main article site » |
Published in e-Indonesia (Edisi 15 November - 14 Desember 2006, L.T. Handoko)
Di pagi hari yang cerah dan agak dingin akibat hujan malam sebelumnya, rombongan Indonesia dengan jumlah 34 orang sudah berkumpul lobi terminal 2E Bandara Soekarno-Hatta. Rombongan dipimpin Bpk Riyanto Gozali dari Aspiluki, termasuk 4 orang juri (Jos Luhukay, Eko Indrajit, Sylvia Sumarlin, Richard Kartawijaya), 2 orang official dan 3 orang wakil Depkominfo. Setelah pembagian tas, tiket dan jaket seragam, rombongan langsung cek-in dan bergegas memasuki ruang tunggu pesawat.
Perjalanan ke Hongkong dengan pesawat Garuda cukup singkat, hanya 4 jam. Namun, sesampainya di Bandara Internasional Hongkong pk 14, apa daya kami harus menunggu selama lk 4 jam karena feri menuju Macau pk 18. Perjalanan dengan feri ke Macau hanya 1 jam, namun dengan kepenatan selama menunggu di bandara, akses ke terminal feri yang sangat tidak nyaman, angin dingin yang cukup kuat, ditambah laut yang bergelora akibat air pasang dan sedikit badai, tak pelak membuat sebagian besar anggota rombongan dilanda mabuk laut. Akhirnya setelah naik bus jemputan selama lk 15 menit rombongan tiba di Regency Hotel yang menjadi pusat lokasi penyelenggaraan APICTA 2006.
Panjangnya perjalanan yang diluar dugaan ditambah kondisi setengah mabuk laut membuat sebagian besar peserta lega saat mendapatkan "makan malam gratis" di salah satu restoran dengan hidangan masakan Cina yang hangat. Menurut informasi Ibu Carlia, makan malam tsb diadakan dengan dana sponsor dari Oracle Indonesia. Meski harus berdesakan karena hanya disediakan 3 meja, makan malam ini cukup membuat rombongan merasa segar dan kembali bisa melontarkan aneka guyonan segar. Praktis setiba di hotel lk pk 22 seluruh anggota rombongan bergegas cek-in agar segera bisa masuk kamar dan beristirahat melepas penat.
Acara keesokan hari (tgl 2/11) praktis kosong dan hanya dilakukan registrasi. Acara bebas, kecuali ketua delegasi dan para juri yang memiliki beberapa agenda pertemuan pendahuluan. Beruntung seluruh acara utama, kecuali acara dinner, diselenggarakan dalam hotel sehingga praktis peserta tidak perlu keluar hotel. Sore hari seluruh peserta diundang menghadiri acara pembukaan dan dinner atas undangan pemerintah Macau. Acara diisi dengan pembukaan oleh Gubernur Macau, pertunjukan seni dan.... makan malam formal. Rombongan Indonesia diwakili oleh Ibu Loli dari Depkominfo. Tak lupa, segera setelah kembali ke hotel di malam hari, Ketua Delegasi mengumpulkan seluruh peserta untuk melakukan briefing terakhir. Pengarahan dan aneka tip berdasar pengalaman kompetisi sebelumnya diberikan oleh A. Arianto dan semua juri asal Indonesia. Saat itulah ketegangan mulai melanda sebagaian besar peserta. Betapa beban mental untuk membawa beberapa piala kemenangan ke Indonesia terasa semakin berat...
Akhirnya acara puncak, yaitu kompetisi dimulai pada tgl 3 dan 4, sejak pagi sampai sore hari. Presentasi dilakukan secara paralel di 6 ruangan sesuai dengan kategori karya-karya yang dilombakan. Setiap peserta mendapatkan jatah presentasi selama 20 menit ditambah 10 menit tanya jawab dan 5 menit untuk persiapan sebelum presentasi. Praktis kedua hari puncak ini diisi dengan presentasi. Meski demikian tentu saja banyak anggota rombongan yang memanfaatkan waktu senggang, terlebih bagi yang sudah selesai presentasi, untuk pergi keliling Macau, atau bahkan ke Hongkong maupun Cina daratan !
Di antara waktu presentasi, delegasi Hongkong, Malaysia dan Singapore secara pro-aktif melakukan pameran mandiri serta membuka meja informasi yang menyediakan aneka brosur terkait dengan ICT di negaranya. Rasanya hal semacam ini perlu dicontoh oleh delegasi Indonesia dengan Aspiluki sebagai motornya. Terlebih motivasi utama acara APICTA awalnya adalah sebagai ajang ekspose dan promosi produk dan perusahaan terkait ICT ke luar negeri. Justru kompetisi aplikasi hanya merupakan jembatan untuk mencapai hal tersebut. Sehingga patut disayangkan bahwa teman-teman dari Aspiluki dan perusahaan perangkat lunak peserta kurang memanfaatkan ajang ini untuk pemasaran yang notabene sangat menguntungkan diri mereka.
Bahkan delegasi Hongkong dan Malaysia mengadakan sesi Esperience Sharing dengan mengundang rekan-rekannya dari negara lain. Acara yang merupakan ajang promosi ini nampaknya benar-benar sangat direncanakan dan dimanfaatkan dengan baik oleh mereka untuk semakin mengokohkan posisi. Tidak mengherankan bila selama ini Malaysia dan Hongkong selalu merajai arena kompetisi ini sejak tahun 1999. Nampak sekali bahwa delegasi mereka sangat solid dan memiliki persiapan yang matang dengan dukungan penuh untuk mengikuti lomba ini.
Ini kontras dengan delegasi Indonesia, dimana sebagian besar anggotanya yang merupakan pemenang APICTA 2006 Indonesia harus berpusing-pusing untuk mencari sumber dana untuk bisa ikut dalam delegasi. Tetapi sebagai perbandingan, mungkin Aspiluki dan Depkominfo bisa mencontoh TOFI (Tim Olimpiade Fisika Indonesia) yang awalnya di tahun 1993 juga harus membanting tulang untuk bisa mendanai dan mencari bibit melalui kompetisi lokal, mempersiapkan dan memberangkatkan delegasi Indonesia ke ajang internasional. Akhirnya sejak tahun 2000-an kegiatan olimpiade fisika dan sains lainnya sudah mendapatkan dukungan permanen dari Depdiknas sehingga bisa menjadi kebanggaan nasional saat ini. Tentu saja ini semua bisa terjadi karena TOFI mampu membuktikan prestasi secara konstan sejak sebelum mendapatkan dukungan formal pemerintah.
Seharusnya, Aspiluki dan Depkominfo bisa melakukan dengan lebih baik mengingat bidang ICT adalah bidang yang sangat pro-bisnis dan dekat dengan sumber ekonomi. Kalau perlu setiap peserta diberikan proses pelatihan dan pematangan karya jauh hari sebelum diberangkatkan. Ini persis seperti yang dilakukan oleh delegasi Malaysia menurut informasi dari beberapa anggota mereka. Bila telah mampu membuktikan bisa meraih prestasi, diyakini dukungan formil dari (misalnya) aneka pihak akan mengalir dengan jauh lebih mudah. Terlebih dengan rencana Indonesia untuk menjadi tuan rumah APICTA 2008 mendatang.
Akhirnya acara puncak, yaitu pengumuman pemenang, pada tgl 5/11 bersamaan dengan gala dinner dan penutupan acara tiba. Pada acara ini Indonesia diwakili juga oleh Dirjen Telematika Depkominfo, Bpk Cahyana, yang tiba sehari sebelumnya. Saat tiba acara pengumuman pemenang, seluruh peserta dengan berdebar menyimak nama-nama yang diucapkan. Akhirnya Indonesia berhasil membawa 2 Merit Award untuk kategori Education and Training (PT Pesona Edukasi) dan Start-up (PT Sqiva System). Sayangnya tahun ini belum terjadi peningkatan prestasi untuk tim Indonesia sejak menjadi peserta APICTA. Selama ini Indonesia selalu menjadi kuda hitam, meski dari jumlah peserta selalu menjadi minimal 4 besar diantara 12 negara peserta.
Keesokan harinya, tgl 6 pagi rombongan meninggalkan hotel untuk kembali ke Indonesia dengan membawa sejuta kenangan, pengalaman dan wawasan baru. Tak lain semua ini untuk membuat diri kita semua menjadi lebih baik. Minimal membuat Indonesia menjadi lebih diperhitungkan dan mampu berkiprah di bidang ICT, tidak kalah dengan negara-negara tetangga yang nampaknya sudah melewati masa lepas landas...
Published in fisik@net (19 October 2006)
Segenap komunitas fisika energi tinggi menanti aktifasi awal mesin akselerator terbesar yang pernah dibuat umat manusia pada pertengahan tahun 2007. Akselerator dengan nama LHC (Large Hadron Collider) ini, sesuai dengan namanya, benar-benar berdimensi super raksasa. Yaitu berupa terowongan melingkar sepanjang 27 km pada kedalaman 50-175 meter di bawah tanah di perbatasan Swiss dan Perancis. Di antara akselerator dibangun 4 buah detektor (ditandai dengan lingkaran pada ganbar 1) dengan berbagai tujuan berbeda yang masing-masing memiliki diameter 5 kali tinggi orang dewasa. Dibangun sejak awal 1980 di kawasan pusat penelitian fisika energi tinggi CERN milik Uni Eropa, LHC merupakan hasil kolaborasi ribuan ilmuwan dari 43 negara dengan berbagai disiplin ilmu. Sehingga tak pelak, mesin raksasa ini ditahbiskan (ditandai dengan lingkaran di gambar 1) sebagai eksperimen terbesar dan termahal di dunia saat ini.
LHC ditujukan untuk mencari partikel hipotetik yaitu partikel Higgs serta partikel baru lainnya selain yang telah diketahui dan diprediksi oleh teori Model Standar selama ini. Partikel Higgs ini merupakan satu-satunya partikel yang belum ditemukan dan diprediksi oleh trio Higgs-Brout-Engler pada tahun 70-an. Akibat proses produksi partikel Higgs memiliki probabilitas yang kecil, diperlukan akselerator dengan kemampun ekstra semacam LHC. LHC memiliki kemampuan memproduksi partikel dengan pusat massa sampai dengan 14 TeV (tera-electronvolt), yang merupakan hasil tumbukan antara proton dan positron dengan energi masing-masing 7 TeV. TeV merupakan satuan yang menunjukkan energi, 1 TeV setara dengan energi seekor nyamuk yang terbang. Namun ukuran proton hanya seper-triliun nyamuk. Sebuah proton dalam satu berkas akan berputar mengelilingi akselerator dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya sebanyak 11.245 putaran per-detik selama 10 jam. Sehingga total proton tersebut akan berjalan sejauh 10 milyar kilometer, lebih kurang setara dengan perjalanan ke Neptunus pulang pergi.
Untuk mempercepat berkas proton dipergunakan 7000 magnet superkonduktor yang bekerja pada suhu -217 derajat Celcius (dipasang seputar lintasan di gambar 2). Dengan magnet jenis ini, diperoleh medan magnet yang luar biasa besar (8 Tesla) untuk mampu menjaga berkas proton tetap pada lintasannya. Sebagai ilustrasi, bila dipergunakan magnet konvensional akan diperlukan lintasan sepanjang 120 kilometer !
Dimanakah urgensi eksperimen semacam ini, yang menghabiskan dana dan sumber daya sedemikian besar ? Pertanyaan mendasar semacam ini, di era modern saat ini harus dijawab oleh para ilmuwan. Untuk itulah bila mengunjungi situs CERN (http://www.cern.ch) hal pertama yang ditampilkan adalah public-relation untuk publik. Disini diberikan detail penjelasan yang bermuara pada keinginan untuk mengetahui lebih jauh hukum alam semesta, yang kelak diharapkan bisa meningkatkan peradaban umat manusia. Pendekatan semacam ini mutlak dilakukan sebagai bentuk pertanggung-jawaban dan justifikasi atas pemakaian dana publik, berapapun itu besarnya. Hal ini penting, mengingat eksperimen ilmiah tidak selalu berakhir dengan happy-ending. Ada kalanya, dan malah seringkali, eksperimen tidak berhasil mendapatkan apa-apa. Meski kolaborasi LHC melibatkan ribuan ilmuwan, termasuk para teoritikus seperti penulis yang bergabung dalam Working Group LHC, semua kemungkinan bisa terjadi.
Sebagai teoritikus, yang juga membuat salah satu Teori Penyatuan Agung (Grand Unified Theory, GUT) seperti telah dipublikasikan di Physical Review D71 (2005) 095013, beban moral semacam ini sangatlah terasa. Selama pertemuan yang sedang diikuti penulis sejak pertengahan September ini, dibicarakan semua kemungkinan yang bisa terjadi. Namun tentu saja, semua teori tidak bisa dijamin benar, karena teori seyogyanya hanyalah penjelasan atas kemungkinan yang bisa terjadi berdasarkan asumsi dan pengetahuan yang dimiliki semacam ini. Dilain pihak eksperimen semacam LHC ditujukan untuk menguji kebenaran aneka teori yang ada, sehingga bisa diperoleh teori yang paling "mendekati kebenaran". Demikian juga dengan teori GUT penulis yang berbasis simetri SU(6) dan mensyaratkan ada beberapa jenis partikel Higgs, tidak hanya satu seperti diprediksi oleh Model Standar. Dengan dimulainya eksperimen di LHC tahun depan, dalam beberapa tahun kita akan melihat apakah model GUT pertama made-in Indonesia (bahkan Asia Tenggara dan Australia( ini akan bertahan atau tidak...
Catatan : seluruh gambar berasal dari CERN LHC Project.
Published in DM Corner (15 Agustus 2006, Philips Kokoh Prasetyo)
Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pertumbuhan data di dunia. Berbagai fenomena alam semakin mudah diobservasi dan didokumentasikan. Keberadaan data sebagai nyawa dari tumbuh dan berkembangnya teknologi menjadi sangat mudah diperoleh. Apalagi perkembangan teknologi hardware dan software yang semakin pesat dan semakin murah, membuat proses dokumentasi menjadi semakin mudah. Faktor-faktor ini akhirnya menyebabkan terjadinya ?ledakan data? di berbagai bidang. Misalnya kalau di biologi, pertumbuhan pesat data genome dapat dilihat di situs genbank (http://www.ncbi.nih.gov/Genbank/genbankstats.html)
Sedangkan informasi yang berupa teks, pertumbuhannya tidak kalah pesat. Di situs Medline, jumlah abstrak yang didokumentasikan tahun 2003 dilaporkan sekitar 12 juta. Kalau satu abstrak terdiri dari 200 kata, maka sekitar 2.4 milyar kata terekam di Medline.
Data dan teks yang melimpah ini tidak akan ada artinya, bila tidak ada metode komputasi efektif yang mampu mengolah data berskala besar, dan menggali informasi terpendam di dalamnya. Datamining adalah solusi yang ditawarkan oleh teknologi komputasi agar informasi yang selama ini terpendam di tumpukan data itu dapat digali dan dimanfaatkan. Aplikasi datamining sangat luas dan terdapat di berbagai bidang. Bagi pelaku bisnis misalnya, datamining bermanfaat untuk mengetahui kecenderungan perilaku konsumen di supermarket maupun toko online, sehingga mereka dapat merancang strategi jitu untuk meningkatkan pelayanan pada konsumen.
Pentingnya data dan teknologi datamining ini telah dirasakan oleh kalangan iptek Indonesia. Upaya penyediaan data ilmiah, misalnya dengan pengadaan mirror scientific data (L.T. Handoko dkk.) yang beralamatkan di http://www.arsip.lipi.go.id/.
Beberapa data penting di bidang bioteknologi, bioinformatika, dan fisika seperti GenBank, Protein Data Bank (PDB), Particle Data Group (PDG), telah dapat diakses mudah dari Indonesia. Walau masih terbatas, tapi setidaknya telah dimulai upaya untuk mempermudah akses komunitas Indonesia ke berbagai data ilmiah penting.
Bagaimana dengan teknologi datamining ?
Akhir-akhir ini seminar, pelatihan, workshop mengenai datamining telah dilakukan di berbagai instansi, antara lain STTTelkom, ITB, Politeknik ITS, dsb. Ini adalah berita yang menggembirakan, dan menunjukkan bahwa potensi datamining telah mulai diperhatikan di Indonesia. Namun demikian, upaya untuk menyelenggarakan seminar berbasis internet di bidang ini masih dirasakan kurang kalau tidak dapat dikatakan belum pernah dilakukan oleh komunitas internet Indonesia. Padahal umumnya kalangan mahasiswa, peneliti dan praktisi teknologi di Indonesia telah terbiasa berkomunikasi lewat internet, dan persentase mereka cukup besar. Menurut Onno Purbo porsi diskusi keilmuan di internet berada pada kisaran 19% dari keseluruhan posting di internet. Angka ini termasuk jumlah yang signifikan, dan menempati peringkat kedua setelah posting yang sifatnya silaturahmi (21.9%). Pornografi yang selama ini dikhawatirkan ternyata berada pada prosentase yang lebih kecil yaitu 12.9%. Penelitian Onno yang dimuat di situs ilmukomputer.com ini, memberikan harapan segar bahwa ternyata perhatian masyarakat terhadap perkembangan iptek cukup besar.
Dalam hal ini, komunitas softcomputing Indonesia (sc-ina@yahoogroups.com) dan komunitas datamining Indonesia (http://groups.yahoo.com/group/indo-dm) bekerja sama menyelenggarakan e-kolokium bertemakan datamining dan text-mining, yang akan disajikan oleh dua peneliti Indonesia yang aktif melakukan riset di bidang ini.
Jadwal dan tema presentasi adalah sbb:
Makalah presentasi dan diskusi (tanya jawab) akan diforward ke dua milis (indo-dm@yahoogroups.com & sc-ina@yahoogroups.com). Dengan mengikuti kegiatan ini diharapkan peserta dapat memahami konsep teknologi datamining dan text mining, yang mungkin akan bermanfaat bagi riset dan bidangnya masing-masing. Semoga kegiatan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan iptek di Indonesia.
Alamat milis :
Published in
Berita Iptek (31 Juli 2006, Romi Satria Wahono)
Sejak akhir tahun 2005, kebetulan saya diminta membantu Kementrian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) dalam kegiatan pembuatan buku putih penelitian dan pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Indonesia. Sebenarnya kegiatan KNRT untuk pembuatan buku putih tidak hanya dalam bidang TIK, tetapi juga beberapa bidang lain yang disebut dengan 6 bidang prioritas pembangunan Iptek 2005-2025, yang terdiri dari:
Dan pada tanggal 26 Juli 2006 diadakan acara penyempurnaan draft final buku putih untuk ke 6 bidang diatas (download), dimana Menristek (pak Kusmayanto Kadiman) dalam keynote speechnya memaparkan beberapa panduan dan filosofi kenapa buku putih harus ada. Tentu dalam tulisan ini saya tidak akan mengupas isi buku putih ke 5 bidang lain selain TIK, karena tugas saya memang hanya di buku putih TIK. Ada satu catatan menarik bahwa sedikit perdebatan hangat terjadi pada pertemuan tanggal 26 Juli 2006, khususnya tentang posisi buku putih ini sendiri. Pak Kusmayanto menyebut bahwa muara kerangka pikir buku putih berasal dari Jakstranas Iptek 2005-2009 (download) dan Agenda Riset Nasional (ARN) . Sedangkan pemikiran rekan-rekan penyusun ARN, bahwa justru ARN yang seharusnya disusun berdasarkan Buku Putih, karena lingkup tahun buku putih yang lebih panjang yaitu 2005-2025. Well, kedua pemikiran ini berlandaskan pada dokumen yang resmi, meskipun saya sendiri kurang jelas, mana madzab yang lebih shohih ;)
Penyusunan buku putih yang lengkapnya bernama ~Buku Putih Penelitian Pengembangan dan Penerapan Iptek Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi tahun 2005-2025~, sempat tertatih-tatih dan mengalami beberapa pergantian tim nara sumber. Saya mengikuti beberapa pertemuan yang diadakan di Jakarta akhir tahun 2005 dan kemudian camp selama 2 hari di Bandung di awal tahun 2006. Tim yang terdiri dari 22 orang, cukup lengkap dan berimbang karena ada wakil dari KNRT (pak Engkos Koswara dan pak Richard Mengko), LIPI (pak Tigor Nauli, pak L.T. Handoko, pak Mashuri dan saya sendiri), Depkominfo (pak Ashwin Sasongko dan pak Hadwi Sanjoyo), BPPT (pak Sulistyo dan pak Hary Budiarto), dari Universitas ada pak Abdullah Alkaf (ITS), ada juga wakil dari BATAN, LAPAN, dan yang menarik diundang juga beberapa wakil vendor misalnya pak Harry Kaligis (Sun Microsystems) dan pak Goenawan Lukito (Oracle). Saya secara pribadi juga ingin memberi applaus khusus kepada pak Agus Sediadi, pak Sabartua Tampubolon, pak Kemal Prihatman dan teman-teman di KNRT yang bekerja secara underground menyusun dan mengedit narasi sehingga berbentuk draft yang matang.
Tentu dalam pembahasan terjadi tarik ulur dan diskusi hangat, yang saya pikir terjadi karena pengaruh beragamnya latar belakang bidang pendidikan, core competence dan institusi tempat kerja. Pengaruh lain adalah seperti saya duga di awal, sangat sulit membuat grand design penelitian sampai 25 tahun ke depan untuk bidang yang sangat (terlalu) cepat berkembang seperti TIK. Sampai detik inipun saya belum yakin 100% bahwa poin-poin yang disusun sudah menggambarkan peta penelitian yang sebaiknya dilakukan sampai 2025 di Indonesia. Saya pikir sifat buku putih ini lebih dinamis dan memungkinkan terjadinya revisi ketika kebutuhan dan teknologi berkembang di luar lingkup yang dibahas di buku putih. Draft awal pada pertemuan di Jakarta diperbaiki secara menyeluruh dengan mengubah format dan poin-poin utama pembahasan pada pertemuan (camp) 2 hari di Bandung.
Saya mencatat hal menarik dari buku putih TIK ini, yang pertama bahwa hasil penelitian TIK di Indonesia diharapkan mampu berperan dalam:
Dapat kita simpulkan bahwa para peneliti bidang TIK diharapkan lebih melihat user needs (kebutuhan pengguna atau stakeholder), lebih membumi dan memprioritaskan penelitian ke arah mencari solusi kebutuhan riil masyarakat. Tentu peneliti bidang TIK akan semakin sibuk karena disamping harus memilih tema penelitian yang siap terap untuk masyarakat, juga unggul dan dapat bersaing secara internasional, dan apabila diperlukan dapat membantu mewujudkan sistem pemerintahan yang bersih.
Bahasa lainnya, penelitian yang dilakukan harus menjawab kepentingan beberapa stakeholder, yaitu:
Kemudian apa prioritas tema penelitian TIK yang direkomendasikan dalam buku putih tersebut? Ada 5 prioritas utama yang masing-masing memiliki bidang garapan seperti di bawah:
Informasi lengkap masing-masing tema dapat didownload langsung dari draft buku putih yang ada di situs KNRT
(download)
Di Indonesia sebenarnya dokumen-dokumen semacam Jakstranas Iptek, ARN dan buku putih ini masih menyisakan pekerjaan rumah. Diantaranya yang paling mencolok adalah bagaimana kita bisa mensinkronkan arah penelitian dan pengembangan, karena beberapa kementrian maupun departemen lain juga membuat kajian, kebijakan dan buku putih yang meskipun bertema sama tetapi sering isinya berbeda dan susah mencari titik temunya. Masalah kemudian adalah sosialisasi, mungkin perlu dipikirkan teknik sosialisasi yang lebih efektif secara kualitas dan kuantitas, karena seminar dan workshop sepertinya agak kurang efektif dalam proses diseminasi informasi dari kebijakan-kebijakan pemerintah.
Draft dokumen buku putih ini dapat didownload melalui situs http://www.ristek.go.id. Terutama bagi peneliti yang bergerak di bidang TIK, mudah-mudahan bisa menjadi bahan rujukan dalam penentuan tema dan prioritas penelitian. Saat ini KNRT masih membuka diri untuk menerima masukan berhubungan dengan buku putih ini, masukan dapat dilayangkan melalui URL:
disini.
Published in
Kompas (Juni 2006)
Apa perbedaan antara Finlandia dengan Indonesia? Tentu banyak sekali perbedaan antara keduanya. Yang jelas banyak sekali pembalap ~ pembalap hebat berasal dari Negara skandinavia ini seperti Mika Hakkinen dan Kimi Raikkonen dari ajang balap Formula 1 ataupun Tommi Makinen dari ajang World Rally Championship (WRC). Jika di Indonesia mungkin hanya Ananda Mikola yang paling menonjol di dunia balap.
Selain menghasilkan banyak pembalap ~ pembalap hebat kelas dunia, Finlandia memang dikenal dengan industri telepon seluler nomor satu dunia, Nokia. Tentu orang di Indonesia (terutama pemakai telepon seluler) tidak ada yang tidak kenal dengan Nokia. Keunggulan Nokia dengan berbagai inovasi, kemajuan teknologi, dan daya tarik komersial harus diakui telah membuat Finlandia unggul atau setara dengan Negara ~ Negara yang selama ini dikenal berteknologi maju, seperti Jepang, Jerman, maupun Amerika Serikat.
Ada beberapa aspek yang menyebabkan Finlandia kini sejajar dengan Negara ~ Negara maju lainnya. Salah satu aspek yang menyebabkan Finlandia kini memiliki industri kelas dunia seperti Nokia adalah komitmen mereka terhadap riset (penelitian) dan pengembangan. Dengan riset dan pengembangan, terutama dalam menghasilkan produk ~produk yang bernilai tambah dan mempunyai daya saing global, Finlandia diyakini bisa tampil lebih mantap dalam persaingan pasar dunia.
Dengan komitmennya tersebut, konsekuensinya anggaran untuk riset dan pengembangan cukup tinggi yaitu sekitar 3,5% - 4% dari produk domestic bruto. Sekitar 5,5 miliar euro atau sekitar 60,5 triliun rupiah, sebuah angka yang cukup besar untuk Indonesia.
Aspek kedua adalah bahwa tingkat korupsi yang sangat rendah di Finlandia. Berdasarkan indeks yang dikeluarkan majalah The Economist pada tahun 2001, menempatkan Finlandia pada peringkat pertama Negara paling tidak korup sedangkan Indonesia berada pada peringkat 88 dari total 91 negara. Di Finlandia, jangankan korupsi, berbohong saja sudah tidak disukai rakyat. Hal ini seperti yang terjadi pada kasus mundurnya Perdana Menteri (PM) perempuan pertama Finlandia, Anneli Jaatteenmaki. PM perempuan tersebut mundur pada bulan Juni 2003 setelah dituduh berbohong kepada parlemen, dan rakyat menyangkut kebocoran informasi politik yang peka selama kampanye. Coba bandingkan dengan keadaan di Indonesia. Sudah menjadi tersangka pun kadang tidak mau mundur dari jabatannya.
Aspek nol korupsi yang diakumulasikan dengan kemampuan riset dan pengembangan (R&D) yang hebat membuat daya saing bisnis maupun daya saing Finlandia secara umum berada di posisi teratas di antara Negara ~ Negara di dunia. Untuk indeks daya saing bisnis, pada tahun 2005, Finlandia berada pada peringkat kedua di bawah Amerika serikat, diikuti berikutnya Jerman, Denmark, dan Singapura. Sedangkan untuk indeks daya saing pertumbuhan pada tahun yang sama Finlandia berada pada peringkat pertama diikuti Amerika Serikat, Swedia, Denmark, dan Taiwan.
Apa yang terjadi di Finlandia ternyata hampir bertolak belakang dengan kondisi yang terjadi di Indonesia. Di Indonesia, kegiatan riset dan pengembangan tidak seperti yang terjadi di Finlandia. Di samping terbatasnya sarana dan prasarana untuk riset dan pengembangan komitmen pemerintah terhadap riset dan pengembangan juga dipertanyakan karena anggaran untuk riset dan pengembangan sangat kecil.
Salah satu lembaga riset dan pengembangan di Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong, Jawa Barat, fasilitasnya serbaterbatas, dan gedungnya tampak suram tak terpelihara. Gaji atau penghargaan yang diberikan kepada peneliti pun tidak layak, sehingga tidak banyak para peneliti dari Indonesia mau mendedikasikan ilmunya demi kemajuan ilmu pengetahuan Indonesia kecuali mereka ~ mereka yang mempunyai idealisme tinggi demi kemajuan bangsa Indonesia dan dihargai di mata dunia.
Meskipun dengan kondisi sarana dan prasaran yang serbaterbatas dan gaji atau penghargaan kurang layak, saya memberikan apresiasi yang tinggi terhadap para ilmuwan Indonesia yang memiliki komitmen tinggi untuk tetap menekuni riset, mengembangkan ilmu, dan mencapai reputasi di tingkat internasional seperti Adi Santoso, ahli biologi molekuler, yang sedang meneliti produksi human EPO yang berperan penting dalam pembentukan sel darah merah, LT Handoko, ahli fisika partikel, dan astronom Mezak Ratag.
Pengorbanan sejumlah ilmuwan yang bekerja tanpa lelah, tanpa terganggu oleh godaan jangka pendek dan konsumerisme tidak akan cukup untuk mengangkat ketertinggalan bangsa ini dalam bidang ilmu dak teknologi. Untuk menarik orang ~ orang muda terbaik di negeri ini menjadi ilmuwan dan peneliti memang harus dimulai dengan pemberian penghargaan yang pantas bagi kerja para peneliti. Dan persoalannya bukan pada ketiadaan uang di negeri ini, tetapi lebih kepada tidak adanya komitmen dan visi para pemimpin untuk membudayakan ilmu.
Seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua LIPI, Lukman Hakim, kepada kompas ~Di Korea orang bangga dengan keberhasilan ilmuwan mereka menciptakan robot HUBO Einstein yang bisa mengekspresikan sedih dan tertawa. Ketika ditanya apa manfaatnya, dijawab nothing. Di Indonesia bukan main orang melecehkan ilmuwan. Kerja yang mereka lakukan dinilai tidak ada gunanya.~
Berikutnya berbicara mengenai korupsi di Indonesia. Jika di Finlandia tingkat korupsi sangat kecil, bahkan bisa dikatakan nol korupsi, di Indonesia korupsi sudah merajalela dimana ~ mana. Hampir di semua aspek kehidupan tidak lepas dari praktek korupsi. Bahkan mungkin korupsi sudah menjadi ~budaya~ di Indonesia. Sehingga sangat sulit sekali untuk memberantas praktek korupsi di Indonesia. Meskipun sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sampai saat ini tingkat korupsi di Indonesia masih sangat tinggi dan koruptor ~ koruptor kelas kakap pun belum tersentuh oleh hukum.
Korupsi sudah mem~budaya~ di Indonesia. Oleh karena itu sangat sulit untuk mengubah ~budaya~ buruk tersebut, karena sebagaimana kita tahu bahwa untuk mengubah sesuatu yang sudah menjadi budaya masyarakat tertentu sangat sulit. Mungkin dibutuhkan waktu hingga satu generasi untuk menghilangkan sama sekali ~budaya~ korupsi dari negeri ini. Itu pun jika generasi berikutnya tidak mengikuti ~budaya~ tersebut.
Jika kedua aspek tersebut (komitmen dan visi yang jelas terhadap riset dan pengembangan dan nol korupsi) belum dimiliki negeri ini, jangan bermimpi jika Indonesia ingin seperti Finlandia yang sudah bisa sejajar dengan Negara ~ Negara maju lainnya di dunia. Mungkin untuk mengurangi jumlah korupsi di negeri ini dapat dimulai dengan hal ~ hal kecil seperti jujur pada diri sendiri dan orang lain sehingga tercipta saling percaya satu sama lain. Dan masih ada waktu untuk memperbaiki diri. Ayo!!!Apa perbedaan antara Finlandia dengan Indonesia? Tentu banyak sekali perbedaan antara keduanya. Yang jelas banyak sekali pembalap ~ pembalap hebat berasal dari Negara skandinavia ini seperti Mika Hakkinen dan Kimi Raikkonen dari ajang balap Formula 1 ataupun Tommi Makinen dari ajang World Rally Championship (WRC). Jika di Indonesia mungkin hanya Ananda Mikola yang paling menonjol di dunia balap.
Selain menghasilkan banyak pembalap ~ pembalap hebat kelas dunia, Finlandia memang dikenal dengan industri telepon seluler nomor satu dunia, Nokia. Tentu orang di Indonesia (terutama pemakai telepon seluler) tidak ada yang tidak kenal dengan Nokia. Keunggulan Nokia dengan berbagai inovasi, kemajuan teknologi, dan daya tarik komersial harus diakui telah membuat Finlandia unggul atau setara dengan Negara ~ Negara yang selama ini dikenal berteknologi maju, seperti Jepang, Jerman, maupun Amerika Serikat.
Ada beberapa aspek yang menyebabkan Finlandia kini sejajar dengan Negara ~ Negara maju lainnya. Salah satu aspek yang menyebabkan Finlandia kini memiliki industri kelas dunia seperti Nokia adalah komitmen mereka terhadap riset (penelitian) dan pengembangan. Dengan riset dan pengembangan, terutama dalam menghasilkan produk ~produk yang bernilai tambah dan mempunyai daya saing global, Finlandia diyakini bisa tampil lebih mantap dalam persaingan pasar dunia.
Dengan komitmennya tersebut, konsekuensinya anggaran untuk riset dan pengembangan cukup tinggi yaitu sekitar 3,5% - 4% dari produk domestic bruto. Sekitar 5,5 miliar euro atau sekitar 60,5 triliun rupiah, sebuah angka yang cukup besar untuk Indonesia.
Aspek kedua adalah bahwa tingkat korupsi yang sangat rendah di Finlandia. Berdasarkan indeks yang dikeluarkan majalah The Economist pada tahun 2001, menempatkan Finlandia pada peringkat pertama Negara paling tidak korup sedangkan Indonesia berada pada peringkat 88 dari total 91 negara. Di Finlandia, jangankan korupsi, berbohong saja sudah tidak disukai rakyat. Hal ini seperti yang terjadi pada kasus mundurnya Perdana Menteri (PM) perempuan pertama Finlandia, Anneli Jaatteenmaki. PM perempuan tersebut mundur pada bulan Juni 2003 setelah dituduh berbohong kepada parlemen, dan rakyat menyangkut kebocoran informasi politik yang peka selama kampanye. Coba bandingkan dengan keadaan di Indonesia. Sudah menjadi tersangka pun kadang tidak mau mundur dari jabatannya.
Aspek nol korupsi yang diakumulasikan dengan kemampuan riset dan pengembangan (R&D) yang hebat membuat daya saing bisnis maupun daya saing Finlandia secara umum berada di posisi teratas di antara Negara ~ Negara di dunia. Untuk indeks daya saing bisnis, pada tahun 2005, Finlandia berada pada peringkat kedua di bawah Amerika serikat, diikuti berikutnya Jerman, Denmark, dan Singapura. Sedangkan untuk indeks daya saing pertumbuhan pada tahun yang sama Finlandia berada pada peringkat pertama diikuti Amerika Serikat, Swedia, Denmark, dan Taiwan.
Apa yang terjadi di Finlandia ternyata hampir bertolak belakang dengan kondisi yang terjadi di Indonesia. Di Indonesia, kegiatan riset dan pengembangan tidak seperti yang terjadi di Finlandia. Di samping terbatasnya sarana dan prasarana untuk riset dan pengembangan komitmen pemerintah terhadap riset dan pengembangan juga dipertanyakan karena anggaran untuk riset dan pengembangan sangat kecil.
Salah satu lembaga riset dan pengembangan di Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong, Jawa Barat, fasilitasnya serbaterbatas, dan gedungnya tampak suram tak terpelihara. Gaji atau penghargaan yang diberikan kepada peneliti pun tidak layak, sehingga tidak banyak para peneliti dari Indonesia mau mendedikasikan ilmunya demi kemajuan ilmu pengetahuan Indonesia kecuali mereka ~ mereka yang mempunyai idealisme tinggi demi kemajuan bangsa Indonesia dan dihargai di mata dunia.
Meskipun dengan kondisi sarana dan prasaran yang serbaterbatas dan gaji atau penghargaan kurang layak, saya memberikan apresiasi yang tinggi terhadap para ilmuwan Indonesia yang memiliki komitmen tinggi untuk tetap menekuni riset, mengembangkan ilmu, dan mencapai reputasi di tingkat internasional seperti Adi Santoso, ahli biologi molekuler, yang sedang meneliti produksi human EPO yang berperan penting dalam pembentukan sel darah merah, LT Handoko, ahli fisika partikel, dan astronom Mezak Ratag.
Pengorbanan sejumlah ilmuwan yang bekerja tanpa lelah, tanpa terganggu oleh godaan jangka pendek dan konsumerisme tidak akan cukup untuk mengangkat ketertinggalan bangsa ini dalam bidang ilmu dak teknologi. Untuk menarik orang ~ orang muda terbaik di negeri ini menjadi ilmuwan dan peneliti memang harus dimulai dengan pemberian penghargaan yang pantas bagi kerja para peneliti. Dan persoalannya bukan pada ketiadaan uang di negeri ini, tetapi lebih kepada tidak adanya komitmen dan visi para pemimpin untuk membudayakan ilmu.
Seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua LIPI, Lukman Hakim, kepada kompas ~Di Korea orang bangga dengan keberhasilan ilmuwan mereka menciptakan robot HUBO Einstein yang bisa mengekspresikan sedih dan tertawa. Ketika ditanya apa manfaatnya, dijawab nothing. Di Indonesia bukan main orang melecehkan ilmuwan. Kerja yang mereka lakukan dinilai tidak ada gunanya.~
Berikutnya berbicara mengenai korupsi di Indonesia. Jika di Finlandia tingkat korupsi sangat kecil, bahkan bisa dikatakan nol korupsi, di Indonesia korupsi sudah merajalela dimana ~ mana. Hampir di semua aspek kehidupan tidak lepas dari praktek korupsi. Bahkan mungkin korupsi sudah menjadi ~budaya~ di Indonesia. Sehingga sangat sulit sekali untuk memberantas praktek korupsi di Indonesia. Meskipun sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sampai saat ini tingkat korupsi di Indonesia masih sangat tinggi dan koruptor ~ koruptor kelas kakap pun belum tersentuh oleh hukum.
Korupsi sudah mem~budaya~ di Indonesia. Oleh karena itu sangat sulit untuk mengubah ~budaya~ buruk tersebut, karena sebagaimana kita tahu bahwa untuk mengubah sesuatu yang sudah menjadi budaya masyarakat tertentu sangat sulit. Mungkin dibutuhkan waktu hingga satu generasi untuk menghilangkan sama sekali ~budaya~ korupsi dari negeri ini. Itu pun jika generasi berikutnya tidak mengikuti ~budaya~ tersebut.
Jika kedua aspek tersebut (komitmen dan visi yang jelas terhadap riset dan pengembangan dan nol korupsi) belum dimiliki negeri ini, jangan bermimpi jika Indonesia ingin seperti Finlandia yang sudah bisa sejajar dengan Negara ~ Negara maju lainnya di dunia. Mungkin untuk mengurangi jumlah korupsi di negeri ini dapat dimulai dengan hal ~ hal kecil seperti jