ke-10 kalinya.
Para peserta yang mengikuti ajang LKIR berasal siswa-siswi SMP dan SMA se-Indonesia. Sementara untuk NYIA, para pesertanya berasal dari siswa-siswi SD hingga SMA se-Indonesia yang berusia 8 hingga 18 tahun. Pameran ISE 2017 memamerkan 52 karya para finalis LKIR dan 40 karya para finalis NYIA.
Salah satu yang menonjol dari inovasi siswa-siswi di Indonesia yakni mereka menelurkan inspirasi karya dari lingkungan sekitar. Setelah mengamati masalah di lingkungannya, peneliti cilik itu kemudian meriset dan membuat karya inovasi mereka sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Siswa-siswi itu dengan semangat menceritakan temuan dan inovasi mereka. Maka lahirlah inovasi yang sederhana namun mengena bagi problem keseharian masyarakat.
Ketua ISE 2017 yang juga Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko mengatakan, pameran ini merupakan yang kedua kalinya diselenggarakan. ISE pertama diadakan pada 2015 dan kemudian diadakan pada tahun ini dengan konsep yang lebih berbeda.
Handoko mengatakan, awalnya pameran ini diadakan dua tahunan, namun melihat antusiasme komunitas dan ekosistem riset di Indonesia, ISE bakal diadakan tiap tahun.
"Pada ISE 2015 konsepnya lebih Youth Science, tapi tahun ini kami kembangkan ada konferensi dan lainnya. Jadi pameran ISE 2017 lebih komplet, ada karya dari anak SD sampai profesor," jelasnya kepada VIVA.co.id.
Dia mengatakan, LIPI tentu akan mengawal terus potensi kreativitas siswa-siswi tanah air. Lembaga riset nasional itu mempunyai kompetisi ilmiah bagi tiap jenjang usia pendidikan. Setelah NYIA dan LKIR, Handoko menuturkan, LIPI sudah menyediakan wadah pengawalan potensi kreativitas para peneliti cilik dan muda itu di jenjang kampus.
"Kami bentuk pengawalan tiap jenjang, agar mereka terus melakukan kegiatan saintifik, sudah ada wadah yang menampung," tuturnya.
Pengawalan juga termasuk mengirimkan pemenang nasional LKIR dan NYIA dalam ajang kompetisi ilmiah remaja tingkat regional dan internasional. Hal ini rutin dilakukan tiap tahun oleh LIPI. Sudah tercatat beberapa kali karya ilmiah siswa siswi Indonesia memenangi lomba tingkat internasional.
Kepala Biro Kerja Sama, Hukum dan Humas LIPI, Nur Tri Aries Suestiningtyas mengatakan, institusinya mengawal karya siswa siswi dengan beragam cara. Pertama, mendukung perlindungan karya siswa dalam bentuk paten, mementori siswa dan memberi akses luas ke laboratorium LIPI dan jaringannya. LIPI juga mempromosikan siswa jebolan LKIR dan NYIA kepada pimpinan daerah dan membantu mencarikan beasiswa dalam dan luar negeri.
Nur mengakui, ekosistem di Indonesia masih kurang apresiasi dengan karya siswa-siswi Indonesia. Bila dibandingkan dengan luar negeri, sambutan atas karya peneliti muda tergolong tinggi.
"Di luar negeri, misalnya di Taiwan, mereka mengawal dengan kerja sama industri. Harusnya industri kita di sini bisa menangkap (karya siswa) tapi nyatanya di sini belum bisa," ujarnya.
Minimnya apresiasi dan penghargaan dari dalam negeri terhadap peneliti muda menjadi catatan Nur. Sebab, sekecil apa pun apresiasi dari berbagai pihak, akan mendorong dan menumbuhkan semangat siswa siswi Indonesia untuk makin giat meneliti.
Nur membandingkan dengan sambutan di luar negeri atas karya siswa mereka begitu luar biasa. Bahkan untuk sekadar memberi hadiah kompetisi saja, di luar negeri saling berebutan.
Soal pemberian paten bagi karya siswa-siswi, Handoko mengatakan, fokus LIPI bukan ke arah itu. Dia menjelaskan, fokus karya ilmiah pada siswa siswi dalam rangka mengasah kemampuan ilmiah dan kreativitas mereka. LIPI tak ingin 'mengganggu' kehausan kreativitas mereka dengan lisensi dan paten. Namun demikian, saat karya tersebut punya peluang untuk dipatenkan, maka LIPI akan mendukungnya.
"Kalau penelitian apa pun, baik penelitian anak dan remaja itu tidak selalu harus jadi produk. Tapi kalau ada potensi paten ya kita bantu mematenkannya," katanya.
Handoko menegaskan, paten bukan merupakan tujuan utama bagi peneliti cilik dan muda Indonesia. Pada usia perkembangan tersebut, mereka sebaiknya diberikan ruang yang seluas-luasnya untuk mengasah kemampuan ilmiah dan riset mereka.
"Untuk penelitian anak-anak, yang penting itu dia bisa berpikir kreatif dan sensitif melihat problem lingkungan dan bagaimana mencari alternatif solusi. Tak perlu diberi beban, biar dia mengejar sains dengan happy, itu yang lebih penting bagaimana pengalaman kreasi mereka bisa disampaikan," kata dia.
Nur mengatakan, untuk memberikan paten bagi karya siswa Indonesia memang bukanlah hal yang mudah. Sebab sebuah paten begitu kompleks, yakni perlu purwarupa, kendali kualitas (quality control) karya yang teruji dan sejumlah syarat lainnya.
Untuk itu, menurutnya, LIPI mendorong perlindungan karya para siswa Indonesia dengan mendaftarkan hak cipta karya mereka. Nur mengatakan, hampir semua peserta kompetisi ilmiah didaftarkan hak ciptanya.
Senada dengan Handoko, Nur mengatakan, LIPI lebih memprioritaskan agar anak bisa mengerti proses riset, berpikir inovatif dan membentuk pola pikir ilmiah dalam mencapai penelitian.
"Paten perlu perjuangan. Paten memang belum banyak ada beberapa di bawah 10 karya," ujarnya.
Bicara karya siswa Indonesia yang sampai menembus paten yakni inovasi helm berpendingin karya Linus Nara Pradhana. Nara menemukan inovasi itu saat dia duduk kelas VI SD pada 2011. Karya tersebut kemudian diikutkan dalam kompetisi ilmiah LIPI.
Helm inovasi Nara ini memiliki daya serap sekitar 21 persen. Pendinginnya tak perlu diganti, asal menggunakan air yang bagus. Selain itu, Nara menggunakan gel jenis sodium polyacrylate. Gel ini mempunyai daya resap air cukup tinggi. Sehingga mampu meminimalisir panas karena terik matahari.
Setahun kemudian Nara meraih emas pada ajang Internasional Exhibition for Young Inventors yang berlangsung di Bangkok, Thailand, Juni 2012. Saat meraih emas, Nara duduk di kelas 1 SMP Kristen Petra 5 Surabaya.
Kemudian helm berpendingin karya Nara ini sudah dilisensikan oleh pabrik helm. Pada 2012, Sebuah perusahaan helm di Surabaya menyatakan ketertarikannya untuk membeli lisensi karya Nara dan memproduksinya secara massal dengan merk 'Naravation'. Helm Nara itu mengantongi paten dengan nomor S00E01100236.
Masalah anggaran riset
Bicara penelitian memang terkait dengan anggaran riset. Saat ini anggaran riset dari pemerintah sudah mencapai Rp25,8 triliun atau 0,25 persen dari GDP. Anggaran ini naik dari tahun sebelumnya yang alokasinya masih 0,2 persen dari GDP Indonesia.
Namun dana tersebut tersebar di berbagai lembaga penelitian dan pengembangan pusat serta daerah dan perguruan tinggi. Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati mengatakan, dari total angka tersebut, yang benar-benar dipakai untuk riset hanya 43,7 persen saja.
Secara rinci, dari Rp25,8 triliun dialokasikan untuk litbang Rp10.999 miliar (43,7 persen), jasa iptek Rp3.282 miliar (13,17 persen), pendidikan dan pelatihan Rp1.437 (5,7 persen), operasional Rp7.646 miliar (30,5 persen) dan modal Rp1.656 miliar (6,5 persen).
Dimyati menuturkan, pemerintah terus berupaya memastikan keberadaan regulasi dan kebijakan agar riset di Indonesia semakin kondusif. Antara lain melalui kebijakan riset berbasis output yang membuat mekanisme pertanggungjawaban lebih sederhana, memberikan berbagai insentif, mendorong perbaikan tata kelola riset.
"Seperti terus meningkatkan jumlah reviewer yang bersertifikat,mendorong skema konsorsium riset, mendorong dan menyelesaikan banyak regulasi terkait kekayaan intelektual dan sebagainya," jelas Dimyati.
Langkah lainnya, yakni mendorong penyelesaian Raperpres Rencana Induk Riset Nasional 2017-2045 dan RUU Sistem Nasional Iptek yang sedang dibahas di parlemen.
Sedangkan Handoko mengatakan, anggaran hanyalah salah satu bagian dari riset. Dengan keterbatasan alokasi anggaran riset, sebetulnya peneliti bisa menyiasatinya. Tak semua riset menurutnya perlu anggaran besar.
"Ya itu bagian dari kreativitas mencari solusi yang murah, itu merupakan upaya riset. Riset tak harus mahal, besar atau kecil ya relatif. Ya peneliti kan tidak bisa menunggu anggaran besar baru melakukan penelitian. Jadi apalagi untuk anak tidak perlu pusing dengan itu (anggaran)" jelasnya.
Handoko mengatakan, idealnya untuk anggaran riset kolaborasi pemerintah dan eksternal. Dia mengatakan, seperempat dari total anggaran riset secara nasional. Sedangkan selebihnya tiga perempat anggaran riset berasal dari eksternal, bisa swasta, dana hibah dan lain sebagainya.
Untuk peneliti cilik, Handoko berpesan kepada siswa siswi Indonesia, agar terus semangat menggali kreativitas dan mengasah rasa keingintahuan ilmiah.
"Sederhana saja, cermati lingkungan dan buat kreasi mencari solusi dari masalah di lingkungan sekitar, karena itu intinya," ujarnya.
Nur menguatkan, penyelenggaraan ISE 2017, LIPI ingin menunjukkan kepada pemerintah bahwa banyak potensi siswa siswi tanah air yang harus dikawal. Sebab jika tidak, bakat dan potensi bagus itu bisa lari ke luar negeri.
"Dengan ISE, ini sinergi kita ingin gerakkan ke pimpinan negara ini, supaya ini lho (karya siswa Indonesia), mereka sekolah juga kalau enggak, bisa diambil Singapura," katanya.
Daftar pemenang kompetisi ilmiah LIPI
Published in
Indonesia Terbit (13 October 2017)
Indonesia Science Expo (ISE) 2017 akan kembali digelar oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pelaksana Tugas Kepala LIPI, Bambang Subiyanto mengatakan hal ini penting demi agar mendapatkan dukungan dari pemerintah dan swasta.
“Pada intinya, kami ingin meningkatkan apresiasi pemangku kepentingan, terutama pihak swasta akan arti penting dan pemanfaatan Iptek bagi pengembangan dunia usaha,” kata Bambang melalui siaran pers (7/10/2017).
Acara ini recananya akan memajang ratusan karya penelitian anak bangsa, hasil-hasil riset peneliti, baik kementerian dan lembaga negara, perguruan tinggi dan tentunya juga LIPI, serta industri.
Bersamaan dengan 50 tahun kiprah LIPI di Indonesia. Pergelaran ISE merupakan bagian dari peringatan 50 tahun kiprah LIPI (1967-2017) dengan tiga tujuan utama. Pertama yakni pertanggungjawaban kepada publik tentang peran dan capaian LIPI dalam membangun bangsa dan negara.
Kedua, momentum untuk melakukan evaluasi atas kekuatan dan kelemahan LIPI dalam menjalankan fungsinya dalam pengembangan Iptek dan pemanfaatannya oleh pemangku kepentingan dan masyarakat secara umum.
“Ketiga, merumuskan usulan pemikiran/konsep LIPI ke depan untuk “membumikan” pengembangan ilmu pengetahuan dan kebermanfaatannya bagi masyarakat,” kata Bambang.
Ketua ISE 2017, Laksana Tri Handoko menjelaskan ada tiga konsep utama dalam acara itu, yakni Science for Science, Science for Scientific Community, dan Science for Stakeholders.
Science for Science adalah kontribusi LIPI dalam perkembangan ilmu pengetahuan melalui perbaruan teori/metode, hasil-hasil temuan baru, dan karya tulis ilmiah yang bereputasi.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI ini melanjutkan, bahwa konsep Science for Sientific Community yang merupakan kontribusi LIPI dalam mencerdaskan bangsa lewat kebermanfaatan dari hasil-hasil risetnya.
“Terakhir, Science for Stakeholder yakni kontribusi LIPI bagi kebijakan negara dan masyarakat melalui pemberian nilai tambah, arah kebijakan, dan perubahan pola kerja bagi kehidupan berbangsa lewat hasil-hasil risetnya,” kata Handoko.
Kemudian secara penyelenggaraan, Handoko menyebutkan bahwa tujuan diselenggarakannya ISE adalah untuk mengomunikasikan atau memasyarakatkan apa yang telah dilakukan peneliti Indonesia dalam bidang riset dan manfaatnya bagi masyarakat luas.
“Kami ingin pula agar hasil riset benar-benar terasa manfaatnya bagi masyarakat, baik jangka pendek hingga jangka panjang,” tandasnya.
Sebagai informasi, Kegiatan tersebut akan dilaksanakan pada 23-26 Oktober 2017 di Balai Kartini Jakarta./tw/
Published in
Koran Jakarta (8 November 2017)
Pada 2017 menjadi penyelenggaraan ke 49 lomba karya ilmiah remaja (LKIR) oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Hampir setengah abad, ajang kompetisi ilmiah ini berhasil membibit calon-calon periset Indonesia.
Saat menjadi narasumber dalam ajang LKIR beberapa waktu lalu, Laksana Tri Handoko, membuka rahasianya sebagai alumni LKIR LIPI. Minatnya sebagai peneliti tumbuh seiring dengan kemenanganya dalam ajang tersebut. Kini, Laksana merupakan salah satu peneliti senior di LIPI. Ia menduduki jabatan sebagai Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI.
Tak terhitung, para peneliti lain jebolan LKIR LIPI yang sukses meniti karier sebagai peneliti dan berkiprah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Sebagai wadah untuk menyalurkan minat generasi muda pada penelitian, LIPI dengan LKIR-nya memang cukup berhasil mengantarkan remaja-remaja di seluruh Indonesia untuk melirik dunia penelitian.
Ribuan proposal penelitian yang masuk ke LIPI setiap tahunnya, setidaknya menjadi satu penanda. Belum lagi jebolan LKIR LIPI yang berhasil memenangi berbagai kompetisi ilmiah di kancah internasional.
LKIR sendiri, merupakan salah satu program kompetisi ilmiah tahunan yang rutin di selenggarakan oleh LIPI sejak 1968. Kompetisi ini melibatkan para pelajar sekolah lanjutan tingkat atas, baik SMA maupun SMK se Indonesia.
Para pelajar ini mengirimkan proposal-proposal penelitian yang nantinya akan dipilih berdasarkan empat kategori bidang ilmu pengetahuan. Ada ribuan proposal yang masuk setiap tahunnya dan 60 proposal yang terpilih akan mendapatkan mentoring dan melakukan penelitian di bawah bimbingan peneliti LIPI.
Selama melakukan penelitian, para peneliti remaja ini juga dibekali dengan materi-materi penelitian lain termasuk metodologi penelitian dan juga pelatihan untuk mempresentasikan hasil penelitian mereka. 
Tahun ini, terpilih sejumlah pemenang dari empat bidang keilmuan yang dilombakan. Yakni bidang ilmu pengetahuan hayati yang dimenangkan oleh pelajar dari SMA Internasional Budi Mulia 2 Yogyakarta; bidang ilmu pengetahuan kebumian dan kelautan oleh pelajar dari SMA Santa Laurensia, Jakarta; bidang ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan yang diraih pelajar SMA 2 Bengkulu Selatan, dan bidang ilmu pengetahuan teknik dari SMAK Penabur, Gading Serpong, Tangerang.
Regenerasi Peneliti Indonesia
Sebagai lembaga riset tertua di Indonesia, LIPI cukup konsisten untuk mendukung dan meningkatkan minat para generasi muda di bidang sains. Di tengah beragamnya profesi generasi muda saat ini, LKIR mengajak generasi muda untuk mengenal dunia penelitian dan profesi sebagai reseacher. Indonesia sendiri masih membutuhkan banyak peneliti untuk menjadi negara yang maju di masa mendatang.
“Indonesia butuh banyak calon-calon peneliti. Dan Indonesia akan maju jika ditopang dengan generasi muda yang berdedikasi sebagai calon peneliti,” kata Laksana Tri Handoko saat malam penganugrahan ISE 2017, beberapa waktu lalu.
Saat ini, Indonesia mengalami krisis peneliti. Jumlah peneliti Indonesia dinilai masih minin. Data dari organisasi bidang pendidikan, keilmuan da kebudayaan PBB (UNESCO) rasio jumlah peneliti di Indonesia pada 2016 yaitu 89 peneliti per 1 juta penduduk Indonesia. Jumlahnya kalah jauh dari negara tetangga, Singapura yang memiliki 6.658 peneliti per satu juta penduduknya. 
Melalui LKIR-nya, diharapkan LIPI dapat membibit para calon ilmuan Indonesia yang nantinya bisa menentukan arah perkembangan bangsa melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. “Selama ini LIPI terus konsisten untuk mendorong dan meningkatkan minat generasi muda di bidang sain melalui berbagai kompetisi ilmiah yang kami selenggarakan,” tambah Laksana.
Masih menurut Laksana, dengan minat yang tinggi pada dunia riset, maka akan menumbuhkan optimisme tersendiri bagi masa depan Indonesia yang maju dan berdaya saing. “Dengan generasi muda yang banyak menelurkan karya ilmiah maka Indonesia bisa mempercepat kemajuan sehingga mampu berdaya saing di tingkat global,” tambah Laksana. nik/R-1
Menumbuhkan Minat
Bermula dari Youth Science Club ( YSC), karya ilmiah remaja menjadi salah satu kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah. Dari sinilah, minat remaja pada dunia riset dipupuk hingga memperoleh apresiasi di tingkat nasional melalui LKIR-LIPI.
“ Yang paling penting kan bagaimana menumbuhkan minat pelajar ke dunia penelitian,” kata Wahyu Juliastuti, beberapa waktu lalu. Wahyu merupakan guru SMK Negeri 1 Bontang, Kalimantan Tengah. Sekolahnya termasuk salah satu yang rajin mengirimkan pelajarnya pada ajang LKIR-LIPI.
Bagi Wahyu, Indonesia merupakan surga untuk kegiatan penelitian dengan segala potensi yang dimiliki. Kegiatan lomba karya ilmiah menjadi salah satu wadah untuk menumbukan minat tersebut. Terlebih, dengan semakin beragamnya pilihan profesi yang ada saat ini. “Jadi profesi sebagai peneliti memang harus mulai dikenalkan sedari mereka remaja,” tambah Wahyu. 
Terlepas, apakah akan berkiprah di dunia riset atau tidak, namun bagi Muhammad Farhan, LKIR merupakan kesempatan awal untuk mengenal dunia penelitian dan profesi peneliti. “Saya senang ketika bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak,” kata Farhan.
Farhan sendiri merupakan pemenang LKIR-LIPI tahun lalu. Saat itu ia dan rekannya memenangi juara pertama untuk bidang ilmu pengetahuan hayati. Risetnya adalah potensi ekstrak tangkai talas untuk mencegah penyakit ulkus peptikum.
Selain LKIR, LIPI memiliki sejumlah ajang kompetisi ilmiah lain untuk membibit calon-calon peneliti masa depan Indonesia. Salah satunya National Youth Inventor Award atau (NYIA). Seperti halnya LKIR, NYIA juga di selenggarakan rutin setiap tahun. Pemenangnya akan dikirim untuk berkompetisi di tingkat internasional. nik/R-1
Published in
Republika (Gumanti Awaliyah, 8 November 2017)
Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko mengganggap, menaikkan anggaran dana riset tidak menjamin kualitas penelitian menjadi lebih baik. Menurut dia, pembenahan manajemen anggaran setiap lembaga peneliti menjadi poin penting dalam riset.
"Peneliti banyak yang ngeluh kurang (dana), tapi sebenarnya itu cukup. Maksudnya kalau anggaran digelontorkan pun itu tidak akan menambah banyak kinerjanya, kalau manajemen riset tidak diperbaiki," jelas Handoko, Rabu (8/11).
Sebagai contoh kasus, lanjut dia, pada era Presiden BJ Habibie, para peneliti sangat dimanjakan dengan anggaran dana yang cukup besar. Namun, hasil dari dana tersebut tidak terealisasi dan tidak menghasilkan riset yang unggul dan bermanfaat bagi perkembangan zaman.
Handoko mengklaim, mental peneliti seperti demikian masih juga ditemukan di beberapa peneliti saat ini. Bahkan, dia menyebut, masih banyak peneliti yang tidak kompetitif dan tidak mengedepankan kualitas riset. Melainkan, lebih mementingkan jumlah kredit.
"Dan itu benar terjadi. Jadi mulai sekarang sistem angka kredit, tidak kita pakai sebagai dasar untuk menaikkan pangkat. Tapi yang kita pakai itu adalah portofolio," kata dia menjelaskan.
Karena itu, dia berharap, agar semua pihak bisa saling bersinergi untuk merubah sistem penelitian nasional saat ini. Tentunya, perubahan dilakukan dengan regulasi baru yang lebih baik.
Published in
BeritaSatu (Euis Rita Hartati, 9 November 2017)
Pemerataan ketersediaan listrik dengan tarif terjangkau bagi masyarakat merupakan arahan Presiden Joko Widodo. Tercatat rasio desa berlistrik Indonesia baru mencapai 96,95% dari total 82.190 desa. Belum tercapainya rasio elektrifikasi 100% ini memang karena masih adanya daerah-daerah yang belum terjangkau oleh pasokan listrik.
“Tantangan saat ini adalah meningkatkan pasokan energi secara berkelanjutan dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan solusi berbasis energi baru dan terbarukan,” kata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko.
Untuk mempercepat program elektrifikasi, pemerintah mengeluarkan Permen ESDM No 38 Tahun 2016 tentang Percepatan Elektrifikasi di Perdesaan Belum Berkembang, Terpencil, Perbatasan, dan Pulau Kecil Berpenduduk Melalui Pelaksanaan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Skala Kecil.
Sejalan dengan hal tersebut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) diketahui telah mengembangkan riset teknologi smart microgrid untuk pemenuhan kebutuhan listrik bagi skala lokal yang telah diterapkan di Raja Ampat, Papua dan Ciparay, Jawa Barat.
Teknologi smart microgrid menawarkan sistem kelistrikan skala kecil dengan menggunakan potensi energi baru dan terbarukan di wilayah tertentu. Jangkauan layanannya pun diutamakan hanya untuk masyarakat sekitar. LIPI melalui Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika telah mengembangkan teknologi yang dirintis sejak 2015 ini.
“Kami menggabungkan beberapa pembangkit dari sumber energi terbarukan yaitu mikrohidro, biomassa, dan surya yang dikembangkan dari riset sebelumnya,” kata Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika LIPI Budi Prawara.
Budi menjelaskan, teknologi ini terdiri dari intellegent inverter yang dapat mengonversi sumber energi baru dan terbarukan untuk menyuplai beban listrik. “Kelebihan daya akan disimpan di dalam baterai dan akan digunakan pada saat beban puncak untuk mencegah pemadaman,” paparnya.
Untuk ketersediaan komponen pendukung, Pusat Penelitian Fisika LIPI telah mengembangkan riset penyimpanan energi. “Energi juga menghadapi masalah besar yaitu tentang penyimpan energi. Pusat Penelitian Fisika LIPI telah mengembangkan teknologi pendukung untuk material maju seperti baterai lithium, fuel cell, juga magnet permanen,” terang Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI Bambang Widiyatmoko.
Solusi untuk Ketahanan Energi
Apa yang menjadi temuan LIPI tersebut selayaknya mendapat apresiasi, sebagai salah satu solusi untuk mengatasi masalah kekurangan pasokan kelistrikan di Tanah Air, khususnya di daerah terpencil.Tentu saja ini bukan menjadi satu-satunya temuan teknologi anak bangsa yang sejatinya bisa diterapkan.
Seperti dikemukakan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani pada kesempatan membuka perhelatan akbar Indonesia Science Expo (ISE) 2017, di Jakarta belum lama ini, LIPI harus bisa lebih menguatkan karakter Iptek pada pembangunan nasional. “Salah satu kunci keberhasilan Iptek adalah adanya sinergitas antara kementerian, lembaga, dan perguruan tinggi dengan pihak industri dan swasta selaku pengguna hasil riset. Hal ini penting agar proses hilirisasi hasil riset dapat optimal,” ungkapnya.
Inovasi teknologi, tertama berbasis energi baru terbarukan harus terus ditingkatkan. Apalagi, Indonesia bukan lagi sebagai negara yang kaya akan sumber energi fosil. Tak bisa dipungkiri, cukup lama masyarakat kita terlena dan dininabobokan dengan pasokan energi yang berlimpah. Tercatat produksi minyak Indonesia sempat mengalami rekor produksi tertinggi yaitu tahun 1973-1976 dan 1986-1987 yang mencapai 1,6 juta barel per hari (bph). Puncak produksi kedua terjadi tahun 1995 saat produksi minyak kembali pada kisaran 1,6 juta bph. Demikian pula dengan produksi gas yang mengalami produksi tertinggi yaitu pada 1996, 2004, 2010, dan bahkan hingga 2017 ini. Berbeda dengan produksi gas yang masih bisa bertahan, produksi minyak secara perlahan namun pasti terus mengalami penurunan, sehingga Indonesia yang sebelumnya tergabung dengan organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) 'terpaksa' keluar, karena saat ini Indonesia sudah menjadi negara net importir minyak, dengan tingkat produksi rata-rata sekitar 815 ribu bph. Berlimpahnhya produksi minyak dan gas membawa konsekuensi tersendatnya pengembangan energi baru terbarukan sebagai alternatif. Namun, tentunya tidak ada kata terlambat.
Menristekdikti Mohamad Nasir mengungkapkan, Kemristekdikti sekarang berupaya meningkatkan kapasitas dan kompetensi Iptek di Indonesia. “Hal ini telah dituangkan dalam Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2017-2045. RIRN menjadi titik awal membentuk Indonesia yang mandiri melalui penguasaan dan keunggulan Iptek secara global,” katannya.
Ajang ISE 2017 diapresiasi pun sebagai salah satu upaya mendorong perkembangan Iptek nasional, dan diharapkan semakin menggaungkan jendela ilmu pengetahuan di Indonesia dan bahkan tingkat internasional.
Seperti dikemukakan Laksana Tri Handoko, Ketua ISE 2017 yang juga Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI, konsep utama ISE terdiri dari tiga hal, yakni Science for Science, Science for Scientific Community, dan Science for Stakeholders. “Ketiganya menjadi semangat utama dari penyelenggaraan ISE,” tekannya.
Science for Science adalah kontribusi LIPI dalam perkembangan ilmu pengetahuan melalui perbaruan teori/metode, hasil-hasil temuan baru, dan karya tulis ilmiah yang bereputasi. Kemudian, Science for Sientific Community yang merupakan kontribusi LIPI dalam mencerdaskan bangsa lewat kebermanfaatan dari hasil-hasil risetnya. Dan terakhir, Science for Stakeholder yakni kontribusi LIPI bagi kebijakan negara dan masyarakat melalui pemberian nilai tambah, arah kebijakan, dan perubahan pola kerja bagi kehidupan berbangsa lewat hasil-hasil risetnya.
LIPI juga terus berupaya agar setiap hasil penelitiannya terdayagunakan dengan baik bagi para stakeholders dan masyarakat umum, khususnya di daerah. Dari sini, lembaga riset nasional ini pun siap melakukan kerjasama dengan berbagai daerah di Indonesia untuk implementasi hasil-hasil penelitian supaya terasa kebermanfaatannya. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya kerjasama dengan berbagai pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia. Tilik saja data kerjasama dari Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI menunjukkan dari 2013-2017, jumlah kerjasama LIPI dengan Pemda sudah sebanyak 53.
“Kita perlu meningkatkan lagi jalinan kerjasama dengan daerah agar hasil penelitian LIPI berada dimana-mana dan terasa manfaatnya dimana-mana,” kata Bambang dalam berbagai kesempatan saat berlangsungnya Rapat Kerja Wakil Kepala dan Kedeputian Bidang Jasa Ilmiah LIPI di Malang, Jawa Timur.
Published in
Tempo (M. Julnis Firmansyah, 8 November 2017)
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko menjelaskan, hingga saat ini, pendanaan penelitian dari swasta masih kecil. Besaran pendanaan penelitian dan pengembangan (Litbang) dari swasta pada 2016 hanya Rp 5 triliun, sedangkan dana dari pemerintah Rp 26 triliun. Padahal, mengacu pada acuan yang ditetapkan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan (UNESCO) Perserikatan Bangsa-Bangsa, perbandingan pendanaan antara swasta dan pemerintah adalah 1:3 atau 1:4.
"Swasta belum banyak mau berkontribusi, mungkin karena insentif yang diberikan pemerintah masih kurang atau karena kemampuan riset peneliti Indonesia masih rendah dan belum memenuhi kebutuhan swasta," ujar Handoko saat ditemui Tempo di Hotel Margocity, Depok, Rabu, 8 November 2017.
Lebih lanjut, Handoko menjelaskan, salah satu cara menarik minat swasta membiayai riset litbang LIPI adalah memberikan insentif yang sesuai. Ia mencontohkan salah satu cara yang digunakan di beberapa negara agar swasta mau berkontribusi, yakni dengan tax deduction (pengurangan pajak).
Idealnya, di negara lain itu (pengurangan pajak) 1:3. Jadi, kalau perusahaan mengalokasikan belanja riset 100 persen, pengurangan pajaknya 300 persen," tuturnya.
Saat ini, ia menjelaskan, insentif pengurangan pajak yang diberlakukan hanya 1:1. Hal ini, kata Handoko, karena undang-undang pajak yang mengaturnya demikian.
Handoko berharap, melalui amandemen revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Pendidikan, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang saat ini sudah masuk rapat dengar pendapat (RDP), insentif tersebut dapat ditingkatkan. "Undang-undang pengganti tahun 2002 kira-kira selesai tahun depan," ucapnya.
Published in
Harian Suara (9 October 2017)
Pameran sains terbesar di Indonesia bakal digelar. Pameran sains bertajuk Indonesia Science Expo (ISE) 2017 bersamaan dengan 50 tahun kiprah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam kontribusinya pada perkembangan iptek dan arah ilmu pengetahuan di negeri ini.
ISE tahun ini merupakan penyelenggaraan yang kedua, setelah penyelenggaraan pertama berlangsung pada 2015 silam. Pameran sains itu akan diisi ratusan karya riset anak negeri dan beragam kegiatanlainnya.
Pelaksana Tugas Kepala LIPI, Bambang Subiyanto mengemukakan, penyelenggaraan ISE diarahkan agar meningkatkan peran pemerintah dan swasta dalam memberikan dukungan sumber daya (utamanya pembiayaan) secara konsisten bagi pengembangan iptek.
“Pada intinya, kami ingin meningkatkan apresiasi pemangku kepentingan, terutama pihak swasta akan arti penting dan pemanfaatan Iptek bagi pengembangan dunia usaha,” ungkapnya dalam siaran pers LIPI.
Bambang menjelaskan ada tiga tujuan utama yang hendak dicapai dalam peringatan 50 tahun kiprah LIPI dan salah satunya lewat penyelenggaraan ISE. Pertama, adalah pertanggungjawaban kepada publik tentang peran dan capaian LIPI dalam membangun bangsa dan negara. Kedua, momentum untuk melakukan evaluasi atas kekuatan dan kelemahan LIPI dalam menjalankan fungsinya dalam pengembangan Iptek dan pemanfaatannya oleh pemangku kepentingan dan masyarakat secara umum.
“Dan ketiga, merumuskan usulan pemikiran/konsep LIPI ke depan untuk "membumikan" pengembangan ilmu pengetahuan dan kebermanfaatannya bagi masyarakat,” katanya.
Ketua ISE 2017, Laksana Tri Handoko yang juga Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI menyambung, konsep utama ISE terdiri dari tiga hal, yakni Science for Science, Science for Scientific Community, dan Science for Stakeholders. Science for Science adalah kontribusi LIPI dalam perkembangan ilmu pengetahuan melalui perbaruan teori/metode, hasil-hasil temuan baru, dan karya tulis ilmiah yang bereputasi.
Kemudian, Science for Sientific Community yang merupakan kontribusi LIPI dalam mencerdaskan bangsa lewat kebermanfaatan dari hasil-hasil risetnya. Dan terakhir, Science for Stakeholder yakni kontribusi LIPI bagi kebijakan negara dan masyarakat melalui pemberian nilai tambah, arah kebijakan, dan perubahan pola kerja bagi kehidupan berbangsa lewat hasil-hasil risetnya.
Lalu secara penyelenggaraan, Handoko menyebutkan bahwa tujuan diselenggarakannya ISE adalah untuk mengomunikasikan atau memasyarakatkan apa yang telah dilakukan peneliti Indonesia dalam bidang riset dan manfaatnya bagi masyarakat luas. “Kami ingin pula agar hasil riset benar-benar terasa manfaatnya bagi masyarakat, baik jangka pendek hingga jangka panjang,” tuturnya.
ISE akan dilaksanakan pada 23-26 Oktober 2017 di Balai Kartini Jakarta. Selain pameran sains, ISE akan diisi beragam kegiatan antara lain Science Movie, Science Art, Science Show, Games, workshop,talkshow, Youth Science Fair 2017, Science Based Industrial Innovation Award 2017, Pekan Inovasi Teknologi 2017, pameran industri, pameran perguruan tinggi serta lembaga penelitian dan pengembangan, serta konferensi ilmiah (lebih kurang 18 konferensi).
Published in
Koran Jakarta (10 October 2017)
Indonesia Science Expo 2017 (ISE 2017) yang akan digelar pada 23–26 Oktober 2017 di Balai Kartini Jakarta akan mempertemukan para pelaku industri dengan peneliti. Dengan pertemuan ini diharapkan pelaku industri dapat memanfaatkan hasilhasil riset yang telah dikembangkan peneliti. “Pada ISE 2017 akan ada temu bisnis, jika pihak industri tertarik dengan teknologi yang ditawarkan oleh lembaga riset maka akan ada kontrak di situ,” kata Pelaksana Tugas Kepala (Plt) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bambang Subiyanto, di Jakarta, Senin (9/10).
Bambang mengatakan ISE berupaya menjembatani industri untuk menggunakan hasil-hasil riset. Selama ini, banyak industri kurang menggunakan hasil riset yang dikeluarkan oleh lembaga penelitian karena belum sesuai dengan kebutuhan mereka. “Dengan pertemuan seperti ini, maka peneliti dapat mengetahui apa yang dibutuhkan industri,” katanya. ISE 2017 tersebut memiliki tiga tema besar, antara lain Science for Science, yaitu dengan memamerkan perkembangan ilmu pengetahuan melalui perbaruan teori dan metode, hasil temuan baru, dan karya tulis ilmiah yang bereputasi.
Kemudian, Science for Scientific Community yang merupakan kontribusi LIPI dalam mencerdaskan bangsa lewat kebermanfaatan dari hasil risetnya. Terakhir, Science for Stakeholder yakni kontribusi LIPI bagi kebijakan negara dan masyarakat melalui pemberian nilai tambah, arah kebijakan dan perubahan pola kerja bagi kehidupan berbangsa lewat hasil-hasil riset.
Pada ISE 2017 ini, tema “Science for Science dan Science for Stakeholder” menjadi fokus utama LIPI. LIPI juga akan menampilkan hasil riset peneliti dari kementerian, lembaga negara, perguruan tinggi, serta industri dalam pameran tersebut. Selain mempertemukan industri dengan hasil riset, LIPI juga akan memberikan penghargaan Science Based Industrial Innovation Award kepada perusahaan yang telah menggunakan hasil penelitian.
Ketua ISE 2017, Laksana Tri Handoko, menambahkan, dalam ISE 2017 tersebut akan ditampilkan ratusan riset anak negeri. “Melalui pameran ini, kami ingin memasyarakatkan apa yang telah dilakukan peneliti Indonesia dalam bidang riset dan manfaatnya bagi masyarakat luas,” kata dia. Handoko mengatakan LIPI ingin agar hasil riset tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat baik jangka pendek maupun jangka panjang. n cit/E-3
Published in
Pasundan Ekspres (13PEKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA TAHUN 2017 October 2017)
Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna – LIPI merupakan salah satu satker di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, yang memiliki peran sebagai lembaga pendukung inovasi teknologi bagi masyarakat dan UMKM dalam bidang seperti : teknologi pangan, pertanian, energi dan lingkungan. Tugasnya dalam menerapkan dan mengembangkan teknologi tepat guna (TTG) bagi pemberdayaan masyarakat dan UMKM.
Teknologi tepat guna dalam Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2001, adalah teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat menjawab permasalahan masyarakat, tidak merusak lingkungan, dapat dimanfaatkan dan dipelihara oleh masyarakat secara mudah, serta menghasilkan nilai tambah dari aspek ekonomi dan aspek lingkungan. Pada dasarnya, TTG yang ditujukan untuk masyarakat miskin adalah teknologi yang pro-poor. Berdasarkan kenyataan, masalah-masalah yang dihadapi masyarakat miskin dan kemampuan adopsi teknologinya. Maka, teknologi yang dibutuhkan sebagai solusinya juga kebanyakan merupakan teknologi sederhana, tentu dengan beberapa pengecualian.
Pada tahun 2017, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mencapai usianya pada 50 tahun, sementara Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna – LIPI, mencapai usianya 31 tahun, tepat pada 14 Oktober 2017. Berbagai tantangan dan hambatan silih berganti, fokus pengembangan teknologi tepat guna yang dilakukan oleh PPTTG LIPI adalah pengembangan teknologi sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia, juga pengembangan teknologi tepat guna dalam memberi nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan masyarakat dan diarahkan kepada komersialisasi pada peningkatan produktivitas dan menunjang pengembangan UMKM. Peranan teknologi tepat guna ke depannya diharapkan mampu meningkatkan daya saing bangsa.
Pekan Teknologi Tepat Guna yang berlangsung pada 09 – 13 Oktober 2017, merupakan salah satu wadah yang digunakan untuk melakukan Diseminasi TTG. Diseminasi merupakan suatu kegiatan yang ditujukan kepada kelompok target atau individu agar mereka memperoleh informasi, timbul kesadaran, menerima, dan akhirnya memanfaatkan informasi tersebut. Diseminasi TTG diharapkan bisa mendorong penerapan TTG secara lebih luas, khususnya dalam meningkatkan nilai tambah komoditas maupun usaha yang dijalankan oleh para pelaku usaha baik skala mikro, kecil maupun menengah. Melalui pengenalan dan penerapan berbagai jenis teknologi tersebut diharapkan mampu memperkuat ekonomi kerakyatan yang sedang dibangun, khususnya bagi masyarakat di wilayah pedesaan. Disamping itu, melalui diseminasi TTG diharapkan juga akan mendorong penguatan jejaring inovasi daerah yang berujung pada penguatan daya saing ekonomi di daerah.
Melalui Pekan Teknologi Tepat Guna 2017 ini diharapkan masyarakat menjadi lebih tahu dan dekat dengan berbagai jenis dan kegiatan TTG, khususnya yang dilakukan oleh LIPI. Selain itu juga dapat menjadi ajang bertukar pikiran antara para pemerhati, praktisi dan pelaku usaha maupun industri lainnya dalam forum diskusi sebagai wadah untuk penyamaan persepsi dan kerja sama lebih lanjut.
Rangkaian acara Pekan Teknologi Tepat Guna Tahun 2017 meliputi: Launching Layanan Perpustakaan Online, dialog interaktif dengan tema “Desa Membangun dengan Teknologi Tepat Guna” antara PPTTG LIPI dengan para stakeholder, meliputi Kepala PPTTG LIPI, Dr. Ir. Yoyon Ahmudiarto; Kepala Dinas PMD Kabupaten Subang, Drs. R. Memet Hikmat MW; Kabid SDA dan Pendayagunaan TTG Dinas PMD Kab. Musi Banyuasin, Sahidi, SPd., M.Si; dan Staf Ahli Kemendes, Bapak Ir. Arief Setiabudi,M.Si.
Kegiatan dilanjutkan dengan Bimbingan Teknis Teknologi Tepat Guna, meliputi: GMP, Marketing on line, Pengolahan Umbi-umbian, Pengolahan Buah dan Sayur, Kunjungan Fasilitas PPTTG LIPI yang disertai dengan demo pengolahan Air Bersih dan desalinasi air laut menjadi air minum, demo pembuatan POH,demo pembuatan pakan ikan, demo pembuatan asap cair, dan demo Pembuatan Briket, serta Pameran Teknologi Tepat Guna, yang merupakan pameran hasil Litbang TTG, pameran UMKM binaan, dan produk kreatif lainnya. Permainan/Games untuk masyarakat umum, peserta bimtek, dan peserta kunjungan.
Pemenang akan mendapatkan hadiah hiburan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memasyarakatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) khususnya Teknologi Tepat Guna kepada masyarakat pengguna; menyebarluaskan informasi tentang Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna khususnya sarana prasarana dan hasil litbang yang dimiliki; dan meningkatkan jumlah pengguna layanan eksternal Teknologi Tepat Guna di PPTTG LIPI.
Published in Pasundan Ekspres (13PEKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA TAHUN 2017 October 2017)
“Peran Strategis Teknologi Tepat Guna dalam Pembangunan Wilayah”
Kegiatan Lokakarya yang berlangsung pada 10 Oktober 2017 ini adalah upaya bersama menyediakan berbagai teknologi yang tepat dan berdaya-guna (TTG) untuk peningkatan ekonomi masyarakat, melalui pengembangan TTG. Penerapannya dilakukan dengan mempertimbangkan potensi dan kebutuhan lokal. Tujuan khususnya adalah untuk menyamakan persepsi dan tindak aksi antara pemangku kebijakan, pelaksana, dan Pemda terkait sebagai pemanfaat TTG terhadap program Prioritas Nasional Teknologi Tepat Guna untuk pembangunan wilayah.
Melalui Lokakarya ini diharapkan dapat mempertemukan pemangku kebijakan, lembaga litbang sebagai pelaksana kegiatan, dan Pemda terkait sebagai pengguna teknologi tepat guna.
Kegiatan lokakarya diharapkan mampu menjadi wadah interaktif antara pemangku kebijakan, lembaga litbang pelaksana kegiatan dan stakeholder dari pemda pengguna teknologi tepat guna dalam bentuk lokakarya. Pertukaran informasi dan pengalaman berbagai pihak terkait melalui kegiatan implementasi Teknologi Tepat Guna di masyarakat dilakukan dengan lokakarya yang melibatkan 5 (lima) daerah pengguna teknologi tepat guna dari Prioritas Nasional untuk tahun 2018. Pembicara kunci dalam kegiatan ini akan menghantarkan materi dengan tema “Peran Strategis Teknologi Tepat Guna Dalam Pembangunan Wilayah”.
Kemudian narasumber berikutnya akan mengangkat topik bahasan Pemanfaatan Dana Desa Untuk Implementasi TTG, Peran Teknologi Tepat Guna Untuk Peningkatan Kapasitas Daerah Berbasis Agroindustri, dan Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna di Beberapa Daerah. Seteleh pemaparan keynote speaker dan narasumber dilanjutkan dengan diskusi yang dibagi dalam lima kelompok berdasarkan jumlah daerah pengguna teknologi tepat guna dari Prioritas Nasional untuk tahun 2018. Diskusi ini bertujuan untuk menggali informasi mengenai kebutuhan TTG dimasing-masing daerah.
Pembicara dalam Lokakarya ini terdiri dari Keynote Speaker : Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D (Direktur Pengembangan Wilayah dan Kawasan – Bappenas); dan Narasumber : Dr. Laksana Tri Handoko (Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) – LIPI); Dr. Suprapedi, M.Eng (Direktur Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan Teknologi Tepat Guna- Kementerian Desa PDTT); Dr. Mego Pinandito (PLT. Deputi Bidang Ilmu pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK)); Drs. Ndara Tanggu Kaha (Wakil Bupati Sumba Barat Daya); danIr. Arie Sudaryanto, M.P (Peneliti PPTTG LIPI).(rls/adv)
Published in
Jawa Pos (Wisnubro, 9 October 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai penyelenggara Indonesia Science Expo (ISE) 2017 tak lupa menyediakan program untuk anak dan remaja.
"Pada Indonesia Science Expo kali ini kami ingin dapat dikunjungi semua kalangan, untuk itu kami juga menyediakan berbagai program untuk anak dan remaja seperti 'science show'," kata Ketua ISE 2017 Laksana Tri Handoko, di Jakarta, Senin (09/10/2017).
Di "Science Show" anak-anak dapat bermain sambil belajar, misalnya, anak disuruh teriak sekencang-kencangnya kemudian akan diukur seberapa besar teriakannya tersebut.
Selain itu ada juga "science movie", di mana anak dapat menonton film dan langsung bisa bertanya kepada peneliti tentang hal yang dijelaskan di dalam film tersebut.
Pada ISE kali ini, LIPI akan menyediakan tiga panggung, salah satu panggungnya akan digunakan untuk program anak dan remaja.
LIPI menyelenggarakan "Youth Science Fair", kegiatan ini untuk pertama kali di Indonesia, di mana melibatkan para pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) LIPI 2027, Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI 2017, "Loreal Girl's in Science", dan "Kalbe Junior Scientist Award".
Kegiatan ini telah menjaring proposal sejumlah 3.706 pada tahun ini, dari jumlah tersebut ditetapkan 52 finalis yang kan dibimbing oleh peneliti LIPI selama tiga hingga empat bulan.
Laksana Tri Handoko menjelaskan melalui Indonesia Science Expo, LIPI ingin membuat masyarakat lebih mengenal mengenai perkembangan ilmu pengetahuan dan manfaatnya bagi khalayak.
Pameran yang diselenggarakan kedua kali ini akan berlangsung pada 23-26 Oktober 2017 di Balai Kartini Jakarta. (ant)
Published in
Pikiran Rakyat (Dhita Seftiawan, 9 October 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan memamerkan ratusan karya riset dalam negeri dalam ajang Indonesia Science Expo (ISE) 2017. Pemeran yang akan digelar 23-26 Oktober 2017 di Jakarta itu juga akan diisi beragam seminar dan sebagai acara puncak HUT ke-50 LIPI.
Pelaksana Tugas Kepala LIPI Bambang Subiyanto menuturkan, penyelenggaraan Indonesia Science Expo penting untuk meningkatkan peran pemerintah dan swasta dalam memberikan dukungan sumber daya secara konsisten bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi nasional. ISE tahun ini merupakan yang kedua kalinya setelah Indonesia Science Expo 2015.
“Pada intinya, kami ingin meningkatkan apresiasi pemangku kepentingan, terutama pihak swasta akan arti pentng dan pemanfaatan iptek bagi pengembangan dunia usaha,” kata Bambang di Kantor LIPI, Jakarta, Senin, 9 Oktober 2017.
Ia menjelaskan, ISE juga sebagai sarana pertangung jawaban LIPI kepada publik dalam upaya turut membangun bangsa dari sisi iptek. Menurut dia, fungsi LIPI dalam pengembangan iptek masih perlu dibenahi.”Kekuatan dan kelemahan kami bisa dievaluasi dari acara ini. Kami perlu masukan dalam merumuskan konsep LIPI ke depan agar manfaat riset bisa semakin bisa dirasakan masyarakat,” ujarnya.
Daya serap riset rendah
Ketua ISE 2017 Laksana Tri Handoko menambahkan, perhatian utama Indonesia Science Expo yakni science for science, science for scientific community dan science for stakeholders. Ia menjelaskan, science for science adalah kontribusi LIPI dalam perkembangan iptek melalui perbaruan teori, hasil temuan baru dan karya tulis ilmiah bereputasi.
“Science for scientific community merupakan kontribusi LIPI dalam mencerdaskan bangsa lewat kebermanfaatan dari hasil-hasil riset. Sedangkan science for stakeholders adalah kontribusi LIPI bagi kebijakan negara dan masyarakat melalui pemberian nilai tambah, arah kebijakan dan perubahan pila kerja bagi kehidupan,” katanya.
Menurut dia, dari perhelatan ISE diharapkan muncul beragam solusi untuk memajukan dunia riset nasional. Terutama sinergitas peran dari peneliti dengan kalangan industri. Pasalnya, hingga saat ini, masih banyak hasil riset yang hanya menumpuk di perpustakaan. Tak bisa diserap industri karena tak sesuai kebutuhan pasar usaha. “Kami ingin pula agar hasil riset benar-benar terasa manfaatnya bagi masyarakat, baik dalam jangka pendek hingga jangka panjang,” katanya.
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi merilis dunia industri nasional baru menyerap 3% hasil riset. Hal tersebut membuat daya saing hasil industri dalam negeri terus tertinggal dari beberapa negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Vietnam. Rendahnya daya serap industri terhadap hasil riset inovasi dalam negeri terjadi karena pengusaha dan peneliti belum bersinergi.
Dengan demikian, antara hasil riset dan kebutuhan industri berjalan masing-masing. Jika alur komunikasi tak segera dibenahi, industri dalam negeri akan sulit bersaing terutama dalam sektor pangan. Pemerintah terus mencoba untuk menyelesaikan masalah jalinan komunikasi tersebut. Di antaranya dengan membawa produk inovasi yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) kepada para pengusaha. Pemerintah juga menjalin kesepakatan kerja sama dengan beberapa perusahaan swasta nasional dan internasional.***
Published in
Vice (Arzia Tivany Wargadiredja, 10 October 2017)
Dwi Hartanto santai menggembar-gemborkan prestasi palsu. Berulang kali media percaya saja sama klaim temuan ilmiah sepihak. Jurnalisme kita melupakan prinsip penting: verifikasi.
Tahun lalu, nama Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral asal Indonesia di Technische Universiteit Delft, Belanda masih harum, sebab Ia disebut-sebut bergelimang prestasi di dunia aeronautika. Dwi dan prestasinya dapat sorotan luar biasa di media, malahan Dwi disejajarkan dengan legenda dirgantara Indonesia, B.J. Habibie, dengan menyebutnya sebagai "The Next Habibie".
Syukur-syukur kalau betul, eh ternyata 7 Oktober lalu Dwi Hartanto mengeluarkan klarifikasi dan dan permohonan maaf terkait klaimnya, setelah Perhimpunan Pelajar Indonesia di Delft melakukan investigasi, dan membuatnya disidang atas kasus etika oleh Delft University of Technology, Belanda, pada 25 September.
"Saya mengakui bahwa kesalahan ini terjadi karena kekhilafan saya dalam memberikan informasi yang tidak benar (tidak akurat, cenderung melebih-lebihkan), serta tidak melakukan koreksi, verifikasi, dan klarifikasi segera setelah informasi yang tidak benar tersebut meluas," tulis Dwi dalam permohonan maaf yang dikeluarkan 7 Oktober lalu.
Investigasi tersebut dilakukan ketika beberapa klaim Dwi terdengar janggal. Dwi pernah mengklaim bahwa dirinya merupakan Assistant Professor di TU Delft dalam acara Mata Najwa di sebuah stasiun TV swasta. Ia juga mengklaim serangkaian prestasi lainnya seperti: terlibat dalam proyek jet tempur generasi ke-5 Eurofighter Typhoon NG; terlibat dalam proyek generasi ke-6 di Airbus; terlibat dalam berbagai riset bidang national security di beberapa badan seperti Kementerian Pertahanan Belanda (ESA), National Aeronautics and Space Administration (NASA), dan Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA).
Terakhir, Ia mengaku pernah membuat Satellite Launch Vehicle (SLV), dan memiliki lima hak paten yang kenyataannya tidak pernah ada. Semuanya, pekan lalu, ia akui sebagai bohong belaka.
Namun dari mana sih kita semua bisa tahu akan segala informasi mengenai prestasi Dwi? Mengapa pihak PPI Delft kemudian gencar melakukan investigasi? Tentunya karena klaim palsu bombastis yang dilakukan Dwi terhimpun di berbagai media massa. Dengan kata lain, media massa punya andil dalam penyebaran "informasi positif", yang ternyata malah berujung keliru ini.
Bukannya anti sama "kisah sukses dan inspiratif", tetapi kok lama-lama kita seakan-akan kena euforia berita-berita penuh inspirasi dan motivasi yang kadang mengaburkan kita (bukan hanya pembaca atau pemirsa tapi juga awak media) dari fakta yang sesungguhnya. Dwi sebagai narasumber yang memberikan klaim palsu, ditunjuk sebagai sumber kesalahan utama. Lantas, adakah kontribusi media massa dalam konteks ini?
Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Laksana Tri Handoko menilai bahwa kasus tersebarnya "kisah sukses inspiratif" palsu di media massa sudah banyak terjadi. Menurut Handoko, selain minimnya verifikasi media, Dwi sebagai "tokoh inspiratif" tidak berupaya melakukan koreksi ataupun revisi pada media yang terlanjur menuliskan keterangan palsu dan berlebihan.
"Pada banyak kasus tersebut meski yang bersangkutan (narasumber) tidak proaktif dan tidak vulgar seperti Dwi, tetapi mereka mendiamkan dan seolah menikmati," kata Handoko kepada VICE Indonesia. "Fenomena ini menunjukkan bahwa bangsa ini haus prestasi dan inspirasi, sehingga mudah termakan oleh hal yang sifatnya gegap gempita. Pada saat yang sama ini menunjukkan bahwa literasi Iptek bangsa Indonesia masih rendah,"
Handoko berpendapat bahwa literasi Iptek bangsa Indonesia yang masih rendah membuat publik dan jurnalis menurunkan kadar skeptisisme mereka. Publik abai untuk menggali dan mempertanyakan kembali, sementara jurnalis abai untuk melakukan prinsip cek dan ricek.
Mungkin memang benar, jumlah penemuan teknologi yang didaftarkan di Tanah Air sangat minim. Sejauh ini hanya sekitar 34.000 paten yang terdaftar, di mana sekitar 95 persennya merupakan milik warga negara asing. Dari segi penemuan, Indonesia tertinggal jauh dari negara-negara berpenghasilan menengah G20. Negara ini terpuruk di peringkat 39 dari 45 negara versi Global Intellectual Property Center (GPIC) yang mencakup penilaian soal unsur-unsur Hak kekayaan intelektual, seperti paten, copyrights, trademark, dan enforcement. Jadi sekalinya ada yang mengklaim berhasil menemukan sesuatu, maka Ia pastinya salah satu makhluk terlangka di Indonesia.
Peneliti Media dari Remotivi, Roy Thaniago menegaskan bahwa keriuhan yang tercipta dari adanya kasus Dwi Hartanto tidak lepas dari peran media massa yang dalam kasus ini bisa saja disebut sebagai agen penyebaran hoax. Roy menegaskan bahwa jurnalis dan media punya tanggung jawab penuh kepada masyarakat sehingga, mereka punya kewajiban untuk melakukan verifikasi sebelum berita keluar, dan klarifikasi serta permohonan maaf jika berita dengan keterangan palsu terlanjur dipublikasi.
"Balik ke prinsip jurnalisme dasar, verifikasi," ujar Roy ketika dihubungi VICE Indonesia. "Ketika sebuah data dan berita dia terima, skeptisisme adalah hal yang harus dikedepankan. Skeptis terhadap data, informasi."
Roy pun menambahkan bahwa tidak cuma perihal kultur jurnalisme di media tempat seorang jurnalis berkerja yang berperan terhadap penyebaran kisah inspiratif bombastis ini. Ada gejala sosial kultur yang lebih luas berperan dalam konteks kasus Dwi, yakni kecenderungan cara masyarakat Indonesia mendefinisikan nasionalisme dan patriotisme dengan cara yang banal.
"Ada gejala poskolonial. Euforia, dan nasionalisme, sebagai bangsa yang dijajah. Rasa inferioritas terhadap diri cenderung sudah terbentuk," tutur Roy ketika dihubungi VICE Indonesia. "Jika ada orang Indonesia yang berhasil di luar negeri ini jadi dorongan, sehingga secara psikologis 'lupa' jadi wartawan (yang harus skeptis -red), jadi melibatkan emosi bahwa kasus ini harus diangkat,"
Namun sepertinya bukan hanya soal cara mendefinisikan nasionalisme. Kasus Dwi Hartanto bukanlah kejadian pertama. Sebelumnya ada kasus serupa yang tidak jauh-jauh dari soal klaim akan penemuan, prestasi atau pencapaian, atau kita bisa sebut "kisah sukses dan inspiratif" bombastis. Sebut saja klaim tentang tangan bionik buatan I Wayan Sutawan, seorang tukang las asal sebuah desa di Karangasem, Bali. Wayan mengklaim telah membuat lengan bionik. Beritanya tersebar di berbagai media di tanah air.
Dalam kasus lengan bionik Wayan, yang jadi fokus media massa adalah kontras antara latar belakang Wayan yang seorang juru las dari Desa kecil di Bali, dengan kemampuan canggihnya yang bisa membuat lengan bionik yang lazimnya hanya dibikin perusahaan-perusahaan besar. "Kisah inspiratif dari pelosok Bali" ini pun dapat perhatian luar biasa. Namun gemerlapnya hilang setelah beberapa ahli mulai meragukan bahwa klaim Wayan palsu, setelah tidak ada yang bisa menguji cara kerja "lengan bionik" tersebut selain Wayan sendiri. Beberapa ahli pun menambahkan adanya beberapa komponen yang semestinya ada pada robot, tetapi tidak ditemukan pada lengan bionik Wayan.
Ada juga cerita serupa dari tanah Rencong. Di sebuah desa di Kabupaten Aceh Timur, Nangroe Aceh Darussalam, disebut-sebut ada pohon kedondong yang menghasilkan listrik. Semua itu bermula dari kemenangan seorang anak bernama Naufal Raziq dalam lomba teknologi tepat guna yang diselenggarakan Balai Pemberdayaan Masyarakat Aceh. Inovasi itu lantas disambuk oleh Pertamina EP Lapangan Rantau yang bermarkas di dekat sana.
Pertamina EP lantas membuat program pengembangan kedondong listrik. Suatu hari dibikin lah acara seremoni merayakan jalannya program. Wartawan diundang, kabar keberadaan kedondong listrik bisa menghidupi kampung semakin luas tersebar. Belakangan, setelah diverifikasi jurnalis, diketahui bahwa listrik berhasil menyala saat ada acara atau ada pejabat yang datang saja, sebagaimana ditulis oleh Tempo. Sehari-hari, pohon-pohon kedondong itu ya pohon biasa saja. Tidak mampu menghidupi kampung.
Dalam konteks berita Wayan, Roy menambahkan bahwa kewajiban wartawan yang dituntut menyajikan berita yang unik menyebabkan adanya bias. bias urban, yang menjadi landasan asumsi bahwa orang desa seperti Wayan yang seorang juru las tanpa pendidikan robotik mampu berpikir dan berinovasi.
Sementara itu, melihat banyaknya "kisah inspirarif" terkait penemuan dan ilmu pengetahuan yang kian bombastis, Handoko mengingatkan awak media dan masyarakat untuk menghindari ekspos berlebihan. Ia mengingatkan bahwa ekspos berlebihan bukanlah bentuk apresiasi. Terakhir Handoko mengingatkan pentingnya melakukan cek dan ricek pada pakar terkait.
"Tanyakan ke pakar terkait untuk mengetahui kebenaran dan level klaim," kata Handoko yang berpesan pada awak media, agar kejadian serupa tidak terulang. "Itulah proses standar di komunitas ilmiah. Karena komunitas itulah yang paling paham perkembangan ilmu di bidangnya."
Published in
Harian Nasional (Bayu Adji Prihammanda, 10 October 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) siap menyelenggarakan Indonesia Science Expo (ISE) 2017 pada 23-26 Oktober mendatang. Pameran akan menampilkan berbagai karya riset peneliti Indonesia.
Ketua ISE 2017 Laksana Tri Handoko mengatakan, pameran merupakan apresiasi pada pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Konsep utama ISE terdiri atas tiga hal, yakni Science for Science, Science for Scientific Community, dan Science for Stakeholders.
"ISE bertujuan memasyarakatkan hasil riset yang dilakukan peneliti Indonesia," kata dia di Jakarta, Senin (9/10).
Dia berharap, hasil riset bermanfaat bagi masyarakat dalam jangka pendek hingga panjang. Dalam pameran berbagai hasil riset peneliti, baik kementerian dan lembaga negara, perguruan tinggi, LIPI, serta industri, akan ditampilkan kepada para pengunjung.
Kegiatan yang akan diadakan di Balai Kartini Jakarta juga diisi dengan beragam kegiatan yaitu science movie, science art, science show, games, workshop, talkshow, Youth Science Fair 2017, Science Based Industrial Innovation Award 2017, Pekan Inovasi Teknologi 2017, pameran industri, pameran perguruan tinggi serta lembaga penelitian dan pengembangan, dan konferensi ilmiah.
Pelaksana Tugas Kepala LIPI Bambang Subiyanto mengatakan, penyelenggaraan ISE untuk meningkatkan peran pemerintah dan swasta dalam mendukung sumber daya, terutama pembiayaan, bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Menurut dia, LIPI ingin meningkatkan apresiasi pemangku kepentingan, terutama pada swasta. Menurut dia, swasta selama ini memahami arti penting pemanfaatan Iptek bagi perkembangan dunia usaha.
Penyelenggaraan ISE 2017 kali ini bertepatan dengan perayaan 50 tahun LIPI. ISE 2017 merupakan penyelenggaraan kedua, setelah penyelenggaraan pertama berlangsung pada 2015. Pameran sains itu akan diisi ratusan karya riset anak negeri dan beragam kegiatan menarik lainnya.
Published in
RRI (Afrizal Aziz, 9 October 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kembali menggelar Indonesia Science Expo (ISE) 2017. ISE tahun 2017merupakan penyelenggaraan yang kedua, setelah penyelenggaraan pertama berlangsung 2015.
Pelaksana Tugas Kepala LIPI, Bambang Subiyanto mengemukakan pergelaran ISE merupakan bagian dari peringatan 50 tahun kiprah LIPI (1967-2017). Ada tiga tujuan utama yang hendak dicapai dalam peringatan 50 tahun kiprah LIPI dan salah satunya lewat penyelenggaraan ISE. Pertama, adalah pertanggungjawaban kepada publik tentang peran dan capaian LIPI dalam membangun bangsa dan negara. Kedua, momentum untuk melakukan evaluasi atas kekuatan dan kelemahan LIPI dalam menjalankan fungsinya dalam pengembangan Iptek dan pemanfaatannya oleh pemangku kepentingan dan masyarakat secara umum. “Dan ketiga, merumuskan usulan pemikiran/konsep LIPI ke depan untuk "membumikan" pengembangan ilmu pengetahuan dan kebermanfaatannya bagi masyarakat.
Ketua ISE 2017, Laksana Tri Handoko yang juga Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI menyambung, konsep utama ISE terdiri dari tiga hal, yakni Science for Science, Science for Scientific Community, dan Science for Stakeholders. Science for Science adalah kontribusi LIPI dalam perkembangan ilmu pengetahuan melalui perbaruan teori/metode, hasil-hasil temuan baru, dan karya tulis ilmiah yang bereputasi. Kemudian, Science for Sientific Community yang merupakan kontribusi LIPI dalam mencerdaskan bangsa lewat kebermanfaatan dari hasil-hasil risetnya. Dan terakhir, Science for Stakeholder yakni kontribusi LIPI bagi kebijakan negara dan masyarakat melalui pemberian nilai tambah, arah kebijakan, dan perubahan pola kerja bagi kehidupan berbangsa lewat hasil-hasil risetnya.
Handoko menyebutkan bahwa tujuan diselenggarakannya ISE adalah untuk mengomunikasikan atau memasyarakatkan apa yang telah dilakukan peneliti Indonesia dalam bidang riset dan manfaatnya bagi masyarakat luas. Kami ingin pula agar hasil riset benar-benar terasa manfaatnya bagi masyarakat, baik jangka pendek hingga jangka panjang.
Tema Pameran adalah "Sceince for a sustanable Future", Ilmu pengetahuan menjadi landasan dan modal dasar untuk masa depan yang lebih baik secara berkelanjutan.
ISE menampilkan hasil-hasil riset peneliti, baik kementerian dan lembaga negara, perguruan tinggi dan tentunya juga LIPI, serta industri.
Kegiatan tersebut akan dilaksanakan pada 23-26 Oktober 2017 di Balai Kartini Jakarta.
Selain pameran sains, ISE diisi beragam kegiatan antara lain Science Movie, Science Art, Science Show, Games, workshop,talkshow, Youth Science Fair 2017, Science Based Industrial Innovation Award 2017, Pekan Inovasi Teknologi 2017, pameran industri, pameran perguruan tinggi serta lembaga penelitian dan pengembangan, serta konferensi ilmiah (lebih kurang 18 konferensi).
Sementara khusus untuk Youth Science Fair, kegiatan ini merupakan pertama kali di Indonesia dimana melibatkan para pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) LIPI 2017, Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI 2017, Loreal Girl’s in Science, dan Kalbe Junior Scientist Award. Sedangkan lebih mengerucut pada LKIR, kegiatan ini telah menjaring proposal sejumlah 3.706 pada tahun ini. Dari jumlah tersebut ditetapkan 52 finalis (pemenang) yang akan dibimbing oleh peneliti LIPI selama 3-4 bulan.
Puncak acara Indonesia Science Expo 2017, diharapkan dihadiri oleh Presden Joko Widodo padan tanggal 25 oktober 2017 sore. (AA)
Published in
BeritaSatu (Vividha Jati, 9 October 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Indonesia (LIPI) bakal menggelar ajang Indonesia Science Expo (ISE) 2017 pada tanggal 23 sampai 26 Oktober 2017 di Balai Kartini, Jakarta.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala LIPI, Bambang Subiyanto mengatakan, penyelenggraan ISE 2017 diharapkan dapat mengenalkan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) pada masyarakat. Pameran ini, rencananya akan menampilkan ratusan karya riset anak bangsa.
"Apa yang kita harapkan, bagaimana kita itu dapat memberikan informasi ilmiah dan teknologi kepada masyarakat," ujar Bambang di Jakarta, Senin (9/10).
Sementara itu, Ketua ISE 2017, Laksana Tri Handoko menjelaskan, terdapat tiga konsep utama dari penyelenggaraan ISE 2017 yaitu, Science for Science, Science fo Scientific Community dan Science for Stakeholders. Secara penyelenggaraan, kata dia, ISE 2017 bertujuan memasyarakatkan apa yang telah dilakukan peneliti Indonesia dalam bidang riset dan nantinya manfaat yang diperoleh dapat dirasakan masyarakat luas.
"Kami ingin pula agar hasil riset benar-benar terasa manfaatnya bagi masyarakat, baik jangka pendek hingga jangka panjang," ujar Handoko.
Sebagai tambahan, penyelengaraan ISE 2017 terbilang istimewa karena bersamaan dengan 50 tahun kiprah LIPI dalam kontribusi perkembangan Iptek di Indonesia.
Nantinya, ISE 2017 akan menampilkan sejumlah hasil riset penelitian, selain itu akan ada kegiatan science movie, science art, science show, games, workshop, talkshow, youth science fair 2017, science industrial innovation award 2017, pekan inovasi teknologi 2017, pameran industri, serta 18 konfrensi ilmiah.
Published in
BeritaSatu (Ari Supriyanti Rikin, 9 October 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Indonesia (LIPI) bakal menggelar ajang Indonesia Science Expo (ISE) 2017 pada tanggal 23 sampai 26 Oktober 2017 di Balai Kartini, Jakarta. Sekitar 200 hasil riset dan penelitian dari lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang), perguruan tinggi akan mengisi gelaran tersebut.
Plt Kepala LIPI, Bambang Subiyanto mengatakan, penyelenggaraan ISE 2017 terbilang istimewa karena bersamaan peringatan ulang tahun LIPI ke-50 tahun. "Ajang ini, ingin memperlihatkan kemajuan hasil penelitian anak bangsa. Pameran ini, menyasar pengunjung dari semua kalangan dari anak-anak sekolah hingga masyarakat serta dunia industri, kata Bambang di Jakarta, Senin (9/10).
ISE 2017, lanjutnya, akan mengangkat tiga tema besar yaitu science for science, science for stakeholder dan science for community. "Tema ilmu pengetahuan untuk ilmu pengetahuan ini, LIPI menguak tabir alam hasilnya bisa informasikan kepada masyarakat umum. LIPI ingin memberi pengetahuan baru kepada masyarakat," katanya.
Ketua ISE 2017 yang juga Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko menambahkan, selain pameran sains, ISE berisi beragam kegiatan antara lain science movie, science art, science show, games, seminar dalam dan internasional, Youth Science Fair 2017 dan Science Based Industrial Innovation Award 2017.
"Pembukaan dilakukan 23 Oktober dan acara puncak 25 Oktober diharapkan dihadiri Presiden Joko Widodo," ucapnya.
Dalam ISE 2017 pengunjung bisa mengenal lebih dekat mikroba dan bagaimana hidrogen atau fuel cell bisa menjalankan motor. Selain itu ada juga temu bisnis yang mempertemukan antara peneliti dan industri.
Published in
Metro TV (M. Sholahadhin Azhar, 8 October 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggelar Indonesia Science Expo (ISE) 2017. Pelaksana Tugas Kepala LIPI, Bambang Subiyanto mengatakan hal ini untuk menekankan pentingnya pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Sehingga didapatkan dukungan dari pemerintah dan swasta.
"Pada intinya, kami ingin meningkatkan apresiasi pemangku kepentingan, terutama pihak swasta akan arti penting dan pemanfaatan Iptek bagi pengembangan dunia usaha," kata Bambang melalui siaran pers, Sabtu 7 Oktober 2017.
Penyelenggaraan ISE 2017 yang memajang ratusan karya penelitian anak bangsa ini terbilang istimewa. Sebab bersamaan dengan 50 tahun kiprah LIPI di Indonesia. ISE tahun ini merupakan penyelenggaraan yang kedua, setelah penyelenggaraan pertama berlangsung pada 2015 silam.
Bambang menjelaskan, pergelaran ISE merupakan bagian dari peringatan 50 tahun kiprah LIPI (1967-2017) dengan tiga tujuan utama. Pertama yakni pertanggungjawaban kepada publik tentang peran dan capaian LIPI dalam membangun bangsa dan negara.
Kedua, momentum untuk melakukan evaluasi atas kekuatan dan kelemahan LIPI dalam menjalankan fungsinya dalam pengembangan Iptek dan pemanfaatannya oleh pemangku kepentingan dan masyarakat secara umum.
"Ketiga, merumuskan usulan pemikiran/konsep LIPI ke depan untuk "membumikan" pengembangan ilmu pengetahuan dan kebermanfaatannya bagi masyarakat," kata Bambang.
Ketua ISE 2017, Laksana Tri Handoko menjelaskan ada tiga konsep utama dalam acara itu, yakni Science for Science, Science for Scientific Community, dan Science for Stakeholders.
Science for Science adalah kontribusi LIPI dalam perkembangan ilmu pengetahuan melalui perbaruan teori/metode, hasil-hasil temuan baru, dan karya tulis ilmiah yang bereputasi.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI ini melanjutkan, bahwa konsep Science for Sientific Community yang merupakan kontribusi LIPI dalam mencerdaskan bangsa lewat kebermanfaatan dari hasil-hasil risetnya.
"Terakhir, Science for Stakeholder yakni kontribusi LIPI bagi kebijakan negara dan masyarakat melalui pemberian nilai tambah, arah kebijakan, dan perubahan pola kerja bagi kehidupan berbangsa lewat hasil-hasil risetnya," kata Handoko.
Kemudian secara penyelenggaraan, Handoko menyebutkan bahwa tujuan diselenggarakannya ISE adalah untuk mengomunikasikan atau memasyarakatkan apa yang telah dilakukan peneliti Indonesia dalam bidang riset dan manfaatnya bagi masyarakat luas.
"Kami ingin pula agar hasil riset benar-benar terasa manfaatnya bagi masyarakat, baik jangka pendek hingga jangka panjang," tandasnya.
Sebagai informasi, ISE akan menampilkan hasil-hasil riset peneliti, baik kementerian dan lembaga negara, perguruan tinggi dan tentunya juga LIPI, serta industri. Kegiatan tersebut akan dilaksanakan pada 23-26 Oktober 2017 di Balai Kartini Jakarta.
Selain pameran sains, ISE akan diisi beragam kegiatan antara lain Science Movie, Science Art, Science Show, Games, workshop,talkshow, Youth Science Fair 2017, Science Based Industrial Innovation Award 2017, Pekan Inovasi Teknologi 2017, pameran industri, pameran perguruan tinggi serta lembaga penelitian dan pengembangan, serta konferensi ilmiah (lebih kurang 18 konferensi).
Sementara khusus untuk Youth Science Fair, kegiatan ini merupakan pertama kali di Indonesia dengan melibatkan para pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) LIPI 2017, Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI 2017, Loreal Girl’s in Science, dan Kalbe Junior Scientist Award.
Sedangkan lebih mengerucut pada LKIR, kegiatan ini telah menjaring proposal sejumlah 3.706 pada tahun ini. Dari jumlah tersebut ditetapkan 52 finalis (pemenang) yang akan dibimbing oleh peneliti LIPI selama 3-4 bulan.
Dalam penyelenggaraan ISE sendiri, LIPI merupakan penggagas kegiatan tersebut. Untuk menyukseskan ISE agar lebih diterima masyarakat, LIPI menggandeng promotor iD.M (Ideas Reinvented), yang tergabung dalam Media Group (Media Indonesia, Metro TV, dan Metrotvnews.com).
Perhelatan ISE diharapkan mampu mempertemukan kalangan peneliti, akademisi, pebisnis, serta pemerintah untuk bersinergi dalam memperkenalkan, membangun kerja sama dan menciptakan produk-produk inovasi di berbagai bidang. (LDS)
Published in
Media Indonesia (10 October 2017)
PAMERAN sains Indonesia Science Expo (ISE) 2017 akan digelar pada 23-26 Oktober mendatang di Balai Kartini, Jakarta. Kegiatan yang telah dua kali dilaksanakan tersebut akan menampilkan ratusan hasil riset anak negeri. Selain itu, setidaknya 18 konferensi internasional terkait dengan iptek dan sains akan dilaksanakan sepanjang acara.
“Ini dilakukan untuk mengarahkan berbagai pihak baik pemerintah atau swasta agar meningkatkan dukungan sumber daya, khususnya pembiayaan, secara konsisten bagi pengembangan iptek,” ujar Plt Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bambang Subiyanto, dalam jumpa pers di Gedung LIPI, Jakarta, kemarin.
Bambang mengatakan, dengan acara tersebut, ia harap apresiasi terhadap berbagai rencana dan hasil riset Indonesia akan semakin meningkat. Selain itu, pameran diharapkan dapat menjadi salah satu media penyampai dan informasi akan capaian hasil riset, inovasi, dan penelitian peneliti-peneliti Indonesia yang selama ini kurang terekspos.
“Ini juga akan jadi momen untuk merumuskan usulan pemikiran atau konsep LIPI ke depan dalam mengembangkan penelitian yang bermanfaat luas bagi masyarakat,” kata Bambang.
Ketua ISE 2017, Laksana Tri Handoko, mengatakan gelaran itu bertujuan memasyarakatkan yang telah dilakukan peneliti Indonesia bagi masyarakat luas. Dipertemukannya berbagai kalangan dan pihak dalam acara tersebut diharapkan akan semakin membuka peluang pengembangan hasil penelitian dan inovasi peneliti lokal.
“Kegiatan akan diikuti tidak hanya peneliti, tetapi juga berbagai kalangan dan dari berbagai negara. Komunitas ilmiah juga akan dilibatkan agar bisa jadi wadah semua kalangan untuk berinteraksi,” ujarnya.
Selain itu, berbagai dialog dan konferensi yang digelar diharapkan dapat menghimpun berbagai masukan dalam menghadapi berbagai masalah yang ada di Indonesia. “Selepas acara, diharapkan solusi akan didapat untuk berbagai masalah teknologi di Indonesia,” imbuhnya. (Pro/H-3)
Published in
Media Indonesia (8 October 2017)
INDONESIA Science Expo (ISE) 2017 yang diklaim sebagai pameran sains terbesar di Indonesia digelar hari ini. ISE 2017 yang bersamaan dengan perayaan 50 tahun kiprah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu ingin mendorong apresiasi pemerintah terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sebagai landasan kebijakan.
“Pada intinya, kami ingin meningkatkan apresiasi pemangku kepentingan, terutama pihak swasta, akan arti penting dan pemanfaatan iptek bagi pengembangan dunia usaha,” ungkap Plt Kepala LIPI Bambang Subiyanto dalam siaran persnya, kemarin.
Bambang menjelaskan ISE yang akan digelar pada 23-26 Oktober di Balai Kartini Jakarta itu merupakan pertanggungjawaban LIPI kepada publik atas peran dan capaian dalam membangun bangsa dan negara. ISE pun, ujarnya, menjadi momentum evaluasi kekuatan dan kelemahan LIPI dalam pengembangan iptek dan pemanfaatan iptek oleh pemangku kepentingan dan masyarakat.
“Ketiga, merumuskan usulan pemikiran/konsep LIPI ke depan untuk ‘membumikan’ pengembangan iptek dan kemanfaatannya bagi masyarakat,” tambahnya.
Sebagaimana penyelenggaraan pertama pada 2015, kali ini pameran sains itu dirancang untuk menampilkan ratusan karya riset anak negeri, baik dari kementerian dan lembaga negara, perguruan tinggi, LIPI, maupun industri.
Ketua ISE 2017 Laksana Tri Handoko mengatakan konsep utama ISE ialah kontribusi LIPI melalui hasil-hasil riset mereka terhadap tiga hal penting.
Pertama, pembaruan teori atau metode hasil temuan baru dan karya tulis ilmiah bereputasi (science for science). Kedua, pencerdasan bangsa (science for scientific community), dan pemberian nilai tambah terhadap arah kebijakan negara dan terhadap perubahan pola kerja dalam kehidupan berbangsa (science for stakeholders).
“Kami ingin pula agar hasil riset benar-benar terasa manfaatnya bagi masyarakat, baik jangka pendek maupun jangka panjang,” tutur pria yang juga menjabat Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI itu. Selain pameran sains, ISE menampilkan gelaran science movie, science art, science show, gim, workshop, talkshow, Youth Science Fair 2017, Science Based Industrial Innovation Award 2017, Pekan Inovasi Teknologi 2017, serta 18 konferensi ilmiah. (*/J-4)
Published in
Antara (Aubrey Kandelila Fanani, 9 October 2017)
Indonesia Science Expo (ISE) 2017 yang diselenggarakan pada 23-26 Oktober 2017 di Balai Kartini di Jakarta, akan menampilkan ratusan riset anak negeri.
Ketua ISE 2017 Laksana Tri Handoko mengatakan ISE akan menampilkan hasil riset peneliti baik kementerian dan lembaga negara, perguruan tinggi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan industri.
"Melalui pameran ini kami ingin memasyarakatkan apa yang telah dilakukan peneliti Indonesia dalam bidang riset dan manfaatnya bagi masyarakat luas," kata dia saat konferensi pers di Jakarta, Senin.
Handoko mengatakan LIPI ingin agar hasil riset tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat baik jangka pendek hingga jangka panjang.
ISE yang diselenggarakan kedua kalinya ini memiliki tiga konsep utama yaitu Science for Science, Science for Scientific Community dan Science for Stakeholders.
Sceince for Science adalah kontribusi LIPI dalam perkembangan ilmu pengetahuan melalui perbaruan teori atau metode, hasil-hasil temuan baru, dan karya tulis ilmiah yang bereputasi.
Kemudian, Science for Scientific Community merupakan kontribusi LIPI dalam mencerdaskan bangsa lewat kebermanfaatan dari hasil-hasil risetnya.
Terakhir Science for Stakeholder adalah kontribusi LIPI bagi kebijakan negara dan masyarakat melalui pemberian nilai tambah, arah kebijakan, dan perubahan pola kerja bagi kehidupan berbangsa lewat hasil-hasil risetnya.
Pelaksana Tugas Kepala LIPI Bambang Subiyanto mengatakan penyelenggaraan ISE kali ini sebagai upaya meningkatkan apresiasi pemerintah akan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk landasan kebijakan.
"Kami ingin meningkatkan apresiasi pemangku kepentingan, terutama pihak swasta sehingga mereka mau memanfaatkan iptek untuk pengembangan dunia usaha," kata dia.
Published in
Republika (Umi Nur Fadhilah, 10 October 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berencana menjaring peneliti swasta dalam pameran Indonesia Science Expo (ISE) 2017 pada 23-26 Oktober 2017 di Balai Kartini, Jakarta. Alasannya, peneliti harus saling berkolaborasi memajukan riset dan penelitian.
"(Keuntungan) penelitian tak bisa maju kalau tak kolaborasi," kata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko, Senin (9/10).
Ketua ISE 2017 itu meyebut pameran ISE menjadi wadah para peneliti berinteraksi dan bekerja sama. Ia meyakini banyak keuntungan dari interaksi antara peneliti PNS dan swasta.
Handoko mengatakan, pemerintah juga tertarik menjaring peneliti Indonesia di luar negeri. Namun, ia mengatakan pemerintah tidak memiliki cakupan dan wewenang mengajak peneliti Indonesia di luar negeri untuk bergabung.
Alasannya, peneliti Indonesia di luar negeri sudah tergabung dengan komunitas peneliti di negera itu. Kendati demikian, Handoko mengatakan LIPI terus memperhatikan diaspora muda di luar negeri.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala LIPI Bambang Subiyanto mengatakan, LIPI mengusulkan kolaborasi dengan peneliti swasta. Tujuannya, menjaga kualitas riset dan penelitian. "Sayang, LIPI belum ada aturan yang mengatur peneliti swasta," ujar dia.
Bambang berharap kolaborasi antara peneliti pegawai negeri sipil (PNS) dan swasta memudahkan menghasilkan riset yang dibutuhkan. Sehingga, penelitian yang dilakukan, baik swasta dan PNS, sesuai kebutuhan masyarakat.
Published in
LIPI (10 October 2017)
Ratusan karya riset anak negeri bakal menjadi daya tarik utama dalam penyelenggaraan Indonesia Science Expo (ISE) 2017, yang akan dihelat pada 23-26 Oktober 2017 mendatang di Balai Kartini Jakarta. ISE merupakan pameran sains yang menampilkan beragam hasil riset peneliti, baik kementerian dan lembaga negara, perguruan tinggi dan tentunya juga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), serta industri.
Selain itu, ISE menampilkan pula karya riset dari para remaja dalam bagian kegiatan yang dinamakan Youth Science Fair 2017. Pameran sains remaja tersebut merupakan yang pertama kali digelar di Indonesia. Para peserta yang terlibat adalah 52 finalis/pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) LIPI 2017. Kemudian, ada pula dari pemenang Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI 2017, Loreal Girl’s in Science, dan Kalbe Junior Scientist Award.
Selain pameran sains, ISE juga diisi dengan beragam kegiatan lain, seperti Science Movie, Science Art, Science Show, Games, workshop, talkshow, Science Based Industrial Innovation Award 2017, Pekan Inovasi Teknologi 2017, serta lebih kurang 18 konferensi ilmiah.
Pelaksana Tugas Kepala LIPI, Bambang Subiyanto mengatakan, penyelenggaraan ISE sebagai upaya meningkatkan apresiasi pemerintah akan arti penting dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) untuk landasan kebijakan. “Setidaknya ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai dalam penyelenggaraan ISE kali ini,” ungkapnya kepada rekan media dalam kegiatan Media Gathering “ISE 2017 dan 50 Tahun Kiprah LIPI” di Media Center LIPI Pusat Jakarta, Senin (9/10).
Ketiga tujuan itu, Bambang katakan, antara lain pertama adalah menyampaikan hasil, capaian dan kontribusi komunitas Iptek tanah air ke publik. Kedua, yakni menyediakan ajang temu dan diskusi antara penyedia dan pemakai hasil riset di berbagai bidang Iptek. Dan ketiga, adalah meningkatkan kerjasama dan sinergi para pemangku kepentingan terkait.
Untuk diketahui, tema ISE tahun ini adalah “Sains untuk Masa Depan Berkelanjutan”. Tema ini diangkat sebagai tanda bahwa ilmu pengetahuan menjadi landasan dan modal dasar untuk masa depan yang lebih baik secara berkelanjutan.
Tiga Konsep
Laksana Tri Handoko, Ketua ISE 2017 yang juga Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI menyambung, konsep utama ISE terdiri dari tiga hal, yakni Science for Science, Science for Scientific Community, dan Science for Stakeholders. “Ketiganya menjadi semangat utama dari penyelenggaraan ISE,” tekannya.
Science for Science adalah kontribusi LIPI dalam perkembangan ilmu pengetahuan melalui perbaruan teori/metode, hasil-hasil temuan baru, dan karya tulis ilmiah yang bereputasi. Kemudian, Science for Sientific Community yang merupakan kontribusi LIPI dalam mencerdaskan bangsa lewat kebermanfaatan dari hasil-hasil risetnya. Dan terakhir, Science for Stakeholder yakni kontribusi LIPI bagi kebijakan negara dan masyarakat melalui pemberian nilai tambah, arah kebijakan, dan perubahan pola kerja bagi kehidupan berbangsa lewat hasil-hasil risetnya.
Lalu secara teknis penyelenggaraan, Handoko menyebutkan, ISE melibatkan puluhan pemangku kepentingan, antara lain industri kreatif dan perusahaan start-up berbasis teknologi, Kementerian terkait, Lembaga Pemerintah non-Kementerian, Perguruan tinggi negeri maupun swasta, organisasi profesi ilmiah, media massa, siswa tingkat dasar dan menengah, mahasiswa, guru, dan para peserta pameran lainnya, baik dari dalam dan luar negeri.
Dalam penyelenggaraan ISE sendiri, LIPI merupakan penggagas kegiatan tersebut. Untuk menyukseskan ISE agar lebih diterima masyarakat, LIPI menggandeng promotor iD.M (Ideas Reinvented), yang tergabung dalam Media Group (Media Indonesia, Metro TV, dan Metrotvnews.com).
Firdaus, perwakilan IDM mengharapkan ISE akan berjalan dengan lancar dan baik. Diharapkannya pula, ISE mampu mempertemukan kalangan peneliti, akademisi, pebisnis, serta pemerintah untuk bersinergi dalam memperkenalkan, membangun kerja sama dan menciptakan produk-produk inovasi di berbagai bidang. (pwd)
Sumber : Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI
Sivitas Terkait : Dr. Laksana Tri Handoko M.Sc.
Published in
PW MU (12 October 2017)
Dua SD Muhammadiyah masuk final kompetisi penelitian dan karya sains anak dalam ajang Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) 2017. Dua sekolah itu adalah SD Muhammadiyah Manyar, Gresik, dan SD Muhammadiyah 2 Palu, Sulawesi Tengah.
Kompetisi sains anak diadakan di Taman Impian Jaya Ancol Jakarta, 10 – 15 Oktober 2017, ini diikuti 1.103 karya siswa SD dan SMP dari 24 provinsi di Indonesia. Setelah diseleksi oleh dewan juri maka tersaring 18 karya sains terbaik sebagai peserta final KJSA 2017.
Karya sains SD Muhammadiyah Manyar dibuat oleh Nasya Nadhira Ghazya dan Raissa Pranandhita Rappe. Penelitian mereka berjudul Detektif Agos di Dapur. Detektif Agos itu singkatan dari Detektor Aktif Asap Gosong. Fungsinya untuk mendeteksi asap dan panas di dapur agar tidak sampai masakan menjadi gosong bahkan terjadi kebakaran.
Sedangkan karya sains SD Muhammadiyah Palu disusun oleh Fadlan Aqil Mallongi dan Abdullah Aksay Annauval dengan judul Robot Apung Limbah Pesisir Pantai.
Semua karya yang masuk final itu dipresentasikan di hadapan dewan juri pada Rabu, 11/10/2017 dipimpin oleh Dr LT. Handoko, Deputi Ilmu Pengetahuan dan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
M. Fadloli Aziz, pembina sains SD Muhammadiyah Manyar, menjelaskan, ide penelitian dan karya sains Detektif Agos di Dapur berawal dari pengalaman kedua siswi melihat ibunya masak di dapur diselingi aktivitas lain sehingga kadang masakan gosong.
”Kemudian mereka melakukan survei terhadap beberapa ustadzah dan walimurid lain ternyata kejadian masak sampai gosong juga kerap terjadi. Lantas muncul ide dari Nasya dan Raissa untuk membuat karya sains dari penelitiannya itu. Setelah jadi diikutkan kompetisi ini,” ujar Fadloli.
Karya pembuatan Robot Apung Limbah Pesisir Pantai, menurut guru pembimbing sains SD Muhammadiyah 2 Palu, Rizana Fauzi, pantai di Kota Palu sering tercemar kotoran. Naufal dan Fadhlan, siswa bimbingannya, berpikir untuk mengurangi pencemaran lingkungan ini. Maka muncullah ide membuat Robot Apung Limbah Pesisir Pantai.
Ketua Penyelenggara KJSA 2017, dr. Iwan Surjadi Handoko, mengatakan, acara KJSA 2017 yang didukung oleh Kemendikbud ber tujuan meningkatkan kecintaan siswa terhadap sains. Tema KJSA tahun ini adalah Inovasi Hijau untuk Bumi Lestari. (mfa)
Published in
PW MU (Nurfatoni, 15 October 2017)
Prestasi membanggakan diraih dua SD Muhammadiyah dalam ajang KJSA 2017. Mereka memperoleh penghargaan Karya Sains Terbaik Tingkat Nasional Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) 2017.
SD Muhammadiyah Manyar Gresik prestasi itu melalui karya berjudul Detektif Agos (Detektor Aktif Anti Gosong) di Dapur. Sementara SD Muhammadiyah 2 Palu dengan karya berjudul Robot Apung Pembersih Limbah Pesisir di Pantai. 
Atas prestasi itu, mereka memperoleh medali dan uang beasiswa untuk peserta sebesar Rp 6 juta tiap tim dan uang pembinaan untuk tiap guru pembimbing sebesar Rp 3 juta.
Pemberian penghargaan untuk pemenang lomba KJSA 2017 dilaksanakan di Pasar Seni Ancol Jakarta, Sabtu, (14/10/17)
Dalam kesempatan tersebut, Direktor Pembinaan Sekolah Dasar Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Drs Wowon Widaryat MSi, menyampaikan bahwa Kemendikbud mendukung kegiatan kompetisi sains seperti KJSA ini. “Indonesia perlu SDM yang kreatif, inovatif, dan kompetitif untuk menghadapi persaingan global,” pesannya.
Sementara itu Ketua Tim Dewan Juri KJSA 2017 Dr LT Handoko, menjelaskan bahwa karya sains peserta KJSA tahun ini ada 1.103 karya. Karya-karya sains tersebut diseleksi menjadi 18 karya terbaik untuk dipresentasikan di depan Dewan Juri.
“Hal yang menjadi dasar penilaian adalah bagaimana peserta menemukan masalah-masalah sehari-hari di sekitar kemudian memunculkan ide-ide murni untuk membuat karya sains sebagai solusinya,” kata dia.
Handoko juga memperkenalkan anggota Tim Dewan Juri KJSA 2017 yaitu Dr Nurul Taufiqur Rohman, M Eng (LIPI), Prof Ir Nizam M Sc PhD (UGM), Dr Tjut Rifameuthia (UI), Novriana Sumarti MSi PhD (ITB), dan Dr L.T Handoko (LIPI). (MFA)
Published in
okezone (Dewi Kania, 14 October 2017)
MUNGKIN Anda pernah kesal saat menggosok gigi, sikat dan pasta gigi selalu terjatuh tanpa sengaja. Nah, kini ada loh sikat gigi anti jatuh yang unik dan aman digunakan.
Siswa-siswi sekolah dasar zaman sekarang nampaknya semakin kreatif. Ide-ide unik mereka rupanya ditampung oleh KJSA Award. Dua anak SD, Prajna Wijaya dan Evan Verellino, telah menciptakan sikat gigi anti jatuh yang aman digunakan untuk menggosok gigi sampai bersih.
Prajna dan Evan, dua murid SDS Narada Jakarta kelas 6 SD. Mereka menciptakan sikat gigi anti jatuh yang dibuat dari tabung suntikan yang pas dipegang oleh tangan alias handie.
Mereka memikirkan bagaimana caranya membuat sikat gigi untuk yang sangat cocok dipakai untuk anak-anak sebayanya dan lansia. Eksperimen ini mereka buat berdasarkan pengalamannya ketika membersihkan rongga mulutnya.
Prajna dan Evan memanfaatkan tabung suntik yang tak terpakai. Cara penggunaannya yakni pasta gigi dimasukkan ke tabung suntik. Saat dipasang di bagian itu, pasta gigi tak akan jatuh berulang kali.
Kemudian pasta gigi dikeluarkan lewat lubang suntikan yang kecil dan dioles di bagian sikatnya. Pemakainya hanya mendorong piston suntikan sehingga pasta gigi yang tersimpan akan mengalir keluar melalui lubang di bagian sikat.
Nah, dengan cara ini, seseorang tidak lagi kesulitan saat menggosok gigi. Mengingat kebiasaan satu ini wajib dilakukan setiap hari, maksimal tiga kali.
Kebiasaan menggosok gigi juga harus dikenalkan sejak bayi usia 6 bulan. Apalagi di usia anak-anak juga harus rajin gosok gigi untuk mencegah gigi berlubang.
Tapi karena sering menyikat gigi dan alatnya terjatuh, membuat mereka kesal dan malas. Belum lagi, alat yang Anda pakai bisa terpapar bakteri dan kuman yang bersarang di toilet. Akhirnya, banyak gangguan kesehatan rongga mulut yang dialami sejak kecil.
Berkat karya sains yang unik tersebut, para ahli memberikan apresiasi kepada anak-anak yang kreatif. Inovasi mereka sangat menarik dan tak disangka-sangka.
"Berkat teknologi yang berkembang, anak-anak lebih inovatif dan kreatif. Ide mereka murni dari pemikiran sendiri," ujar Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr LT Handoko saat ditemui di Jakarta, baru-baru ini.
Hasil karya sains dari anak-anak yang unik tersebut juga diharapkan dapat membantu memecahkan masalah di sekitarnya. Apresiasi untuk mereka juga tak sekedar patut diacungi jempol.
Melalui inisiatif ini, anak-anak bisa berani berkarya dan menjadi scientists cilik yang jagoan. Apakah Anda tertarik untuk membuatnya sendiri di rumah? (hel)
Published in
Liputan6 (Umi Septia, 14 October 2017)
Kalbe mengumumkan pemenang Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) pada Sabtu (14/10/2017) di Pasar Seni Ancol, Jakarta Utara. KJSA merupakan program penghargaan yang diberikan kepada karya sains terbaik di Indonesia untuk tingkat Sekolah Dasar (SD).
Sebelumnya, Kalbe telah menerima 1.103 karya di bidang sains. Karya ini berasal dari 26 Provinsi dan 97 Kabupaten dan Kota se Indonesia. Dewan juri kemudian memilih 18 finalis terbaik. Para juri terdiri dari Kepala Pusat Inovasi LIPI, Matematikawan Fakultas MIPA Institut Teknologi Bandung , Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI serta Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud RI.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Tehnik LIPI DR. L. T. Handoko menjelaskan proses penilaian yang dilakukan terhadap karya para peserta.
"Kriteria yang digunakan dalam penjurian adalah kreativitas, inovasi, originalitas tanpa mengesampingkan nilai integritas. Artinya ide pembuatan karya, merupakan ide dari anak didik itu sendiri," ucap Handoko saat ditemui di acara tersebut.
Dia menjelaskan, setelah 18 finalis melakukan presentasi karya sains, kemudian juri menetapkan 9 pemenang karya terbaik dan 9 pemenang karya terunggul yang satu di antaranya menjadi pemenang favorit. Selain itu, Kalbe juga memberikan penghargaan kepada seluruh guru pendamping dan memberikan tabungan pengembangan pendidikan.
Published in
Kontan (12 October 2017)
PT Kalbe Farma Tbk. (Kalbe) menggelar seleksi 18 karya sains finalis Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) 2017 yang merupakan 18 terbaik dari 1103 karya sains peserta KJSA yang berasal dari 374 sekolah di 28 provinsi di Indonesia. Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) adalah lomba karya sains untuk siswa siswi tingkat sekolah dasar (SD) di seluruh Indonesia yang telah diselenggarakan setiap tahunnya sejak tahun 2011. Progam ini bertujuan untuk menumbuhkan kecintaan anak-anak Indonesia terhadap ilmu pengetahuan sejak dini sekaligus meningkatkan kemampuan dan kreatifitas anak Indonesia.
“Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) merupakan bagian dari komitmen Kalbe memperkenalkan kepada anak-anak Indonesia sejak dini tentang arti penting dan manfaat sains bagi kehidupan,” ujar Herda Pradsmadji, Head Corporate Communication dan CSR PT Kalbe Farma, Tbk. “Melalui KJSA, anak-anak didorong untuk berpikir kreatif dalam mencari solusi atas permasalahan yang mereka temui sehari-hari melalui sains atau ilmu pengetahuan,” tambah Herda.
“Sejak pertama kal diselenggarakan di tahun 2011, KJSA terus menunjukkan pengingkatan jumlah karya sains yang mendaftar,” kata dr. Iwan Surjadi Handoko, Ketua Panitia KJSA 2017. “Tahun ini terkumpul 1.103 karya sains dari 374 sekolah dan klub sains dari 28 provinsi di Indonesia. Ada kenaikan 20 persen untuk karya dibanding 2016,” lanjut dr. Iwan.
“Para juri sepakat bahwa unsur penting dalam menilai karya sains KJSA adalah kreatifitas, inovasi, keaslian ide tanpa mengesampingkan nilai integritas, artinya ide pembuatan karya merupakan ide dari anak didik sendiri,” kata Dr. L.T. Handoko, Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai Ketua Juri KJSA 2017. “Mampu melihat masalah dan memecahkan masalah merupakan modal dasar anak untuk berkembang di masa depan,” lanjut Handoko.
Published in
Independensi (Tyo Pribadi, 12 October 2017)
Ilmuwan Cilik. Finalis Junior Scientist Award (JSA) 2017, Ahmad Faqih Amin (kedua kiri) bersama Heiko Rendra Noviandita (ketiga kiri) dari SD Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto saat menjelaskan kepada para dewan juri kerja Charger Tiup Ketua Dewan Juri Dr. L.T. Handoko (tengah), Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Prof. Ir. Nizam (kedua kanan) dan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Dr.Tjut Rifameutia Umar Ali (kanan) saat penjurian di Putri Duyung, Ancol, Jakarta, Rabu (11/10/2017). Melalui ajang ini KJSA dengan tema “Inovasi Hijau Untuk Berprestasi”, mendorong anak-anak untuk berpikir kreatif dalam mencari solusi atas permasalahan yang mereka temui sehari-hari dengan sains atau ilmu pengetahuan.
FINALIS Kalbe Junior Scientist Award 2017 Fadlan Akil Mallongi dan Abdullah Aksay Annauval dari SD Muhammadiyah 2 Palu saat menjelaskan cara kerja Robot Apung Pembersih Limbah Pesisir kepada para dewan juri di Putri Duyung, Ancol, Jakarta, Rabu (11/10/2017).
FINALIS Kalbe Junior Scientist Award 2017 sedang mempresentasikan temuan mereka di depan dewan juri di Putri Duyung, Ancol, Jakarta, Rabu (11/10/2017). 18 finalis untuk mendapat anugerah Junior Scientist Award dari Kalbe Farma untuk mendorong semangat melakukan riset pada anak-anak sejak usia dini.
Published in
Media Indonesia (15 October 2017)
KALBE Junior Scientist Award (KJSA) 2017 menghasilkan 18 karya sains inovatif dari 1.103 karya inovasi yang diterima dari 374 sekolah di 28 provinsi. Karya Sikat Gigi Antijatuh untuk Anak dan Manula yang dihasilkan Prajna Wijaya dan Evan Varelino dari SD Narada Jakarta, terpilih sebagai karya inovasi terunggul dan terfavorit.
Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius mengatakan pihaknya merasa bangga bisa konsisten menyelenggarakan KJSA yang sudah memasuki tahun ketujuh ini. Ia mengatakan yang dilakukan Kalbe dengan KJSA ialah menanamkan sains sejak kecil kepada anak-anak. Selain itu, ajang KJSA merupakan nilai yang dihidupkan Kalbe selama ini sebagai perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan, yaitu pengembangan SDM dan inovasi.
“Kita sadar betul inovasi itu penting. Makanya harus ditanamkan sejak kecil yang bisa menjadi bekal untuk pengembangan inovasi di masa mendatang,” kata dia di Pasar Seni Ancol, Jakarta, kemarin.
Mengambil tema Inovasi hijau untuk bumi lestari, Vidjongtius menambahkan nilai yang ingin disampaikan kepada kepada anak-anak dan masyarakat luas ialah setiap hasil inovasi harus mampu memberi kontribusi bagi kelestarian lingkungan hidup. “Ada juga hasil inovasi yang justru membahayakan lingkungan. Dengan tema ini, kita ingatkan lagi bahwa inovasi itu justru harus selaras dengan semangat menjaga lingkungan,” jelasnya.
Ketua tim juri KJSA 2017 LT Handoko mengatakan, dengan pemilihan 18 karya terbaik anak-anak ini, artinya sudah ada pengakuan mengenai kreativitas, orisinalitas ide, dan integritas.
“Apa yang kami nilai terutama soal ide-ide yang genuine, original, yang ditangkap anak-anak ini dari persoalan sehari-hari lalu dicarikan solusi,” ujar Handoko yang juga Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI.
Direktur Pembinaan SD Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Wowon Widaryat menambahkan inisiatif yang dilakukan Kalbe Farma ini harus terus dikembangkan.
“Kita apresiasi. Harapannya tentu saja ini jadi bekal untuk masa depan anak-anak ini sambil mendorong agar inisiatif ini juga menjangkau anak-anak dari daerah terluar Indonesia,” ungkapnya. (Ths/E-1)
Published in
Tempo (Erwin Prima, 14 October 2017)
Perhelatan Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) 2017 berakhir. Dari 36 finalis, akhirnya terpilih pemenang terfavorit. Mereka adalah pasangan Prajna Wijaya dan Evan Varellino dari SDS Narada, Jakarta Barat.
Keduanya membuat sikat gigi anti jatuh untuk anak kecil dan manula. Mereka mendapatkan hadiah sebesar Rp 15 juta dari Kalbe dan tabungan pendidikan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp 2,5 juta.
Prajna menceritakan, ide mereka muncul ketika mengunjungi sebuah panti jompo. Mereka melihat beberapa kali sikat gigi dan pasta gigi para penghuni panti jompo jatuh dan mereka harus mengulang mengisinya.
Melihat itu, muncul ide di kepala Prajna dan Evan untuk membuat sikat gigi untuk kaum manula. Belakangan, mereka juga mencobanya untuk anak kecil. “Baru pada percobaan keempat kami berhasil membuatnya,” kata Evan menambahkan.
Prinsipnya, kata Prajna, sikat gigi dipotong separuh dan kemudian dibor. Mereka menambahkan suntikan di ujung sikat gigi. Di dalam suntikan itulah ditempatkan pasta gigi. Seperti suntikan, pasta gigi ditekan sesuai kebutuhan.
Oleh dewan juri yang terdiri dari LT Handoko (LIPI), Nurul Taufiqurohman (LIPI), Nizam (UGM), Novriana Sumantri (ITB), dan Tjut Rifameutia (UI), produk buatan Prajna dan Evan dinyatakan sebagai pemenang favorit dari 18 karya yang masuk. Total karya yang masuk pada KJSA 2017 mencapai 1.103 buah dari 26 provinsi.
Selama di Jakarta, 36 peserta yang didampingi para guru mengunjungi kegiatan produksi pabrik Kalbe Farma di Cakung, Jakarta Timur. Mereka juga diajak bertemu dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek. Anak-anak ini juga diajak mengunjungi Monas dan Dunia Fantasi sebagai bagian dari kegiatan Eduwisata.
Kalbe Junior Scientist Award 2017 merupakan penyelenggaraan yang ke-7. Kegiatan pertama dilaksanakan pada 2011. Kompetisi ini diikuti adalah siswa SD kelas IV hingga kelas VII SMP.
Presiden Direktur Kalbe Farma Vidjongtius menyatakan, acara ini merupakan wujud komitmen dari perusahaannya untuk terus melahirkan para calon ilmuwan di masa depan.
Selain Kalbe Junior Scientist Award, Kalbe juga menyelenggarakan Ristekdikti-Kalbe Science Awards setiap dua tahun sekali. Kegiatan ini diselenggarakan bekerjasama dengan PT Pusat Data dan Analisa Tempo.
Published in LIPI (9 October 2017)
Kurang dari satu bulan lagi, pameran sains terbesar di Indonesia bakal digelar. Pameran sains tersebut bertajuk Indonesia Science Expo (ISE) 2017.Penyelenggaraan ISE 2017 kali ini terbilang istimewa karena bersamaan dengan 50 tahun kiprah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam kontribusinya pada perkembangan iptek dan arah ilmu pengetahuan di negeri ini. ISE tahun ini merupakan penyelenggaraan yang kedua, setelah penyelenggaraan pertama berlangsung pada 2015 silam. Pameran sains itu akan diisi ratusan karya riset anak negeri dan beragam kegiatan menarik lainnya. Untuk mengupas lebih dalam tentang pameran sains tersebut, LIPI menggelar kegiatan Media Gathering “ISE 2017 dan 50 Tahun Kiprah LIPI” pada Senin, 9 Oktober 2017.
Penyelenggaraan ISE kali ini sebagai upaya meningkatkan apresiasi pemerintah akan arti penting dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) untuk landasan kebijakan. Pelaksana Tugas Kepala LIPI, Bambang Subiyanto mengemukakan, penyelenggaraan ISE diarahkan agar meningkatkan peran pemerintah dan swasta dalam memberikan dukungan sumber daya (utamanya pembiayaan) secara konsisten bagi pengembangan iptek. “Pada intinya, kami ingin meningkatkan apresiasi pemangku kepentingan, terutama pihak swasta akan arti penting dan pemanfaatan Iptek bagi pengembangan dunia usaha,” ungkapnya.
Bambang menjelaskan, pergelaran ISE merupakan bagian dari peringatan 50 tahun kiprah LIPI (1967-2017). Ada tiga tujuan utama yang hendak dicapai dalam peringatan 50 tahun kiprah LIPI dan salah satunya lewat penyelenggaraan ISE. Pertama, adalah pertanggungjawaban kepada publik tentang peran dan capaian LIPI dalam membangun bangsa dan negara. Kedua, momentum untuk melakukan evaluasi atas kekuatan dan kelemahan LIPI dalam menjalankan fungsinya dalam pengembangan Iptek dan pemanfaatannya oleh pemangku kepentingan dan masyarakat secara umum. “Dan ketiga, merumuskan usulan pemikiran/konsep LIPI ke depan untuk "membumikan" pengembangan ilmu pengetahuan dan kebermanfaatannya bagi masyarakat,” katanya.
Ketua ISE 2017, Laksana Tri Handoko yang juga Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI menyambung, konsep utama ISE terdiri dari tiga hal, yakni Science for Science, Science for Scientific Community, dan Science for Stakeholders. Science for Science adalah kontribusi LIPI dalam perkembangan ilmu pengetahuan melalui perbaruan teori/metode, hasil-hasil temuan baru, dan karya tulis ilmiah yang bereputasi. Kemudian, Science for Sientific Community yang merupakan kontribusi LIPI dalam mencerdaskan bangsa lewat kebermanfaatan dari hasil-hasil risetnya. Dan terakhir, Science for Stakeholder yakni kontribusi LIPI bagi kebijakan negara dan masyarakat melalui pemberian nilai tambah, arah kebijakan, dan perubahan pola kerja bagi kehidupan berbangsa lewat hasil-hasil risetnya.
Kemudian secara penyelenggaraan, Handoko menyebutkan bahwa tujuan diselenggarakannya ISE adalah untuk mengomunikasikan atau memasyarakatkan apa yang telah dilakukan peneliti Indonesia dalam bidang riset dan manfaatnya bagi masyarakat luas. “Kami ingin pula agar hasil riset benar-benar terasa manfaatnya bagi masyarakat, baik jangka pendek hingga jangka panjang,” tuturnya.
Sebagai informasi, ISE akan menampilkan hasil-hasil riset peneliti, baik kementerian dan lembaga negara, perguruan tinggi dan tentunya juga LIPI, serta industri. Kegiatan tersebut akan dilaksanakan pada 23-26 Oktober 2017 di Balai Kartini Jakarta. Selain pameran sains, ISE akan diisi beragam kegiatan antara lain Science Movie, Science Art, Science Show, Games, workshop,talkshow, Youth Science Fair 2017, Science Based Industrial Innovation Award 2017, Pekan Inovasi Teknologi 2017, pameran industri, pameran perguruan tinggi serta lembaga penelitian dan pengembangan, serta konferensi ilmiah (lebih kurang 18 konferensi).
Sementara khusus untuk Youth Science Fair, kegiatan ini merupakan pertama kali di Indonesia dimana melibatkan para pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) LIPI 2017, Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI 2017, Loreal Girl’s in Science, dan Kalbe Junior Scientist Award. Sedangkan lebih mengerucut pada LKIR, kegiatan ini telah menjaring proposal sejumlah 3.706 pada tahun ini. Dari jumlah tersebut ditetapkan 52 finalis (pemenang) yang akan dibimbing oleh peneliti LIPI selama 3-4 bulan.
Dalam penyelenggaraan ISE sendiri, LIPI merupakan penggagas kegiatan tersebut. Untuk menyukseskan ISE agar lebih diterima masyarakat, LIPI menggandeng promotor iD.M (Ideas Reinvented), yang tergabung dalam Media Group (Media Indonesia, Metro TV, dan Metrotvnews.com). Perhelatan ISE diharapkan mampu mempertemukan kalangan peneliti, akademisi, pebisnis, serta pemerintah untuk bersinergi dalam memperkenalkan, membangun kerja sama dan menciptakan produk-produk inovasi di berbagai bidang.
Keterangan Lebih Lanjut:
- L.T. Handoko (Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI)
- Nur Tri Aries Suestiningtyas (Kepala Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI)
Published in
Kompas (Yunanto Wiji Utomo + Lutfi Mairizal Putra + Shierine Wangsa Wibawa, 9 October 2017)
Sikap Dwi Hartanto, mahasiswa PhD Indonesia di TU Delft, Belanda, membuat dirinya sendiri terlempar dari puncak ketenaran ke lembah celaan.
Setelah kebohongan besarnya terbongkar, sikap Dwi menuai kecaman dan rasa prihatin baik dari kalangan ilmuwan maupun awam.
"Saya pikir cuma Setnov yang pandai bersandiwara, ternyata ada temannya," kata Kasetto Sugoi, salah satu pembaca Kompas.com dalam komentarnya.
Bahkan Made Menaka, juga pembaca, berkomentar, "Enggak usah pulang ke Indonesia. Bangsa Indonesia perlu orang jujur, bukan orang pintar berbahaya."
Dwi memang salah. Dia bukan satu-satunya orang non Eropa yang masuk ring satu Badan Antariksa Eropa (ESA). Saat ini, dia masih mahasiswa doktoral, masuk dalam grup Interactive Intelligent.
Namun, Achmad Adhitya yang sempat menjabat ketua organisasi ilmuwan diaspora Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4) mengungkapkan, menguliti kebohongan Dwi saja tidak membawa manfaat.
"Ke depannya kita harus tahu mau apa. Jangan berhenti pada menguliti kesalahan Dwi," ungkapnya saat berbincang dengan Kompas.com, Minggu (8/10/2017).
Pelajaran bagi Bangsa
Wakil Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Satrio Soemantri Brodjonegoro, mengatakan, kasus Dwi adalah pelajaran berharga, bukan cuma bagi Dwi sendiri tetapi juga bangsa Indonesia.
Ia mengatakan, pelajaran terpenting dari kasus adalah pentingnya kejujuran. Menurutnya, ilmuwan bisa gagal tetapi jujur itu harus.
"Ilmuwan itu satu aja sifatnya yang dipegang, kebenaran. Ilmunya harus yang benar. Tidak boleh mengklaim yang bukan keahlian kita,” katanya.
Satrio mengatakan, tak perlu malu mengakui jika seorang ilmuwan tak menguasai tema di luar keahliannya. Dengan begitu, seorang telah berpegang teguh terhadap etika keilmuan.
Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), LT Handoko, mengungkapkan, kasus mirip Dwi di Indonesia sebenarnya banyak.
"Pada banyak kasus, meski yang bersangkutan tidak ecara proaktif dan vulgar seperti Dwi, tetapi mereka mendiamkan dan seolah menikmati," katanya.
Menurutnya, kasus Dwi menunjukkan bangsa Indonesia haus prestasi dan inspirasi. "Pada saat yang sama menunjukkan literasi iptek bangsa Indonesia masih rendah," katanya.
Sementara itu, Danang Birosutowo dari CNRS-Nanyang Technological University-Thales Research Alliance mengatakan, kasus Dwi menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah Indonesia.
Berulang kali, pemerintah Indonesia "jatuh cinta" pada orang dan sains yang salah. Ini tercermin dari kasus padi supertoy dan blue energy.
Pemberian kesempatan kepada Dwi Hartanto dalam ajang World Class Professor mencerminkan kurangnya perhatian pemerintah pada peneliti.
Pemerintah kurang perhatian pada peneliti sehingga tidak mengenal apa yang dilakukannya dan akhirnya hanya tahu jika sang peneliti mempromosikan habis-habisan karyanya, yang bisa jadi bohong belaka.
Kasus padi supertoy, blue energy, dan Dwi Hartanto mencerminkan, pemerintah kurang mengecek kebenaran klaim seorang ilmuwan.
"Jarang melibatkan orang yang tepat untuk mengeceknya. Rata-rata mereka yang mengecek, biar pun doktor, hanya orang politik dan birokrasi," ungkapnya.
Adhitya dan Danang juga mengungkapkan, kasus Dwi merupakan pelajaran bagi jurnalisme sains yang kerap diwarnai klaim.
"Kalau klaim-klaim itu tidak disebarkan ke media, kan tidak perlu klarifikasi," kata Danang. "Penting konfirmasi pengecekan ke beberapa narasumber."
Mau Apa Setelah Kasus Dwi?
Adhitya yang sejak 2010 aktif di I4 dan menyebarkan kisah sukses ilmuwan Indonesia untuk menginspirasi publik mengungkapkan, "harus diakui kisah ini menjadi set back buat kita."
Ia menuturkan, mengumpulkan ilmuwan dan mengajak berkomunikasi pada publik bukan hal yang mudah. Drama dwi Hartanto dapat membuat minat ilmuwan berkomunikasi pada publik turun.
"Mereka bisa khawatir jika memberikan informasi kepada wartawan. Ilmuwannya khawatir dicap bohong. Padahal yang bohong cuma 1, yang beneran 1000," katanya. Menurutnya, kasus Dwi bisa jadi momentum perbaikan.
Adhit mengajak rekan-rekan ilmuwan untuk tidak patah arang dalam berkomunikasi dan menginspirasi publik.
Bagi pemerintah, kasus Dwi layak jadi momentum untuk meningkatkan perhatian pada sains serta melibatkan peneliti dalam pengambilan kebijakan.
Menurutnya, penghargaan pemerintah yang paling dibutuhkan peneliti adalah pemberian peran. Dengan memberikan peran, pemerintah akan mengenal karya-karya peneliti.
"Presiden dalam membuat kebijakan seyogyanya memperhatikan pandangan para ilmuwan, seperti halnya Presiden Obama yang setiap hari berkonsultasi dengan science advisornya," kata Satrio.
Terhadap Dwi Hartanto sendiri, Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), LT Handoko mengungkapkan bahwa publik dan ilmuwan tidak perlu mengutuk Dwi berlebihan.
"Sebaiknya kita biarkan Dwi kembali hidup tenang dan fokus meningkatkan diri untuk masa depannya," kata Handoko.
Published in
Warta Kota (Hironimus Rama, 12 October 2017)
PT Kalbe Farma Tbk. (Kalbe) menggelar seleksi 18 karya sains finalis Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) 2017 di Putri Duyung Ancol, Jakarta, Rabu (11/10). Ajang lomba karya sains untuk siswa-siswi tingkat sekolah dasar (SD) ini diselenggarakan setiap tahun sejak 2011 lalu. Head Corporate Communication dan CSR PT Kalbe Farma, Tbk., Herda Pradsmadji, mengatakan, Kalbe Junior Scientist Award merupakan bagian dari komitmen Kalbe memperkenalkan sejak dini arti penting dan manfaat sains bagi kehidupan kepada anak-anak Indonesia. Baca: Hati-hati, Pelat Nomor Kendaraan yang Seperti ini Jadi Incaran Polisi 
FINALIS Kalbe Junior Scientist Award 2017 sedang mempresentasikan temuan mereka di depan dewan juri di Ancol, Jakarta, Rabu (11/10/2017). (Warta Kota/Hironimus Rama) 
“Melalui KJSA, anak-anak didorong untuk berpikir kreatif dalam mencari solusi atas permasalahan yang mereka temui sehari-hari dengan sains atau ilmu pengetahuan. Kami berharap program ini mampu menghasilkan bibit-bibit ilmuwan yang unggul dan berkompeten di Tanah Air,” kata Herda kepada Warta Kota di Ancol, Rabu (11/10).
Ketua Panitia KJSA 2017 Iwan Surjadi Handoko mengatakan, tahun ini panitia mendapat kiriman 1.103 karya sains dari 374 sekolah di 28 provinsi di Indonesia. Juri memilih 18 karya terbaik untuk dipresentasikan di ajang final ini. “Sejak diselenggarakan pertama kali tahun 2011, KJSA terus menunjukkan peningkatan karya sains yang mendaftar. Tahun ini ada kenaikan 20% dibandingkan 2016 lalu,” papar Iwan. 
\FINALIS Kalbe Junior Scientist Award 2017 ini menciptakan 'Detektif Agos di Dapur', yakni Detektor Anti Gosong. (Warta Kota/Hironimus Rama) Kreativitas, Inovasi, dan Keaslian Ide Sementara Ketua Dewan Juri LT Handoko, mengatakan para juri sepakat bahwa unsur penting dalam menilai karya sains KJSA adalah kreativitas, inovasi, dan keaslian ide tanpa mengesampingkan nilai integritas.
“Ide pembuatan karya harus berasal dari anak didik sendiri. Mampu melihat dan memecahkan masalah merupakan modal dasar anak untuk berkembang di masa depan,” kata Handoko, yang menjabat sebagai Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Selain Handoko, dewan juri KJSA 2017 terdiri dari Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Nizam, Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia LIPI Nurul Taufiqu Rohman, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Tjut Rifameutia Umar Ali, dan Matematikawan Institut Teknologi Bandung Novriana Sumarti. 
Karya-karya terbaik yang dipresentasikan di ajang final KJSA ini antara lain, Hydrillaku Sayang, Karet Gelang Penanda Tanah Longsor, Sikat Gigi Antijatuh untuk anak kecil dan manula, Kacamata Tunanetra dengan Detector Lingkungan Sekitar dari Gelombang Ultrasonik, Shaft Shalat dengan Laser, Secure Bag, Jemuran Susun Gantung, Gantungan Jas Hujan Sepatu (Jashupa), Charger Tiup (CT), Doc-Nyek (Pembuat susu bayi otomatis), Detektif Agos (Detektor Aktif Anti Gosong) di Dapur, Ki Pesat (Kipas Pemanggang Sate), dan Robot Apung Pembersih Limbah Pesisir. Warta Kota sempat menyimak presentasi karya dari beberapa siswa. Para siswa tampak antusias dan penuh semangat menjelaskan hasil karyanya di depan para juri. Tak hanya itu, mereka pun berhasil mendemonstrasikan hasil temuannya dengan baik.
Published in
Sindo Trijaya FM (12 Oktober 2017)
Time: 20:00 - 21:00 WIB
Host: Margi Syarif
Published in
MIPA Net (28 August 2017)
Seminar dan Rapat Tahunan (Semirata) MIPANet telah dilangsungkan pada tanggal 24 – 26 Agustus 2017 di Manado. Bertindak sebagai tuan rumah ialah Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi (FMIPA UNSRAT), Sulawesi Utara. Kegiatan Semirata MIPANet ini merupakan kelanjutan dari rapat koordinasi MIPANet di Institut Pertanian Bogor yang telah dilangsungkan pada bulan Oktober 2016. Pada Semirata MIPANet kali ini, kegiatan rapat tahunan dihadiri oleh para dekan MIPA dari 44 perguruan tinggi. Adapun kegiatan seminar, dengan tema Sains untuk Kehidupan, dihadiri oleh 239 pemakalah yang terdiri atas makalah bidang Fisika 34 paper, Kimia 32 paper, Matematika 40 paper, Biologi 33 paper, Farmasi 13, serta 87 paper bidang terkait lainnya.
Sekjen MIPANet Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc. dalam sambutannya menyampaikan bahwa MIPANet, yang beranggotakan 68 perguruan tinggi se-Indonesia, secara rutin mengadakan rapat tahunan untuk membahas berbagai topik perkembangan MIPA. Sekjen yang didampingi oleh Sekretaris Eksekutif Prof. Warsito, S.Si, DEA, Ph.D dan Bendahara MIPANet Prof. Dr. Widowati, S.Si, M.Si, menyatakan bahwa melalui kegiatan rapat tahunan ini MIPANet diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait dengan kemajuan MIPA. Agenda rapat tahun 2017 diantaranya membahas tentang perkembangan kegiatan yang mencakup antara lain organisasi MIPANet yang telah dikukuhkan secara legal, penyempurnaan AD dan ART, serta tersedianya media komunikasi antar anggota MIPANet melalui web mipanet.or.id. Selain itu, disampaikan pula bahwa untuk lebih memperkenalkan MIPANet ke komunitas yang lebih luas serta membangun jejaring di tingkat regional/internasional maka Sekjen MIPANet Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc. telah hadir dalam pertemuan Dekan Sains se-ASEAN di Bangkok, Thailand pada tanggal 30 November s.d. 2 Desember 2016 dan Bendahara MIPANet Prof. Dr. Widowati, S.Si, M.Si pada pertemuan Asian Dean Summit di Bali pada tanggal 24 s.d 25 Juli 2017.
Terkait dengan pendirian Lembaga Akreditasi Mandiri, terutama LAMSAMA, secara prinsip para dekan yang hadir sangat mendukung pendirian LAMSAMA karena memang sesuai dengan upaya penjaminan mutu kualitas pendidikan tinggi khususnya Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME). Pemerintah cq Kemenristekdikti merencanakan SPME akan dilaksanakan secara mandiri oleh LAM sesuai bidangnya masing-masing. Untuk itu, agar lebih memahami dan mengetahui perkembangan proses pendirian LAMSAMA, maka MIPANet akan beraudiensi secara lebih intens dengan tim pendiri LAMSAMA. Beberapa hal yang ingin diketahui dan dipahami bersama ialah terkait pendanaan organisasi, instrumen, proses kerja, serta ketersediaan SDM penilai yang mumpuni sesuai dengan keilmuan di MIPANet.
Turut hadir sebagai pembicara pada Semirata MIPANet 2017, ialah Gubernur Sulut Olly Dondokambey SE yang diwakili oleh Kepala Badan Litbang daerah Sulut dr Jimmy Lampus MKes, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Ristekdikti Dr Muhammad Dimyati, serta Direktur Lembaga Molekuler Eijkman Universitas Indonesia Jakarta Prof dr Amin Subandrio W Kusumo, PhD Sp MK(K). Pada kesempatan ini turut pula hadir Statistika/Aktuaria READI University of Waterloo, Canada Prof Dr. Ken Seng Tan, Combinatorial Optimization Deputy Director of MAXIMA Monash University, Australia Prof Dr Andreas Ernst, Energy System Modeling Deputy Director Energy Materials and System Institute Monash University, Australia, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Ariel Liebman, Dr Laksana Tri Handoko, serta Genetika Biologi Universität Kassel, Germany Prof Dr Wolfgang Nellen.
Rapat tahunan diakhiri dengan kesepakatan rencana rapat tahunan berikutnya akan diadakan di Unpati Ambon dengan cadangan di Unmul atau di Unsyiah. Sebelum rapat tahunan berikutnya dilaksanakan, para anggota MIPANet didorong untuk melakukan kerjasama antar anggota, baik dalam bentuk kerjasama penelitian, student exchange, credit transfer, maupun bentuk kerjasama lainnya seperti penulisan jurnal. Untuk mendukung penulisan agar lolos publikasi di jurnal yang memiliki high impact, direncanakan akan diadakan pelatihan reviewer riset bidang MIPA. Untuk keperluan pelatihan reviewer ini, akan disiapkan proposal untuk diajukan ke Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Dr. Muhammad Dimyati. Sebagai tambahan, diharapkan para Dekan membuat buku kepakaran SDM yang ada di unit kerjanya agar selanjutnya dapat dibuat kekuatan SDM MIPANet.
Published in
BRSDM KKP (11 September 2017)
Berdasarkan surat Undangan BPTBA LIPI Nomor 834/IPT.8/UM.01/VIII/2017 tanggal 03 Agustus 2017, LRMPHP berpartisipasi dalam Pameran Traditional Food and ScienTech Festival yang diselenggarakan pada tanggal 8 – 10 September 2017 di Gedung Pytagoras Taman Pintar Yogyakarta. Kegiatan dilakukan sebagai media promosi, publikasi dan penyampaian hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan oleh LRMPHP kepada stake holder.
Pameran Traditional Food and ScienTech Festival merupakan bagian dari rangkaian acara Bulan Teknologi Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA) LIPI dengan mengusung tema “Science Meets Traditional Food”. Pameran ini bertujuan sebagai sarana untuk menambah pengetahuan tentang teknologi dan pengemasan tradisional dan juga sebagai wadah komunikasi interaktif antara produsen makanan tradisional, UMKM, Instansi pemerintahan dan perusahaan bahan pengemas. Pada pameran ini menyediakan stand pameran yang berhubungan dengan teknologi, food science, food packaging, produk UKM binaan BPTBA LIPI dan beberapa instansi pemerintahan termasuk LRMPHP. Pameran dibuka langsung oleh Kepala LIPI yang diwakili oleh Bapak Dr. Laksana Tri Handoko selaku Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik. Dalam sambutannya beliau menyampaikan ucapan terima kasih atas terlaksananya Bulan Teknologi yang ketiga sehingga dapat meningkatkan animo masyarakat terhadap ilmu pengetahuan. Pada pembukaan ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Provinsi DIY yaitu Bapak Riyadi Ida Bagus S.S. dan Walikota Yogyakarta Bapak H. Haryadi Suyuti.
Pada Pameran Traditional Food and ScienTech Festival BPTBA LIPI, LRMPHP menampilkan dua hasil penelitian yaitu alat pengisi adonan tahu tuna sistem handel dan alat meat bone separator untuk memisahkan dading dan tulang ikan. Selama partisipasi tersebut LPP-MPHP menerima banyak kunjungan dari berbagai kalangan yaitu instansi daerah, sekolah dan juga para pelaku UMKM. Beberapa pengunjung umumnya tertarik dengan peralatan yang ditampilkan serta menanyakan beberapa hal diantaranya prinsip kerja, kegunaan alat, spesifikasi alat dan harga alat.
Published in
BLI LHK (13 September 2017)
Bertema “Kiprah 50 tahun Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk Mendukung Pemanfaatan Bahan Alam yang Berdaya Saing”, LIPI mengadakan Traditional Food And Scientech Festival di Taman Pintar, Yogyakarta. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (B2P2BPTH) turut berpartisipasi dalam acara tersebut.
B2P2BPTH, salah satu unit kerja Badan Litbang dan Inovasi, KLHK diundang oleh LIPI untuk mengisi salah satu stand pameran dan menampilkan hasil penelitian terkait PUI Pemuliaan Tanaman Hutan Tropis.
Materi pameran berupa hasil litbang seperti Kayuputih, Jati Purwo, Sengon, Nyamplung, Acacia mangium, A. auriculiformis, Eucalyptus pellita dll. Pengunjung pameran dapat memperoleh informasi dari publikasi ilmiah cetak seperti Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, Wana Benih, Informasi Teknis, leafleat, buku, serta banner. Selain itu juga ditampilkan contoh produk berupa benih unggul Acacia mangium, A. auriculiformis, Eucalyptus pellita dan minyak kayu putih.
Kegiatan pameran makanan tradisional dan teknologi ini merupakan salah satu rangkaian acara Bulan Teknologi LIPI 2017 sekaligus sebagai peringatan ulang tahun Emas LIPI yang ke-50. Kegiatan ini merupakan sarana LIPI untuk mensosialisasikan Bulan Teknologi agar mendapatkan animo yang lebih besar lagi dari masyarakat.
“Ketika diadakan di Gunung Kidul, masyarakat banyak yang tertarik, apalagi jika diadakan di tengah kota. Harapannya, keberadaan LIPI bisa lebih dirasakan oleh masyarakat Jogja dan sekitarnya,” kata Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Dr. Laksana Tri Handoko di Hall Phytagoras Taman Pintar, Yogyakarta, Jumat (08/09).
Untuk itu, Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA) LIPI selaku penyelenggara menggandeng pemerintah daerah, pusat, instansi pemerintah terkait, kalangan akademisi, lembaga keuangan, industri kecil maupun menengah dan masyarakat luas.
“Hal ini dimaksudkan agar meningkatkan peluang terjadinya kerjasama, baik kerjasama penelitian dan pengembangan teknologi/ produk maupun implementasi hasil riset,” lanjut Handoko.
Sedangkan menurut H. Haryadi Suyuti selaku Walikota Yogyakarta bahwa acara ini selain bertepatan dengan ulang tahun LIPI juga bersamaan dengan ulang tahun Kota Yogyakarta yang ke 261.
“Pelaksanaan acara di Taman pintar ini adalah hal yang tepat karena taman pintar ini berisi sesuatu yang pintar-pintar dan membuat pintar,” kata Walikota sambil tersenyum saat sambutan pembukaan Acara yang berlangsung selama 3 hari ini.
Kegiatan pembukaan dirangkai dengan acara media briefing oleh kepala BPTA LIPI Hardi Julendra, M.Sc. dan Deputi IPT LIPI terkait dengan Pusat Unggulan Iptek (PUI) Teknologi Pengemasan Makanan Tradisional dan launching katalog produk unggulan BPTBA LIPI.
Peserta kegiatan ini terdiri atas pelaku UKM, Dosen, Peneliti dan para pemangku kebijakan di Lembaga Litbang, Perguruan Tinggi dan Dinas Pemerintah yang berperan dalam pembinaan UKM baik di daerah maupun pusat.***EDL
Published in
URI (8 September 2017)
Rangkaian acara Bulan Teknologi 2017 digelar di Taman Pintar Yogyakarta dan HOM Platinum Hotel.
Puncak acara dan pembukaan digelar di Taman Pintar pada Jumat (8/9/2017) dan dibuka oleh Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Laksana Tri Handoko.
Bulan Teknologi 2017 ini digelar oleh Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTPA) yang berada di bawah LIPI.
Tema yang diusung dalam penyelenggaraan tahun ini adalah “Kiprah 50 tahun LIPI dengan Budayakan Teknologi untuk Mendukung Pemanfaatan Bahan Alam yang Bedaya Saing”.
Bulan Teknologi diharapkan dapat menjadi sarana pengenalan dan pembinaan IPTEK serta sosialisasi hasil hasil penelitian kepada masyarakat, khususnya UMKM, kalangan Pemerintahan, akademisi, lembaga keuangan dan masyarakat luas.
Sehingga ,diharapkan meningkatkan peluang kerjasama penelitian maupun pengembangan teknologi atau produk dan hasil riset.
Dalam bulan teknologi ini juga merupakan sosialisasi dan branding kegiatan Pusat Unggulan Iptek “Teknologi Pengemasan Makanan Tradisional” BPTBA LIPI dalam bentuk Traditional Food Festival berupa pameran produk makanan tradisional.
Dirangkai dengan Forum UKM dan Workshop Desain Pengemasan Produk Makanan yang bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif.
Traditional Food Festival digelar di Taman Pintar dan Forum UKM dan Workshop digelar di HOM Platinum Hotel.
“Penyelenggaraan festival makanan tradisional dari tanggal delapan sampai dengan 10 September 2017 merupakan puncak acara Bulan Teknologi dimana Bulan Teknologi sudah dimulai sejak bulan Mei 2017,” kata Hardi Julendra, Kepala BPTBA LIPI dalam sambutannya.
Pada upacara pembukaan juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman tentang pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan iptek di Yogyakarta.(URI.co.id) (uri/idi/hristine/WC)
Published in
Tempo (13 September 2017)
Tim juri Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) 2017 telah menentukan 18 finalis yang akan mengikuti penilaian tahap selanjutnya. 18 finalis ini dijaring dalam penjurian tahap pertama di Hotel Atlet Century, Jakarta, Rabu, 6 September 2017. Pada tahap penjurian selanjutnya akan dipilih sembilan peserta (18 anak) sebagai pemenang dan satu di antaranya sebagai pemenang unggulan.
18 finalis terpilih atas 1.103 karya yang masuk, terdiri dari karya anak-anak sekolah dasar, sekolah menengah, dan klub sains. “Jumlah peserta di tahun ini meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 917 karya sains. Sebaran peserta juga mencapai 26 provinsi, terbanyak dari Jawa Barat dan Jawa Timur,” kata Ketua Harian KJSA Hari Nugroho.
Dewan Juri KJSA 2017 adalah Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) L. T. Handoko, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Nizam, Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia LIPI Nurul Taufiqu Rohman, Pakar Psikologi Pendidikan dan Sekolah sekaligus Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Tjut Rifameutia Umar Ali, serta Matematikawan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung Novriana Sumarti.
Ketua Tim Juri KJSA L. T. Handoko mengungkapkan kegembiraannya karena setiap tahun jumlah peserta KJSA mengalami peningkatan. Dengan peningkatan tersebut menunjukkan bahwa minat anak-anak terhadap sains terus meningkat.
Untuk kriteria penjurian Handoko mengatakan juri melihat dari kreativitas, inovasi, orisinalitas karya sains, dan nilai integritas, yaitu ide pembuatan karya yang berasal dari anak itu sendiri.
KJSA merupakan bagian dari komitmen PT Kalbe Farma Tbk untuk berkontribusi bagi perkembangan sains di Indonesia, khususnya pada anak-anak. Diharapkan di masa depan anak-anak bangsa semakin mencintai sains, bahkan bisa menjadi peneliti-peneliti unggul yang akan memajukan dunia sains dan teknologi di Indonesia.
Kepala Komunikasi Perusahaan dan CSR PT Kalbe Farma Tbk Herda Pradsmadji mengatakan di tahun ini KJSA mendapat dukungan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu, sembilan pemenang (18 anak) akan mendapatkan beasiswa bakat dan prestasi berupa tabungan, serta mendapatkan sertifikat yang akan ditandatangani Direktur Pembinaan Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
“Nantinya pemenang unggulan akan mendapat kesempatan mengikuti seleksi untuk ajang Word Creativity Festival di Korea Selatan,” ujarnya.
Program KJSA yang berlangsung sejak 2011 telah memberikan penghargaan kepada karya sains terbaik di Indonesia untuk siswa-siswi tingkat sekolah dasar dan menengah. Tujuan dari KJSA adalah mengenalkan sains kepada anak sejak dini, sekaligus menumbuhkan kreativitas anak.
Pada 10 Oktober 2017, 18 finalis yang terpilih dari beberapa provinsi di Indonesia ini diundang ke Jakarta, mereka akan melalui beberapa kegiatan. Sementara pemenang akan diumumkan pada 14 Oktober 2017, bertempat di Pasar Seni, Ancol, Jakarta.
18 Finalis KJSA Award 2017:
Published in
Instagram (9 September 2017)
Bapak DEPUTI IPT LIPI (Batik biru Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI pusat (Dr. Laksana Tri Handoko, M.Sc), Baju Putih Bapak Wali Kota Yogyakarta (Haryadi S.), Bapak DEPUTI AKSES PERMODALAN BEKRAF (Batik Coklat, Deputi Bidang Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) RI, Bpk. Fajar Hutomo) dan Bapak Julendra Kepala BPTBA LIPI menikmati Minuman CHOCOMIX dalam Acara Pembukaan TRADITIOANAL FOOD & SCIENTECH FESTIVAL Di Taman Pintar DIY 8 September 2017. .
Acara minum 5000 Cup Chocomix 8-10 September 2017 pkl 08.00-16.00 Yuk Mari merapat.
Published in
Suara Karya (Tri Wahyuni, 3 August 2017)
Kesempatan pegawai negeri sipil (PNS) non peneliti menjadi pejabat fungsional peneliti kini semakin terbuka lebar. Caranya, lewat inpassing. Seperti diatur dalam Peraturan Kepala (Perka) LIPI No 5 Tahun 2017 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Fungsional Peneliti.
"Regulasi baru ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah peneliti di Indonesia yang masih rendah," kata Wakil Kepala LIPI, Bambang Subiyanto dalam penjelasannya, di Jakarta, Rabu (2/8).
Bambang dalam kesempatan itu didampingi Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko, Kepala Pusbindiklat Peneliti LIPI, Dwi Enny Djoko Setyono dan Kepala Biro Kerja Sama, Hukum dan Humas LIPI, Nur Tri Aries Suestiningtyas.
Dengan demikian, lanjut Bambang Subiyanto, PNS dimungkinkan untuk diangkat sebagai peneliti sesuai minat dan kompetensinya dalam penelitian iptek. Dan semua itu bisa dilakukan tanpa harus memulai dari awal.
Dijelaskan, hal itu dilakukan karena LIPI memiliki kepedulian yang tinggi atas rendahnya jumlah peneliti PNS di Indonesia. Terlebih, saat ini ada Peraturan Pemerintah (PP) No 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, yang berdampak pada pengurangan jumlah peneliti madya secara signifikan.
"Dalam PP No 11 Tahun 2017 itu diatur soal batas usia pensiun peneliti madya dari sebelumnya 65 tahun menjadi 60 tahun. Penurunan batas usia itu mengurangi jumlah peneliti hingga 20 persen, " tuturnya.
Padahal sesuai karakter penelitian, lanjut Bambang Subiyanto, peneliti madya merupakan lapisan sumber daya manusia (SDM) paling produktif sebelum mencapai kematangan paripurna di jenjang peneliti utama.
"Apalagi, pemerintah masih memberlakukan moratorium penerimaan PNS baru, termasuk untuk peneliti sejak 2015," kata Bambang Subiyanto.
Hal senada dikemukakan Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko. Regulasi baru itu juga bertujuan untuk menyesuaikan dengan standar dan norma penelitian global. Selain, untuk mereduksi proses administrasi secara signifikan.
"Aktivitas penelitian di institusi swasta sekarang ini masih lemah. Karena itu, harapan tabungan pengetahuan bangsa Indonesia tetap pada hasil penelitian dari lembaga pemerintah dan perguruan tinggi," ujarnya.
Keberadaan regulasi baru itu, menurut Handoko, akan menjaga kesinambungan proses fundamental dari penguatan ekonomi berbasis inovasi iptek.
"LIPI juga mengusulkan rekrutmen peneliti baru berkualifikasi tinggi minimal S3 dan pernah atau sedang berkarya di berbagai belahan dunia. Rekrutmen semacam itu bisa menjadi motor mempercepat penelitian di masa depan," katanya.
Sekadar informasi, jumlah peneliti PNS saat ini hanya sekitar 4 persen dari total jumlah SDM Iptek Indonesia, yang didominasi oleh dosen di berbagai perguruan tinggi. Meski jumlahnya kecil, hanya peneliti PNS yang diminta dedikasinya untuk penelitian tanpa ada kewajiban lain.
"Peran ini sangat krusial mengingat penelitian modern saat ini mensyaratkan berbagai infrastruktur penelitian yang canggih dan harus dikelola secara profesional," ujar Laksana Tri Handoko.
Fungsi lembaga penelitian seperti LIPI di era sekarang tak sebatas menghasilkan invensi dan inovasi iptek, tetapi juga penyedia platform bagi publik untuk mengeksplorasi kemampuan berinovasi tanpa harus menanggung risiko akibat investasi pada infrastruktur penelitian.
"Kemudahan melakukan inovasi dan berkreasi tanpa batas inilah yang diharapkan dapat menjadi bibit technopreneur yang menunjang perekonomian Indonedia di era industry 4.0," kata Handoko menandaskan.
Published in
Metro TV (22 August 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai produktivitas riset di Indonesia masih rendah. Jumlah riset yang muncul tidak sebanding dengan banyaknya jumlah peneliti yang ada.
"Produktivitas para peneliti di Indonesia masih rendah baik publikasi maupun paten," kata Deputi Ilmu Pengetahuan Teknologi LIPI, Laksana Tri Handoko, seperti dilansir Antara, Senin 21 Agustus 2017. Handoko menyebut, produktivitas penelitian Indonesia masih berada di angka 0,02 persen pada 2015. Capaian itu masih jauh dari angka ideal, yakni sebesar 15 persen. Padahal, kata dia, jumlah peneliti di Indonesia cukup besar dengan prevalensi 1.071 orang per satu juta penduduk Indonesia.
Handoko menilai, perlu kolaborasi dan sinergi lebih erat antara lembaga penelitian dan pengembangan dengan perguruan tinggi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas riset. Perlu dibarengi pula lewat strategi kemitraan dengan industri dan swasta.
Eksplorasi pendanaan, kata dia, harus dilakukan tidak hanya dari hasil akhir riset, tapi juga dari proses aktivitas riset. "Kompetisi terbuka dan fair penting untuk meningkatkan etos sebagai bagian dari kontrol kualitas riset," lanjut dia..
Para peneliti, kata Handoko, juga harus siap berkolaborasi dengan sumber daya manusia dan alat yang dimiliki sebagai modal utama. Hal itu agar bisa tercipta riset kolaboratif dalam dan luar negeri, maupun akademis dan industri.
Strategi pelaksanaan riset, kata dia, juga dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi riset. Dengan begitu, nantinya diharapkan mampu berkompetisi dan berkontribusi untuk menciptakan Indonesia yang maju dan beradab berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Penting untuk melakukan penguatan kapasitas dan kompetensi riset Indonesia," pungkas Handoko.
Published in
Bali Portal (21 August 2017)
Prof.Dr. Umar Anggara Jenie, M.Sc., Apt., merupakan peneliti dari UGM yang banyak berjasa dalam mengembangkan kehidupan ilmu pengetahuan Indoensia. Almarhum memiliki kontribusi besar terhadap pengembangan riset ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) di Indonesia, khususnya dalam pengembang bioetika dan mendorong riset strategis.
Dalam rangka mengaktualisasikan pemikiran Umar Anggara Jenie, Fakultas Farmasi UGM menyelenggarakan seminar nasional dengan tema “Membangun IPTEK Bermartabat: Etos, Etika, dan Strategi”. Kegiatan berlangsung Senin (21/8/2017) di Balai Senat UGM.
Lahir di Solo, Jawa Tengah pada 22 Agustus 1950 dan menjadi Guru Besar Kimia Medisinal Organik UGM. Kiprahnya dalam pengembangan sains tidak terbantahkan lagi. Sebagian orang mengenang almarhum sebagai peneliti yang berpikiran visioner, selalu berpegang teguh pada etika, tetapi juga sangat humanis. Pernah menjabat sebagai Wakil Rektor UGm bidang Penelitian dan Pengabdian pada maysrakat, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Vice President of the Asian Bioethics Association (ABA), Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), serta Ketua Komisi Bioetika Nasional (KBN).
Umar wafat pada 26 Januari 2017 di kediamannya di Condong Catur, Yogyakarta usai melaksanakan Salat Tahajud. Walaupun telah tiada, namun pemikirannya selalu hidup dan memberikan pijakan dalam melakukan penelitian bagi para peneliti Indonesia untuk mewujudkan kemajuan bangsa.
Dalam seminar tersebut menghadirkan Dr. Laksana Tri Handoko, M.Sc., Deputi Ilmu Pengetahan Teknologi LIPI sebagai pembicara kunci. Selain diikuti kalangan akademisi, turut hadir dalam acara tersebut perwakilan keluarga almarhum Umar Anggara Jenie, perwakilan AIPI, dan Ketua PP KAGAMA Bidang V.
Laksana mengatakan ada satu pemikiran Umar Anggara Jenie yang selalu diingatnya. Umar menyebutkan pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di bidang riset sehingga memiliki kualifikasi tinggi. Mereka harus mampu menghasilkan riset yang signifikan, terpublikasi dalam jurnal bereputasi global, atau pun menghasilkan paten yang aplikatif.
“Prof. Umar pernah menyampaikan bahwa LIPI merupakan lembaga akademika khususnya peneliti bidang bioteknologi. Kendati saat itu LIPI belum berfungsi seperti seharusnya, namun dia berharap ke depan LIPI harus menjadi lembaga yang memiliki wibawa secara global,” paparnya.
Lalu bagaimana riset bisa berkontribusi bagi kemajuan bangsa? Laksana menjelaskan perlunya peningkatan etos riset baik input maupun output. Sementara untuk mewujudkan Iptek yang bermartabat diperlukan peningkatan kontribusi melalui aktivitas riset.
Perwakilan AIPI , Prof. Dr.dr.Sofia Mubarika menyampaikan Umar Anggara Jenie merupakan sosok ilmuan sejati dan pekerja keras. Selalu berpegang teguh pada etika dan aturan yang beralaku sekaligus bersifat humanis.
“Pror. Umar memiliki kemauan kuat untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang bermartabat, etis dan visioner. Selain itu, miliki mimpi dengan ilmu pengetahuan, Indonesia bisa bersaing di tingakat global,”urainya.
Ketua PP Kagama bid V/Staf Ahli Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr.Ir. Haryadi Himawan turut memaparkan sumbangsih Umar Anggara Jenie dalam pengembangan sains. Dia menyampaikan penghormatan dan apresiasi atas pemikiran-pemikiran visioner yang dikembangkan almarhum. Karenanya penting untuk menggali lebih lanjut pemikiran Umar Anggara Jenie untuk kemajuan Iptek dan bangsa.
Hal senada disampaikan oleh Wakil Rektor UGM Bidang SDM dan Aset, Prof.Dr.Ir. Bambang Agus Kironoto. Menurutnya, Umar Anggara Jenie merupakan pribadi yang memiliki sederet pretasi dan kompetensi mumpuni di bidang farmasi sehingga penting untuk menggali pemikirannya secara mendalam. (ika//humas-ugm/bpn)
Published in UGM (8 September 2017)
Pemerintah Kota Jogja dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjalin kerja sama dalam pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Kerja sama tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk pameran hasil riset LIPI di Kota Jogja di Taman Pintar.
“Kerja sama ini diharapkan keberadaan LIPI lebih dirsakan oleh masyarakat,” kata Deputi Ilmu Pengetahuan Tehnik LIPI, Laksana Tri Handoko, seusai menandatangani MoU dengan Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti di Taman Pintar, Jumat (8/9/2017).
Kerja sama tersebut sudah diwujudkan dalam bentuk festival sains yang berlangsung sejak kemarin hingga Oktober mendatang. Beberapa kegiatan yang digelar di antaranya adalah pameran makanan tradisional Indonesia, industri makanan, hasil riset, dan perkembangan iptek.
Kemudian pertunjukan sains berupa uji produk pangan, deteksi bahan berbahaya pada makanan, pengemasan makanan. Lalu, ada workshop pembelajaran interaktif penerbitan ilmiah, pembuatan film dokumenter iptek untuk pelajar, dan berbagai kegiatan lainnya.
Dalam pameran olahan makanan tradisional hasil pendampingan LIPI ditampilkan sejumlah produk olahan makanan dari DIY, di antaranya coklan khas Patuk Gunungkidul, gudeg, serta sayur lombok ijo.
Kepala Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA) LIPI, Hardi Julendra mengatakan hasil penelitian di bidang pangan sudah diimplementasikan kepada masyarakat sejak tiga tahun terakhir, salah satunya dalam bentuk pengemasan makanan olahan tradisional di DIY.
Pihaknya merangkul semua usaha kecil menengah (UKM) kuliner untuk mengemas hasil olahan makanan agar memiliki daya saing tinggi, namun tetap sesuai dengan ciri khas dari daerahnya masing-masing. “Salah satunya gudeg yang sekarang sudah mulai dikemas dalam bentuk kaleng meski di jual di mana-mana tetap khas Jogja,” kata Hardi.
Ia mengatakan hasil riset lembaganya di bidang pengemasan makanan sudah dimanfaatkan oleh lebih dari 30 UKM dan mengembangkan 42 jenis resep makanan tradisional nusantara, antara lain Gudeg Jogja, Gudeg Solo, Rawon, Bronkos, Sayur Lombok Ijo, Mangut Lele, Rendang, Tempe Bacem, dan Oseng-oseng Mercon.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Pintar, Afia Rosdiana mengatakan kerja sama antara LIPI dan Taman Pintar ini baru pertama kali dilakukan. Ia mengatakan kerja sama itu sangat penting karena apa yang dikembangkan LIPI juga perlu diperkenalkan kepada masyarakat, “Taman Pintar salah satu wahana edukasi dibidang sain dan teknologi,” ujar Afia.
Published in Antara (Eka Arifa Rusqiyati, 8 September 2017)
Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mendorong pelaku kuliner tradisional untuk dapat memanfaatkan teknologi pengemasan sehingga makanan tradisional lebih awet dan bernilai jual tinggi.
"Awal tahun ini, kami ditunjuk sebagai `center of excellence` pengemasan makanan tradisional. Pelaku kuliner dapat memanfaatkan teknologi ini agar produknya bisa dipasarkan lebih baik," kata Kepala Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hardi Julendra di Puncak Peringatan Bulan Teknologi LIPI 2017 di Yogyakarta, Jumat.
BPTBA LIPI sudah mengembangkan teknologi pengemasan makanan tradisional melalui riset secara intensif sejak 2004 dan hasil riset mulai digunakan oleh usaha kecil menengah di bidang kuliner tradisional sejak 2009.
Ia menilai, kekayaan kuliner tradisional di Indonesia sangat beragam dan berpotensi untuk bisa dikemas dengan lebih baik. "Kuliner tradisional ini berasosiasi dengan suatu daerah tertentu. Meskipun di daerah lain bisa membuatnya, namun banyak yang ingin merasakan keaslian resep dari daerah asalnya," tuturnya.
Hingga saat ini, teknologi pengemasan makanan tradisional tersebut sudah dimanfaatkan lebih dari 30 usaha kecil menengah dengan 42 resep makanan di antaranya gudeg, rawon, brongkos, sayur lombok ijo, mangut lele, rendang, tempe kari, oseng-oseng mercon dan makanan tradisional lain dari seluruh Indonesia.
Makanan tradisional tersebut biasanya dikemas dalam bentuk kalengan sehingga praktis dibawa, dan dapat disimpan dalam waktu hingga satu tahun tanpa ada perubahan citarasa.
"Salah satu UKM yang dinilai sukses memanfaatkan teknologi pengemasan makanan tradisional sehingga mampu menembus pasar domestik dan luar negeri adalah Gudeng Kaleng Bu Tjitro 1925," ungkapnya.
Ia mengatakan, UKM kuliner bisa memanfaatkan teknologi pengemasan makanan tersebut dengan datang langung ke Kantor BPTBA LIPI yang berada di Kabupaten Gunung Kidul DIY.
"Proses pengemasan menjadi makanan dalam kaleng sebenarnya tidak mahal. Kami melayani pemesanan minimal 1.000 kaleng. Yang justru membutuhkan usaha lebih banyak adalah sertifikasi yang harus dikantongi pelaku usaha," ujarnya.
Sertifikasi tersebut di antaranya dilakukan terhadap proses memasak, aspek higienitas dan sanitasi agar makanan yang dikemas dalam kaleng tersebut bisa awet tanpa menyertakan bahan tambahan apapun.
Sementara itu, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko mengatakan, akan bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif untuk mendorong pelaku usaha kuliner tradisional memanfaatkan teknologi pengemasan yang lebih baik.
"Melalui teknologi ini, kami juga ikut mendorong munculnya wirausaha-wirausaha muda baru yang bergerak di kuliner tradisional. Dengan demikian ilmu pengetahuan dan teknologi bisa memberikan dampak yang baik ke masyarakat luas," ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, juga ditandatangani kesepakatan bersama antara LIPI dengan Pemerintah Kota Yogyakarta tentang pemanfaatan hasil penelitian dan alih teknologi. (U.E013)
Published in Koran Kaltim (28 August 2017)
Deputi Ilmu Pengetahuan Teknologi LIPI, Laksana Tri Handoko menilai, produktivitas penelitian di Indonesia sangat rendah. Dari Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2015 saja, produktivitas penelitian Indonesia ada di angka 0,02 persen, jauh dari angka ideal yaitu 15 persen.
“Sebenarnya dari jumlah SDM tidak terlalu kurus tapi produktivitasnya rendah, baik publikasi maupun paten,” kata Tri di seminar nasional Membangun IPTEK Bermartabat: Etos, Etika, dan Strategi di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, Senin (21/8).
Prevalensi peneliti di Indonesia yang 1.071 per satu juta penduduk sebenarnya tidak terlalu rendah, tapi untuk menciptakan inovasi dibutuhkan riset berkualitas. Karenanya, ia menekankan, penting melakukan penguatan kapasitas dan kompetensi riset Indonesia, dan peneliti harus memposisikan diri siap berkolaborasi.
Kolaborasi, lanjut Tri, baik dengan sumber daya manusia atau alat yang dimiliki sebagai modal utama. Targetnya, bisa tercipta riset kolaboratif dalam negeri atau luar negeri, baik akademis maupun industri, serta terdapat kontrol kualitas riset berlapis tanpa menambah administrasi.
“Selain itu, terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas hak kekayanan intelektual dan lisensi,” ujar Tri.
Ia menegaskan, strategi pelaksanaan riset dibutuhkan untuk meningkatkan kapasistas dan kompetensi riset, sehingga nantinya mampu berkompetisi dan berkontribusi menciptakan Indoensia yang maju dan beradab berabis Iptek. Maka itu, kolaborasi dan sinergi penting untuk tingkatkan kuantitas dan kualitas riset.
“Eksplorasi pendanaan harus dilakukan tidak hanya dari hasil akhir riset, namun dari proses aktifitas riset, sedangkan kompetisi terbuka dan fair penting untuk meningkatkan etos sebagai bagian dari kontrol kualitas riset,” kata Tri. (rol)
Published in
Semarang Pos (28 August 2017)
LIPI menilai produktivitas riset para peneliti di Indonesia hingga saat ini masih rendah. “Produktivitas para peneliti di Indonesia masih rendah baik publikasi maupun paten,” kata Deputi Ilmu Pengetahuan Teknologi LIPI Laksana Tri Handoko dalam Seminar Nasional bertajuk Membangun IPTEK Bermartabat: Etos, Etika, dan Strategi di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (21/8/2017).
Handoko menyebutkan pada 2015 produktivitas penelitian Indonesia masih 0,02 persen. Capaian itu jauh dari angka ideal yaitu sebesar 15 persen.
Menurut Handoko, jumlah peneliti di Indonesia cukup besar dengan prevalensi 1.071 orang per satu juta penduduk Indonesia. Diperlukan kolaborasi dan sinergi lebih erat antara lembaga litbang dan perguruan tinggi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas riset yang dibarengi strategi kemitraan dengan industri dan swasta.
Eksplorasi pendanaan, kata dia, harus dilakukan tidak hanya dari hasil akhir riset, namun juga proses aktivitas riset. “Kompetisi terbuka dan fair penting untuk meningkatkan etos sebagai bagian dari kontrol kualitas riset,” kata dia seperti dilansir Antara, Senin.
Para peneliti, kata Handoko, harus siap berkolaborasi dengan sumber daya manusia dan alat yang dimiliki sebagai modal utama. Tujuannya tercipta riset kolaboratif dalam negeri dan luar negeri maupun akademis dan industri.
Ia mengatakan strategi pelaksanaan riset dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi riset. Harapannya periset mampu berkompetisi dan berkontribusi untuk menciptakan Indonesia yang maju dan beradab berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. “Penting untuk melakukan penguatan kapasitas dan kompetensi riset di Indonesia,” kata dia.
Published in
Info Fakta (9 September 2017)
Bertepatan ulang tahun emas LIPI ke-50, Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA) LIPI adakan bulan teknologi 2017 dengan tema kiprah 50 tahun LIPI dengan budayakan teknologi untuk mendukung pemanfaatan bahan alam yang berdaya saing, Jum'at (8/9), di Hall Taman Pintar Yogyakarta. Sebelumnya, ada open house dan diseminasi pekan teknologi pada 2015 dan bulan teknologi sejak 2016.
Kegiatan dalam rangka pemasyarakatan hasil iptek dan layanan teknologi BPTBA LIPI sekaligus launching katalog produk unggulan BPTBA LIPI, dibuka Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI, Dr Laksana Tri Handoko, dan dihadiri Ir Riyadi Ida Bagus Salyo Subali, MM (Staf Ahli Gubernur DIY Bidang Ekonom dan Pembangunan), Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Kepala BPTBA LIPI Hardi Julendra, MSc, Deputi Bekraf Bidang Riset, Edukasi dan Pengembangan Dr Ing Abdur Rohim Boy Berawi, Deputi Bekraf Bidang Akses Permodalan Fadjar Hutomo, Afia Rosdiana (Direktur Taman Pintar) dan Ny Betsy Monoarfa selaku pengurus Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI).
"Selain itu, kegiatan ini untuk memberikan informasi agar masyarakat mengenal lebih dekat LIPI yang ada di daerah dan menjadi sarana pengenalan dan pembinaan iptek serta sosialisasi hasil penelitian bagi masyarakat, industri kecil maupun menengah," kata Hardi Julendra, Kepala BPTBA LIPI, Sabtu (9/9).
Di sisi lain, Deputi IPT LIPI, Laksana Tri Handoko, mengatakan, dalam rangka mendorong pelaku usaha kuliner tradisional agar memanfaatkan teknologi pengemasan yang lebih baik, pihaknya akan bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).
"Juga mendorong munculnya wirwusaha muda baru yang bergerak di bidang kuliner tradisional," kata Laksana Tri Handoko, yang menambahkan nantinya iptek bisa memberikan dampak yang baik bagi masyarakat luas.
Laksana pun bersyukur, LIPI dan Pemkot Yogyakarta melakukan MoU (penandatanganan kerjasama) tentang pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. "Hal itu sebagai bentuk dukungan LIPI bagi pengembangan iptek di Yogyakarta," papar Laksana.
Terkait dengan pusat unggulan iptek dalam hal teknologi pengemasan makanan tradisional, pada 8-10 September 2017 diadakan pameran makanan tradisional Indonesia, industri makanan dan hasil riset serta perkembangan iptek.
Pada puncak acara bulan teknologi tahun ke-3 BPTBA LIPI, yang dimulai sejak Mei 2017 lalu, bertepatan ditunjuknya Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam LIPI sebagai centre of excellent untuk riset teknologi pengemasan makanan tradisional. (affan)
Published in
Valid News (22 August 2017)
Jumlah peneliti di Indonesia cukup besar dengan prevalensi 1.071 orang per satu juta penduduk
Terbitan ilmiah oleh lembaga kajian VISI TELITI SAKSAMA. Validnews/Agung Natanael YOGYAKARTA- Produktivitas riset para peneliti di Indonesia hingga saat ini masih rendah. Jumlah riset tidak sebanding dengan banyaknya jumlah peneliti yang ada. Padahal, jumlah peneliti di Indonesia cukup besar dengan prevalensi 1.071 orang per satu juta penduduk Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan penilaian ini.
"Produktivitas para peneliti di Indonesia masih rendah baik publikasi maupun paten," kata Deputi Ilmu Pengetahuan Teknologi LIPI Laksana Tri Handoko dalam Seminar Nasional bertajuk "Membangun IPTEK Bermartabat: Etos, Etika, dan Strategi" di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, Senin (21/8).
Handoko, dikutip Antara, menyebutkan pada 2015 produktivitas penelitian Indonesia masih berada di angka 0,02 persen. Capaian itu masih jauh dari angka ideal, yaitu sebesar 15 persen.
Untuk mendukung kuantitas penelitian ini, diperlukan kolaborasi dan sinergi lebih erat antara lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) dan perguruan tinggi. Juga, ditujukan untuk meningkatkan kualitas riset, perlu dibarengi strategi kemitraan dengan industri dan swasta.
Eksplorasi pendanaan harus dilakukan tidak hanya dari hasil akhir riset. Namun juga dari proses aktivitas riset. "Kompetisi terbuka dan ‘fair’ penting untuk meningkatkan etos sebagai bagian dari kontrol kualitas riset," katanya.
LIPI menyerukan, peneliti harus siap berkolaborasi dengan sumber daya manusia dan alat yang dimiliki sebagai modal utama. Sehingga, bisa tercipta riset kolaboratif dalam negeri dan luar negeri maupun akademis dan industri.
Juga, strategi pelaksanaan riset dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi riset. Dengan begitu diharapkan nantinya mampu berkompetisi dan berkontribusi untuk menciptakan Indonesia yang maju dan beradab berbasis Iptek.
"Penting untuk melakukan penguatan kapasitas dan kompetensi riset Indonesia," kata dia.
Published in
Kabar Handayani (5 September 2017)
Balai Peneitian Teknologi Bahan Alam, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (BPTBA LIPI) sebagai satuan kerja pelaksanaan teknis telah banyak melakukan layanan kerja sama baik kerja sama pengembangan produk, penelitian, jasa teknologi, konsultasi maupun pendidikan dan pelatihan.
Sejak dua tahun terakhir, BPTBA LIPI telah menyelenggarakan kegiatan open house dan diseminasi dalam bentuk PekanTeknologi, pada tahun 2015 dan BulanTeknologi pada tahun 2016. Bertepatan dengan Ulang Tahun Emas LIPI yang ke 50 kali ini kegiatan Bulan Teknologi 2017 digelar.
Sebagaimana disampaikan Kasie Layanan Jasa dan Informasi BPTBA LIPI, Ema Damayanti, M. Biotech, kegiatan dilaksanakan dalam rangka terus meningkatkan kinerja BPTBA LIPI khususnya implementasi hasil riset yang merupakan bagian dari tanggung jawab LIPI kepada masyarakat, hal tersebut penting dilakukan interaksi secara intensif dan mendalam dengan berbagai stakeholder di masyarakat melalui kegiatan bulan teknologi.
“Kegiatan tahun ini bertema “Kiprah 50 tahun LIPI dengan Budayakan Teknologi untuk Mendukung Pemanfaatan Bahan Alam yang Berdaya Saing“,” kata Ema belum lama ini.
Lanjut Ema, Kegiatan Bulan Teknologi ini juga dilaksanakan dalam rangka pemasyarakatan hasil iptek dan layanan teknologi BPTBA LIPI, dan untuk memberikan informasi agar masyarakat mengenal lebih dekat LIPI yang ada di daerah.
Harapannya, Bulan Teknologi ini dapat menjadi sarana pengenalan dan pembinaan Iptek serta sosialisasi hasil-hasil penelitian bagi masyarakat khususnya bagi Industri baik Kecil maupun Menengah (UMKM), Pemerintah Daerah dan Pusat, Instansi Pemerintah terkait dan kalangan akademisi, lembaga keuangan dan kelompok masyarakat secara luas sehingga meningkatkan peluang terjadinya kerjasama baik kerjasama penelitian dan pengembangan teknologi / produk maupun implementasi hasil riset.
Bulan Teknologi 2017 ini juga merupakan rangkaian dari sosialisasi dan branding kegiatan Pusat Unggulan IPTEK “Teknologi Pengemasan Makanan Tradisional ” BPTBA LIPI dalam bentuk Traditional Food Festivaldalam bentuk pameran produk – produk makanan tradisional dari UKM yang bekerjasama dengan BPTBA LIPI dalam pengembangan produknya. Kegiatan itu juga dirangkai dengan Forum UKM dan Workshop Desain Pengemasan Produk Makanan bekerjasama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).
Beberapa rangkaian Puncak Acara Bulan Teknologi BPTBA LIPI 2017 dilaksanakan di Taman Pintar dan HOM Platinum Hotel Yogyakarta. Puncak acara pada Jumat 8 September 2017 bertempat di Pytagoras Hall Taman Pintar, direncanakan akan dihadiri oleh Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti dan dibuka secara resmi oleh Deputi ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Dr. Laksana Tri Handoko yang pada kesempatan ini mewakili Kepala LIPI.
Pada kesempatan yang sama akan dilakukan penandatanganan naskah kerjasamaantara LIPI dan Walikota Yogyakarta sebagai bentuk dukungan LIPI terhadap pengembangan IPTEK untuk Kota Yogyakarta. Kegiatan pembukaanakan dirangkai dengan acara Media Briefing oleh Kepala BPTBA LIPI, Hardi Julendra, M.Sc dan Deputi IPT LIPI, Dr. Laksana Tri Handoko terkait dengan Pusat Unggulan IPTEK “Teknologi Pengemasan Makanan Tradisional” dan launching katalog produk unggulan BPTBA LIPI.
Masih dalam rangkaian kegiatan bulan teknologi, digelar open house dan mini demo teknologi dilaksanakan pada tanggal 7 – 10 Agustus 2017 di BPTBA LIPI dengan agenda kegiatan menerima kunjungan sekolah-sekolah dan Perguruan Tingggi di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. (Kandar)
Published in
Tribun (Dwi Nourma Handito, 8 September 2017)
Salah satu stand di Traditional Food and ScienTech Festival : Pameran Makanan Tradisional Indonesia, Industri Makanan, Hasil Riset dan Perkembangan IPTEK yang digelar di Taman Pintar Yogyakarta, Jumat (8/9/2017). Acara ini berlangsung hingga 10 September mendatang.
Bulan Teknologi 2017 merupakan sosialisasi dan branding kegiatan Pusat Unggulan Iptek "Teknologi Pengemasan Makanan Tradisional" BPTBA LIPI dalam bentuk Traditional Food Festival berupa pameran produk makanan tradisional. Acara ini digelar di Taman Pintar Yogyakarta, 8-10 September 2017. Teknologi pengemasan makanan tradisional merupakan salah satu teknologi bunggul dari BPTBA LIPI yang telah melalui tahap riset pengemasan makanan tradisional sejak tahun 2004 dan mulai digunakan oleh masyarakat khususnya UKM sejak 2008. Hingga saat ini teknologi ini sudah digunakan oleh lebih dari 30 UKM di berbagai wilayah Indonesia.
Setidaknya ada 42 jenis resep makanan tradisional kuliner nusantara yang telah dikemas dengan teknologi ini. Seperti Gudeg, Rawon, Brongkos, Sayur Lombok Ijo, Mangut Lele, Rendang dan lainnya. Salah satu UKM yang telah memanfaatkan teknologi pengemasan ini adalah Gudeg Bu Tjitro.
Menurut Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Dr Laksana Tri Handoko, dengan dikemas makan lokal bisa berkompetisi karena bisa awet dan bisa dibawa kemana-mana. "Dulu kalau beli gudeg di Yogya harus bawa kendil, tapi sekarang gak perlu khawatir karena ada gudeg kaleng. Hal ini juga bisa memperluas pasar," katanya, Jumat (8/9/2017). Keunggulan teknologi pengemasan makanan tradisional ini adalah makanan menjadi awet tanpa bahan pengawet hingga 1 tahun lebih, selain juga tidak merubah cita rasa. Selain juga mudah dibawa ke luar daerah bahkan luar negeri dan makanan tradisional nusantara bisa menjadi mendunia.
Teknologi ini bisa diakses oleh masyarakat umum khususnya pelaku UKM dengan datang dan berkonsultasi ke Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA LIPI) yang berada di Playen, Gunungkidul selain juga bisa diakses melalui laman layanan.lipi.go.id.(TRIBUNJOGJA.COM)
Published in
Harian Jogja (23 August 2017)
LIPI menyayangkan realisasi penelitian di Tanah Air pada 2015 yang hanya 0,02%, jauh di bawah target 15%.
“Produktivitas para peneliti di Indonesia masih rendah baik publikasi maupun paten,” kata Deputi Ilmu Pengetahuan Teknologi LIPI Laksana Tri Handoko dalam Seminar Nasional bertajuk Membangun IPTEK Bermartabat: Etos, Etika, dan Strategi di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (21/8/2017).
Handoko menyebutkan pada 2015 produktivitas penelitian Indonesia masih 0,02 persen. Capaian itu jauh dari angka ideal yaitu sebesar 15 persen.
Menurut Handoko, jumlah peneliti di Indonesia cukup besar dengan prevalensi 1.071 orang per satu juta penduduk Indonesia. Diperlukan kolaborasi dan sinergi lebih erat antara lembaga litbang dan perguruan tinggi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas riset yang dibarengi strategi kemitraan dengan industri dan swasta.
Eksplorasi pendanaan, kata dia, harus dilakukan tidak hanya dari hasil akhir riset, namun juga proses aktivitas riset. “Kompetisi terbuka dan fair penting untuk meningkatkan etos sebagai bagian dari kontrol kualitas riset,” kata dia seperti dilansir Antara, Senin.
Para peneliti, kata Handoko, harus siap berkolaborasi dengan sumber daya manusia dan alat yang dimiliki sebagai modal utama. Tujuannya tercipta riset kolaboratif dalam negeri dan luar negeri maupun akademis dan industri.
Ia mengatakan strategi pelaksanaan riset dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi riset. Harapannya periset mampu berkompetisi dan berkontribusi untuk menciptakan Indonesia yang maju dan beradab berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. “Penting untuk melakukan penguatan kapasitas dan kompetensi riset di Indonesia,” kata dia.
Published in
detikNews (Edzan Raharjo, 8 September 2017)
Makanan tradisional kebanyakan tidak bertahan lama atau hanya tahan selama veverapa hari saja. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan pengemasan makanan tradisonal dengan pengalengan. Makanan tradisional yang dikalengkan bisa bertahan lama dan bisa dikirim kemana saja.
Kepala Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hardi Julendra mengatakan BTBA LIPI sejak awal tahun 2017 mengembangkan teknologi pengemasan makanan tradisional. Teknologi ini dimanfaatkan terutama untuk usaha kecil menengah (UKM).
"Dengan teknologi ini makan tradisional menjadi awet tanpa bahan pengawet hingga 1 tahun lebih, tidak merubah cita rasa dan mudah dibawa kemana-mana," kata Hardi Julendra pada acara Bulan Teknologi di Taman Pintar Yogyakarta, Jumat (8/9/2017).
Pengemasan makanan tradisional ini sudah dimanfaatkan oleh 30 UKM diberbagai wilayah di Indonesia dan telah mengembangkan 42 jenis resep makanan tradisional khas nusantara, seperti gudeg Yogya, gudeg Solo, rawon, brongkos, sayur lombok ijo, mangut lele, rendang, keumamah (ikan kayu) khas Aceh, tempe bacem, tempe kari, oseng-oseng mercon dan lain-lain.
Dengan teknologi pengemasan ini jangkauan pemasaran produk UKM makanan tradisonal akan lebih luas dan bisa diekspor. LIPI mendorong agar makanan tradisional bisa dikemas sehingga mampu bersaing di tingkat internasional. Daya saing untuk makanan tradisional cukup tinggi. LIPI memfokuskan pengemasan ini untuk makanan tradisional.
"Proses pengalengan tidak mahal. Yang mahal sertifikasi yang memang sangat ketat prosesnya, higienitasnya dan proses memasaknya," katanya.
Menurutnya LIPI melayani pemesanan minimal 1.000 kaleng. Teknologi ini dapat diakses masyarakat terutama UKM yang bisa datang atau berkonsultasi ke Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BTBA) LIPI di Gading, Playen, Gunungkidul, DIY.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko mengatakan pihaknya akan menggandeng Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) untuk mendorong pelaku UKM yang bergerak dibidang kuliner tradisional dalam memanfaatkan teknologi pengemasan makanan tradisional. Teknologi pengemasan makanan tardisonal yang dikembangkan LIPI di Gunungkidul ini merupakan salah satu contoh sukses. Pendampingan dan pembinaan terhadap UKM akan terus dilakukan.
"Bagaimana mengubah proses produksi, sehingga tidak jamuran. Secara prinsip alat seperti itu yang terus kami tingkatkan," kata Laksana Tri Handoko di Taman Pintar. (bgs/bgs)
Published in
Biotifor (11 September 2017)
“Kegiatan pameran makanan tradisional dan teknologi ini merupakan salah satu rangkaian acara Bulan Teknologi LIPI 2017 sekaligus sebagai peringatan ulang tahun Emas LIPI yang ke-50.”
Hal ini disampaikan Dr. Laksana Tri Handoko pada saat pembukaan Traditional Food and ScienTech Festival di Hall Phytagoras Taman Pintar, Yogyakarta, Jumat (8/9/2017).
Tema penyelenggaraan Bulan Teknologi tahun 2017 adalah “Kiprah 50 tahun Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk mendukung pemanfaatan bahan alam yang berdaya saing.”
“Kegiatan ini merupakan sarana LIPI untuk mensosialisasikan Bulan Teknologi agar mendapatkan animo yang lebih besar lagi dari masyarakat. Ketika diadakan di Gunung Kidul, masyarakat banyak yang tertarik, apalagi jika diadakan di tengah kota. Harapannya, keberadaan LIPI bisa lebih dirasakan oleh masyarakat jogja dan sekitarnya,” Kata Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI ini.
Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA) LIPI menggandeng kerjasama dengan pemerintah daerah, pusat , instansi pemerintah terkait, kalangan akademisi, lembaga keuangan, industri kecil maupun menengah dan masyarakat luas.
“Hal ini dimaksudkan agar meningkatkan peluang terjadinya kerjasama, baik kerjasama penelitian dan pengembangan teknologi/ produk maupun implementasi hasil riset,” lanjut Handoko.
Sedangkan menurut H. Haryadi Suyuti selaku Wali Kota Yogyakarta bahwa acara ini selain bertepatan dengan ulang tahun LIPI juga bersamaan dengan ulang tahun Kota Yogyakarta yang ke 261.
“Pelaksanaan acara di Taman pintar ini adalah hal yang tepat karena taman pintar ini berisi sesuatu yang pintar-pintar dan membuat pintar,” kata Walikota sabil tersenyum saat sambutan pembukaan Acara yang berlangsung selama 3 hari ini.
Kegiatan pembukaan dirangkai dengan acara media briefing oleh kepala BPTA LIPI Hardi Julendra, M.Sc. dan Deputi IPT LIPI terkait dengan Pusat Unggulan Iptek (PUI) Teknologi Pengemasan Makanan Tradisional dan launching katalog produk unggulan BPTBA LIPI.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (B2P2BPTH) pada kesempatan ini diundang oleh LIPI untuk mengisi salah satu stand pameran dan menampilkan hasil penelitian terkait PUI Pemuliaan Tanaman Hutan Tropis.
Materi pameran berupa hasil litbang seperti Kayuputih, Jati Purwo, Sengon, Nyamplung, Acacia mangium, A. auriculiformis, Eucalyptus pellita dll. Pengunjung pameran dapat memperoleh informasi dari publikasi ilmiah cetak seperti Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, Wana Benih, Informasi Teknis, leafleat, buku, serta banner. Selain itu juga ditampilkan contoh produk berupa benih unggul Acacia mangium, A. auriculiformis, Eucalyptus pellita dan minyak kayu putih.
Peserta kegiatan ini terdiri atas pelaku UKM, Dosen, Peneliti dan para pemangku kebijakan di Lembaga Litbang, Perguruan Tinggi dan Dinas Pemerintah yang berperan dalam pembinaan UKM baik di daerah maupun pusat.(edl)
Published in
Teras News (9 September 2017)
Bertepatan ulang tahun emas LIPI ke-50, Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA) LIPI adakan bulan teknologi 2017 dengan tema kiprah 50 tahun LIPI dengan budayakan teknologi untuk mendukung pemanfaatan bahan alam yang berdaya saing, Jum’at (8/9), di Hall Taman Pintar Yogyakarta. Sebelumnya, ada open house dan diseminasi pekan teknologi pada 2015 dan bulan teknologi sejak 2016.
Kegiatan dalam rangka pemasyarakatan hasil iptek dan layanan teknologi BPTBA LIPI sekaligus launching katalog produk unggulan BPTBA LIPI, dibuka Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI, Dr Laksana Tri Handoko, dan dihadiri Ir Riyadi Ida Bagus Salyo Subali, MM (Staf Ahli Gubernur DIY Bidang Ekonom dan Pembangunan), Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Kepala BPTBA LIPI Hardi Julendra, MSc, Deputi Bekraf Bidang Riset, Edukasi dan Pengembangan Dr Ing Abdur Rohim Boy Berawi, Deputi Bekraf Bidang Akses Permodalan Fadjar Hutomo, Afia Rosdiana (Direktur Taman Pintar) dan Ny Betsy Monoarfa selaku pengurus Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI).
“Selain itu, kegiatan ini untuk memberikan informasi agar masyarakat mengenal lebih dekat LIPI yang ada di daerah dan menjadi sarana pengenalan dan pembinaan iptek serta sosialisasi hasil penelitian bagi masyarakat, industri kecil maupun menengah,” kata Hardi Julendra, Kepala BPTBA LIPI, Sabtu (9/9).
Di sisi lain, Deputi IPT LIPI, Laksana Tri Handoko, mengatakan, dalam rangka mendorong pelaku usaha kuliner tradisional agar memanfaatkan teknologi pengemasan yang lebih baik, pihaknya akan bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).
“Juga mendorong munculnya wirwusaha muda baru yang bergerak di bidang kuliner tradisional,” kata Laksana Tri Handoko, yang menambahkan nantinya iptek bisa memberikan dampak yang baik bagi masyarakat luas.
Laksana pun bersyukur, LIPI dan Pemkot Yogyakarta melakukan MoU (penandatanganan kerjasama) tentang pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. “Hal itu sebagai bentuk dukungan LIPI bagi pengembangan iptek di Yogyakarta,” papar Laksana.
Terkait dengan pusat unggulan iptek dalam hal teknologi pengemasan makanan tradisional, pada 8-10 September 2017 diadakan pameran makanan tradisional Indonesia, industri makanan dan hasil riset serta perkembangan iptek.
Pada puncak acara bulan teknologi tahun ke-3 BPTBA LIPI, yang dimulai sejak Mei 2017 lalu, bertepatan ditunjuknya Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam LIPI sebagai centre of excellent untuk riset teknologi pengemasan makanan tradisional. (affan)
Published in
Seru Jogja (8 September 2017)
Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mendorong pelaku kuliner tradisional untuk dapat memanfaatkan teknologi pengemasan sehingga makanan tradisional lebih awet dan bernilai jual tinggi.
“Awal tahun ini, kami ditunjuk sebagai ‘center of excellence’ pengemasan makanan tradisional. Pelaku kuliner dapat memanfaatkan teknologi ini agar produknya bisa dipasarkan lebih baik,” kata Kepala Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hardi Julendra di Puncak Peringatan Bulan Teknologi LIPI 2017 di Yogyakarta, Jumat (8/9).
BPTBA LIPI sudah mengembangkan teknologi pengemasan makanan tradisional melalui riset secara intensif sejak 2004 dan hasil riset mulai digunakan oleh usaha kecil menengah di bidang kuliner tradisional sejak 2009.
Ia menilai, kekayaan kuliner tradisional di Indonesia sangat beragam dan berpotensi untuk bisa dikemas dengan lebih baik. “Kuliner tradisional ini berasosiasi dengan suatu daerah tertentu. Meskipun di daerah lain bisa membuatnya, namun banyak yang ingin merasakan keaslian resep dari daerah asalnya,” tuturnya.
Hingga saat ini, teknologi pengemasan makanan tradisional tersebut sudah dimanfaatkan lebih dari 30 usaha kecil menengah dengan 42 resep makanan di antaranya gudeg, rawon, brongkos, sayur lombok ijo, mangut lele, rendang, tempe kari, oseng-oseng mercon dan makanan tradisional lain dari seluruh Indonesia.
Makanan tradisional tersebut biasanya dikemas dalam bentuk kalengan sehingga praktis dibawa, dan dapat disimpan dalam waktu hingga satu tahun tanpa ada perubahan citarasa.
“Salah satu UKM yang dinilai sukses memanfaatkan teknologi pengemasan makanan tradisional sehingga mampu menembus pasar domestik dan luar negeri adalah Gudeng Kaleng Bu Tjitro 1925,” ungkapnya.
Ia mengatakan, UKM kuliner bisa memanfaatkan teknologi pengemasan makanan tersebut dengan datang langung ke Kantor BPTBA LIPI yang berada di Kabupaten Gunung Kidul DIY.
“Proses pengemasan menjadi makanan dalam kaleng sebenarnya tidak mahal. Kami melayani pemesanan minimal 1.000 kaleng. Yang justru membutuhkan usaha lebih banyak adalah sertifikasi yang harus dikantongi pelaku usaha,” ujarnya.
Sertifikasi tersebut di antaranya dilakukan terhadap proses memasak, aspek higienitas dan sanitasi agar makanan yang dikemas dalam kaleng tersebut bisa awet tanpa menyertakan bahan tambahan apapun.
Sementara itu, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko mengatakan, akan bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif untuk mendorong pelaku usaha kuliner tradisional memanfaatkan teknologi pengemasan yang lebih baik.
“Melalui teknologi ini, kami juga ikut mendorong munculnya wirausaha-wirausaha muda baru yang bergerak di kuliner tradisional. Dengan demikian ilmu pengetahuan dan teknologi bisa memberikan dampak yang baik ke masyarakat luas,” ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, juga ditandatangani kesepakatan bersama antara LIPI dengan Pemerintah Kota Yogyakarta tentang pemanfaatan hasil penelitian dan alih teknologi. (ant/ara)
Published in
Jateng Pos (9 September 2017)
Pemerintah Kota Jogja dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjalin kerja sama dalam pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
Pemerintah Kota Jogja dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjalin kerja sama dalam pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Kerja sama tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk pameran hasil riset LIPI di Kota Jogja di Taman Pintar.
“Kerja sama ini diharapkan keberadaan LIPI lebih dirsakan oleh masyarakat,” kata Deputi Ilmu Pengetahuan Tehnik LIPI, Laksana Tri Handoko, seusai menandatangani MoU dengan Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti di Taman Pintar, Jumat (8/9/2017).
Kerja sama tersebut sudah diwujudkan dalam bentuk festival sains yang berlangsung sejak kemarin hingga Oktober mendatang. Beberapa kegiatan yang digelar di antaranya adalah pameran makanan tradisional Indonesia, industri makanan, hasil riset, dan perkembangan iptek.
Kemudian pertunjukan sains berupa uji produk pangan, deteksi bahan berbahaya pada makanan, pengemasan makanan. Lalu, ada workshop pembelajaran interaktif penerbitan ilmiah, pembuatan film dokumenter iptek untuk pelajar, dan berbagai kegiatan lainnya.
Dalam pameran olahan makanan tradisional hasil pendampingan LIPI ditampilkan sejumlah produk olahan makanan dari DIY, di antaranya coklan khas Patuk Gunungkidul, gudeg, serta sayur lombok ijo.
Kepala Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA) LIPI, Hardi Julendra mengatakan hasil penelitian di bidang pangan sudah diimplementasikan kepada masyarakat sejak tiga tahun terakhir, salah satunya dalam bentuk pengemasan makanan olahan tradisional di DIY.
Pihaknya merangkul semua usaha kecil menengah (UKM) kuliner untuk mengemas hasil olahan makanan agar memiliki daya saing tinggi, namun tetap sesuai dengan ciri khas dari daerahnya masing-masing. “Salah satunya gudeg yang sekarang sudah mulai dikemas dalam bentuk kaleng meski di jual di mana-mana tetap khas Jogja,” kata Hardi.
Ia mengatakan hasil riset lembaganya di bidang pengemasan makanan sudah dimanfaatkan oleh lebih dari 30 UKM dan mengembangkan 42 jenis resep makanan tradisional nusantara, antara lain Gudeg Jogja, Gudeg Solo, Rawon, Bronkos, Sayur Lombok Ijo, Mangut Lele, Rendang, Tempe Bacem, dan Oseng-oseng Mercon.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Pintar, Afia Rosdiana mengatakan kerja sama antara LIPI dan Taman Pintar ini baru pertama kali dilakukan. Ia mengatakan kerja sama itu sangat penting karena apa yang dikembangkan LIPI juga perlu diperkenalkan kepada masyarakat, “Taman Pintar salah satu wahana edukasi dibidang sain dan teknologi,” ujar Afia.
Published in
UGM (21 August 2017)
Deputi Ilmu Pengetahuan Teknologi LIPI, Dr. Laksana Tri Handoko, M.Sc., menyebutkan produktivitas penelitian di Indonesia masih sangat rendah. Dalam Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) pada tahun 2015 produktivitas penelitian Indonesia berada di angka 0,02 persen. Kondisi ini jauh dari angka ideal yaitu sebesar 15 persen.
“Sebenarnya dari jumlah SDM tidak terlalu kurus, tetapi produktivitasnya rendah baik publikasi maupun paten,” ungkapnya, dalam Seminar Nasional bertajuk Membangun IPTEK Bermartabat: Etos, Etika, dan Strategi, Senin (21/8) di Balai Senat UGM.
Indonesia memiliki peneliti yang tidak terlalu rendah. Adapun prevalensinya adalah 1.071 per satu juta penduduk. Sementara itu, kata Handoko, untuk menciptakan inovasi dibutuhkan riset yang berkualitas.
“Karenanya penting untuk melakukan penguatan kapasitas dan kompetensi riset Indonesia,” tegasnya.
Menurutnya, para peneliti harus meposisikan diri selalu siap berkolaborasi dengan sumber daya manusia dan alat yang dimiliki sebagai modal utama. Targetnya bisa tercipta riset kolaboratif dalam negeri atau luar negeri maupun akademis ataupun industri. Terdapat kontrol kualitas riset berlapis tanpa menambah administrasi. Selain itu terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas hak kekayanan intelektual dan lisensi.
Handoko menyampaikan strategi pelaksanaan riset dibutuhkan untuk meningkatkan kapasistas dan kompetensi riset. Dengan begitu diharapkan nantinya mampu berkompetisi dan berkontribusi untuk menciptakan Indoensia yang maju dan beradab berabis Iptek.
Oleh sebab itu dibutuhkan kolaborasi dan sinergi lebih erat antara lembaga litbang dan perguruan tinggi untuk meningkatkan kuanitas dan kualitas riset. Dibarengi pula dengan strategi kemitraan dengan industri dan swasta.
“Eksplorasi pendanaan harus dilakukan tidak hanya dari hasil akhir riset, namun juga dari proses aktifitas riset. Sementara kompetisi terbuka dan fair penting untuk meningkatkan etos sebagai bagian dari kontrol kualitas riset,” pungkasnya.(Humas UGM/Ika: foto: Firsto)
Published in
Antara (21 August 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai produktivitas riset para peneliti di Indonesia hingga saat ini masih rendah serta tidak sebanding dengan banyaknya jumlah peneliti yang ada.
"Produktivitas para peneliti di Indonesia masih rendah baik publikasi maupun paten," kata Deputi Ilmu Pengetahuan Teknologi LIPI Laksana Tri Handoko dalam Seminar Nasional bertajuk "Membangun IPTEK Bermartabat: Etos, Etika, dan Strategi" di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, Senin.
Handoko menyebutkan pada 2015 produktivitas penelitian Indonesia masih berada di angka 0,02 persen. Capaian itu masih jauh dari angka ideal, yaitu sebesar 15 persen.
Padahal, menurut Handoko, jumlah peneliti di Indonesia cukup besar dengan prevalensi 1.071 orang per satu juta penduduk Indonesia.
Menurut dia, diperlukan kolaborasi dan sinergi lebih erat antara lembaga litbang dan perguruan tinggi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas riset dengan dibarengi strategi kemitraan dengan industri dan swasta.
Eksplorasi pendanaan, kata dia, harus dilakukan tidak hanya dari hasil akhir riset, namun juga dari proses aktivitas riset. "Kompetisi terbuka dan fair, penting untuk meningkatkan etos sebagai bagian dari kontrol kualitas riset," kata dia.
Para peneliti, kata Handoko, harus siap berkolaborasi dengan sumber daya manusia dan alat yang dimiliki sebagai modal utama sehingga bisa tercipta riset kolaboratif dalam negeri dan luar negeri maupun akademis dan industri.
Ia mengatakan strategi pelaksanaan riset dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi riset. Dengan begitu diharapkan nantinya mampu berkompetisi dan berkontribusi untuk menciptakan Indonesia yang maju dan beradab berbasis Iptek.
"Penting untuk melakukan penguatan kapasitas dan kompetensi riset Indonesia," kata dia.
Published in
MerahPutih (21 August 2017)
Produktivitas riset di kalangan para peneliti Indonesia masih rendah. Kondisi ini diperparah lagi dengan minimnya jumlah peneliti di tanah air.
"Produktivitas para peneliti di Indonesia masih rendah baik publikasi maupun paten," kata Deputi Ilmu Pengetahuan Teknologi LIPI Laksana Tri Handoko dalam Seminar Nasional bertajuk "Membangun IPTEK Bermartabat: Etos, Etika, dan Strategi" di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Senin (21/8).
Handoko menyebutkan pada 2015 produktivitas penelitian Indonesia masih berada di angka 0,02 persen. Capaian itu masih jauh dari angka ideal, yaitu sebesar 15 persen.
Padahal, menurut Handoko, jumlah peneliti di Indonesia cukup besar dengan prevalensi 1.071 orang per satu juta penduduk Indonesia.
Menurut dia, diperlukan kolaborasi dan sinergi lebih erat antara lembaga litbang dan perguruan tinggi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas riset dengan dibarengi strategi kemitraan dengan industri dan swasta.
Eksplorasi pendanaan, kata dia, harus dilakukan tidak hanya dari hasil akhir riset, namun juga dari proses aktivitas riset.
"Kompetisi terbuka dan fair penting untuk meningkatkan etos sebagai bagian dari kontrol kualitas riset," kata dia.
Para peneliti, kata Handoko, harus siap berkolaborasi dengan sumber daya manusia dan alat yang dimiliki sebagai modal utama sehingga bisa tercipta riset kolaboratif dalam negeri dan luar negeri maupun akademis dan industri.
Ia mengatakan strategi pelaksanaan riset dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi riset. Dengan begitu diharapkan nantinya mampu berkompetisi dan berkontribusi untuk menciptakan Indonesia yang maju dan beradab berbasis Iptek.
"Penting untuk melakukan penguatan kapasitas dan kompetensi riset Indonesia," kata Laksana Tri Handoro.(*)
Published in
KabarIndonesia Pintar (22 August 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai produktivitas riset para peneliti di Indonesia hingga saat ini masih rendah serta tidak sebanding dengan banyaknya jumlah peneliti yang ada.
“Produktivitas para peneliti di Indonesia masih rendah baik publikasi maupun paten,” kata Deputi Ilmu Pengetahuan Teknologi LIPI Laksana Tri Handoko dalam Seminar Nasional bertajuk “Membangun IPTEK Bermartabat: Etos, Etika, dan Strategi” di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, Senin.
Handoko menyebutkan pada 2015 produktivitas penelitian Indonesia masih berada di angka 0,02 persen. Capaian itu masih jauh dari angka ideal, yaitu sebesar 15 persen.
Padahal, menurut Handoko, jumlah peneliti di Indonesia cukup besar dengan prevalensi 1.071 orang per satu juta penduduk Indonesia.
Menurut Handoko, diperlukan kolaborasi dan sinergi lebih erat antara lembaga litbang dan perguruan tinggi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas riset dengan dibarengi strategi kemitraan dengan industri dan swasta.
Eksplorasi pendanaan, kata dia, harus dilakukan tidak hanya dari hasil akhir riset, namun juga dari proses aktivitas riset. “Kompetisi terbuka dan fair, penting untuk meningkatkan etos sebagai bagian dari kontrol kualitas riset,” terang Handoko.
Para peneliti, lanjut Handoko, harus siap berkolaborasi dengan sumber daya manusia dan alat yang dimiliki sebagai modal utama sehingga bisa tercipta riset kolaboratif dalam negeri dan luar negeri maupun akademis dan industri.
Handoko mengatakan, strategi pelaksanaan riset dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi riset. Dengan begitu diharapkan nantinya mampu berkompetisi dan berkontribusi untuk menciptakan Indonesia yang maju dan beradab berbasis Iptek.
“Penting untuk melakukan penguatan kapasitas dan kompetensi riset Indonesia,” kata Handoko.
Published in
Republika (21 August 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai produktivitas riset para peneliti di Indonesia hingga saat ini masih rendah serta tidak sebanding dengan banyaknya jumlah peneliti yang ada.
"Produktivitas para peneliti di Indonesia masih rendah baik publikasi maupun paten," kata Deputi Ilmu Pengetahuan Teknologi LIPI Laksana Tri Handoko dalam Seminar Nasional bertajuk "Membangun IPTEK Bermartabat: Etos, Etika, dan Strategi" di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, Senin (21/8).
Handoko menyebutkan pada 2015 produktivitas penelitian Indonesia masih berada di angka 0,02 persen. Capaian itu masih jauh dari angka ideal, yaitu sebesar 15 persen.
Padahal, menurut Handoko, jumlah peneliti di Indonesia cukup besar dengan prevalensi 1.071 orang per satu juta penduduk Indonesia.
Menurut dia, diperlukan kolaborasi dan sinergi lebih erat antara lembaga litbang dan perguruan tinggi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas riset dengan dibarengi strategi kemitraan dengan industri dan swasta.
Eksplorasi pendanaan, kata dia, harus dilakukan tidak hanya dari hasil akhir riset, namun juga dari proses aktivitas riset. "Kompetisi terbuka dan fair penting untuk meningkatkan etos sebagai bagian dari kontrol kualitas riset," kata dia.
Para peneliti, kata Handoko, harus siap berkolaborasi dengan sumber daya manusia dan alat yang dimiliki sebagai modal utama sehingga bisa tercipta riset kolaboratif dalam negeri dan luar negeri maupun akademis dan industri.
Ia mengatakan strategi pelaksanaan riset dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi riset. Dengan begitu diharapkan nantinya mampu berkompetisi dan berkontribusi untuk menciptakan Indonesia yang maju dan beradab berbasis Iptek. "Penting untuk melakukan penguatan kapasitas dan kompetensi riset Indonesia," kata dia.
Published in
Republika (22 August 2017)
Deputi Ilmu Pengetahuan Teknologi LIPI, Laksana Tri Handoko menilai, produktivitas penelitian di Indonesia sangat rendah. Dari Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2015 saja, produktivitas penelitian Indonesia ada di angka 0,02 persen, jauh dari angka ideal yaitu 15 persen.
"Sebenarnya dari jumlah SDM tidak terlalu kurus tapi produktivitasnya rendah, baik publikasi maupun paten," kata Tri di seminar nasional Membangun IPTEK Bermartabat: Etos, Etika, dan Strategi di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, Senin (21/8).
Prevalensi peneliti di Indonesia yang 1.071 per satu juta penduduk sebenarnya tidak terlalu rendah, tapi untuk menciptakan inovasi dibutuhkan riset berkualitas. Karenanya, ia menekankan, penting melakukan penguatan kapasitas dan kompetensi riset Indonesia, dan peneliti harus memposisikan diri siap berkolaborasi.
Kolaborasi, lanjut Tri, baik dengan sumber daya manusia atau alat yang dimiliki sebagai modal utama. Targetnya, bisa tercipta riset kolaboratif dalam negeri atau luar negeri, baik akademis maupun industri, serta terdapat kontrol kualitas riset berlapis tanpa menambah administrasi.
"Selain itu, terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas hak kekayanan intelektual dan lisensi," ujar Tri.
Ia menegaskan, strategi pelaksanaan riset dibutuhkan untuk meningkatkan kapasistas dan kompetensi riset, sehingga nantinya mampu berkompetisi dan berkontribusi menciptakan Indoensia yang maju dan beradab berabis Iptek. Maka itu, kolaborasi dan sinergi penting untuk tingkatkan kuantitas dan kualitas riset.
"Eksplorasi pendanaan harus dilakukan tidak hanya dari hasil akhir riset, namun dari proses aktifitas riset, sedangkan kompetisi terbuka dan fair penting untuk meningkatkan etos sebagai bagian dari kontrol kualitas riset," kata Tri.
Published in
Kemenperin ( August 2017)
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto didampingi oleh Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Achmad Sigit Dwiwahjono bertemu dengan Director General for the Organisation For The Prohibition Of Chemical Weapon (Dirjen OPCW) Mr. Ahmet Üzümcü beserta jajarannya di Jakarta, 27 Juli 2017. Pada 22 Februari 2017 Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2017 tentang Otoritas Nasional Senjata Kimia. Lebih rinci disebutkan, “Otoritas Nasional berkedudukan di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian,” bunyi Pasal 2 ayat (2) Perpres tersebut.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan cenderamata kepada Direktur Jenderal OPCW Mr. Ahmet Üzümcü di Jakarta, 27 Juli 2017. Menperin berkomitmen bahwa Indonesia akan selalu berperan aktif dalam penegasan konvensi senjata kimia serta bekerja sama dengn OPCW untuk menyelesaikan aktivitas, seperti deklarasi, inspeksi, verifikasi dan penyajian data atau informasi dan berpartisipasi dalam berbagai aktifitas diseminasi.
Published in LIPI (1 August 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah melansir Peraturan Kepala (Perka) LIPI No. 5 Tahun 2017 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam Jabatan Fungsional Peneliti (JFP) melalui Inpassing (Penyesuaian). Lewat peraturan ini, kesempatan bagi para PNS bukan peneliti menjadi Pejabat Fungsional Peneliti terbuka lebar. Regulasi tersebut memungkinkan para PNS untuk diangkat sebagai Peneliti sesuai minat dan kompetensinya dalam penelitian iptek tanpa harus memulai dari awal. Dokumen regulasi ini dapat diunduh dan dilihat lebih detil di http://jdih.lipi.go.id/peraturan/2017_perka_5.pdf.
Jakarta, 2 Agustus 2017. Adanya Perka LIPI No. 5 Tahun 2017 ditujukan untuk memberi kesempatan kepada mutiara-mutiara terpendam yang memiliki talenta unggul untuk berkontribusi sebagai Peneliti di berbagai lembaga pemerintah. “Regulasi ini diharapkan mampu menambah jumlah peneliti di Indonesia yang masih rendah saat ini,” kata Wakil Kepala LIPI, Bambang Subiyanto.
Menurutnya, LIPI memiliki kepedulian yang tinggi atas fakta rendahnya jumlah Peneliti PNS di Indonesia yang tersebar di berbagai lembaga pemerintah di seluruh Indonesia. Terlebih dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, terjadi pengurangan signifikan jumlah Peneliti di jenjang Madya akibat penurunan usia pensiun bagi Peneliti Madya menjadi 60 tahun dari sebelumnya 65 tahun.
Pengurangan Peneliti Madya yang tidak direncanakan itu diperkirakan akan menimpa sekitar 556 orang, lebih kurang 20% dari total jumlah Peneliti Madya. Sesuai karakter kepenelitian, Peneliti Madya merupakan lapisan sumber daya manusia (SDM) paling produktif sebelum mencapai kematangan paripurna di jenjang Peneliti Utama. Dilain pihak, pemerintah masih memberlakukan moratorium penerimaan PNS baru, termasuk untuk Peneliti sejak 2015.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko menyebutkan bahwa untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu upaya bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) yang sedang dilakukan saat ini adalah menyusun regulasi JFP yang baru. Tujuan regulasi baru itu untuk menyesuaikan dengan standar dan norma penelitian global, serta mereduksi proses administrasi secara signifikan. “Diharapkan ini akan dapat memotivasi dan meningkatkan gairah para Peneliti untuk menghasilkan penelitian yang berkualitas sebagai landasan peningkatan kemampuan berkompetisi bangsa Indonesia secara global,” ungkap Handoko.
Hal ini mengingat bahwa aktifitas penelitian di institusi swasta sekarang ini masih lemah. Oleh karena itu, harapan terhadap tabungan pengetahuan (knowledge asset) bangsa Indonesia tetap sebagian besar bersandar pada hasil dari penelitian oleh lembaga dan perguruan tinggi pemerintah. Keberadaan regulasi baru yang tengah disusun tersebut akan menjaga kesinambungan proses fundamental dari penguatan ekonomi berbasis inovasi iptek.
Selain itu, lanjut Handoko, LIPI juga mengusulkan rekrutmen Peneliti baru berkualifikasi tinggi (minimal S3) dan pernah/sedang berkarya di berbagai belahan dunia. Inisiasi ini sangat penting untuk mengimbangi pengiriman secara masif karya siswa Indonesia ke luar negeri, khususnya melalui beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sejak 2012. Strategi rekrutmen kandidat Peneliti berkualifikasi S3, memiliki rekam jejak mumpuni, dan pengalaman studi serta bekerja di berbagai belahan dunia diharapkan menjadi motor pemercepat kegiatan penelitian di masa depan.
Untuk diketahui, jumlah Peneliti PNS saat ini hanya mencapai sekitar 4% dari total jumlah SDM iptek Indonesia yang didominasi oleh Dosen di berbagai perguruan tinggi. Meski secara persentase kecil, hanya para Peneliti PNS yang bisa diharapkan mendedikasikan seluruh waktunya untuk penelitian tanpa ada kewajiban lain. Peran ini sangat krusial mengingat penelitian modern, khususnya di bidang hard and engineering sciences, di era ini menyaratkan berbagai infrastruktur penelitian yang canggih dan harus dikelola secara profesional dan penuh waktu oleh ahli di bidangnya.
Terlebih dengan berbagai infrastruktur penelitian yang ada di LIPI saat ini sebagian besar dibuka pemakaiannya untuk publik, baik akademisi maupun industri. Sehingga fungsi lembaga penelitian seperti LIPI pada era sekarang tidak sebatas pada menghasilkan invensi dan inovasi iptek dari penelitian yang diakukan, tetapi juga sebagai penyedia platform bagi publik untuk mengeksplorasi kemampuan berinovasi tanpa harus menanggung resiko akibat investasi pada infrastruktur penelitian. Kemudahan melakukan inovasi dan berkreasi tanpa batas inilah yang diharapkan menjadi bibit technopreneur yang menunjang perekonomian Indonesia di era Industry 4.0.
Keterangan Lebih Lanjut:
- Bambang Subiyanto (Wakil Kepala LIPI)
- Laksana Tri Handoko (Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI)
- Dwi Eny Djoko Setyono (Kepala Pusbindiklat Peneliti LIPI)
- Nur Tri Aries Suestiningtyas (Kepala Biro Kerja Sama, Hukum dan Humas LIPI)
Published in
Pusbindiklat Peneliti LIPI (27 July 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyelenggarakan uji beban rancangan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan RB), terkait uraian kegiatan jabatan fungsional peneliti sebagai dasar dalam penentuan besaran angka kredit. Kegiatan ini merupakan salah satu tahap yang harus dilakukan dalam melakukan revisi terhadap Rancangan PERMENPAN RB dan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Peneliti. Kegiatan ini merupakan rentetan revisi aturan yang telah dilakukan LIPI sebagai tindak lanjut terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN.
Kegiatan yang berlangsung di Ruang Seminar Widya Graha LIPI tersebut bertujuan untuk mengukur beban kerja peneliti di tiap jenjang jabatan, mulai dari peneliti pertama, muda, madya dan utama. Kegiatan dibuka oleh Deputi bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI selaku Ketua Tim Kajian Permenpan dan RB LIPI Dr. Laksana Tri Handoko yang menegaskan, bahwa kegiatan uji beban ini adalah upaya bersama LIPI, Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian PAN dan RB untuk membuat instrumen guna mengukur kegiatan dan jam kerja penelitian seorang peneliti selama satu tahun pada jenjang tertentu. Hasil uji beban nantinya akan diolah dan dianalisa untuk menentukan besaran angka kredit butir kegiatan dan hasil kerja minimal seorang peneliti.
Uji beban dilaksanakan oleh Tim yang berasal dari Pusbindiklat Penelit LIPI, Kementerian PAN dan RB, dan BKN dengan melibatkan responden para pejabat fungsional peneliti dari berbagai jenjang jabatan dan pangkat. Ibu Sri Dadi Handayani, S.H., selaku perwakilan dari Direktorat Jabatan ASN BKN menjelaskan tentang tata cara pengisian kuisioner. Sri mengingatkan, bahwa dalam pengisian questioner harus riil yang sebenar-benarnya biasa dilakukan oleh peneliti dalam kurun waktu satu tahun, dan sudah dapat dibuktikan dalam suatu dokumen yang otentik.
Sebanyak 82 peneliti hadir dari 72 satuan kerja yang berasal dari Kementerian/LPNK. Peserta yang hadir merupakan responden yang dipilih mewakili Kementerian/LNPK dari wilayah Indonesia bagian Barat. Peserta diberikan kuisioner yang berisikan 413 uraian kegiatan penelitian – yang dapat mereka pilih dan tentukan volume serta waktu pelaksanaan kegiatannya selama setahun pada tiap jenjang peneliti. Kegiatan uji beban ini juga akan dilaksanakan di Bali pada tanggal 3 Agustus 2017 untuk mengukur beban kerja para peneliti yang tersebar di wilayah Indonesia Tengah dan Timur. Diharapkan hasil uji beban ini dapat menjadi dasar bagi LIPI , Kementerian PAN dan RB serta BKN untuk menyempurnakan revisi draf PERMENPAN RB dan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Peneliti. (SA)
Published in
Metro TV (21 August 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai produktivitas riset di Indonesia masih rendah. Jumlah riset yang muncul tidak sebanding dengan banyaknya jumlah peneliti yang ada.
"Produktivitas para peneliti di Indonesia masih rendah baik publikasi maupun paten," kata Deputi Ilmu Pengetahuan Teknologi LIPI, Laksana Tri Handoko, seperti dilansir Antara, Senin 21 Agustus 2017.
Handoko menyebut, produktivitas penelitian Indonesia masih berada di angka 0,02 persen pada 2015. Capaian itu masih jauh dari angka ideal, yakni sebesar 15 persen. Padahal, kata dia, jumlah peneliti di Indonesia cukup besar dengan prevalensi 1.071 orang per satu juta penduduk Indonesia.
Handoko menilai, perlu kolaborasi dan sinergi lebih erat antara lembaga penelitian dan pengembangan dengan perguruan tinggi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas riset. Perlu dibarengi pula lewat strategi kemitraan dengan industri dan swasta.
Eksplorasi pendanaan, kata dia, harus dilakukan tidak hanya dari hasil akhir riset, tapi juga dari proses aktivitas riset. "Kompetisi terbuka dan fair penting untuk meningkatkan etos sebagai bagian dari kontrol kualitas riset," lanjut dia..
Para peneliti, kata Handoko, juga harus siap berkolaborasi dengan sumber daya manusia dan alat yang dimiliki sebagai modal utama. Hal itu agar bisa tercipta riset kolaboratif dalam dan luar negeri, maupun akademis dan industri.
Strategi pelaksanaan riset, kata dia, juga dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi riset. Dengan begitu, nantinya diharapkan mampu berkompetisi dan berkontribusi untuk menciptakan Indonesia yang maju dan beradab berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Penting untuk melakukan penguatan kapasitas dan kompetensi riset Indonesia," pungkas Handoko. (SCI)
Published in
Jakarta Post (23 August 2017)
Laksana Tri Handoko, LIPI's Deputy of Science Technology, citing 2015 data, said on Monday that productivity of research in Indonesia stood at 0.02 percent, still far below the ideal rate of 15 percent. (Shutterstock/File)
Research productivity in Indonesia to date is still low and not comparable with the number of existing researchers, a representative from the Indonesian Institute of Sciences (LIPI) has said.
Laksana Tri Handoko, LIPI's deputy of Science Technology, citing 2015 data, said on Monday that productivity of research in Indonesia stood at 0.02 percent, still far below the ideal rate of 15 percent.
"The productivity of researchers in Indonesia is still low both in publications and patents," Handoko said in a national seminar held at the Gadjah Mada University (UGM) in Yogyakarta on Monday, as quoted by Antara news agency.
Handoko said the number of researchers in Indonesia is actually relative high, with an average of 1,071 people in every one million citizens.
He pointed to the need for closer collaboration and synergy between research and development processes with higher education institutions in order to increase research quantity and quality.
The process must also be accompanied by strategic partnership between industry developments and private companies, Handoko added.
Researchers, he continued, should be ready to collaborate with available human resources and existing tools to create collaborative research in the country and abroad, as well as between the academic institutions and industry.
He said developing strategy in conducting research is needed to improve the capacity and competency. This is necessary, he said, to improve national competitiveness and contribute toward an advanced and civilized nation based on science and technology.
"It is important to strengthen the capacity and competence of Indonesian research," Handoko said. (liz/kes)
Published in
Solo Pos (23 August 2017)
LIPI menilai produktivitas riset para peneliti di Indonesia hingga saat ini masih rendah.
“Produktivitas para peneliti di Indonesia masih rendah baik publikasi maupun paten,” kata Deputi Ilmu Pengetahuan Teknologi LIPI Laksana Tri Handoko dalam Seminar Nasional bertajuk Membangun IPTEK Bermartabat: Etos, Etika, dan Strategi di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (21/8/2017).
Handoko menyebutkan pada 2015 produktivitas penelitian Indonesia masih 0,02 persen. Capaian itu jauh dari angka ideal yaitu sebesar 15 persen.
Menurut Handoko, jumlah peneliti di Indonesia cukup besar dengan prevalensi 1.071 orang per satu juta penduduk Indonesia. Diperlukan kolaborasi dan sinergi lebih erat antara lembaga litbang dan perguruan tinggi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas riset yang dibarengi strategi kemitraan dengan industri dan swasta.
Eksplorasi pendanaan, kata dia, harus dilakukan tidak hanya dari hasil akhir riset, namun juga proses aktivitas riset. “Kompetisi terbuka dan fair penting untuk meningkatkan etos sebagai bagian dari kontrol kualitas riset,” kata dia seperti dilansir Antara, Senin.
Para peneliti, kata Handoko, harus siap berkolaborasi dengan sumber daya manusia dan alat yang dimiliki sebagai modal utama. Tujuannya tercipta riset kolaboratif dalam negeri dan luar negeri maupun akademis dan industri.
Ia mengatakan strategi pelaksanaan riset dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi riset. Harapannya periset mampu berkompetisi dan berkontribusi untuk menciptakan Indonesia yang maju dan beradab berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. “Penting untuk melakukan penguatan kapasitas dan kompetensi riset di Indonesia,” kata dia.
Published in
Manadao Post (25 August 2017)
Agenda nasional kembali dihelat di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat). Kali ini, dekan-dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) se-Indonesia dikumpulkan melalui pertemuan forum dekan FMIPA. Puluhan pimpinan MIPA hadir di auditorium Unsrat, guna menggelar rapat tahunan dan seminar bagi MIPAnet.
Sekretaris Jendral (Sekjen) MIPAnet Dr Ir Sri Nurdiati MSc menuturkan, seminar nasional dan rapat tahunan MIPAnet memiliki 68 dekan di seluruh Indonesia. “Namun hadir saat ini, hanya sekira dekan FMIPA dari 44 perguruan tinggi,” sebut Nurdiati. Kegiatan ini sendiri, lanjutnya, diselenggarakan setiap tahun, dan dilaksanakan dua bentuk acara. Yakni seminar dan rapat tahunan (Semirata). “Semirata kali ini, F-MIPA Unsrat yang menjadi tuan rumah,” ungkapnya.
Menurut Nurdiati, dalam forum ini juga mengetengahkan hasil riset penelitian dosen di bidang MIPA. “Para dosen menyajikan hasil riset dalam bentuk presentasi,” ujar Nurdiati. Selain itu, lanjutnya, sejauh ini belum banyak yang tahu terkait ilmu dasar (MIPA, red). “Tak dipungkiri, siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) merasa ketakutan jika mendengar dan bahkan diajak kuliah di F-MIPA. Padahal MIPA merupakan ilmu dasar, landasan berkembang ilmu-ilmu terapan,” jelasnya.
Jadi dalam rapat tahunan ini, lanjutnya, para dekan dianjurkan mencari cara bagaimana mempromosikan MIPA. “Supaya siswa tidak lagi merasa ketakutan belajar MIPA,” imbuhnya. Dalam konteks ini, dikatakan Nurdiati, pembelajaran lebih pada pendekatan pembelajaran berbasis Science, Technology, Engineering and Mathematics (STEM). “Tidak diajarkan secara terpisah, tapi saling berintegrasi. Konteks pembelajarannya dari berbagai aspek,” terangnya.
Dekan F- MIPA Prof Benny Pinontoan menambahkan, untuk kegiatan lanjutan Jumat (25/8) hari ini, seluruh kepala sekolah akan diundang hadir, bertemu para dekan. ''Kehadiran mereka dengan tujuan, agar kepsek dan dosen MIPA se-Indonesia turut menyosialisasikan pentingnya belajar MIPA. Bahkan akan dilanjutkan ke diskusi di outdoor di Tetempangan Hill,'' tukasnya.
Sementara, Rektor Unsrat Prof Ellen Kumaat mengatakan, dirinya telah membaca judul dari beberapa pemakalah. Kegiatan semirata ini bisa mengokohkan sebagai sarang ilmiah yang berbobot. “Sains untuk kehidupan mengingatkan kepada kita akan hakekat dari sains dan pengembangannya yang semata-mata adalah untuk mendukung kehidupan dan meningkatkan mutu kehidupan,” ujarnya.
Turut hadir sebagai pembicara, Gubernur Sulut Olly Dondokambey SE yang diwakili Kepala Badan Litbang dr Jimmy Lampus MKes, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti Dr Muhammad Dimyati, Direktur Lembaga Molekuler Eijkman Universitas Indonesia Jakarta Prof dr Amin Subandrio W Kusumo, PhD Sp MK(K), Statistika/Aktuaria READI University of Waterloo, Canada Prof Dr Ken Seng Tan, Combinatorial Optimisation Deputy Director of MAXIMA Monash University, Australia Prof Dr Andreas Ernst, Energy System Modelling Deputy Director Energy Materials and System Institute Monash University, Australia, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Ariel Liebman, Dr Laksana Tri Handoko, Genetika Biologi Universität Kassel, Germany Prof Dr Wolfgang Nellen. (fgn/vip)
Published in
Tunas Bangsa (31 July 2017)
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto didampingi oleh Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Achmad Sigit Dwiwahjono (keenam dari kanan) berfoto bersama Duta Besar Indonesia untuk Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja (ketujuh dari kanan), Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Laksana Tri Handoko (keempat dari kanan), serta Dirjen OPCW Mr. Ahmet Üzümcü (kedelapan dari kanan) beserta jajarannya seusai melakukan pertemuan di Jakarta, 27 Juli 2017.-tubasmedia.com/ist
JAKARTA, (tubasmedia.com) – The Organisation for Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) atau organisasi yang melaksanakan ketentuan Konvensi Senjata Kimia di tingkat internasional, memandang Indonesia dapat berperan penting sebagai jembatan bagi penguatan kerja sama di antara negara-negara anggota ASEAN terutama dalam pengembangan industri kimia di sebuah kawasan.
“Indonesia memiliki beberapa industri kimia yang kuat dan cukup banyak sumber daya manusia yang berkompetensi mendukung implementasi Konvensi Senjata Kimia di tingkat internasional,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menanggapi hasil pertemuannya dengan Direktur Jenderal OPCW Ahmet Üzümcü beberapa waktu lalu, ketika ditemui di Jakarta, Senin (31/7).
Menperin selaku Ketua Otoritas Nasional (Otnas) Konvensi Senjata Kimia Indonesia menjelaskan, pertemuan tersebut merupakan rangkaian dari agenda kunjungan Ahmet ke Indonesia untuk membahas penguatan kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan OPCW di bidang pelarangan senjata kimia, program pelatihan, dan pembangunan kapasitas.
“Indonesia telah mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Eksekutif OPCW periode 2018-2020,” ungkapnya.
Diharapkan, dengan masuknya di Dewan Eksekutif, Indonesia akan berperan lebih optimal dalam menentukan arah kebijakan dan pembahasan isu-isu strategis OPCW sekaligus menjaga kepentingan Indonesia terkait dengan pelaksanaan Konvensi Senjata Kimia.
“Kami juga ingin agar OPCW memberikan kesempatan yang lebih tinggi kepada Indonesia untuk berperan di Sekretariat Teknis OPCW baik sebagai inspektur internasional, peneliti, maupun officer,” ujar Airlangga.
Saat ini, Indonesia memerlukan suatu laboratorium rujukan yang secara khusus dikembangkan untuk analisa prekursor dan hasil degradasi senjata kimia untuk mendukung implementasi Konvensi Senjata Kimia di tingkat nasional.
“Selain itu, Pemerintah Indonesia juga mendorong agar laboratorium nasional dapat dijadikan laboratorium rujukan oleh OCW. Dalam hal ini, Indonesia membutuhkan bantuan capacity building berupa pelatihan maupun bantuan pendampingan tenaga ahli OPCW untuk pengembangan kemampuan peneliti,” paparnya.
Menurut Airlangga, Sekretariat Teknis OPCW telah mengusulkan pembentukan pusat kegiatan regional terkait Konvensi Senjata Kimia di ASEAN atau yang dikenal dengan ASEAN Regional Chemical Weapons Convention Capability Hub.
Pembentukan lembaga tersebut untuk mendukung ASEAN menghadapi perkembangan keamanan global yang semakin kompleks terkait senjata pemusnah massal. “Kami mendukung pembentukan lembaga tersebut untuk mendukung penguatan implementasi Konvensi Senjata Kimia,” tegasnya.
Konvensi Senjata Kimia adalah suatu konvensi internasional yang melarang pengembangan, produksi, penimbunan, penggunaan senjata kimia serta tentang pemusnahannya di seluruh dunia. (ril/sabar)
Published in
KORPRI (2 August 2017)
Jika Anda pegawai negeri sipil yang gemar dengan kegiatan penelitian pernyataan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ini patut disimak. Melalui wakil kepalanya, Bambang Subiyanto, lembaga itu mengumumkan telah memiliki landasan hukum untuk mengangkat pegawai negeri sipil menjadi peneliti.
Landasan hukum itu adalah Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 5 Tahun 2017. Regulasi tersebut sengaja dibuat untuk memberi kesempatan kepada talenta terpendam di instansi pemerintah agar bisa bisa diangkat sebagai peneliti di berbagai instansi pemerintah.
“Regulasi ini diharapkan mampu menambah jumlah peneliti di Indonesia yang rasionya masih rendah saat ini,” kata Bambang Subiyanto melalui siaran persnya yang dikutip Selasa (2/8/2017).
Jumlah peneliti pegawai negeri sipil di seluruh instansi Pemerintah Republik Indonesia masih sangat sedikit. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil mengakibatkan berkurangnya jumlah peneliti di tingkat madya.
Peraturan itu telah menurunkan usia pensiun peneliti itu. Semula mereka baru memasuki masa pensiun di usia 65 tahun sedangkan peraturan itu mempercepatnya pada usia 60 tahun. Kebijakan itu membuat 20 persen peneliti madya harus masuk purna karya tahun ini. Jumlahnya lumayan besar yaitu 556 orang. Peneliti Madya merupakan lapisan sumber daya manusia paling produktif di bidang penelitian sebelum mencapai kematangan paripurna di jenjang Peneliti Utama.
Karena hingga kini pemerintah pusat masih memberlakukan moratorium penerimaan PNS baru termasuk untuk peneliti, maka perlu diambil langkah seperti disebutkan terdahulu. Saat ini Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, seperti diungkapkan Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko sedang menyusun regulasi untuk jabatan fungsional peneliti yang baru.
Regulasi yang sedang disusun bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi itu akan mereduksi proses administrasi bagi peneliti karena pemerintah akan mengacu pada standar dan norma penelitian global.
Tujuannya agar para peneliti akan termotivasi untuk menghasilan penelitian berkualitas. Pada akhirnya diharapkan akan menjadi landasan peningkatan kemampuan bangsa Indonesia untuk berkompetisi di arena global.
Dorongan kuat terhadap peneliti dari lembaga pemerintah dan perguruan tinggi pemerintah karena aktifitas penelitian di institusi swasta sekarang masih lemah. Regulasi baru itu nanti diharapkan bisa menjaga kesinambungan proses penguatan ekonomi berbasis inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain itu menurut Handoko, lembaganya saat ini sedang mengusulkan rekrutmen peneliti baru berkualifikasi tinggi yang sedang berkarya di bebagai belahan dunia. Strategi itu diharapkan menjadi motor untuk mempercepat kegaitan penelitian di masa depan, dan bisa mengimbangi pengiriman secara masif karya siswa Indonesia ke luar negeri. Menurut catatan lembaga itu rasio jumlah peneliti pegawai negeri sipil saat ini hanya empat persen dari jumlah sumber daya manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang didominasi dosesn di berbagai perguruan tinggi. Meski begitu hanya peneliti pegawai negeri sipil yang mendedikasikan seluruh waktunya untuk penelitian tanpa memiliki kewajiban lain.
Peran ini sangat krusial mengingat penelitian modern terutama di bidang hard and engineering sciences mensyaratkan berbagai infrastruktur penelitian canggih dan harus dikelola profesional oleh ahlinya.
Apalagi sebagian besar infrastruktur penelitian yang ada di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia saat ini dibuka untuk publik baik akademisi maupun industri. Dengan demikian fungsi lembaga penelitian saat ini tidak terbatas menghasilkan penemuan atau inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi dari penelitiannya tetapi juga menyediakan platform untuk publik yang ingin mengeksplorasi kemampuan berinovasinya.
Kemudahan melakukan inovasi dan berkreasi tanpa batas itulah yang diharapkan menjadi bibit technopreneur untuk menunjang perekonomian Indonesia di era Industry 4.0. Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu dapat diunduh dan dilihat lebih detil di sini.
Published in Harian Nasional (Rosmha Widiyani, 2 August 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyediakan kesempatan menjadi peneliti melalui jalur inpassing, Rabu (2/8). Saat ini hanya empat persen peneliti berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari total 9.556 periset di Indonesia. Kesempatan ini diharapkan bisa memperbaiki kesejahteraan dan memotivasi peneliti Indonesia segera kembali ke tanah air.
Namun LIPI tak bisa langsung membuka lowongan peneliti inpassing. LIPI akan menunggu terlebih dulu permintaan peneliti dari lembaga riset terkait. Peneliti akan mengisi posisi madya yang merupakan tingkat paling produktf. "Kita berharap pembukaan lowongan bisa memotivasi peneliti, hingga Indonesia bisa berkompetisi di level internasional," kata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko, Selasa (2/8).
Lowongan berlaku bagi PNS bukan peneliti yang ingin menjadi pejabat fungsional peneliti. Ketentuan ini menyaratkan calon peneliti berstatus PNS terlebih dulu, baru kemudian mendaftar menjadi peneliti. Bagi peminat yang bukan PNS harus mengikuti syarat dan ketentuan yang ditetapkan KemenPAN RB terlebih dulu. Bila lulus, peminat bisa lanjut ke tahap berikutnya hingga mengikuti diklat peneliti.
Tri mengatakan, pihaknya tengah mendiskusikan birokrasi dan mekanisme yang lebih ringkas dengan KemenPAN RB. Hal ini untuk memudahkan peneliti dari luar negeri yang ingin kembali ke Indonesia. Termasuk mahasiswa yang meraih beasiswa pendidikan ke luar negeri namun belum punya pekerjaan. Pengalaman riset dan akademik peneliti bisa diterapkan di tanah air.
LIPI juga menyiapkan infrastruktur untuk menunjang kinerja peneliti. Dana yang disiapkan untuk infrastruktur berasal dari belanja modal, dengan besaran 40 persen dari anggaran total LIPI tahun 2018. Laksana memperkirakan total anggaran untuk 2018 mencapai Rp 1,4 triliun. "Sebesar 60 persen dari belanja modal untuk pembaruan peralatan," katanya.
Published in
NusaKini (6 August 2017)
Jumlah peneliti yang minim di Indonesia menjadi perhatian khusus bagi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Terlebih lagi dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka aturan ini berdampak pada pengurangan signifikan jumlah peneliti di jenjang madya akibat penurunan usia pensiun bagi Peneliti Madya menjadi 60 tahun dari sebelumnya 65 tahun.
Pengurangan Peneliti Madya yang tidak direncanakan ini diperkirakan akan menimpa sekitar 556 orang, lebih kurang 20% dari total jumlah Peneliti Madya. Untuk diketahui, jumlah peneliti PNS di Indonesia yang melakukan kegiatan riset secara permanen dan penuh waktu saat ini baru sekitar 9.556 orang. Jumlah ini akan terus-menerus berkurang bila tidak ada solusi yang signifikan.
Berkurangnya jumlah peneliti tentu akan berdampak besar pada iptek Indonesia yang akan berjalan stagnan. Dengan pengurangan signifikan ini, maka diperlukan solusi untuk mengatasinya agar jumlah peneliti bisa bertambah dan pengembangan iptek di Indonesia terus berjalan dengan baik.
Salah satu solusinya adalah dengan diterbitkannya Peraturan Kepala (Perka) LIPI No. 5 Tahun 2017 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Fungsional Peneliti (JFP) melalui Inpassing (Penyesuaian) yang memungkinkan PNS bukan peneliti menjadi Pejabat Fungsional Peneliti. “Dengan aturan ini, diharapkan jumlah peneliti di Indonesia semakin bertambah,” ujar Wakil Kepala LIPI, Bambang Subiyanto dalam kegiatan Media Briefing bertema Peluang Emas PNS Menjadi Peneliti Melalui Jalur Inpassing di Media Center LIPI Pusat Jakarta, Selasa (2/8).
Menurut Bambang, inpassing akan sangat mempermudah bagi PNS bukan peneliti yang ingin menjadi peneliti sesuai dengan minat dan kemampuannya. “Mereka tidak perlu mengumpulkan angka kredit selama bertahun-tahun seperti peneliti PNS pada umumnya,” tutur Ketua Himpunan Peneliti Indonesia (Himpenindo) ini.
Published in
Balitbang Kemendagri (4 August 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membuka peluang bagi PNS melakukan penyesuaian (inpassing) untuk menjadi peneliti melalui Perka LIPI Nomor 5 Tahun 2017.
“Ditujukan untuk memberi kesempatan PNS berkontribusi sebagai peneliti di berbagai lembaga pemerintah,” kata Wakil Kepala LIPI Bambang Subiyanto di Kantor LIPI, Jakarta , Rabu (2/8).
Ia menjelaskan, Perka LIPI tentang penyesuaian itu bertujuan untuk menambah jumlah peneliti di Indonesia. Serta, mempermudah peneliti untuk penyesuaian golongan. Bambang mengatakan,inpassing merupakan tindak lanjut dari PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS yang memberi dampak signifikan pada peneliti Indonesia. Sebab, dalam PP tersebut terjadi penurunan usia pensiun bagi peneliti madya menjadi 60 tahun dari 65 tahun.
Bambang menjabarkan, penurunan usia pensiun diperkirakan akan menimpa sekitar 556 orang atau 20 persen dari total 2.724 peneliti madya. Padahal, ia mengatakan, peneliti madya merupakan lapisan SDM paling produktif. Di sisi lain, pemerintah masih memberlakukan moratorium penerimaan PNS, termasuk peneliti sejak 2015.
Sementara itu, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko menjelaskan seseorang PNS tidak perlu melalui sistem untuk menjadi peneliti.
“Orang bisa mengajukan diri ke peneliti madya karena ada penyederhanaan, pemercepatan proses, tanpa mengurangi kualitas”, tutur Handoko.
Ia menjabarkan, berdasarkan data menunjukkan jumlah SDM iptek pada 2015 yakni 1.071 per sejuta penduduk. Sementara jumlah peneliti nasional per 1 Januari 2017, yakni 9.556 orang. Masing-masing, 2.825 peneliti pertama, 2.944 peneliti muda, 2.724 peneliti madya dan 1.063 peneliti utama.
“Sebanyak 20 persen peneliti madya akan terimbas PP 11/2017 karena penurunan usia pensiun peneliti,” jelasnya.
Ia mengatakan jumlah peneliti PNS hanya mencapai empat persen dari total jumlah SDM iptek Indonesia yang didominasi dosen.
Handoko mengatakan, LIPI merekomendasikan sejumlah hal untuk mengatasi dampak PP 11/2017. Pertama, pembukaan tenaga ahli tertentu termasuk peneliti melalui jalur prestasi. Namun, jalur prestasi tidak hanya diperuntukkan bagi lulusan cumlaude, tetapi minimal S3 dan pernah bekerja atau berkarya di luar negeri.
Kedua, merevisi regulasi jabatan fungsional peneliti. Upaya ini untuk menyederhanakan proses administrasi bagi PNS menjadi peneliti. Ketiga, mengubah sudut pandang ihwal penguatan infrastruktur riset adalah bagian infrastruktur nasional.
Published in
Berita Satu (Ari Supriyanti Rikin, 2 August 2017)
Untuk mengatasi rendahnya jumlah peneliti pegawai negeri sipil (PNS) yang tersebar di berbagai lembaga pemerintah di seluruh Indonesia diperlukan terobosan dengan menjaring jumlah peneliti yang lebih besar. Apalagi, banyak peneliti madya yang akan memasuki masa pensiun.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah melansir Peraturan Kepala LIPI No 5 Tahun 2017 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional Peneliti melalui inpassing (penyesuian).
Wakil Kepala LIPI Bambang Subiyanto mengatakan, adanya Peraturan Kepala LIPI No 5 Tahun 2017 ditujukan untuk memberi kesempatan kepada mutiara-mutiara terpendam yang memiliki talenta unggul untuk berkontribusi sebagai peneliti di berbagai lembaga pemerintah.
"Regulasi ini diharapkan mampu menambah jumlah peneliti di Indonesia yang masih rendah saat ini," katanya di Jakarta, Rabu (2/8).
Bambang menjelaskan, LIPI memiliki kepedulian yang tinggi atas fakta rendahnya jumlah peneliti PNS di Indonesia. Terlebih dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS terjadi pengurangan signifikan jumlah peneliti di jenjang madya akibat penurunan usia pensiun bagi peneliti madya menjadi 60 tahun dari sebelumnya 65 tahun.
Pengurangan peneliti madya ini yang memasuki masa pensiun diperkirakan 556 orang atau sekitar 20 persen dari total jumlah peneliti madya. Sesuai karakter kepenelitian, peneliti madya merupakan lapisan sumber daya manusia yang paling produktif sebelum mencapai kematangan paripurna di jenjang peneliti utama. Di lain pihak, pemerintah masih memberlakukan moratorium penerimaan PNS baru termasuk untuk peneliti sejak tahun 2015.
"Dulu di litbang kementerian dianggap orang-orang yang ada di situ orang-orang yang kurang dalam karier. Kita ubah mindset bahwa jadi peneliti bisa membanggakan karena ada tunjangan kinerja juga," ucapnya.
Selain membuka peluang jenjang karier menjadi peneliti madya bagi PNS di dalam suatu instansi, program ini juga berupaya menjaring putra-putri atau pelajar Indonesia di luar negeri dan berprestasi untuk mengikuti seleksi dan menjadi peneliti PNS.
Dalam proses penjaringan ini, LIPI akan menguji kompetensi sebagai penyaring utama. Diperkirakan proses penjaringan dan penetapan memakan waktu tiga bulan.
Terkait moratorium PNS untuk peneliti, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko menyebut untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu upaya bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sedang dilakukan penyusunan regulasi jabatan fungsional peneliti yang baru.
Tujuan regulasi baru itu untuk menyesuaikan dengan standar dan norma penelitian global, serta mereduksi proses administrasi secara signifikan.
"Inpassing ini solusi jangka pendek. Solusi jangka menengah dan panjang harus ada hal menjaring PNS melalui jalur prestasi untuk menggantikan peneliti madya," ungkapnya.
Published in Gatra (1 August 2017)
PNS di berbagai lembaga pemerintah di seluruh daerah di Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui program Inpassing (penyesuaian). Peluang menjadi peneliti LIPI diatur dalam Peraturan Kepala Nomor 5 Tahun 2017.
Wakil Kepala LIPI Bambang Subiyanto mengatakan, regulasi diharapkan menambah jumlah peneliti di Indonesia. "Regulasi ini diharapkan mampu menambah jumlah peneliti di Indonesia yang masih rendah saat ini,” ungkapnya dalam keterangan pers yang diterima GATRAnews, Selasa (1/8).
Bambang mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, terjadi pengurangan signifikan jumlah peneliti di jenjang madya akibat penurunan usia pensiun bagi Peneliti Madya menjadi 60 tahun dari sebelumnya 65 tahun.
Pengurangan itu diperkirakan menimpa sekitar 556 orang, lebih kurang 20% dari total jumlah Peneliti Madya. Mereka merupakan lapisan SDM paling produktif sebelum mencapai jenjang Peneliti Utama.
"Di lain pihak, pemerintah masih memberlakukan moratorium penerimaan PNS baru, termasuk untuk Peneliti sejak 2015," sambung dia.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) yang sedang dilakukan saat ini adalah menyusun regulasi JFP (Jabatan Fungsional Peneliti) yang baru. Regulasi itu untuk menyesuaikan dengan standar dan norma penelitian global, serta mereduksi proses administrasi secara signifikan.
"Ini dapat memotivasi dan meningkatkan gairah para peneliti untuk menghasilkan penelitian yang berkualitas sebagai landasan peningkatan kemampuan berkompetisi bangsa Indonesia secara global,” ungkap Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko.
Published in
Berita P2 Kimia LIPI (28 July 2017)
Dalam beberapa hari terakhir, media nasional ramai memberitakan tentang kunjungan Direktur Jendral Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons/OPCW (Organisasi Pelarangan Senjata Kimia), Ahmet Üzümcü ke tanah air.
"Indonesia telah meratifikasi Konvensi Senjata Kimia sejak tahun 1998 dan telah menjadi pendukung aktif Konvensi Senjata Kimia," demikian Üzümcü dalam pernyataan tertulis Jumat petang atau Sabtu (29/7/2017) WIB sebagaimana dilansir dari kumparan.com.
Diawali kunjungan kerja pada hari Kamis (27/7), Üzümcü bertemu dengan sejumlah pejabat seperti Menteri Luar Negeri RI (Retno L.P. Marsudi), Menteri Perindustrian RI (Airlangga Hartato) dan para pemangku kepentingan lainnya. Selanjutnya Üzümcü menghadiri acara web seminar (webinar) yang diselenggarakan di Jakarta. Webinar ini diadakan LIPI bekerja sama dengan Himpunan Kimia Indonesia (HKI), Responsible Care Indonesia (RCI), Universitas Indonesia, United States Chemical Security Program (US SCP), dan United States Civilian Research and Development Foundation for the Independent States of the Former Soviet Union (US CRDF) Global. Acara ini bertemakan "Chemical Security Webinar for Indonesia-Chemical Management Regulations, Tools and Best Practices".
"Tidak ada alat yang bisa mendeteksi penyalahgunaan bahan kimia berbahaya. Yang ada adalah sistem yang dibuat untuk mengamankannya agar tidak membahayakan masyarakat," kata Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI Agus Haryono usai acara webinar tersebut.
Agus menambahkan, bahan kimia yang awalnya bukan merupakan B3 jika dilakukan pencampuran tertentu bisa menjadi B3 atau sebaliknya. Misalnya saja asam sulfat yang bersifat korosif dan melelehkan tulang, atau pestisida yang bisa menjadi senjata kimia.
LIPI berperan mendukung aktivitas otoritas nasional (otnas) KSK Indonesia melalui pengembangan kapasitas laboratorium nasional terkait analisa bahan kimia berbahaya. Selain itu, LIPI juga aktif dalam mendiseminasikan pentingnya keselamatan dan keamanan kimia di Indonesia.
Studium Generale di P2 Kimia LIPI
Pada hari Jum’at (28/7), diplomat senior Turki tersebut menjadi pembicara di acara Studium General di Pusat Penelitian Kimia LIPI. Tema yang diusung di acara studium general tersebut adalah “The Role of Science in the Implementation of Chemical Weapons Convention (Peranan Sains dalam Penerapan Konvensi Pelarangan Senjata Kimia)”.
Acara ini dihadiri oleh tamu undangan khusus yang terdiri dari para pejabat pemerintahan dan industri, termasuk LIPI, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Industri, Responsible Care Indonesia (RCI) dan Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI). Di samping itu, sejumlah peneliti senior dan junior dari P2 Kimia LIPI maupun pusat penelitian lainnya di Kawasan Puspiptek juga turut hadir menyimak kuliah tamu dari Dirjen OPCW tersebut.
Sebelum memberikan ceramahnya, Üzümcü disambut di ruang VIP bersama Wakil Kepala LIPI, Dr. Bambang Subiyanto, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik, Dr. L.T. Handoko, Kepala P2 Kimia dan para tamu undangan khusus. Dirjen OPCW tersebut berdiskusi terkait program terbaru pengembangan dan penerapan konvensi senjata kimia. Dibahas pula beberapa potensi kerjasamanya di masa datang. Usai ramah tamah, rombongan beralih ke ruang seminar utama di lantai 2. Di sini, Üzümcü memberikan kuliahnya terkait “Ethics in Sciences” kepada sekitar 100 orang yang telah hadir.
“His Excellency Ahmet Üzümcü telah menjadi Direktur Jendral OPCW sejak tahun 2009 dan terpilih lagi pada tahun 2013, “ papar moderator Dr. Ir. Wuryani saat membacakan sekilas profil pembicara hari itu. Wuryani sendiri merupakan peneliti senior P2 Kimia LIPI yang aktif terlibat di kegiatan OPCW sejak organisasi tersebut berdiri (tahun 1997). Pada tahun 2013, OPCW tempat Wuryani dan Üzümcü bernaung menerima anugerah nobel perdamaian dari PBB.
“Para ilmuwan bertanggung jawab mengembangkan invensi yang sesuai kode etik dan norma-norma universal, “ tegas Üzümcü. “Dengan demikian kita semua bisa berpartisipasi mewujudkan dunia yang bebas dari senjata kimia, “ harapnya.
Indonesia telah berpartisipasi dalam berbagai upaya pencegahan senjata kimia, diantaranya meratifikasi konvensi senjata kimia dilakukan pada 1998 melalui Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 1998, membentuk Otnas KSK melalui Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2017 dan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2017. Di samping itu, Indonesia telah pula memiliki UU Nomor 9 Tahun 2008 terkait Penggunaan Bahan Kimia dan Pelarangan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia.
Otoritas Nasional Indonesia Senjata Kimia diketuai Menteri Perindustrian berdasar Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2017. LIPI sendiri (Deputi IPT) merupakan salah satu anggota Otnas tersebut bersama Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Pertanian, Kepolisian RI, Kementerian Perdagangan, dan sebagainya.
Usai sesi ceramah dan tanya jawab, kuliah diakhiri dengan foto bersama seluruh peserta.
Published in
JITRI (7 July 2017)
“希望省产业技术研究院大力吸引世界工业技术研发组织协会的会员单位及其先进技术成果到江苏,学习借鉴全球先进研发机构的管理理念和经验,不断提升自身发展水平,加快建设成为世界有影响、全国最前列的产业技术研发机构;积极主动融入全球创新网络,在更高起点上推进产业技术创新。”7月6日上午,在省产业技术研究院主办的中国江苏·大院大所合作对接会“世界工业技术研究组织协会(WAITRO)合作论坛”上,省科技厅厅长王秦用英语向来自欧洲、亚洲、非洲、大洋洲六个国家的7家会员单位介绍了江苏的研发和创新情况,并希望省产研院与WAITRO建立更多合作关系。
会上,省产研院党委书记、副院长胡义东,世界工业技术研究组织协会(WAITRO)主席SaovaprukYongvuth共同为省产研院正式加入WAITRO举行了揭牌仪式。
同时,胡义东书记和SaovaprukYongvuth主席代表双方签署了战略合作协议。省产研院与WAITRO将联合开展项目研究、共建合作平台,以促进科技创新能力的提升。
胡义东书记在讲话中表示,省产研院一直主动增进与全球顶尖研究机构的互通交流,致力于拓宽海外合作渠道,努力对接海外一流创新资源,WAITRO与省产研院的宗旨相契合,都是专注于产业技术研发,促进成果转移转化的机构。省产研院成为WAITRO的会员后,希望能通过这个平台,吸引全世界顶尖技术和优秀人才,为江苏产业发展提供支撑。
会上,WAITRO主席、秘书长和泰国国家食品研究院、皇家墨尔本理工大学、印度尼西亚科学院、马来西亚工业标准研究院、南非科学与工业研究委员、泰国科学技术研究院、丹麦技术研究院等7家WAITRO会员单位分别做了主旨演讲。
Published in
LIPI (2 July 2017)
Telah meninggal dunia Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Iskandar Zulkarnain pada hari Minggu (2/7) pukul 16.00 WIB di rumah sakit Metropolitan Medical Center (MMC), Kuningan, Jakarta Selatan pada usia 58 tahun. “Jenazah akan disemayamkan di masjid Baitul Hikmah, kantor pusat LIPI Jl. Gatot Subroto, 10 Jakarta Selatan,” jelas Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko.
Dirinya menjelaskan, menurut rencana almarhum Iskandar Zulkarnain akan dimakamkan di Pasaman, Sumatera Barat pada hari Senin (3/7). Direncanakan juga akan dilakukan upacara pelepasan jenazah oleh sivitas LIPI pada pukul 07.00 WIB.
Almarhum Iskandar Zulkarnain dilantik menjadi Kepala LIPI pada 17 Oktober 2014. Iskandar memperoleh gelar Ph.D-nya dari The Johannes Gutenberg Universitaet, Jerman. Gelar profesor riset di bidang geologi dan geofisika diraihnya pada 21 Agustus 2013. Ia melakukan penelitian panjang pada batuan-batuan vulkanik di Pulau Sumatra.
Iskandar Zulkarnain meninggalkan seorang istri, Eliza Mery, dan tiga orang anak: Bram Agusta Zulkarnain, Sarah Fitria Zulkarnain, dan Brian Zagala Zulkarnain.
Informasi lebih lanjut akan diperbarui melalui website www lipi.go.id saluran media sosial resmi LIPI. (fza)
Published in
LIPI (2 July 2017)
Rasa duka mendalam menyelimuti segenap sivitas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Minggu (2/7). Kepala LIPI, Iskandar Zulkarnain wafat. Sang Kepala LIPI akhirnya dipanggil oleh Allah SWT dalam usia 58 tahun pada pukul 16.00 WIB di rumah sakit Metropolitan Medical Center (MMC), Kuningan, Jakarta Selatan.
Jakarta, 2 Juli 2017. Kabar duka Kepala LIPI meninggal dunia telah beredar luas melalui aplikasi pesan singkat whatsapp dan lainnya mulai sekitar pukul 16.07 WIB. Salah satunya datang dari Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko. Dalam pesan di beberapa grup, Handoko menuliskan, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un... Perkenankan saya menyampaikan berita duka dari MMC, bahwa Bpk. Iskandar Zulkarnain, Kepala LIPI baru saja (2 Juli 2017, lk. Pk 16.00 WIB) meninggal dunia. Kami yang berduka – Keluarga Besar LIPI”.
Dengan pesan tersebut, tentu saja segenap pimpinan dan sivitas LIPI berduka cita mendalam. Salah satu ilmuwan hebat ini akhirnya berpulang ke Sang Khalik. “Kami seluruh sivitas LIPI, bahkan segenap bangsa Indonesia tentu berduka dengan berpulangnya Prof. Iskandar. Semoga beliau dilapangkan jalannya dan diterima segala amal ibadahnya di sisi Allah SWT,” ungkap Wakil Kepala LIPI, Bambang Subiyanto.
Untuk diketahui, almarhum Iskandar Zulkarnain yang lahir di Cirebon pada 14 April 1959 ini meninggalkan seorang istri, Eliza Mery, dan tiga orang anak yakni Bram Agusta Zulkarnain, Sarah Fitria Zulkarnain, dan Brian Zagala Zulkarnain. Sedangkan dalam perjalanan karir, Iskandar sejak 17 Oktober 2014, diangkat menjadi Kepala LIPI. Dia meraih pendidikan Strata 1 pada Fakultas Geologi, Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1985 dan menyelesaikan Ph.D program dengan gelar Doktor reralium naturalium (Dr. Rer.nat) dari the Johannes Gutenberg Universitaet, Jerman.
Bila ditarik ke belakang, Iskandar bergabung menjadi peneliti di LIPI sejak 1985 dan melakukan penelitian tentang geokimia batuan lebih dari 20 tahun. Gelar professor riset di bidang geologi dan geofisika telah diraihnya pada 21 Agustus 2013. Sebelum menjadi Kepala LIPI, Iskandar juga telah menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi pada 2006-2011 dan diamanahkan menjadi Deputi Bidang Ilmu Kebumian LIPI pada 2011-2014.
Sementara ketika menjabat sebagai Kepala LIPI, banyak perubahan yang dilakukan di LIPI, terutama dalam meningkatkan kualitas SDM bidang riset. Hal itu juga dia tegaskan saat diangkat sebagai Kepala LIPI bahwa sebagai Kepala LIPI akan terus mendorong riset yang berguna bagi kemaslahatan masyarakat dan bangsa, baik dalam ranah dalam negeri maupun luar negeri.
Sebagai informasi, jenazah Kepala LIPI sendiri disemayaman di masjid Baitul Hikmah, kantor LIPI Pusat, Jl. Gatot Subroto Kav. 10 Jakarta Selatan pada Minggu (2/7) malam hingga Senin (3/7) pagi. Selanjutnya, jenazah akan dilepas oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dengan diawali sholat jenazah sekitar pukul 06.30 WIB. Kemudian, jenazah akan diterbangkan dan akhirnya dimakamkan di Kenagarian Simpang Tonang, Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Informasi lebih lanjut akan diperbarui melalui website www.lipi.go.id dan juga saluran media sosial resmi LIPI.
Keterangan Lebih Lanjut:
Published in
RRI (2 July 2017)
Rasa duka mendalam menyelimuti segenap sivitas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Minggu (2/7/2017).
Kepala LIPI, Prof Dr. Iskandar Zulkarnain wafat dalam usia 58 tahun pada pukul 16.00 WIB di rumah sakit Metropolitan Medical Center (MMC), Kuningan, Jakarta.
Kabar duka Kepala LIPI meninggal dunia telah beredar luas melalui aplikasi pesan singkat whatsapp dan lainnya mulai sekitar pukul 16.07 WIB. Salah satunya datang dari Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko.
Dalam pesan di beberapa grup, Handoko menuliskan, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un... Perkenankan saya menyampaikan berita duka dari MMC, bahwa Bpk. Iskandar Zulkarnain, Kepala LIPI baru saja (2 Juli 2017, lk. Pk 16.00 WIB) meninggal dunia. Kami yang berduka – Keluarga Besar LIPI”.
Iskandar Zulkarnain yang lahir di Cirebon pada 14 April 1959, meninggalkan seorang istri, Eliza Mery, dan tiga orang anak yakni Bram Agusta Zulkarnain, Sarah Fitria Zulkarnain, dan Brian Zagala Zulkarnain.
Dalam perjalanan karir, Iskandar sejak 17 Oktober 2014, diangkat menjadi Kepala LIPI. Dia meraih pendidikan Strata 1 pada Fakultas Geologi, Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1985 dan menyelesaikan Ph.D program dengan gelar Doktor reralium naturalium (Dr. Rer.nat) dari the Johannes Gutenberg Universitaet, Jerman.
Iskandar bergabung menjadi peneliti di LIPI sejak 1985 dan melakukan penelitian tentang geokimia batuan lebih dari 20 tahun. Gelar professor riset di bidang geologi dan geofisika telah diraihnya pada 21 Agustus 2013.
Sebelum menjadi Kepala LIPI, Iskandar juga telah menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi pada 2006-2011 dan diamanahkan menjadi Deputi Bidang Ilmu Kebumian LIPI pada 2011-2014.
Jenazah Kepala LIPI disemayaman di masjid Baitul Hikmah, kantor LIPI Pusat, Jl. Gatot Subroto Kav. 10 Jakarta Selatan pada Minggu (2/7/2017) malam hingga Senin (3/7/2017) pagi.
Jenazah akan dilepas oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dengan diawali sholat jenazah sekitar pukul 06.30 WIB.
Kemudian, jenazah akan diterbangkan dan dimakamkan di Kenagarian Simpang Tonang, Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. (Rel/AA)
Published in
RMOL (2 July 2017)
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof. Iskandar Zulkarnain meninggal dunia Minggu petang, sekitar pukul 16.00 WIB (2/7).
Peneliti yang wafat dalam usia 58 tahun tersebut menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit Metropolitan Medical Center (MMC), Kuningan, Jakarta Selatan karena menderita kanker ginjal.
Almarhum meninggalkan seorang istri, Eliza Mery, dan tiga orang anak: Bram Agusta Zulkarnain, Sarah Fitria Zulkarnain, dan Brian Zagala Zulkarnain.
Sejumlah tokoh dan pejabat turut serta dalam menshalatkan jenazah di masjid Baitul Hikmah, kantor pusat LIPI Jl. Gatot Subroto, 10 Jakarta Selatan pada Minggu malam. Seperti Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menkominfo Rudiantara dan pakar pendidikan Arief Rahman.
Sebelumnya, seperti dilansir situs LIPI, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko, menjelaskan, menurut rencana almarhum akan dimakamkan di Pasaman, Sumatera Barat pada hari Senin (3/7).
Direncanakan juga akan dilakukan upacara pelepasan jenazah oleh sivitas LIPI pada pukul 07.00 WIB.
Almarhum Iskandar Zulkarnain dilantik menjadi Kepala LIPI pada 17 Oktober 2014. Iskandar memperoleh gelar Ph.D-nya dari The Johannes Gutenberg Universitaet, Jerman. Gelar profesor riset di bidang geologi dan geofisika diraihnya pada 21 Agustus 2013. Ia melakukan penelitian panjang pada batuan-batuan vulkanik di Pulau Sumatra. [zul]
Published in
kumparan (3 June 2017)
Kabar duka datang dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kepala LIPI, Iskandar Zulkarnain wafat pada Minggu (2/7).
Iskandar Zulkarnain meninggal dalam usia 58 tahun pada pukul 16.00 WIB di rumah sakit Metropolitan Medical Center (MMC), Kuningan, Jakarta Selatan.
Dari rilis yang diterima kumparan (kumparan.com), Bambang Subiyanto selaku Wakil Kepala LIPI mengkonfirmasi kabar meninggalnya salalh satu ilmuwan hebat yang dimiliki Indonesia ini.
“Kami seluruh sivitas LIPI, bahkan segenap bangsa Indonesia tentu berduka dengan berpulangnya Prof. Iskandar. Semoga beliau dilapangkan jalannya dan diterima segala amal ibadahnya di sisi Allah SWT,” ungkap Bambang Subiyanto.
Dilansir laman resmi LIPI, menurut Laksana Tri Handoko selaku Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI. Jenazah akan disemayamkan di masjid Baitul Hikmah, kantor pusat LIPI Jl. Gatot Subroto, 10 Jakarta Selatan jelas Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko.
Dirinya menjelaskan, menurut rencana almarhum Iskandar Zulkarnain akan dimakamkan di Pasaman, Sumatera Barat pada hari Senin (3/7). Direncanakan juga akan dilakukan upacara pelepasan jenazah oleh sivitas LIPI pada pukul 07.00 WIB.
Almarhum Iskandar Zulkarnain dilantik menjadi Kepala LIPI pada 17 Oktober 2014. Iskandar meraih pendidikan Strata 1 pada Fakultas Geologi, Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1985 dan memperoleh gelar Ph.D-nya dari The Johannes Gutenberg Universitaet, Jerman. Gelar profesor riset di bidang geologi dan geofisika diraihnya pada 21 Agustus 2013. Ia melakukan penelitian panjang pada batuan-batuan vulkanik di Pulau Sumatra.
Published in
CYS (3 June 2017)
In 2017 the Institute of Advance Studies (Nanyang Technological
University) initiated a meeting to formulate the ASEAN Federation of
Physics Societies in Singapore. Indonesia represented by Dr. L.T.
Handoko from the Ministry of Research, Technology and Higher
Education, and Monika Raharti from Center for Young Scientists
Indonesia as representative of Physical Society of Indonesia (HFI).
Eleven countries joined: Brunei Darussalam, Cambodia, Indonesia, Laos,
Malaysia, Myanmar, Philippines, Singapore, Thailand, and Vietnam. The
following meeting is planned to be in late August 2017 in Sngapore.
Published in
Ristekdikti (23 May 2017)
Kegiatan IPTEKDA (Penerapan dan Pemanfaatan IPTEK di Daerah) Tahun 2017 di BPTM LIPI diresmikan oleh Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI (Dr. Laksana Tri Handoko) dengan jumlah kegiatan 3 buah yaitu (1) Pengolahan Limbah Baja "Mill Scale" Menjadi Pig Iron; (2) Pembuatan Produk Ornamen Alumuminum Berbasis Bahan Baku Lokal; (3) Peningkatan Kualitas Produk Gerabah dengan Teknologi Mineral. Pada kegiatan ini, dilakukan pembinaan dan bimbingan terhadap UMKM - UMKM terkait.
Published in
Times Indonesia (30 May 2017)
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Iskandar Zulkarnain mengatakan Indonesia harus membangun jejaring riset dan inovasi serta belajar dari pengalaman negara lain.
“Dengan jejaring yang kuat, maka kita bisa meningkatkan kolaborasi riset internasional untuk kemajuan Indonesia dan juga global,” ujar Iskandar di Bandung, seperti dikutip dari lipi.go.id.
Menggali pengalaman riset dan inovasi dari negara lain bisa meningkatkan kreativitas dan membuka wawasan. Upaya ini dilakukan agar pengelolaan riset dan inovasi semakin kuat.
Seperti dilakukan bersama sejumlah negara dalam Research Technology Organization Management Programme (RTOMP) Workshop di Bandung beberapa waktu lalu. Melalui workshop ini, Iskandar berharap terjadi pertukaran ide dan pengalaman praktis dalam mengelola lembaga riset teknologi, membangun jejaring, dan menggali potensi riset antar negara.
RTOMP Workshop diikuti negara-negara, yaitu Bangladesh, Tiongkok, India, Yordania, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, Turki, dan Indonesia selaku tuan rumah. Cerita sukses mengelola riset dan inovasi dari negara-negara peserta workshop tersaji.
Contohnya, pengalaman dari China. Hasil riset di negeri ini terbukti mendukung pengembangan usaha kecil menengah (UKM). Pemerintah menyusun kebijakan pengembangan iptek berbasis transfer teknologi untuk UKM. Dampaknya, lebih dari 80 juta UKM di China mampu menggerakkan perekonomian.
Begitu pun contoh dari Korea Selatan. Pengembangan games online di negeri ginseng ini mampu memperkuat industri jasa berbasis pengetahuan yang intensif. Selama 10 tahun, market share games online telah meningkat lebih dari 300 persen.
Menurut Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko, kreativitas dan inovasi akan muncul dengan sendirinya dengan belajar dari pengalaman negara lain.
“LIPI bisa meningkatkannya dengan memperkuat mitra strategis riset dengan negara lain,” ucapnya. (*)
Published in
Antara (28 May 2017)
Pihak PT Pertamina EP mengemukakan penerapan energi listrik alternatif dari pohon kedondong (Spondias Pinnata) hasil temuan Naufal Raziq, siswa MTsN Kota Langsa, Provinsi Aceh, masih perlu kajian komprehensif agar dapat digunakan secara optimal.
Public and Relation Manager PT Pertamina EP Pusat, Muhammad Baron kepada wartawan di Kualasimpang, Kamis menyatakan, temuan energi listrik terapan itu perlu didukung pengembangannya, sehingga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
"Kita sudah melakukannya di Yayasan Merdeka (YAMA) di Desa Tampur Paloh, Kecamatan Simpang Jernih, Kabupaten Aceh Timur sebagai tempat riset dan pengembangan pertama sekali kita buat, sebab wilayah ini desa terpencil," tegas dia.
PT Pertamina (Persero) yang juga merupakan operator migas berkontrak kerjasama dengan Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas senantiasa mendukung ketahanan energi nasional dengan memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungan masyarakat.
Di antaranya penemuan energi listrik alternatif oleh Naufal yang berhasil menyabet penghargaan dalam ajang Teknologi Tepat Guna (TTG) di Provinsi Aceh, disambut baik oleh PT Pertamina EP sebagai bentuk peduli terhadap pengembangan energi listrik alternatif peruntukkan wilayah terpencil di Aceh.
Begitupun, ujar Baron; pengembangan energi listrik alternatif pohon kedondong ini tidaklah semudah memasang listrik elektrik, sebab perlu penelitian lebih lanjut terhadap unsur hara tanah, iklim dan topografi wilayah, mengingat energi ini berasal dari kambium zat asam pohon itu yang dapat berasimililasi dengan iklim yang berbeda untuk dapat berkembang biak.
"Pada awalnya pihak PT Pertamina EP membantu Desa Tampur Paloh melalui program pendidikan di Sekolah Anak Merdeka berupa bangunan sekolah dan perpustakaan," ujar dia.
Melihat kondisi penerangan di desa tersebut hanya mengandalkan genset sebagai sumber listrik, maka PT Pertamina EP melalui program pengembangan masyarakatnya, menerapkan temuan Naufal sebagai energi alternatif dari pohon kedondong untuk menerangi kegiatan belajar di sekolah tersebut, katanya.
Dengan penerapan penerangan di sekolah, masyarakat sekitar pun mempunyai keinginan agar temuan tersebut dapat diterapkan pada rumah tinggal.
Pertamina EP mempunyai semangat untuk melibatkan masyarakat sehingga pada awal April 2017 dilakukan pelatihan di kelompok masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan mengenai cara pembuatan, pemasangan, dan pemeliharaan sehingga masyarakat dapat mandiri nantinya.
Saat ini, Perusahaan telah menyediakan elektroda dan wadah pembelajaran bagi masyarakat melalui "Bengkel Tree Energy". Di sini masyarakat dapat mempelajari penerapan pohon energi dan pemeliharaannya.
"Pada saat pelatihan, kami juga memberikan satu unit genset untuk memasang instalasi elektroda pada pohon energi," katanya.
Bantuan dan penelitian dari banyak pihak seperti Litbang ESDM dan BPPT saat ini sangat membantu agar energi alternatif untuk penerangan dapat stabil dan berguna bagi masyarakat luas tidak hanya di Tampur Paloh.
Energi alternatif ini memang belum bisa menggantikan kebutuhan masyarakat atas listrik untuk kebutuhan sehari-hari, katanya.
Menurut Muhammad Baron, penemuan Naufal ini masih terus diuji coba dan masih perlu pengembangan, karena daya listrik yang dihasilkan sangat bergantung pada kadar asam pohon kedondong, yang juga dipengaruhi oleh kondisi alam, cuaca, dan pohon itu sendiri.
"Kami mengapresiasi temuan Naufal ini dengan membantu mengembangkan dan mengaplikasikan ke masyarakat yang membutuhkan, hasil karya anak bangsa ini harus kita dukung," katanya.
Gambar:
Published in
Antara (24 May 2017)
Balai Penelitian Teknologi Mineral (BPTM) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia merupakan salah satu satuan kerja di bawah Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI menggelar kegiatan "Open House" bertema "Science Briefing to Mineral Technology".
"Kegiatan open house ini bertujuan memasyarakatkan hasil-hasil penelitian bidang teknologi mineral yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas," kata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko di Bandarlampung, Selasa.
Selain itu, lanjut dia, kegiatan tersebut untuk meningkatkan sinergitas antara lembaga penelitian dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Ia menjelaskan bahwa kegiatan tersebut sebagai upaya untuk mengimplementasikan teknologi mineral LIPI lewat program Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Daerah (IPTEKDA).
"Pada tahun ini, kami melaksanakan tiga kegiatan IPTEKDA, yakni perbaikan kualitas industri gerabah dengan penambahan mineral feldspart, pembuatan ornamen alumunium, dan pengolahan limbah industri baja (mill scale)," katanya.
Melalui program IPTEKDA, LIPI ingin memasyarakatkan sekaligus mengimplementasi teknologi hasil penelitian mineral agar memberi nilai tambah bagi masyarakat, khususnya UMKM.
Selanjutnya, pelaksanaan program tersebut merupakan perwujudan sinergitas antara lembaga penelitian dan UMKM serta pemangku kepentingan terkait.
Perwujudan sinergitas saat ini, kata dia, terus dibangun dengan cara para pihak terkait, seperti pemerintah, swasta, dan masyarakat. Mereka bisa duduk bersama untuk saling bersinergitas mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, kegiatan kali ini berupaya mempertemukan pemangku kepentingan yang ada di Lampung, antara lain, Pemkab Lampung Selatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Lampung, seluruh kabupaten di Provinsi Lampung, rektor, dan kalangan universitas di Lampung, serta para pelaku UMKM di Lampung.
Ia berharap kegiatan open house memunculkan berbagai informasi tentang kebutuhan masing-masing pemangku kepentingan di bidang mineral sehingga terbentuk jejaring yang berguna bagi percepatan pembangunan daerah Lampung dan nasional.
Selain itu, diharapkan pula melalui kegiatan tersebut dapat diambil suatu kebijakan strategis dan berjangka panjang terkait dengan kerja sama penelitian dan pemanfaatan hasil-hasil penelitian di bidang teknologi mineral. (ANTARA)
Published in
Raya Pos (19 May 2017)
“World Association of Industrial and Technological Research Organizations” (WAITRO), “Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization” (ISESCO) bersama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Perhimpunan Polimer Indonesia (HPI) melakukan kolaborasi “research technology organization” (RTO) guna mendorong riset internasional.
“Dari kegiatan tersebut, para peneliti dan peserta lainnya bisa berbagi pengalaman, kisah sukses dan bisa saling membangun jejaring penelitian untuk meningkatkan inovasi di masing-masing negara dan berkontribusi bagi dunia,” kata Kepala LIPI Iskandar Zulkarnain dalam keterangan tertulis yang diterima di Banda Aceh, Senin, 15/5/2017.
Kegiatan tersebut, menurut dia, dihelat guna mendorong kolaborasi riset atau penelitian dalam skala internasional menjadi lebih baik. Para peserta workshop sendiri berasal dari delapan negara, antara lain India, Bangladesh, Thailand, Korea Selatan, Cina, Turki, Malaysia, dan Yordania, dengan Indonesia sebagai tuan rumah.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko mengatakan kegiatan workshop yang dilaksanakan 15-17 Meri 2017 di Bandung diselenggarakan dengan tiga konsep utama. Pertama, para peneliti dari berbagai negara peserta akan saling berbagi pengetahuan tentang pengalaman praktis dan terbaik dalam mengelola sebuah lembaga riset dan teknologi.
Kedua, terbangunnya jejaring kelompok penelitian di antara negara-negara peserta. “Dan ketiga, terjalinnya tukar-menukar konsep, ide untuk pengembangan inovasi teknologi guna kesejahteraan masyarakat dunia,” ujar dia.
Untuk diketahui, workshop RTO ini menghadirkan para pakar yang mumpuni dari sejumlah negara sebagai narasumber. Para narasumber tersebut, di antaranya Director of China Institute for Small and Medium Business Research di Zhejiang University of Technology Prof Chi Renyong, Direktur Riset and Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti Prof Dr Ocky Karna Radjasa, Governor of Thailand Institute of Scientific and Technological Research Thailand Dr Luxsamee Plasangmas, Kookmin University Korea Selatan Prof Yong Ho Nam dan Kepala Divisi Quality Assurance PT Pindad Dr Yayat Ruyat.
Selain kegiatan di dalam ruangan selama workshop, para peserta juga akan melakukan kunjungan lapangan ke PT Pindad di Bandung, yang merupakan BUMN produsen peralatan pertahanan dan keamanan Indonesia, yang saat ini tengah mengembangkan berbagai upaya inovasi produk dan kemitraan strategis. Termasuk di antaranya membuka kerjasama dengan peneliti dan lembaga riset di Indonesia yang sejalan dengan rencana dan kebutuhan perusahaan dalam mengembangkan berbagai produk Pindad.
Selain itu, kunjungan juga akan dilakukan ke PT Aneka Fermentasi Industri (AFI) di Padalarang, merupakan salah satu perusahaan “spin off” hasil dari riset peneliti LIPI. Perusahaan ini merupakan sebuah perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang produksi inokulum tempe, yang saat ini memroduksi ragi tempe di Indonesia.
Published in
LIPI (15 May 2017)
World Association of Industrial and Technological Research Organizations (WAITRO), Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization (ISESCO), bersama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Perhimpunan Polimer Indonesia (HPI) menggelar Research Technology Organization (RTO) Management Programme Workshop pada 15-19 Mei 2017 di Hotel Jayakarta Bandung, Jawa Barat. Kegiatan tersebut dihelat guna mendorong kolaborasi riset atau penelitian dalam skala internasional. Para peserta workshop sendiri berasal dari delapan negara, antara lain India, Bangladesh, Thailand, Korea Selatan, Tiongkok, Turki, Malaysia, dan Yordania, dengan Indonesia sebagai tuan rumah.
Bandung, 14 Mei 2017. Kepala LIPI, Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain menyebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan workshop RTO ini agar kolaborasi penelitian di antara negara-negara peserta bisa terjalin lebih baik lagi. “Dari kegiatan tersebut, para peneliti dan peserta lainnya bisa berbagi pengalaman, kisah sukses dan bisa saling membangun jejaring penelitian untuk meningkatkan inovasi di masing-masing negara dan berkontribusi bagi dunia,” ujarnya.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Dr. Laksana Tri Handoko menyambung, kegiatan workshop kali ini diselenggarakan dengan tiga konsep utama. Pertama, para peneliti dari berbagai negara peserta akan saling berbagi pengetahuan tentang pengalaman praktis dan terbaik dalam mengelola sebuah lembaga riset dan teknologi. Kedua, terbangunnya jejaring kelompok penelitian di antara negara-negara peserta. “Dan ketiga, terjalinnya tukar-menukar konsep, ide untuk pengembangan inovasi teknologi guna kesejahteraan masyarakat dunia,” ungkapnya.
Untuk diketahui, workshop RTO ini menghadirkan para pakar yang mumpuni dari sejumlah negara sebagai narasumber. Para narasumber tersebut, di antaranya Prof. Chi Renyong (Director of China Institute for Small and Medium Business Research, Zhejiang University of Technology), Prof. Dr. Ocky Karna Radjasa (Direktur Riset and Pengabdian Masyarakat, Kemenristekdikti), Dr. Luxsamee Plasangmas (Governor of Thailand Institute of Scientific and Technological Research, Thailand), Prof. Yong Ho Nam (Kookmin University, Seoul, Korea Selatan), dan Dr. Yayat Ruyat (Kepala Divisi Quality Assurance, PT. PINDAD).
Selain kegiatan di dalam ruangan selama workshop, para peserta juga akan melakukan kunjungan lapangan ke PT. Pindad di Bandung, yang merupakan BUMN produsen peralatan pertahanan dan keamanan Indonesia, yang saat ini tengah mengembangkan berbagai upaya inovasi produk dan kemitraan strategis. Termasuk di antaranya membuka kerjasama dengan peneliti dan lembaga riset di Indonesia yang sejalan dengan rencana dan kebutuhan perusahaan dalam mengembangkan berbagai produk Pindad.
Selain itu, kunjungan juga akan dilakukan ke PT. Aneka Fermentasi Industri (AFI) di Padalarang. PT. AFI merupakan sebuah perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang produksi inokulum tempe, yang saat ini memroduksi ragi tempe di Indonesia. Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan spin off hasil dari riset peneliti LIPI.
Keterangan Lebih Lanjut:
Sumber: Pusat Penelitian Kimia LIPI
Published in
tirto.id (12 May 2017)
Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) 11/2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) berpotensi menimbulkan keresahan. Penyebabnya batas usia pensiun (BUP) jabatan fungsional kategori madya dikepras. Dari semula 65 tahun menjadi 60 tahun.
Jabatan fungsional yang paling terdampak atas terbitnya PP tersebut adalah peneliti madya. Di dalam regulasi sebelumnya (PP 21/2014 tentang BUP Pejabat Fungsional), jabatan fungsional peneliti madya usia pensiunnya dipatok 65 tahun. Sedangkan di Pasal 239 PP 11/2017 dinyatakan bahwa seluruh PNS fungsional madya usia pensiunnya 60 tahun. Termasuk peneliti.
Deputi Bidang Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko mengatakan, regulasi usia pension di dalam PP 11/2017 cukup mengejutkan. Dia mengatakan saat ini ada 208 orang peneliti madya LIPI yang usianya 59 tahun. Artinya mereka ini berpotensi pensiun segera. Karena sebelumnya mereka pensiunnya 65 tahun, jelasnya di Jakarta, kemarin.
Dari data jumlah pegawai LIPI, peneliti yang masuk kategori peneliti madya berjumlah 373 orang. Bagi mereka yang usianya belum mendekati 60 tahun, masih ada waktu mengejar pangkat peneliti utama Jika berhasil jadi peneliti utama, usia pensiunnya tetap 65 tahun. Masalahnya tidak semudah itu untuk bisa naik menjadi peneliti utama.
Apalagi yang usianya mepet-mepet 60 tahun. Kepala Pusat Inovasi (Pusinov) LIPI Nurul Taufiqu Rochman berharap peraturan baru usia pensiun PNS itu bisa diterapkan dengan mulus. Dia menjelaskan itu bisa naik menjadi peneliti utama, rata-rata dibutuhkan angka kredit kumulatif 150 poin. Padahal rata-rata peneliti LIPI mampu mengejar 50 poin dalam setahun. Itupun butuh upaya ekstra, jelasnya.
Menurutnya penge-prasan usia pensiun bagi PNS fungsional madya ada nilai positifnya. Diantaran-ya adalah mendorong produktifitas PNS ketika usianya masih 50-an tahun. Apalagi selama ini tenaga fungsional juga menerima tunjangan fungsional dari pemerintah. Ahli teknologi nano itu mengatakan, jika tidak ingin masuk dalam middle income trap, Indonesia harus lebih produktif. Termasuk para aparaturnya.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan di dalam PP 11/2017 itu pemerintah ingin menyeragamkan usia pensiun. Termasuk untuk pensiun yang menempati jabatan fungsional, seperti para peneliti. Dia mengatakan seluruh PNS fungsional dengan pangkat madya, usia pensiunnya diseragamkan 60 tahun.
Tidak hanya peneliti. Intinya fungsional madya pensiunnya 60 tahun, jelasnya. Bima menjelaskan PP tersebut baru saja diterbitkan. Sehingga belum ada waktu bagi BKN untuk sosialisasi. Dia mengatakan memasuki bulan Ramadan nanti, BKN akan menggenjot sosialisasi implementasi PP itu. Termasuk regulasi baru tentang pengeprasan usia pensiun. (wan/jpg)
Published in
Harian Nasional (15 May 2017)
World Association of Industrial and Technological Research Organizations (WAITRO), Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization (ISESCO), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Perhimpunan Polimer Indonesia (HPI) melakukan kolaborasi "research technology organization" (RTO) guna mendorong riset internasional.
"Dari kegiatan tersebut, para peneliti dan peserta lainnya bisa berbagi pengalaman, kisah sukses dan bisa saling membangun jejaring penelitian untuk meningkatkan inovasi di masing-masing negara dan berkontribusi bagi dunia," kata Kepala LIPI Iskandar Zulkarnain dalam keterangan tertulis yang diterima di Banda Aceh, Senin (15/5).
Kegiatan tersebut untuk mendorong kolaborasi riset atau penelitian dalam skala internasional menjadi lebih baik. Para peserta workshop berasal dari delapan negara, antara lain India, Bangladesh, Thailand, Korea Selatan, Cina, Turki, Malaysia, dan Yordania, dengan Indonesia sebagai tuan rumah.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko mengatakan, kegiatan workshop yang dilaksanakan 15-17 Meri 2017 di Bandung diselenggarakan dengan tiga konsep utama. Pertama, para peneliti dari berbagai negara peserta akan saling berbagi pengetahuan tentang pengalaman praktis dan terbaik dalam mengelola sebuah lembaga riset dan teknologi.
Kedua, terbangunnya jejaring kelompok penelitian di antara negara-negara peserta. "Dan ketiga, terjalinnya tukar-menukar konsep, ide untuk pengembangan inovasi teknologi guna kesejahteraan masyarakat dunia," ujarnya.
Workshop RTO ini menghadirkan para pakar yang mumpuni dari sejumlah negara sebagai narasumber. Di antaranya Director of China Institute for Small and Medium Business Research di Zhejiang University of Technology Prof Chi Renyong, Direktur Riset and Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti Prof Dr Ocky Karna Radjasa, Governor of Thailand Institute of Scientific and Technological Research Thailand Dr Luxsamee Plasangmas, Kookmin University Korea Selatan Prof Yong Ho Nam, dan Kepala Divisi Quality Assurance PT Pindad Dr Yayat Ruyat.
Selain kegiatan di dalam ruangan selama workshop, para peserta juga akan melakukan kunjungan lapangan ke PT Pindad di Bandung sebagai BUMN produsen peralatan pertahanan dan keamanan Indonesia, yang saat ini tengah mengembangkan berbagai upaya inovasi produk dan kemitraan strategis. Termasuk di antaranya membuka kerjasama dengan peneliti dan lembaga riset di Indonesia yang sejalan dengan rencana dan kebutuhan perusahaan dalam mengembangkan berbagai produk Pindad.
Kunjungan juga akan dilakukan ke PT Aneka Fermentasi Industri (AFI) di Padalarang, sebagai salah satu perusahaan "spin off" hasil dari riset peneliti LIPI. Perusahaan ini merupakan sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang produksi inokulum tempe yang saat ini memroduksi ragi tempe di Indonesia.
Reportase : Antara
Published in
Harian 9 (29 May 2017)
Para pelajar Indonesia yang merupakan finalis Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2016 akan unjuk kemampuan di ajang kompetisi ilmiah internasional Intel International Science and Engineering Fair (Intel ISEF) 2017.
Ajang tersebut digelar pada 14-19 Mei mendatang di Los Angeles, California, Amerika Serikat.
Para pelajar ini bersama Tim LIPI dan para pendamping bertolak dari Jakarta ke Amerika Serikat pada Sabtu (13/5).
“Ajang Intel ISEF merupakan kesempatan yang baik, jangan hanya fokus pada kompetisinya, namun berjuanglah sebaik-baiknya dan gunakan kesempatan ini untuk membangun jaringan yang lebih luas lagi,” ujar Kepala LIPI, Iskandar Zulkarnain di Media Center LIPI Jakarta, Senin (8/5), saat kegiatan Audiensi dan Pelepasan Pemenang LKIR 2016 ke Ajang Intel ISEF Amerika Serikat.
Adapun para pelajar yang berangkat ke ajang Intel ISEF ini, antara lain Chyntia S.Y.H dan Zahratul Jannah asal SMAN 80 Jakarta, Juara II LKIR kategori life sciences dengan penelitian Hubungan Daya Rekat Lamella Cicak Rumah (Cosymbotus platyurus) Terhadap Tingkat Kekasaran Media Pijak Melalui Pengamatan Perilaku; dan Azizah Dewi Suryaningsih asal SMAN 1 Yogyakarta, Juara I LKIR kategori earth and marine sciences dengan penelitian Hutan Bambu: Sistem Penahan Laju Awan Panas Gunung Merapi.
Selain itu, pelajar lainnya adalah Shofi Latifah Nuha Anfaresi dan Intan Utami Putri asal SMA 1 Sungailiat Provinsi Bangka Belitung, Juara III LKIR kategori earth and marine sciences dengan penelitian Pemanfaatan Pasir Laut Bangka sebagai Adsorben Ion Logam Berat Pb pada Tailing Timah Kapal Isal Produksi.
Kemudian, Latifah Mar'atun Sholikhah asal SMA Teras Boyolali Jawa Tengah, Juara I LKIR kategori social sciences dengan penelitian Anak-Anak Terbuang (Studi tentang Sikap Masyarakat terhadap Penderita ADHA di Surakarta).
Ada pula Miranti Ayu Kamaratih dan Octiafani Isna Ariani asal SMA Al Hikmah Surabaya, Juara I LKIR kategori engineering sciences dengan penelitian Konversi Energi Surya Menjadi Energi Listrik melalui Prototype Dye Sensitized Solar Cells (DSSC) Menggunakan Ekstrak Pewarna Alami dari Kulit Buah Naga Merah.
LIPI juga akan membawa Aiman Hilmi dan Muhammad Farhan asal SMAN 1 Yogyakarta sebagai student observer di ajang tersebut.
Ketua Scientific Review Committee Indonesia yang juga merupakan peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi, Subyakto menuturkan, para finalis yang ikut kompetisi internasional ini telah dibina terlebih dahulu oleh LIPI dan kesemua karyanya mengikuti standar internasional. “Kemampuan para pelajar ini bisa dikatakan luar biasa, proses yang mereka lalui tidak mudah,” tutur Subyakto.
Para pelajar Indonesia ini akan berkompetisi bersama 1.800 pelajar dari 75 negara dalam ajang yang memperebutkan total hadiah lebih dari 4 juta dolar Amerika Serikat. Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI yang juga merupakan alumni LKIR, Laksana Tri Handoko mengungkapkan ada tren positif peningkatan minat siswa dalam hal sains.
“Perkembangannya sangat signifikan, jumlah proposal naik dari tahun ke tahun, dan lebih penting lagi proposal mereka semakin advance,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Biro Kerja Sama, Hukum dan Humas LIPI, Nur Tri Aries Suestiningtyas menambahkan, tahun ini keikutsertaan finalis LKIR di Intel ISEF pun meningkat. “Dari lima karya riset yang ikut serta, tiga di antaranya dibiayai oleh Intel grant, sementara dua lainnya dibiayai sponsor,” tuturnya.
Nur juga menyampaikan bahwa pemenang LKIR ini diharapkan di masa mendatang bisa menambah jumlah peneliti Indonesia yang memberi dampak positif bagi kemajuan bangsa.
“Kami berharap ajang ini dapat meningkatkan kecintaan generasi muda terhadap dunia penelitian,” pungkasnya. (lipi/03)
Published in
Jawa Pos (15 May 2017)
Sejumlah jabatan fungsional kategori madya di beberapa lembaga bakal berkurang menyusul direvisinya batas usia pensiun (BUP) dari semula 65 tahun menjadi 60 tahun. Salah satu jabatan fungsional yang paling terdampak atas terbitnya PP 11/2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) akhir Maret lalu itu adalah peneliti madya.
Di dalam regulasi sebelumnya (PP 21/2014 tentang BUP Pejabat Fungsional), usia pensiun jabatan fungsional peneliti madya adalah 65 tahun. Sementara itu, dalam pasal 239 PP 11/2017 dinyatakan bahwa usia pensiun seluruh PNS fungsional madya adalah 60 tahun, termasuk peneliti.
Deputi Bidang Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko menyatakan, regulasi usia pensiun dalam PP 11/2017 itu cukup mengejutkan. Dia mengungkapkan, saat ini ada 208 peneliti madya LIPI yang berusia 59 tahun. ’’Artinya, mereka ini berpotensi segera pensiun,’’ ujarnya di Jakarta kemarin.
Berdasar data pegawai LIPI, peneliti yang masuk kategori peneliti madya mencapai 373 orang. Bagi mereka yang usianya belum mendekati 60 tahun, masih ada waktu untuk mengejar pangkat peneliti utama. Jika berhasil menjadi peneliti utama, usia pensiunnya tetap 65 tahun. Masalahnya, tidak semudah itu bisa naik pangkat menjadi peneliti utama. Apalagi yang usianya mepet 60 tahun.
Kepala Pusat Inovasi (Pusinov) LIPI Nurul Taufiqu Rochman menjelaskan, agar peneliti bisa naik menjadi peneliti utama, dibutuhkan angka kredit kumulatif rata-rata 150 poin. Biasanya, rata-rata peneliti LIPI mampu mengejar 50 poin dalam setahun. ’’Itu pun butuh upaya ekstra,’’ ungkapnya.
Menurut dia, ada nilai positif pengeprasan usia pensiun bagi PNS fungsional madya tersebut. Di antaranya, mendorong produktivitas PNS ketika masih berusia 50-an tahun. Apalagi selama ini tenaga fungsional juga menerima tunjangan fungsional dari pemerintah. Ahli teknologi nano itu menuturkan, jika tidak ingin masuk dalam middle income trap, Indonesia harus lebih produktif. Termasuk para aparaturnya.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menyatakan, lewat PP 11/2017, pemerintah ingin menyeragamkan usia pensiun. Termasuk usia pensiun yang menempati jabatan fungsional seperti para peneliti. Dia menuturkan, usia pensiun seluruh PNS fungsional dengan pangkat madya diseragamkan 60 tahun. (IFR/Jawa Pos)
Published in
Media Indonesia (6 May 2017)
MENJADI pondok Pesantren (ponpes) yang mandiri energi sudah lama diimpikan Ponpes Baiturrahman. Kini sudah lebih dari 3 tahun impian perlahan diwujudkan lembaga pendidikan yang terletak di kawasan perbukitan Cikoneng, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Listrik 5.000 watt telah mereka hasilkan dengan mesin biodigester. Sumber energinya ialah limbah ternak sapi dan kambing. Dalam sehari, dari peternakan ponpes yang memiliki 26 sapi dan 17 kambing terkumpul 475 kg kotoran.
Tak hanya itu, limbah santri yang berjumlah sekitar 500 orang juga ikut disalurkan ke digester. "Satu digester kurang lebih mengolah 9 kubik (limbah)," jelas Ketua Ponpes Baiturrahman KH Yamin Kamaludin, saat ditemui Media Indonesia di ruang kerjanya, Kamis (4/5). Total ada enam digester dengan harga masing-masing Rp25 juta di ponpes itu.
Selain mampu menghasilkan listrik, enam biodigester ini pun menghasilkan gas sebagai bahan bakar memasak. Dalam pengoperasian mesin tersebut, pihaknya melibatkan santri yang ada.
Mereka diatur bergiliran untuk menjalankan digester. Pelibatan siswa dalam operasional pembangkit listrik ini dikatakan Yamin untuk menciptakan rasa disiplin, tanggung jawab, sekaligus sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan santrinya. "Sangat gampang kok pengoperasiannya. Apalagi jarak kandang (ternak) dengan mesin ini sangat dekat. Kami juga menyiapkan instalasinya sehingga sangat mudah, (limbah) tinggal didorong pakai air saja," terangnya.
Di sisi lain. Yamin mengakui daya listrik yang dihasilkan belum mencukupi seluruh kebutuhannya yang mencapai 50 ribu watt. Terwujudnya pembangkit listrik ini dijelaskan Yamin merupakan kerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Satu mesin tersebut seharga Rp25 juta. "Ini berkat kerja sama dengan LIPI. Kebetulan LIPI sedang mengembangkan energi ini," katanya.
Published in
LIPI (29 May 2017)
Indonesia perlu menggali pengalaman riset dan inovasi dari negara lain agar pengelolaan riset dan inovasi negara ini semakin kuat. Dengan berkaca dari negara lain, maka dapat meningkatkan kreativitas dan membuka wawasan lebih luas lagi.
Kemudian agar lebih baik lagi, Indonesia juga harus mampu membangun jejaring riset yang mampu meningkatkan kualitas riset dan inovasi di tanah air. “Dengan jejaring yang kuat, maka kita bisa meningkatkan kolaborasi riset internasional untuk kemajuan Indonesia dan juga global,” kata Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Iskandar Zulkarnain dalam Research Technology Organization Management Programme (RTOMP) Workshop di Bandung, Jawa Barat belum lama ini.
Melalui kegiatan RTOMP Workshop, Iskandar berharap mampu mendorong pertukaran ide dan pengalaman praktis dalam mengelola lembaga riset dan teknologi, membangun jejaring dan menggali potensi riset antar Negara. Lalu untuk hasil pertukaran ide dan pengalaman ini bisa menjadi acuan bagi riset di Indonesia.
Untuk diketahui, workshop tersebut diikuti sembilan negara, yaitu Bangladesh, Tiongkok, India, Yordania, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, Turki, serta Indonesia sebagai tuan rumah. Kegiatan ini terselenggara berkat kerjasama antara World Association of Industrial and Technological Research Organizations (WAITRO), Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization (ISESCO), LIPI, dan Perhimpunan Polimer Indonesia (HPI).
Beberapa contoh pengalaman sukses negara lain dalam pengembangan riset dan inovasi pun mengemuka dalam workshop itu. Misalnya berdasarkan pengalaman dari Tiongkok yang dikemukakan Chi Renyong, Director of China Institute for Small & Medium Business, Zhejiang University of Technology.
Dikatakannya, hasil riset di negara tirai bambu ini telah terbukti mendukung pengembangan usaha kecil menengah (UKM). Pemerintah Tiongkok menyusun kebijakan pengembangan iptek berbasis transfer teknologi untuk UKM. Sehingga, lebih dari 80 juta UKM di negara itu mampu menggerakkan perekonomian sehingga Tiongkok tumbuh menjadi negara perekonomian terbesar di dunia.
Pengalaman menarik lainnya datang dari Youngho Nam, Kookmin University, Korea Selatan. Dia menuturkan, salah satu inovasi riset dan teknologi yang telah berjasa membangun perekonomian Korea Selatan saat ini adalah penemuan games online yang memperkuat industri jasa berbasis pengetahuan yang intensif.
Selama kurun waktu sepuluh tahun sejak 2005 hingga 2015, market share games online telah meningkat lebih dari 300 persen. Hal ini dikarenakan tren yang berlaku di Korea Selatan sekarang adalah bukan lagi penekanan pada industri manufaktur, melainkan industri jasa.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko menuturkan, penting bagi Indonesia untuk belajar dari pengalaman negara lain tersebut. “Kreativitas dan inovasi akan muncul dengan sendirinya jika kita bisa belajar dari pengalaman negara lain. LIPI bisa meningkatkannya dengan memperkuat mitra strategis riset dengan negara lain,” tutupnya. (dri/ed: pwd)
Published in
LIPI (24 May 2017)
Upaya untuk mendekatkan hasil-hasil riset teknologi mineral terus digencarkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Balai Penelitian Teknologi Mineral (BPTM) yang terletak di Tanjung Bintang, Lampung Selatan, Lampung. Upaya ini salah satunya menyasar usaha mikro kecil menengah (UMKM) di wilayah tersebut lewat program iptek untuk daerah (IPTEKDA).
UMKM merupakan bagian penting penggerak perekonomian masyarakat yang mesti dibantu melalui teknologi agar produknya berdaya saing. “Oleh karena itu, kami berusaha fokus membantu UMKM dari sisi teknologi, misalnya di Lampung ini. Bahkan, didorong terus agar menjadi skala bisnis yang lebih besar,” ungkap Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko di kegiatan Open House BPTM LIPI pada Selasa (23/5).
Dengan sentuhan teknologi, maka akan mengangkat setiap potensi daerah yang ada. Sebagai contoh adalah hasil riset mineral yang diterapkan pada UMKM pengolahan produk mineral/logam, pengolahan produk gerabah, dan juga produk pengolahan limbah baja yang sedang dikerjakan di BPTM saat ini.
Driszal Fryantoni, Kepala BPTM LIPI menyambung, penerapan hasil riset mineral pada setiap UMKM adalah perbaikan kualitas pada produknya. “Tahun ini, kami dipercaya melaksanakan tiga kegiatan IPTEKDA, yakni perbaikan kualitas industri gerabah dengan penambahan mineral feldspart (agar produk menjadi lebih kuat), pembuatan ornamen alumunium, dan pengolahan limbah industri baja,” ungkapnya.
Melalui program IPTEKDA, lanjut Driszal, LIPI ingin memberi nilai tambah bagi produk UMKM. Kemudian, pelaksanaan program tersebut merupakan perwujudan sinergitas antara lembaga penelitian dengan UMKM serta stakeholders terkait.
Dukungan
Dari program IPTEKDA LIPI ini, Pemerintah Provinsi Lampung memberikan dukungannya dan berkomitmen mengembangkan hasil riset yang dilakukan BPTM. “Komitmen kami adalah turut mengembangkan hasil produksi. Kami siap memfasilitasi dalam hal pembiayaan, melalui Dinas Koperasi dan UMKM Lampung,” ujar Kepala Bidang Pengembangan Iptek Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Lampung, Achmad Zoelkarnaen.
Dikatakannya, pengembangan teknologi pengolahan mineral sebaiknya berkolaborasi pula dengan pengembangan pariwisata Lampung. Sebab, Gubernur Lampung saat ini tengah gencar mempromosikan pariwisata. “Misalnya saja, hasil-hasil pengolahan mineral bisa menjadi suvenir atau semacamnya,” sambung Achmad.
Di sisi lain, kalangan UMKM sendiri mendorong agar LIPI lebih intensif lagi membawa teknologinya ke mereka sebab memberikan perubahan signifikan pada produk yang dihasilkan. “Untuk ornamen kerajinan mineral yang kami buat, produknya semakin kuat karena ada tambahan teknologi dalam bahan dan cara pembuatannya,” tutur Zarkoni, pemilik CV Rajawali Ornamen, UMKM binaan LIPI.
Zarkoni menyebutkan, produk-produk yang dihasilkan oleh usahanya adalah produk ornamen untuk pagar rumah, tralis pagar, kerajinan mineral untuk suvenir, serta produk lain sejenisnya. Penggunaan teknologi pengolahan mineral LIPI mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya.
Tak ubahnya seperti Zarkoni, Dede Ismora, pengerajin gerabah di Tanjung Bintang yang juga merupakan UMKM binaan LIPI berterima kasih atas dukungan dan bantuan dari LIPI. “Berkat LIPI, mutu gerabah menjadi meningkat dari segi kekuatannya,” selorohnya. Dari sini, gerabah buatan usaha Dede sekarang lebih diminati masyarakat. (pwd/ed: isr)
Published in
LIPI (22 May 2017)
Balai Penelitian Teknologi Mineral (BPTM) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang merupakan salah satu satuan kerja di bawah Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, menggelar kegiatan Open House bertema “Science Briefing to Mineral Technology”. Kegiatan open house ini bertujuan untuk memasyarakatkan hasil-hasil penelitian bidang teknologi mineral yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas. Selain itu, kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan sinergitas antara lembaga penelitian dengan usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Jakarta, 23 Mei 2017. Kepala BPTM LIPI, Driszal Fryantoni menjelaskan, kegiatan open house ini merupakan upaya untuk mengimplementasikan teknologi mineral LIPI lewat program Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Daerah (IPTEKDA). “Pada tahun ini, kami dipercaya untuk melaksanakan 3 kegiatan IPTEKDA, yakni perbaikan kualitas industri gerabah dengan penambahan mineral feldspart, pembuatan ornamen alumunium, dan pengolahan limbah industri baja (mill scale),” ungkapnya.
Melalui program IPTEKDA, lanjut Driszal, LIPI ingin memasyarakatkan sekaligus mengimplementasi teknologi hasil penelitian mineral agar memberi nilai tambah bagi masyarakat, khususnya UMKM. Kemudian, pelaksanaan program tersebut merupakan perwujudan sinergitas antara lembaga penelitian dengan UMKM serta stakeholders terkait.
Dia menuturkan, perwujudan sinergitas saat ini terus dibangun dengan cara para pihak terkait seperti pemerintah, swasta, dan masyarakat bisa duduk bersama untuk saling bersinergi mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan kali ini berupaya mempertemukan stakeholders yang ada di Lampung ini, antara lain Bupati Lampung Selatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Lampung, seluruh Kabupaten di Provinsi Lampung, Rektor dan kalangan universitas di Lampung, serta para pelaku UMKM di Lampung.
Kegiatan open house ini diharapkan memunculkan berbagai informasi tentang kebutuhan masing-masing stakeholder di bidang mineral, sehingga terbentuk jejaring yang berguna bagi percepatan pembangunan daerah Lampung dan nasional. Selain itu, diharapkan pula melalui kegiatan tersebut dapat diambil suatu kebijakan strategis dan berjangka panjang terkait kerjasama penelitian dan pemanfaatan hasil-hasil penelitian di bidang teknologi mineral.
Keterangan Lebih Lanjut:
Published in
LIPI (17 May 2017)
Biro Kerja Sama Hukum dan Hubungan Masyarakat (BKHH) bekerjasama dengan Pusbindiklat Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyelenggarakan konsultasi publik terkait Rancangan Peraturan Perundang-undangan (RPP) Jabatan Fungsional Peneliti meliputi : 1. Rancangan Peraturan Menpan RB tentang Jabatan Fungsional Peneliti; 2. Rancangan Peraturan Kepala LIPI tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Peneliti; 3. Rancangan Peraturan Kepala LIPI tentang Penyesuaian/Inpassing kedalam Jabatan Fungsional Peneliti. Maksud dan tujuan kegiatan ini untuk mendapat masukan dan usulan terkait RPP serta isu-isu terbaru Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. LIPI berharap dengan adanya input dari peserta RPP terbaru dapat mengakomodir perubahan peraturan yang ada.
Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari 42 Kementerian/LPNK dan dibuka oleh Wakil Kepala LIPI, Prof. Dr. Bambang Subiyanto, M.Sc. Beberapa narasumber yaitu Dr. L.T. Handoko (Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI ), Prof. Dr. Dwi Enny Djoko Setiono, M.Sc. (Kapusbindiklat Peneliti) dan Ratih Retno Wulandari, M.Si (Kabid Program, Kerjasama dan Evaluasi, Pusbindiklat Peneliti LIPI) memaparkan laporan terkini terkait RPP Jabatan Fungsional Peneliti dengan dimoderatori oleh Srining Widati, M.H. , (Kabid Hukum, BKHH).
(CA)
Published in
LIPI (16 May 2017)
7 April 2017 yang lalu, Presiden Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. PP 11/2017 ini berdampak kepada jenjang kepangkatan dan jabatan dari Pegawai Negeri Sipil di Indonesia, termasuk di dalamnya Jabatan Fungsional Peneliti. Karena LIPI sebagai instansi pembina jabatan fungsional peneliti, LIPI memiliki kewajiban untuk menyiapkan rancangan Peraturan Menteri PAN RB tentang Jabatan Fungsional Peneliti, Rancangan Peraturan Kepala LIPI tentang petunjuk teknis jabatan Fungsional Peneliti, dan Rancangan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Fungsional Peneliti melalui Penyesuaian/inpassing.
Merespon hal tersebut, Hari ini, Selasa, 16 Mei 2017, LIPI menyelenggarakan Konsultasi Publik tentang Rancangan Peraturan Perundang Undangan tentang Jabatan Fungsional Peneliti. Mengambil tempat di Auditorium Kampus LIPI Jakarta, hadir sebagai narasumber LT. Handoko – Deputi IPT LIPI, Joko Setiyono – Kepala Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Peneliti (Pusbindiklat) LIPI dan Ratih Retno Wulandari juga dari Pusbindiklat LIPI. Konsultasi Publik ini dibuka oleh Wakil Kepala LIPI, Bambang Subiyanto dengan dihadiri peserta undangan perwakilan peneliti dari Puslitbang Kementerian dan Lembaga yang jumlahnya tidak kurang dari 120 peserta.
Dalam pembukaannya, Bambang Subiyanto menyampaikan pentingnya konsultasi publik ini dalam rangka mengikuti SOP untuk mendapatkan masukan dan pendapat sebelum Rancangan Peraturan disetujui, ditetapkan, dan diundangkan. “dengan dilaksanakannya konsultasi publik ini diharapkan menghasilkan peraturan yang tidak tumpang tindih dan harmonis”, ucap Bambang. Selain itu Bambang juga menyoroti keberadaan Peneliti sebagai faktor pendorong utama bagi perkembangan ekonomi suatu negara, peningkatan daya saing dan kemandirian bangsa, serta peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan suatu bangsa.
Narasumber Handoko menyampaikan lima latar belakang regulasi terkait jabatan fungsional peneliti, satu, mengikuti UU ASN, dua, evaluasi sistem maintenance di setiap jenjang, tiga, tidak adanya rangkap jabatan, empat, pemakaian sistem kombinasi terkait Hasil Kerja Minimal dan Angka Kredit, lima, Penguatan Kelompok, dan terakhir, perubahan Unsur kegiatan dan angka kredit-nya.
Selain itu, Handoko juga menyorot poin penting dari revisi Jabatan Fungsional Peneliti tersebut, yakni Penetapan formasi di setiap jenjang yang berbasis lowongan jabatan, standar kompetensi peneliti, dan penyesuaian unsur kegiatan dan angka kredit.
Narasumber berikutnya, Joko Setiyono dan Ratih Retno masing-masing menyampaikan draft perka LIPI impassing dalam jabatan fungsional peneliti dan perhitungan formasinya. Dalam mengikuti impassing terdapat lima syarat yang perlu dipenuhi, yaitu bekerja di unit kerja penelitian dan pengembangan, belum pernah diberhentikan dari jabatan fungsional peneliti, tersedia formasi, lulus uji kompetensi dan memiliki pendidikan S1, S2 atau S3. Dalam perhitungan formasi Jabatan Fungsional Peneliti hal yang dibutuhkan sangat sederhana yakni Dokumen penetapan kinerja unit kerja dan data kelompok kegiatan penelitian beserta jumlah dan jenjang peneliti existing.
Isu lain yang menjadi sorotan peserta konsultasi publik ini adalah terkait dengan batas usia pensiun berdasarkan PP 11 tahun 2017, untuk jenjang peneliti madya yang dibatasi 60 tahun yang sebelumnya adalah 65 tahun. Bagi sebagian peserta menganggap hal ini kurang adil, apalagi dalam Peraturan Pemerintah tersebut tidak terdapat peraturan peralihan yang mengatur bagi peneliti madya yang berumur kurang dari 60 tahun meski kurang dari satu hari untuk harus pensiun.
(adh)
Published in
BeritaSatu (8 May 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengirim sejumlah peneliti muda untuk mengikuti ajang bergengsi kompetisi ilmiah internasional Intel International Science and Engineering Fair (Intel ISEF) 2017 di Los Angeles, California, Amerika Serikat 14-19 Mei 2017.
Delapan remaja yang akan menjadi wakil Indonesia ini merupakan para pemenang kompetisi Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) tahun 2016. Mereka akan berkompetisi dengan sekitar 1800 pelajar dari 75 negara di dunia dalam ajang tahunan tersebut. Total hadiah yang diperebutkan mencapai US$ 4 juta.
Kepala LIPI Iskandar Zulkarnain mengatakan, pengiriman para peneliti remaja pemenang LKIR ini merupakan wujud nyata pembinaan yang serius dari LIPI bagi generasi muda Indonesia.
"Tujuannya agar para remaja bisa lebih mencintai kegiatan meneliti sebagai salah satu upaya peningkatan daya saing negeri ini di tataran global," katanya di Jakarta, Senin (8/5).
Iskandar menambahkan ajang Intel ISEF merupakan kesempatan emas bagi pemenang LKIR untuk menguji kemampuan dalam ajang ilmiah internasional. Hal ini menjadi kesempatan berharga untuk mengembangkan jaringan yang akan berguna di masa depan.
Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI LT Handoko menggungkapkan, dari tahun ke tahun minat remaja untuk mengikuti LKIR terus meningkat. Para pemenang LKIR dipilih dari sisi kebaruan dan riset yang inovatif.
"Para pemenang juga didampingi mentor dari LIPI sesuai topik penelitian terkait. Riset yang dilakukan juga mengikuti kaidah standar riset," ucap alumni LKIR tahun 1986 ini.
Saat ini LKIR sudah berusia 49 tahun. Peminat LKIR dari kalangan remaja setingkat sekolah menengah atas pun terus meningkat. Bidang ilmu pengetahuan alam menjadi bidang riset yang paling banyak diajukan.
"Ilmu pengetahuan alam paling dekat dengan kehidupan kita. Mereka melihat problem yang ada di sekitarnya," ujar Handoko.
Kepala Biro Kerja Sama, Hukum dan Humas LIPI Nur Tri Aries mengungkapkan tahun ini merupakan tahun kelima Indonesia mengikuti Intel ISEF. Torehan prestasi sudah pernah diraih yakni di tahun 2012 meraih juara ketiga grand award dan tahun 2015 juara ke empat grand award.
"Untuk spesial award memang tidak mudah diperebutkan. Namun yang terpenting para remaja ini berjuang terus dan bisa mewakili Indonesia dengan baik," papar Nur.
Dalam kompetisi internasional itu, Indonesia berhasil meraih award di kategori lingkungan. Sedangkan di kategori food biasanya diraih Thailand dan Vietnam.
Para pelajar yang mewakili Indonesia dalam ajang Intel ISEF tersebut antara lain, Chyntia SY Hasan dan Zahratul Jannah dari SMAN 80 Jakarta, juara dua LKIR kategori life sciences. Penelitian yang diangkat yakni hubungan daya rekat lamella cicak rumah (Cosymbotus platyurus) terhadap tingkat kekasaran media pijak melalui pengamatan perilaku.
Sementara itu pelajar lainnya Azizah Dewi Suryaningsih dari SMAN I Yogyakarta juara satu LKIR kategori earth and marine science. Shofi Latifah dan Intan Utami Putri dari SMA I Sungailiat Bangka Belitung, juara III LKIR kategori earth dan maritime science.
Adapula Latifah Maratun dari SMA Teras Boyolali Jawa Tengah, juara satu LKIR bidang social science. Miranti Ayu dan Octiafani Isna Ariani dari SMA Al Hikmah Surabaya juara satu LKIR kategori engineering science.
Selain delapan peneliti remaja ini, turut serta pula Hilmi dan Muhammad Farhan dari SMAN I Yogyakarta sebagai student observer di ajang tersebut.
Published in
KJSA (23 March 2017)
PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) pada hari ini menggelar pelatihan sains bagi para guru sains di Medan sekaligus mensosialiasikan berlangsungya kompetisi sains Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) 2017 dengan tema “Memecahkan Masalah secara Kreatif dengan Karya Science” di Hotel Grand Swiss Bell Medan. KJSA merupakan kompetisi sains anak nasional yang memberikan penghargaan kepada karya sains terbaik di Indonesia untuk siswa-siswi tingkat sekolah dasar dan menengah. Pelatihan sains ini dihadiri oleh sekitar lebih kurang 100 guru sekolah dasar dan menengah di Medan dengan menghadirkan pembicara Ir. A. Muzi Marpaung, M.P, praktisi sains dan penulis buku sains sekaligus juga pendiri Klub Sains.
“Kalbe Junior Scientist Award merupakan bagian dari komitmen Kalbe untuk berkontribusi bagi perkembangan sains di Indonesia, khususnya pada anak-anak, dengan demikian di masa depan tunas-tunas bangsa ini semakin mencintai sains bahkan menjadi peneliti-peneliti unggul yang memajukan dunia sains dan teknologi di Indonesia” ujar Herda Pradsmadji, Kepala Komunikasi Perusahaan & CSR PT Kalbe Farma Tbk. “Selain itu, Kalbe juga terus mendorong para pendidik dan para guru untuk mengembangkan dan merangsang kreatifitas anak-anak dalam menemukan solusi permasalah sehari-hari melalui sains, salah satu contohnya melalui pelatihan sains ini” lanjut Herda.
Program KJSA yang telah berlangsung sejak 2011 atau memasuki tahun ke-7 ini bertujuan untuk mengenalkan sains kepada anak-anak sejak dini sekaligus menumbuhkan kreatifitas anak-anak dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi sehari-hari dengan pendekatan sains dan ilmu pengetahuan. Pelatihan sains ini merupakan satu dari rangkaian pelatihan yang juga dilakukan di 3 kota, yakni Medan, Palembang dan Balikpapan.
"Kami senang animo peserta meningkat setiap tahunnya. Sejak program KJSA dimulai pada tahun 2011, jumlah karya yang masuk menunjukkan peningkatan terus menerus. Tahun 2016 program ini diikuti oleh 917 karya dari 358 sekolah di 22 propinsi di seluruh Indonesia. Bandingkan dengan tahun 2015 sebanyak 811 karya, dan tahun 2014 sebanyak 714 karya," kata dr. Iwan S. Handoko selaku Ketua Panitia Kalbe Junior Scientist Award 2017.
Dr. Iwan juga menambahkan, melihat banyaknya peminat dari program KJSA ini, maka kriteria peserta kami perluas menjadi siswa/i kelas 4 SD sampai tingkat sekolah menengah pertama dengan rentang usia 9 – 14 tahun untuk dapat menunjukkan innovasi mereka dalam menghasilkan karya sains. Peserta merupakan kelompok yang terdiri dari maksimal 2 (dua) orang, dan boleh mengirimkan lebih dari satu karya sains dengan tema yang berbeda.
Adapun Dewan Juri KJSA 2017 adalah Dr. L.T. Handoko (Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI), Prof. Ir. Nizam, M.Sc., D.I.C., Ph.D (Kepala Pusat Penilaian Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI), Dr. Nurul Taufiqu Rohman, B.Eng, M.Eng (Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI), Dr. Tjut Rifameutia Umar Ali, M.A. (Pakar Psikologi Pendidikan dan Sekolah, Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia), Novriana Sumarti, S.Si., M.Si., Ph.D. (Matematikawan, Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam, ITB).
Kriteria Penilaian yang digunakan dalam penilaian KJSA 2017 yaitu isi keaslian ide, latar belakang permasalahan, solusi yang diberikan, inovasi dan manfaat dari hasil karya bagi lingkungan sekitar dan masyarakat. Dari penilaian dewan juri tersebut akan dipilih 18 finalis berdasarkan nilai tertinggi, kemudian seluruh finalis beserta pembimbing akan diundang ke Jakarta pada 4 – 8 September 2017 untuk mengunjungi pabrik Kalbe dan mempresentasikan hasil karyanya di depan dewan juri. Selanjutnya dari penilaian presentasi tersebut akan dipilih 9 pemenang karya terbaik.
Sosialisasi dan pendaftaran peserta program KJSA dimulai 21 Februari 2017 sampai dengan 31 Juli 2017 dimana setiap peserta wajib mengirimkan berkas antara lain formulir pendaftaran, profile peserta, ringkasan hasil karya ide karya sains dengan penjelasan mengapa memilih ide itu, apa yang hendak dibahas, dan pengembangan ide/solusi yang hendak dipaparkan dan lain sebagainya yang semuanya dapat diunduh di www.kalbe-kjsa.com
Published in
Kompas (9 May 2017)
Ketika teman-teman sebaya mereka gandrung bertualang di mal, para remaja itu mencurahkan waktu di jalan sunyi. Mereka meneliti hal-hal sederhana dalam kehidupan sekitar. Hasilnya mengantar mereka menjadi ”duta” bangsa di forum global.
Chyntia Silvi Hasan (16) dan Zaeratul Janah (17) tak pernah menyangka keisengan memelototi perilaku cecak membuahkan kebanggaan luar biasa. Berkat penelitian seputar reptil kecil tersebut, kedua siswi SMA Negeri 80 Jakarta itu mendapatkan tiket ke Los Angeles, Amerika Serikat. Di negeri tersebut, pada 14-19 Mei, keduanya akan memaparkan perilaku cecak dan efeknya bagi manusia pada Intel International Science and Engineering Fair 2017.
”Gak nyangka penelitian tentang cecak membawa kami ke forum internasional,” kata Chyntia dengan wajah semringah, Senin (8/5), di Jakarta.
Kedua remaja ini menjadi bagian dari delapan pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) 2016 yang diadakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Lomba ini sudah menapak tahun ke-48. Kali ini diikuti 2.500 siswa SMA, terbagi dalam empat kategori, yakni bidang hayati, keteknikan, kebumian, dan sosial-kemanusiaan. Para pemenangnya adalah perempuan. Semuanya diundang ke Amerika Serikat.
Chyntia dan Zaeratul memenangi kategori bidang hayati. Adapun bidang keteknikan dimenangi oleh Miranti Ayu Kamaratih bersama Octafiani Isna Ariani (SMA Al Hikmah Surabaya, Jawa Timur).
Bidang kebumian dimenangi dua peserta, yakni Azizah Dewi Suryaningsih (SMA Negeri 1 Yogyakarta) serta Sofi Latifah Nuha Anfresi dan Intan Utami Putri (SMA Negeri Sungailiat, Bangka Belitung). Sementara bidang sosial-kemanusiaan dimenangi Latifah M Salihah (SMA Negeri 1 Teras, Boyolali, Jawa Tengah).
Ide sederhana
Pencapaian kedelapan ”srikandi muda” tersebut berangkat dari hal-hal sederhana dalam keseharian. Chyntia dan Zaeratul, misalnya, meneliti medium dan habitat cecak rumah (Cosymbotus platyurus). Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa lamela (selaput telapak) cecak melekat kuat pada dinding atau langit-langit rumah yang kasar.
Berdasarkan penelitian itu, keduanya merekomendasikan secara teknik bangunan, dinding dan langit-langit rumah dibikin halus agar tak menjadi habitat cecak. Menurut Chyntia, cecak rumah, terutama melalui kotorannya, adalah salah satu binatang penghasil bakteri E coli. Bakteri ini berisiko menyebabkan diare. ”Penelitian kecil ini sangat berguna,” kata Chyntia yang ayahnya bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta.
Lain lagi dengan Ayu dan Octafiani. Kedua remaja asal ”Kota Pahlawan” ini melihat manfaat besar dari ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus costaricencis) untuk sel surya. Setelah melalui liku-liku percobaan, didapatkan simpulan kulit buah naga merah bisa menangkap sinar matahari dan mengonversinya menjadi arus listrik. Ekstrak tersebut berpeluang menggantikan rutanium complex, zat yang selama ini dipakai pada perangkat sel surya. ”Kemampuan kulit buah naga merah mencapai 56 persen. Tinggal ditambah formula lain agar kadarnya maksimal. Buah naga di Indonesia melimpah untuk energi terbarukan,” ujar Ayu yang sudah diterima di Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, melalui jalur undangan.
Sementara itu, bambu petung (Dendrocalamus asper) di lereng Gunung Merapi menginspirasi Azizah. Hasil penelitiannya membuktikan bambu dapat berfungsi sebagai pembendung alami banjir material letusan gunung api. Dengan akar serabut dan kondisi tumbuh berumpun, pepohonan bambu dapat melindungi permukiman atau lahan pertanian sekitarnya.
Bambu petung juga bisa menjadi bagian penting mitigasi bencana. Saat Gunung Merapi di ambang letusan, batang bambu mengeluarkan bunyi ”pletek-pletek”. Suara gemeretak itu berasal dari pecahnya batang bambu akibat meningkatnya suhu tanah.
Di mata anak-anak muda kreatif, inspirasi bisa muncul di mana saja. Hamparan pertambangan timah di Bangka Belitung mengantar Sofi dan Intan menyibak kegunaan pasir laut. Keduanya membuktikan pasir laut mampu menyerap logam berat dari limbah pertambangan timah.
Di bidang sosial, Latifah tertarik dengan persepsi dan perilaku masyarakat terhadap anak dengan HIV-AIDS di Kota Solo, Jawa Tengah. Dia menemukan solusi atas keterkucilan para pengidap HIV-AIDS. Interaksi langsung terhadap anak-anak binaan Yayasan Lentera merekomendasikan pelurusan persepsi seputar HIV-AIDS. Untuk meluruskan persepsi dan perlakuan masyarakat terhadap pengidap HIV-AIDS, perlu pendekatan partisipatoris.
”HIV-AIDS tidak menular sembarang; hanya lewat cairan. Misalnya transfusi darah,” ujarnya.
Kepala Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI Nur Tri Aries mengatakan, pihaknya menargetkan, dalam forum di Amerika Serikat nanti, minimal salah satu proyek meraih juara III atau IV. Intinya, menumbuhkan kecintaan pada sains di kalangan kawula muda.
Published in
Merah Putih (26 April 2017)
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melakukan penandatangan perjanjian kerja sama dengan beberapa pihak untuk mendorong pendayagunaan dan perlindungan kekayaan intelektual. Hal ini dilakukan sebagai upaya pemerintah terus menggali potensi kekayaan intelektual Indonesia.
Menurut Plt Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham, Aidir Amin Daud, Pemerintah telah membuat Undang-undang dalam rangka untuk melindungi kepentingan nasional, ekonomi, dan juga kekayaan intelektual.
"Tapi kan tidak mudah juga, misalnya beberapa pasal Undang-Undang yang baru, Undang-Undang tentang Paten maupun Undang-Undang Merek, itu ada resistensi dari negara-negara luar," katanya di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Rabu (26/4).
Untuk diketahui, dalam acara ini dilakukan penandatanganan perjanjian kerja sama antara Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dengan Perusahaan Gas Negara tentang Pendayagunaan dan Pelindungan Kekayaan Intelektual. Penandatanganan perjanjian kerja sama antara Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dengan Sekolah Tinggi Teknik Nasional Jogjakarta mengenai Pelindungan Kekayaan Intelektual.
Kemudian, penandatanganan perjanjian kerja sama Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dengan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum dengan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Direktorat Jenderal Imigrasi dengan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Selain itu juga dilaksanakan seminar atau diskusi panel “Forum Kekayaan Intelektual Nasional“ dengan pembicara Edy Putra Irawadi, Deputi Bidang Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dr. Laksana Tri Handoko, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Kemudian, Erricha Insan Pratisi, Ketua Indonesian Invention and Innovation Promotion Association (INNOPA), Mr. Andrew Czajkowski, Head, Innovation and Technology Support Section, Global Infrastructure Sector, World Intellectual Property Organization (WIPO) dan Mr Juneho Jang, WIPO IPO Business Solution Division.
Selain melakukan penandatanganan kerja sama, Kemenkumham juga menggelar Forum Kekayaan Intelektual dengan mengusung tema "Kekayaan Intelektual Untuk Indonesia Yang Inovatif" dalam memperingati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia ke-17. (Pon)
Published in
Kompas (13 April 2017)
LIPI Mengembangkan Jaringan Listrik Mikrocerdas
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengembangkan sistem jaringan listrik mikrocerdas guna menerangi desa yang tidak mungkin dibangun sistem transmisi. Agar berkelanjutan, tak sekadar proyek, kehadiran listrik harus disertai pemberdayaan ekonomi.
Hingga Desember 2015, masih ada 12.000 desa dari 74.000 desa tak terjangkau listrik karena wilayahnya sulit, penduduk sedikit, kebutuhan listrik kecil dan tak ekonomis membangun sistem transmisi listrik.
“Listrik bagi mereka penting untuk menaikkan rasio elektrifikasi Indonesia,” kata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) LT Handoko, dalam diskusi, di Pusat Penelitian Fisika LIPI, Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (12/4). Rasio elektrifikasi Indonesia akhir 2016 baru 91,15 persen, itu termasuk rendah di kawasan ASEAN.
Untuk itu, peneliti dari LIPI mengembangkan smart microgrid atau sistem jaringan listrik mikrocerdas berbasis energi baru terbarukan sesuai potensi tiap daerah. Sistem itu memungkinkan masyarakat memadukan sejumlah sumber energi baru terbarukan dan genset hingga pasokan listrik terjamin, hemat biaya, dan menekan emisi karbon.
"Penggunaan genset dan listrik PLN (Perusahaan Listrik Negara) diperlukan untuk menjamin keandalan pasokan listrik," kata Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika (PP Telimek) LIPI Budi Prawara.
Teknologi smart grid sudah dikembangkan di negara-negara maju yang bisa menghubungkan kegiatan pembangkitan sampai distribusi listrik secara efisien antarkota hingga antarabenua. Teknologi itu diadopsi LIPI untuk diterapkan di daerah terpencil yang semua sumber dayanya terbatas.
Menurut Budi, teknologi smart microgrid memiliki tiga keunggulan, yakni dalam pembangkitan energi, distribusi, dan infrastruktur. Keunggulan pembangkitan memungkinkan beberapa jenis sumber energi dipadukan dengan pengoperasian digital.
Keunggulan distribusi membuat listrik yang dihasilkan pembangkit listrik mandiri itu bisa disalurkan ke jaringan listrik PLN, tak hanya menerima listrik dari PLN. Adapun keunggulan infrastruktur membuat kelebihan pasokan listrik dideteksi dan disalurkan ke bagian atau daerah lain yang kurang pasokan listrik.
Ekonomis
Berdasarkan uji smart microgrid di Pesantren Baiturahman, Ciparay, Kabupaten Bandung Jawa Barat, penggunaan energi mikrohidro, biogas dari kotoran ternak dan manusia, serta energi surya bisa menekan tagihan listrik PLN. Kelebihan energi listrik juga bisa dipakai untuk menerangi jalanan sekitar pesantren.
“Meski kelebihan listrik itu bisa disalurkan ke jaringan listrik PLN, aturan yang ada belum memungkinkan,” kata peneliti PP Telimek LIPI, Agus Risdiyanto.
Uji lain di Pulau Kri, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. LIPI memadukan pemakaian tenaga surya dengan genset saat panel surya tak bekerja optimal karena mendung. Hasilnya, konsumsi solar, yang harganya relatif mahal di Indonesia timur, bisa ditekan sampai setengahnya.
Budi mengingatkan, tantangan utama penerapan teknologi pembangkit energi baru terbarukan ialah menjaga keberlanjutannya. Jadi program pelistrikan daerah terpencil tak sekadar proyek. Model pembangkit energi baru terbarukan butuh perawatan.
Selain itu, ekonomi warga perlu diberdayakan. Pasokan listrik lebih terjamin membuat ekonomi tumbuh sehingga warga mau merawat pembangkit. (MZW)
Published in
Berita Daerah (Panda, 13 April 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengadakan diskusi publik ‘Sistem Pembangkit Listrik Hibrid Energi Baru Terbarukan (EBT) Smart Microgrid’ bertempat di Pusat Penelitian Fisika LIPI Serpong, Tangerang, Banten, pada hari Rabu (12/4).
Diskusi ini dilaksanakan sebagai bagian dari penyebarluasan hasil penelitian LIPI mengenai Sistem Pembangkit Listrik Hibrid Energi Baru Terbarukan (EBT) Smart Microgrid, untuk melistriki daerah dengan sumber daya listrik yang terbatas.
Teknologi Smart Microgrid menawarkan sistem kelistrikan skala kecil dengan menggunakan potensi energi baru dan terbarukan di wilayah tertentu. Jangkauan layanannya pun diutamakan hanya untuk masyarakat sekitar. Melalui Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika, LIPI telah merintis dan mengembangkan teknologi ini sejak 2015.
Mengutip laman esdm, Rabu (12/4), Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika LIPI Budi Prawara mengatakan bahwa pihaknya akan menggabungkan beberapa pembangkit dari sumber energi terbarukan yaitu mikrohidro, biomassa, dan surya yang dikembangkan dari riset sebelumnya.
Sistem Smart Microgrid ini terdiri dari intelligent inventor yang dapat mengkonversi sumber energi DC yang berasal dari surya, air, angin dan biogas untuk pemakaian listrik AC. Kelebihan dari Sistem Smart Grid ini adalah jika pasokan berlebih, maka akan disimpan di dalam baterai dan akan digunakan pada saat beban puncak (peak load). Teknologi ini telah diterapkan di Raja Ampat, Papua, dan Cipary, Jawa Barat.
Untuk ketersedian komponen pendukung, Pusat Penelitian Fisika LIPI telah mengembangkan riset penyimpanan energi. “Energi juga menghadapi masalah besar yaitu tentang penyimpanan energi. Pusat Penelitian Fisika LIPI telah mengembangkan teknologi pendukung untuk material maju seperti baterai Lithium, fuel cell, juga magnet permanen,” terang Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI, Bambang Widiyatmoko.
Kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri dari kurang lebih 17.000 pulau menjadi salah satu kendala kelistrikan yang harus dihadapi. “Tantangan saat ini adalah meningkatkan pasokan energi secara berkelanjutan dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan solusi berbasis energi baru terbarukan,” tutup Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko.
Published in
Kompas (12 April 2017)
Masih banyak daerah terpencil di Indonesia belum mendapat pasokan listrik. Untuk itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengembangkan teknologi smart microgrid yang bisa menyediakan sistem kelistrikan skala kecil yang mampu mengurangi ketergantungan pada energi fosil. “Setiap warga negara Indonesia berhak mendapat listrik,” kata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko seusai […]
Published in
Tangerang Online (12 April 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kembangkan riset teknologi berupa Smart Microgrid untuk pemenuhan kebutuhan listrik untuk skala lokal yang menjadi problematika pengembangan listrik di daerah terpencil serta solusi penyediaan listrik dengan memanfaatkan energi baru.
Hal ini yang menjadi pembahasan dalam diskusi publik sistem pembangkit listrik hibrid energi terbarukan Smart Microgid yang dilaksanakan di ruang Rapat Gamma lt. 3, Pusat Penelitian Fisika LIPI, Jalan Kawasan Puspiptek no. 441-442, Serpong, Rabu (12/4/2017).
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko menjelaskan, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI pada akhir 2016 lalu mencatat rasio elektrifikasi atau tingkat produk yang menikmati listrik 100 persen telah mencapai 91,15 persen namun masih banyak daerah di Indonesia belum teraliri listrik terutama daerah terpencil. Padahal kondisi geografis indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau dan menjadi salah satu kendala.
“Tantangan saat ini adalah meningkatkan pasokan energi secara berkelanjutan dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan solusi berbasis energi baru dan diterbarukan,” jelasnya.
Menurut Handoko, untuk pasokan energi bagi daerah padat penduduk, alternatif utama yang kemungkinan saat ini adalah pembangkit listrik tenaga nuklir.
“Sebaliknya untuk daerah tertular dan tertinggal solusi terbaik adalah teknologi Smart Microgrid,” ujarnya. Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika LIPI Budi Prawara menerangkan, teknologi Smart Microgrid menawarkan sistem kelistrikan skala kecil dengan menggunakan potensi energi baru dan terbaru di wilayah tertentu, dengan jangkauan untuk masyarakat sekitar yang diutamakan.
“LIPI melalui pusat penelitian tenaga listrik dan mekatronika telah mengembangkan teknologi yang dirintis sejak 2015,” ucapnya.
Budi juga sempat mengatakan pihaknya menggabungkan beberapa pembangkit listrik dari sumber energi terbaru yakni mikrohidro, biomassa, dan surya yang dikembangkan pada riset sebelumnya. Teknologi ini sudah diterapkan di Raja Ampat, Papua dan Ciparay yang terdiri dari intellegent inverter yang dapat mengonversi sumber energi baru dan terbuka untuk pentuplaian beban listrik.
“Kelebihan daya akan disimpan di dalam baterai dan akan digunakan pada saat beban puncak untuk mencegah pemadaman,” paparnya.
Sementara itu Kepala pusat penelitian fisika LIPI Bambang Widyatmoko memaparkan, untuk ketersedian kompenen pendukung, pusat penelitian LIPI telah mengembangkan riset penyimpanan energi guna menghadapi masalah besar yaitu tentang penyimpanan energi.
“Pusat penelitian Fisika LIPI telah mengembangkan teknologi pendukung untuk material maju seperti baterai LITHIUM, FUEL CELL, juga magnet permanen,” katanya.(Arf)
Published in
ESDM (12 April 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengadakan diskusi publik 'Sistem Pembangkit Listrik Hibrid Energi Baru Terbarukan (EBT) Smart Microgrid' bertempat di Pusat Penelitian Fisika LIPI, pada hari Rabu (12/4).
Diskusi ini dilaksanakan sebagai bagian dari penyebarluasan hasil penelitian LIPI mengenai Sistem Pembangkit Listrik Hibrid Energi Baru Terbarukan (EBT) Smart Microgrid, untuk melistriki daerah dengan sumber daya listrik yang terbatas.
Teknologi smart microgrid menawarkan sistem kelistrikan skala kecil dengan menggunakan potensi energi baru dan terbarukan di wilayah tertentu. Jangkauan layanannya pun diutamakan hanya untuk masyarakat sekitar. Melalui Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika, LIPI telah merintis dan mengembangkan teknologi ini sejak 2015.
"Kami menggabungkan beberapa pembangkit dari sumber energi terbarukan yaitu mikrohidro, biomassa, dan surya yang dikembangkan dari riset sebelumnya," ujar Budi Prawara, Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika LIPI.
Sistem smart microgrid ini terdiri dari Intelligent inventer yang dapat mengkonversi sumber energi DC yang berasal dari surya, air, angin dan Biogas untuk pemakaian listrik AC. Kelebihan dari sistem smart grid ini adalah jika pasokan berlebih, maka akan disimpan di dalam baterai dan akan digunakan pada saat beban puncak (peak load). Teknologi ini telah diterapkan di Raja Ampat, Papua, dan Cipary, Jawa Barat.
Untuk ketersedian komponen pendukung, Pusat Penelitian Fisika LIPI telah mengembangkan riset penyimpanan energi. "Energi juga menghadapi masalah besar yaitu tentang penyimpanan energi. Pusat Penelitian Fisika LIPI telah mengembangkan teknologi pendukung untuk material maju seperti baterai Lithium, fuel cell, juga magnet permanen," terang Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI, Bambang Widiyatmoko.
Kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri dari kurang lebih 17.000 pulau menjadi salah satu kendala kelistrikan yang harus dihadapi. "Tantangan saat ini adalah meningkatkan pasokan energi secara berkelanjutan dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan solusi berbasis energi baru terbarukan," tutup Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko. (VG)
Published in
Petrominer (12 April 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengklaim telah berhasil mengembangkan Sistem Pembangkit Listrik Hibrid Energi Baru Terbarukan (EBT) Smart Microgrid. Teknologi yang dikembangkan sejak tahun 2015 ini akan diaplikasikan untuk melistriki daerah-daerah terpencil.
Teknologi ini diharapkan bisa untuk pemenuhan kebutuhan listrik untuk skala lokal yang selama ini menjadi problematika pengembangan listrik di daerah terpencil. Ini juga bisa menjadi solusi bagi penyediaan listrik dengan memanfaatkan EBT setempat.
“Teknologi Smart Microgrid menawarkan sistem kelistrikan skala kecil dengan menggunakan potensi energi baru dan terbarukan di wilayah tertentu,” ujar Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko, dalam acara diskusi, Rabu (12/4).
Handoko menjelaskan, jangkauan layanan sistem pembangkit ini diutamakan hanya untuk masyarakat sekitar. LIPI telah merintis dan mengembangkan teknologi ini sejak 2015 lalu, Melalui Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika.
“Kami menggabungkan beberapa pembangkit dari sumber energi terbarukan yaitu mikrohidro, biomassa, dan surya yang dikembangkan dari riset sebelumnya,” paparnya.
Sistem smart microgrid terdiri dari Intelligent inventer yang dapat mengkonversi sumber energi DC yang berasal dari surya, air, angin dan Biogas untuk pemakaian listrik AC. Kelebihan dari sistem ini adalah jika pasokan berlebih, maka akan disimpan di dalam baterai dan akan digunakan pada saat beban puncak (peak load). Teknologi ini telah diterapkan di Raja Ampat, Papua, dan Cipary, Jawa Barat.
Untuk ketersedian komponen pendukung, Pusat Penelitian Fisika LIPI juga telah mengembangkan riset penyimpanan energi. Apalagi, energi juga menghadapi masalah besar yaitu tentang penyimpanan energi. Karena itulah, LIPI telah mengembangkan teknologi pendukung untuk material maju seperti baterai Lithium, fuel cell, juga magnet permanen.
Published in
Geo Energi (12 April 2017)
Sebagai negara dengan salah satu populasi penduduk terbesar di dunia, Indonesia dihadapkan pada dua sisi ekstrim pemenuhan listrik, yakni energi skala besar untuk daerah padat penduduk dan energi mandiri untuk daerah terluar yang tidak terkoneksi dengan jaringan transmisi listrik. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah mengembangkan riset teknologi smart microgrid untuk pemenuhan kebutuhan listrik untuk skala lokal yang telah diterapkan di Raja Ampat, Papua dan Ciparay, Jawa Barat.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI pada akhir 2016 lalu mencatat rasio elektrifikasi atau tingkat penduduk yang menikmati listrik 100 persen telah mencapai 91,15%. Namun masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang belum teraliri listrik terutama daerah-daerah terpencil. Kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri dari kurang lebih 17.000 pulau menjadi salah satu kendala. “Tantangan saat ini adalah meningkatkan pasokan energi secara berkelanjutan dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan solusi berbasis energi baru dan terbarukan,” jelas Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko, pada Diskusi Publik Sistem Pembangkit Listrik Hibrid Energi Baru Terbarukan “Smart Microgrid”, Rabu (12/4) di Pusat Penelitian Fisika LIPI, Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
Menurut Handoko, untuk pasokan energi bagi daerah padat penduduk, alternatif utama yang memungkinkan saat ini adalah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Sebaliknya untuk daerah terluar dan tertinggal, solusi terbaik adalah teknologi smart microgrid .
Teknologi smart microgrid menawarkan sistem kelistrikan skala kecil dengan menggunakan potensi energi baru dan terbarukan di wilayah tertentu. Jangkauan layanannya pun diutamakan hanya untuk masyarakat sekitar. LIPI melalui Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika telah mengembangkan teknologi yang dirintis sejak 2015 ini.
“Kami menggabungkan beberapa pembangkit dari sumber energi terbarukan yaitu mikrohidro, biomassa, dan surya yang dikembangkan dari riset sebelumnya,” terang Budi Prawara, Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika LIPI.
Budi menjelaskan, teknologi yang telah diterapkan di Raja Ampat, Papua dan Ciparay, Jawa Barat ini terdiri dari intellegent inverter yang dapat mengonversi sumber energi baru dan terbarukan untuk menyuplai beban listrik. “Kelebihan daya akan disimpan di dalam baterai dan akan digunakan pada saat beban puncak untuk mencegah pemadaman,” paparnya.
Untuk ketersediaan komponen pendukung, Pusat Penelitian Fisika LIPI telah mengembangkan riset penyimpanan energi. “Energi juga menghadapi masalah besar yaitu tentang penyimpan energi. Pusat Penelitian Fisika LIPI telah mengembangkan teknologi pendukung untuk material maju seperti baterai lithium, fuel cell, juga magnet permanen,” terang Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI, Bambang Widiyatmoko.(pam)
Published in
Waspada Medan (12 April 2017)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah mengembangkan riset teknologi smart microgrid untuk pemenuhan kebutuhan listrik skala lokal atau untuk daerah-daerah terpencil.
Teknologi smart microgrid adalah sistem kelistrikan skala kecil yang mampu menggabungkan beberapa pembangkit dari sumber energi terbarukan seperti energi udara, biomassa, dan tenaga surya. Teknologi jenis ini sedang trend di dunia karena ditengarai sangat murah dan ramah lingkungan.
Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika LIPI, Budi Prawara dskam seminar tentanh kelistrikan di kawasan Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (13/4) mengatakan, teknologi hibrid terbaru ini dikembangkan LIPI sejak 2015 lalu dan kini sudah diujicobakan di Raja Ampat, Papua dan Ciparay, Jawa Barat. Harapannya akan semakin banyak daerah terpencil yang ikut menggunakan smart microgrid.
Budi menjelaskan, teknologi ini terdiri dari intellegent inverter yang dapat mengonversi sumber energi baru dan terbarukan untuk menyuplai beban listrik. Kelebihan daya akan disimpan di dalam baterai dan akan digunakan pada saat beban puncak untuk mencegah pemadaman.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI pada akhir 2016 lalu mencatat rasio elektrifikasi atau tingkat penduduk yang menikmati listrik 100 persen telah mencapai 91 persen. Namun demikian, masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang belum teraliri listrik terutama daerah-daerah terpencil.
Kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri dari kurang lebih 17.000 pulau menjadi salah satu kendala.
“Tantangan saat ini adalah meningkatkan pasokan energi secara berkelanjutan dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan solusi berbasis energi baru dan terbarukan,” jelas Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko.
Menurut Handoko, untuk pasokan energi bagi daerah padat penduduk, alternatif utama yang memungkinkan saat ini adalah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Sebaliknya untuk daerah terluar dan tertinggal, solusi terbaik adalah teknologi smart microgrid .
Untuk ketersediaan komponen pendukung, Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI, Bambang Widiyatmoko menambahkan, LIPI telah mengembangkan riset penyimpanan energi.
“Energi juga menghadapi masalah besar yaitu tentang penyimpan energi. Pusat Penelitian Fisika LIPI telah mengembangkan teknologi pendukung untuk material maju seperti baterai lithium, fuel cell, juga magnet permanen,” imbuhnya.
Bambang berharap ke depan ada kemudahan bagi hasil-hasil penelitian terkait energi baru dan terbarukan ini untuk diproduksi massal di negara sendiri.
"Indonesia sudah mampu memproduksi bahan baku baterai sekelas China. Tinggal diberi kesempatan bersaing sudah mapan kita," kata Bambang. (dianw/C).
Published in
LIPI (12 April 2017)
Published in
LIPI (11 April 2017)
Sebagai negara dengan salah satu populasi penduduk terbesar di dunia, Indonesia dihadapkan pada dua sisi ekstrim pemenuhan listrik, yakni energi skala besar untuk daerah padat penduduk dan energi mandiri untuk daerah terluar yang tidak terkoneksi dengan jaringan transmisi listrik. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah mengembangkan riset teknologi smart microgrid untuk pemenuhan kebutuhan listrik untuk skala lokal yang telah diterapkan di Raja Ampat, Papua dan Ciparay, Jawa Barat. Problematika pengembangan listrik untuk daerah terpencil serta solusi penyediaan listrik dengan memanfaatkan energi baru dan terbarukan akan dibedah lebih dalam pada Diskusi Publik Sistem Pembangkit Listrik Hibrid Energi Baru Terbarukan “Smart Microgrid” pada Rabu (12/4) di Pusat Penelitian Fisika LIPI, Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
Serpong, Humas LIPI. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI pada akhir 2016 lalu mencatat rasio elektrifikasi atau tingkat penduduk yang menikmati listrik 100 persen telah mencapai 91,15%. Namun masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang belum teraliri listrik terutama daerah-daerah terpencil. Kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri dari kurang lebih 17.000 pulau menjadi salah satu kendala. “Tantangan saat ini adalah meningkatkan pasokan energi secara berkelanjutan dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan solusi berbasis energi baru dan terbarukan,” jelas Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko.
Menurut Handoko, untuk pasokan energi bagi daerah padat penduduk, alternatif utama yang memungkinkan saat ini adalah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Sebaliknya untuk daerah terluar dan tertinggal, solusi terbaik adalah teknologi smart microgrid .
Teknologi smart microgrid menawarkan sistem kelistrikan skala kecil dengan menggunakan potensi energi baru dan terbarukan di wilayah tertentu. Jangkauan layanannya pun diutamakan hanya untuk masyarakat sekitar. LIPI melalui Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika telah mengembangkan teknologi yang dirintis sejak 2015 ini. “Kami menggabungkan beberapa pembangkit dari sumber energi terbarukan yaitu mikrohidro, biomassa, dan surya yang dikembangkan dari riset sebelumnya,” terang Budi Prawara, Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika LIPI.
Budi menjelaskan, teknologi yang telah diterapkan di Raja Ampat, Papua dan Ciparay, Jawa Barat ini terdiri dari intellegent inverter yang dapat mengonversi sumber energi baru dan terbarukan untuk menyuplai beban listrik. “Kelebihan daya akan disimpan di dalam baterai dan akan digunakan pada saat beban puncak untuk mencegah pemadaman,” paparnya.
Untuk ketersediaan komponen pendukung, Pusat Penelitian Fisika LIPI telah mengembangkan riset penyimpanan energi. “Energi juga menghadapi masalah besar yaitu tentang penyimpan energi. Pusat Penelitian Fisika LIPI telah mengembangkan teknologi pendukung untuk material maju seperti baterai lithium, fuel cell, juga magnet permanen,” terang Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI, Bambang Widiyatmoko.
Selain narasumber dari LIPI, Diskusi Publik Sistem Pembangkit Listrik Hibrid Energi Baru Terbarukan Smart Microgrid juga akan menghadirkan narasumber dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan dan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, untuk mendapatkan pemahaman menyeluruh mengenai hambatan dalam penyediaan energi listrik dan upaya pengembangan energi baru dan terbarukan. Juga akan hadir perwakilan dari Badan Tenaga Nuklir Nasional yang akan memaparkan pengembangan energi alternatif berbasis tenaga nuklir.
Keterangan Lebih Lanjut:
penulis: Kedeputian IPT,fza
Siaran Pers ini dibuat oleh Humas LIPI
Published in
Sindo (3 March 2017)
(Kiri-kanan) Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Tehnik LIPI Laksana Tri Handoko, pakar robotika Wahidin Wahab, Direktur Robotic Explorer Jully Tjindrawan dan Wakil Wali Kota Jakarta Selatan Irmansyah saat pembukaan Olimpiade Robotika SINDO Award 2017di Lotte Shopping Avenue, Jakarta, Sabtu (4/3/2017). Ajang ini diikuti 24 tim dari sejumlah sekolah tingkat SD, SMP dan SMA/SMK.
Published in
LIPI (28 February 2017)
Jakarta, 28 Februari 2017. Kegalauan Armstrong F. Sompotan, Dosen Universitas Negeri Manado, terhadap kewajiban publikasi global bagi Lektor Kepala dan Profesor di Perguruan Tinggi sesuai Permenristekdiktti No 20/2017 telah menjadi viral di komunitas ilmiah tanah air. Kegalauan ini didikotomikan dengan klaim keterbatasan dana penelitian bagi dosen dibandingkan dengan alokasi dana penelitian untuk peneliti LIPI bersumberkan data dan berita yang diperoleh melalui internet.
Armstrong, yang dalam tulisannya menyebutkan dirinya juga sebagai Ketua Umum Ikatan Dosen Republik Indonesia (IDRI) mengatakan, dosen dengan Tri Dharma-nya jauh lebih produktif dibandingkan peneliti LIPI yang hanya memiliki kewajiban meneliti.
Apa yang disampaikan Armstrong di media sosial dikhawatirkan oleh Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, L. T. Handoko akan menimbulkan salah persepsi di masyarakat atas kinerja LIPI, serta relasi Lembaga Pemerintah non Kementerian (LPNK) Litbang seperti LIPI dengan Perguruan Tinggi. LPNK Litbang dan Perguruan Tinggi terus berupaya menjalin sinergi, dan keduanya dibutuhkan untuk pengembangan iptek di tanah air di tengah keterbatasan sumber daya penelitian. "Sayangnya apa yang disimpulkan tidak berdasarkan analisa yang cermat dan cenderung melupakan prinsip kehati-hatian dalam membaca data dan informasi yang diperolehnya," keluh Handoko.
Berdasarkan data pada Sistem Informasi Kepegawaian (Simpeg) LIPI jumlah peneliti LIPI hanya 1.665 orang. Sedangkan, jumlah 9.128 yang disebutkan Armstrong itu sebetulnya adalah jumlah keseluruhan PNS dengan fungsional peneliti secara nasional yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga, dengan LIPI sebagai instansi pembinanya.
Anggaran LIPI sejumlah Rp. 1,1662 Triliun (Rp 1,1 Triliun, red) adalah anggaran total LIPI. Termasuk untuk gaji seluruh pegawai, pemeliharaan dan pembangunan fisik gedung, pengelolaan kebun raya, dan sebagainya. Sedangkan untuk dana penelitian hanya sekitar Rp. 300 Milyar, ungkap Handoko. Anggaran tersebut juga untuk pemeliharaan dan pemakaian berbagai infrastruktur riset yang disediakan LIPI untuk publik sebagaimana bisa diakses di http://layanan.lipi.go.id. Sebagian infrastruktur ini bisa dimanfaatkan akademisi dan industri tanah air dengan cuma-cuma, dan sebagian lagi cuma-cuma bila berkolaborasi dengan peneliti LIPI.
Demikian juga halnya jumlah publikasi dosen ITS dan ITB yang dipaparkan Armstrong adalah keseluruhan akumulasi publikasi terindeks. Untuk ITS (berdiri tahun 1957) tercatat sejak 1961, dan ITB (berdiri tahun 1959) sejak 1965. Sedangkan LIPI sendiri baru berdiri pada tahun 1967 dengan tahun awal terindeks jauh setelahnya, sehingga akumulasi publikasi tidak bisa dibandingkan begitu saja. Sebagai informasi, jumlah publikasi terindeks global di Indonesia pada 2016 hanya sembilan ribuan. Sedangkan akumulasi sitasi terhadap publikasi peneliti LIPI tahun 2016 malah mencapai 126.738 sebagai yang tertinggi di Indonesia, ungkap Handoko. Dari sisi produktifitas inovasi, LIPI juga menjadi pendaftar paten dan hak cipta perangkat lunak terbesar di Indonesia setiap tahunnya, dengan puncaknya 81 paten pada 2016.
Lebih lanjut Handoko mengungkapkan, nampaknya Armstrong rancu dengan menyebut Kawasan Puspiptek di Serpong dengan menyebut Puspiptek - LIPI. Sejatinya tidak ada kaitan langsung antara anggaran di Sekjen Kemristekdikti yang menaungi Puspiptek, karena di dalam kawasan ada banyak pusat penelitian dari berbagai LPNK seperti BATAN dan BPPT. Setiap pusat penelitian di Puspiptek tersebut menginduk pada LPNK masing-masing, termasuk dalam aspek anggaran.
Armstrong kurang cermat membaca sumber data dan berita untuk membandingkan produktivitas dosen dan peneliti dan menyimpulkannya secara salah. "Akibatnya bagi LIPI informasi yang diviralkan tersebut telah menimbulkan persepsi negatif masyarakat, khususnya dikalangan akademisi nasional, terhadap dana penelitian dan produktivitas peneliti LIPI dalam memanfaatkan dana APBN," ungkap Peneliti LIPI, Trina Fizzanty.
Handoko menghimbau dalam situasi keterbatasan sumber daya iptek di Indonesia, seluruh pihak seharusnya fokus mencari upaya peningkatan sinergi. Tri Dharma adalah tugas Perguruan Tinggi, tetapi di level dosen secara umum cukup dengan Dwi Dharma, yaitu pendidikan tinggi dan penelitian. Pendidikan tinggi dan penelitian ini merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan dan saling mendukung. Penelitian tidak akan berjalan tanpa adanya sumber daya manusia muda dari kalangan mahasiswa, sebaliknya pendidikan tinggi tanpa penelitian hanya seperti pengajaran di SMA dengan materi yang lebih sulit. Sejak awal LIPI berupaya untuk menarik mahasiswa melakukan penelitiannya di pusat-pusat penelitian LIPI, karena meyakini bahwa keberadaan mahasiswa penting untuk meningkatkan dinamika penelitian. Sehingga "kewajiban" melakukan tugas pendidikan bagi dosen tidak seharusnya menjadi alasan tidak melakukan penelitian, tetapi seharusnya menjadi keuntungan yang tidak dimiliki oleh LIPI.
"Analisa Ketua IDRI kurang pas, karena salah membaca data. Hal ini justru menunjukkan perlunya Peraturan Menristekdikti Nomor 20/2017 untuk membentuk budaya dan pola berpikir ilmiah sesuai standar global bagi sivitas dosen. Sehingga tidak ada lagi keliru baca data dan menganalisanya," tutup Handoko.
Keterangan Lebih Lanjut:
Published in
Tempo (23 February 2017)
PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) kembali meluncurkan program Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) 2017, program penghargaan kepada karya sains terbaik di Indonesia untuk siswa-siswi tingkat sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Acara yang diadakan di Gedung Graha Widya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Selasa, 21 Februari 2017, ini dihadiri sejumlah guru dan para siswa di Jabodetabek.
“KJSA merupakan bagian dari komitmen Kalbe untuk berkontribusi bagi perkembangan sains di Indonesia, khususnya pada anak-anak. Dengan demikian, ke depan, tunas-tunas bangsa ini semakin mencintai sains, bahkan menjadi peneliti-peneliti unggul yang memajukan dunia sains dan teknologi di Indonesia,” ujar Kepala Komunikasi Perusahaan & CSR PT Kalbe Farma Tbk Herda Pradsmadji.
Selain itu, kata Herda, Kalbe terus mendorong para guru mengembangkan dan merangsang kreativitas anak-anak dalam menemukan solusi permasalahan sehari-hari melalui sains. Salah satunya melalui forum-forum diskusi.
Ketua Panitia KJSA 2017 dr Iwan S. Handojo menambahkan, karya sains yang ditulis di KJSA 2017 bisa dari bidang ilmu pengetahuan alam (IPA) dan terapannya, matematika, atau kombinasinya.
“Mulai tahun ini kriteria peserta kami perluas, mulai rentang usia 9-14 tahun, yang duduk di kelas 4-6 SD hingga tingkat SMP kelas 7. Peserta merupakan kelompok yang terdiri atas maksimal dua orang. Kalau dulu pesertanya boleh satu, boleh dua. Kita mau para siswa membiasakan untuk melakukan kerja sama dan kolaborasi. Tapi masing-masing harus memiliki peran. Setiap kelompok bisa mengirimkan lebih dari satu hasil karya sains dengan tema berbeda dan mengisi formulir yang terpisah,” tutur Iwan.
Selain itu, karya sains yang didaftarkan harus merupakan ide sendiri dan belum pernah memenangi kompetisi di tingkat provinsi dan nasional. Pendaftaran karya sains bisa dilakukan secara online melalui www.kalbe-kjsa.com. Formulir pendaftaran juga bisa diunduh dan dikirim melalui e-mail kjsa@tempo.co.id. Pendaftaran ditutup pada 31 Juli 2017.
Iwan menuturkan, semua hasil karya sains akan dinilai oleh dewan juri berdasarkan ide, latar belakang permasalahan yang dihadapi, solusi yang diberikan dalam menjawab permasalahan, inovasi/kebaruan/keunikan, serta manfaatnya. Para dewan juri yang menilai terdiri atas Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Dr L.T. Handoko, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Prof Ir Nirzam, Msc, DIC, PhD, matematikawan, dosen Fakultas MIPA ITB Novriana Sumarti, SSi, MSi, PhD, Ketua Masyarakat Nanoteknologgi Indonesia LIPI Dr Nurul Taufiqu Rohman, B.Eng, M.Eng, dan Pakar Psikologi Pendidikan dan Sekolah, Dekan Psikologi Universitas Indonesia Dr Tjut Rifameutia Umar Ali, MA.
Dewan juri akan memilih 18 finalis pada Agustus 2017. Semua finalis dan guru pembimbing akan diundang ke Jakarta pada 4-8 September 2017 untuk mempresentasikan hasil karyanya di depan dewan juri, dengan semua biaya akomodasi dan transportasi ditanggung panitia. “Kemudian juri akan menentukan sembilan karya terunggul dan sembilan karya terbaik,” kata Iwan.
Sembilan pemenang karya terunggul ini akan mendapatkan hadiah berupa tabungan pendidikan masing-masing Rp 10 juta, dan sekolahnya mendapatkan bantuan sarana pendidikan. Sedangkan sembilan karya terbaik mendapatkan tabungan pendidikan masing-masing Rp 6 juta. Untuk satu karya pemenang favorit pilihan dewan juri akan mendapatkan tambahan tabungan pendidikan senilai Rp 5 juta. “Semua guru pendamping juga akan mendapatkan tabungan pendidikan masing-masing Rp 3 juta,” kata Iwan.
Handoko mengatakan salah satu fokus penilaian dewan juri adalah aspek kreativitas. Selain itu, karya itu adalah ide murni dari para siswa.
Di acara peluncuran KJSA 2017 ini juga diadakan seminar pendidikan bertema “Memecahkan Masalah Secara Kreatif dengan Pendekatan Sains”.
Saat KJSA diluncurkan pada 2011, jumlah peserta yang mendaftar di KJSA mencapai 187 peserta. Jumlah ini terus mengalami peningkatan, di mana hingga 2016 angkanya sudah mencapai 800 peserta lebih dari 358 sekolah dasar yang berasal dari 23 provinsi di Indonesia. Begitu juga dengan jumlah karya sains yang masuk, dari 199 karya pada 2011 meningkat menjadi 917 karya pada 2016. “Kami berharap tahun ini jumlahnya bisa lebih banyak lagi, baik dari peserta yang mendaftar maupun hasil karya yang masuk,” kata Herda. (*)
Published in
Viva (Anisa Widiarini dan Diza Liane Sahputri, 21 February 2017)
Menumbuhkan rasa cinta anak terhadap sains penting dilakukan untuk memperbaiki kualitas kehidupan anak kelak. Karenanya, memberikan penghargaan dan apresiasi terhadap hasil karya anak dalam bidang sains dapat menjadi prioritas.
Sebuah program penghargaan Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) 2017 resmi dibuka. Program ini diluncurkan untuk memberi penghargaan kepada karya sains terbaik di Indonesia untuk para siswa di tingkat sekolah dasar dan menengah.
Bertujuan untuk menstimulasi kreativitas anak-anak dalam memecahkan masalah dengan pendekatan sains dan ilmu pengetahuan di sekitarnya.
Salah satu keunggulan program ini yaitu menciptakan karya sains dalam menyelesaikan berbagai permasalahan di lingkungan terdekat anak. Dengan demikian, anak menjadi terbiasa untuk dapat menyelesaikan masalah secara tepat.
“Kalbe Junior Scientist Award merupakan bagian dari komitmen Kalbe untuk berkontribusi bagi perkembangan sains di Indonesia, khususnya pada anak-anak. Dengan demikian di masa depan tunas-tunas bangsa ini semakin mencintai sains bahkan menjadi peneliti-peneliti unggul yang memajukan dunia sains dan teknologi di Indonesia” ujar Herda Pradsmadji, Kepala Komunikasi Perusahaan & CSR PT Kalbe Farma Tbk, dalam peluncuran KJSA 2017 di Gedung LIPI, Gatot Subroto, Jakarta, Selasa 21 Februari 2017.
Dengan adanya program ini, para guru juga didorong untuk dapat memberikan pendampingan tepat pada anak. Pendidikan berupa penemuan solusi sains dalam permasalahan sehari-hari, menjadi hal yang penting untuk mengembangkan karya sains terbaru.
"Peran guru juga penting yaitu menyeimbangkan pendidikan perkembangan teknologi pada anak dan tetap membuatnya peduli pada lingkungan. Tentunya, kriteria yang dipakai dalam penilaian pemenang KJSA ini, yakni kreativitas, inovasi, originalitas karya sains tanpa mengesampingkan nilai integritas," ujar Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sekaligus Ketua Juri KJSA 2017, Dr LT Handoko, di kesempatan yang sama.
KJSA telah dibentuk sejak 2011 lalu, dengan jumlah karya sains yang mengalami peningkatan. Tahun 2016 program ini diikuti oleh 917 karya dari 358 sekolah di 22 provinsi di seluruh Indonesia. Hal ini tentu berdampak baik untuk kemajuan pendidikan anak.
"Hasil karya sains yang mereka hasilkan diharapkan menjadi solusi untuk memecahkan masalah yang dihadapi anak-anak di lingkungan mereka sendiri," lanjut Handoko.
Sosialisasi dan pendaftaran peserta program KJSA dimulai 21 Februari 2017 sampai dengan 31 Juli 2017 di mana setiap peserta wajib mengirimkan berkas antara lain formulir pendaftaran, profil peserta, ringkasan ide karya sains dengan penjelasan mengapa memilih ide itu, apa yang hendak dibahas, dan pengembangan ide atau solusi yang hendak dipaparkan dan lain sebagainya yang semuanya dapat diunduh di www.kalbe-kjsa.com.
Published in
BeritaSatu (21 Februari 2017)
Semua orang tua tentu saja menginginkan anaknya menjadi kreatif. Hal itu karena perkembangan kreativitas anak berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan dan kemampuan anak dalam mengekspresikan serta menghasilkan sesuatu yang baru. Meski demikian, kreatifitas anak haruslah diasah sejak dini. Salah satunya adalah lewat peduli lingkungan. Mengapa demikian?
Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Nurul Taufiqu Rohman B Eng M Eng mengatakan kreatiVitas haruslah dilatih atau diasah sejak dini. Salah satu yang terbaik dalam mengasah kreativitas adalah dengan mulai mengajak anak peduli terhadap lingkungan. Hal itu karena lingkungan adalah laboratorium alam bagi anak.
Lewat lingkungan anak juga melihat masalah yang muncul, sehingga pada akhirnya merangsangg anak untuk berkreativitas membuat atau menghasilkan inovasi berupa karya science dalam menyelesaikan masalah yang ditemuinya tersebut.
“Tidak hanya itu, di lingkungan anak juga bisa nememukan bahan baku kreativitasnya tersebut,” ungkap Dr Nurul di sela peluncuran Kalbe Junior Scientist Award 2017 di Jakarta, Selasa (21/2).
Sementara itu, pakar psikologi pendidikan dan sekolah yang juga Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Dr Tjut Rifamuetia Umar Ali MA mengatakan anak usia sekolah, terutama pada tingkatan sekolah dasar (SD), merupakan waktu yang tepat dalam merangsang kreativitas anak. Disaat itu, anak-anak senang mengeksplorasi dan banyak bertanya mengenai lingkungannya. Untuk itu, diperlukan dukungan dari orang terdekat anak, baik orang tua maupun guru, berupa stimulasi agar anak dipacu dalam berkreatifitas akan temuanya di lingkungan tersebut.
“Respon maupuan stimulasi dari orang terdekat anak menjadi penting untuk mereka agar bisa mengeskplor dan berkreativitas,” ujarnya.
Menyadari pentingnya mengasah kreativitas anak sejak dini, Kepala Komunikasi Perusahaan & CSR PT Kale Farma Tbk Herda Pradsmadji mengatakan pihaknya kembali menghadirkan program Kalbe Junior Scietist Award (KJSA) 2017 yang merupakan program penghargaam kepada karya sains terbaik di Indonesia untuk siswa-siswi tingkat sekolah dasar dan menengah pertama.
Program yang memasuki tahun ketujuh itu bertujuan untuk mengenalkan sains kepada anak-anak sejak dini, sekaligus menumbuhkan kreatifitas dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari dengan pendekatan saisns dan ilmu pengetahuan.
“Kami berharap di masa depan tunas-tunas bangsa ini semakin mencintai sains bahkan menjadi peneliti-peneliti unggul yang memajukan dunia sains dan teknologi di Indonesia” ujar Herda.
Herda menambahkan meskipun peserta program adalah anak SD dan SMP, pihaknya melibatkan dewan juri yang terbaik dibidanganya. Sebuut saja Dr LT Handoko (Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI), Prof Ir Nizam MSc DIC PhD (Kepala Pusat Penilaian Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI), Dr Nurul Taufiqu Rohman B Eng M Eng (Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI) Dr Tjut Rifameutia Umar Ali MA (Pakar Psikologi Pendidikan dan Sekolah, Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia), Novriana Sumarti SSi MSi PhD (Matematikawan, Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam, ITB).
Published in
Kalbe Farma (21 February 2017)
PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) kembali meluncurkan program Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) 2017 yakni program penghargaan kepada karya sains terbaik di Indonesia untuk siswa-siswi tingkat sekolah dasar dan menengah. Peluncuran program KJSA yang bertempat di gedung Graha Widya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ini ditandai dengan forum diskusi pendidikan bertema “Memecahkan Masalah secara Kreatif dengan Karya Science” dan dihadiri oleh sekitar 150 guru sekolah dasar dan menengah di Jabotabek. Program KJSA yang telah berlangsung sejak 2011 atau memasuki tahun ke-7 ini bertujuan untuk mengenalkan sains kepada anak-anak sejak dini sekaligus menumbuhkan kreatifitas anak-anak dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi sehari-hari dengan pendekatan sains dan ilmu pengetahuan.
“Kalbe Junior Scientist Award merupakan bagian dari komitmen Kabe untuk berkontribusi bagi perkembangan sains di Indonesia, khususnya pada anak-anak, dengan demikian di masa depan tunas-tunas bangsa ini semakin mencintai sains bahkan menjadi peneliti-peneliti unggul yang memajukan dunia sains dan teknologi di Indonesia” ujar Herda Pradsmadji, Kepala Komunikasi Perusahaan & CSR PT Kalbe Farma Tbk. “Selain itu, Kalbe juga terus mendorong para pendidik dan para guru untuk mengembangkan dan merangsang kreatifitas anak-anak dalam menemukan solusi permasalah sehari-hari melalui sains, salah satu contohnya melalui Forum Diskusi ini” lanjut Herda.
“Kami terus konsisten dalam menentukan kriteria yang dipakai dalam penilaian pemenang KJSA ini, yakni kreativitas, inovasi, originalitas karya sains tanpa mengesampingkan nilai integritas, artinya ide pembuatan karya merupakan ide dari anak didik sendiri,” kata Dr. L.T. Handoko, Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai Ketua Juri KJSA 2017. “Hasil karya sains yang mereka hasilkan diharapkan menjadi solusi untuk memecahkan masalah yang dihadapi anak-anak di lingkungan mereka sendiri,” lanjut Handoko.
"Kami senang animo peserta meningkat setiap tahunnya. Sejak program KJSA dimulai pada tahun 2011, jumlah karya yang masuk menunjukkan peningkatan terus menerus. Tahun 2016 program ini diikuti oleh 917 karya dari 358 sekolah di 22 propinsi di seluruh Indonesia. Bandingkan dengan tahun 2015 sebanyak 811 karya, dan tahun 2014 sebanyak 714 karya," kata dr. Iwan S. Handoko selaku Ketua Panitia Kalbe Junior Scientist Award 2017.
Dr. Iwan juga menambahkan, melihat banyaknya peminat dari program KJSA ini, maka kriteria peserta kami perluas menjadi siswa/i kelas 4 SD sampai tingkat sekolah menengah pertama dengan rentang usia 9 – 14 tahun untuk dapat menunjukkan innovasi mereka dalam menghasilkan karya sains. Peserta merupakan kelompok yang terdiri dari maksimal 2 (dua) orang, dan boleh mengirimkan lebih dari satu karya sains dengan tema yang berbeda.
Adapun Dewan Juri KJSA 2017 adalah Dr. L.T. Handoko (Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI), Prof. Ir. Nizam, M.Sc., D.I.C., Ph.D (Kepala Pusat Penilaian Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI), Dr. Nurul Taufiqu Rohman, B.Eng, M.Eng (Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI), Dr. Tjut Rifameutia Umar Ali, M.A. (Pakar Psikologi Pendidikan dan Sekolah, Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia), Novriana Sumarti, S.Si., M.Si., Ph.D. (Matematikawan, Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam, ITB).
Kriteria Penilaian yang digunakan dalam penilaian KJSA 2017 yaitu isi keaslian ide, latar belakang permasalahan, solusi yang diberikan, inovasi dan manfaat dari hasil karya bagi lingkungan sekitar dan masyarakat. Dari penilaian dewan juri tersebut akan dipilih 18 finalis berdasarkan nilai tertinggi, kemudian seluruh finalis beserta pembimbing akan diundang ke Jakarta pada 4 – 8 September 2017 untuk mengunjungi pabrik Kalbe dan mempresentasikan hasil karyanya di depan dewan juri. Selanjutnya dari penilaian presentasi tersebut akan dipilih 9 pemenang karya terbaik.
Sosialisasi dan pendaftaran peserta program KJSA dimulai 21 Februari 2017 sampai dengan 31 Juli 2017 dimana setiap peserta wajib mengirimkan berkas antara lain formulir pendaftaran, profile peserta, ringkasan hasil karya ide karya sains dengan penjelasan mengapa memilih ide itu, apa yang hendak dibahas, dan pengembangan ide/solusi yang hendak dipaparkan dan lain sebagainya yang semuanya dapat diunduh di www.kalbe-kjsa.com.
Published in
HIMAFI ITB (10 February 2017)
Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) ITB menyelenggarakan Grand Final Eureka! ITB 2017 pada Hari Minggu, 5 Februari 2017 di Aula Barat. Acara yang dimulai pada pukul 09.00 WIB itu didukung secara penuh oleh Program Studi Fisika dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Grand Final tersebut berisi beberapa rangkaian acara yaitu Seminar, Talkshow, dan Presentasi Finalis Kompetisi RBL yang dimulai sejak September 2016. Selain itu juga ada hiburan dari HIMAFI Band dan ITB Jazz.
Dihadiri oleh sekitar 100 orang, acara tersebut dibuka secara resmi oleh Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB, Prof. Abdul Waris. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya penanaman riset sejak dini pada generasi muda. “Sains adalah hal fundamental yang wajib dikembangkan sebuah Negara jika ingin maju di berbagai bidang”, pungkas beliau. Dalam konteks ilmu pengetahuan, riset adalah salah satu cara untuk menanamkan rasa ingin tahu dan produktivitas dalam diri setiap pelajar / mahasiswa.
Seminar diisi oleh tiga pakar yang merupakan ahli di bidang masing-masing. Dari sisi birokrasi, diwakili oleh Dr. L.T. Handoko yang merupakan Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, dari industri ada alumni Fisika ITB angkatan 1999 yaitu Andri Yadi yang juga merupakan CEO DyCode, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan Internet of Things (IoT). Serta dari sisi akademisi diwakili oleh Guru Besar Fisika ITB, Prof. Mikrajuddin Abdullah. Ketiganya menyampaikan pandangan mengenai riset fisika ditinjau dari masing-masing background keahlian.
Acara kemudian dilanjutkan dengan talkshow yang dipandu oleh moderator (Alief, Fisika ITB 2015). Pada sesi tersebut, cukup banyak pertanyaan dari pengunjung yang berasal dari berbagai institusi baik tingkat SMA maupun mahasiswa di Kota Bandung. Selesai talkshow, acara kemudian beralih pada pameran stand dimana pengunjung dapat melakukan vote untuk menilai stand terbaik yang akan dinobatkan sebagai juara favorit.
Pada sesi presentasi alat RBL, para peserta terlihat antusias dalam memamerkan hasil karyanya walaupun cukup banyak kritik dan masukan dari dewan juri. Di akhir acara, setelah melalui diskusi yang cukup ketat, dipilihlah 6 juara yang berhak mendapatkan sejumlah hadiah yaitu trofi, sertifikat, dan uang pembinaan.
Published in
HMF ITB (2 Februari 2017)
Published in
FTI Unissula (9 Januari 2017)
Sabtu 07 Januari 2016 bertempat di ruang dekan FTI telah kedatangan tamu dari petinggi RISTEKDIKTI yang diantaranya adalah Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Dr. Muhamad Dimyati, Koordinator Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Prof LT Handoko, Direktur Hak Keakayaan Intelektual (HKI) Sadjuga dan jajarannya. Kehadiran pejabat di bawah menteri ini menindaklanjuti instruksi Menteri Riset dan Teknologi untuk menggagas sebuah sistem indeksasi jurnal dan peneliti Indonesia yang sejajar dengan sistem indeksasi internasional yang sudah terkenal yaitu Scopus. Sistem ini rencananya akan dinamakan SINTA Indonesian Science Index yang akan digabungkan sebagai acuan penilaian penelitian dan publikasi para peneliti Indonesia, institusi penelitian, serta jurnal-jurnal yang diterbitkan di Indonesia.
Dr. Muhamad Dimyati beserta rombongan datang ke Unissula dalam rangka menemui pimpinan tertinggi kampus ini yaitu rektor Dr. Anis Malik Toha dan jajarannya di rektorat serta dekan FTI Dr. Sri Arttini Dwi Prasetyowati untuk meminta ijin perihal diikutsertakan salah satu dosen FTI yang masuk ke dalam tim leader pembangunan sistem tersebut. Dosen yang dimaksud adalah Imam Much Ibnu Subroto, Ph.D yang merupakan juga koordinator penelitian fakultas ini. Dengan dimasukkannya dosen FTI ini sebagai tim inti maka secara tidak langsung Fakultas Teknologi Industri telah menghasilkan dosen-dosen yang diakui kemampuannya di tingkat nasional.
Published in
Tempo (Amri Mahbub, 2-8 Januari 2017)
- Bambang Subiyanto (Wakil Kepala LIPI)
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko (kiri) bersama Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro (kanan) mendengarkan penjelasan siswa MTSN Langsa, Aceh Naufal (14) mengenai energi alternatif yang berasal dari pohon kedondong (jarak pagar) hasil penelitiannya pada acara Fun Science Fair 2016 di Jakarta, Jumat (29/10). (ANTARA Aceh / Irman)
- Dr. Laksana Tri Handoko (Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI)
- Dr. Agus Haryono (Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI)
- Nur Tri Aries Suestiningtyas, MA (Kepala Biro Kerja Sama, Hukum dan Humas LIPI)
- Isrard, MH (Kepala Bagian Humas - Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI)
Penulis: pwd
Editor: isr
Editor : Herman Sina
- Driszal Fryantoni (Kepala Balai Penelitian Teknologi Mineral LIP)
- Isrard (Kepala Bagian Humas - Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI)
Budi Prawara (Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika LIPI)
Bambang Widiyatmoko (Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI)
Isrard (Kepala Bagian Humas, Biro Kerja sama, Hukum, dan Humas LIPI)
editor:pwd,isr
Sumber : Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI
- Dr. LT. Handoko, (Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI)
- Nur Tri Aries Suestiningtyas, M.A. (Kepala Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI)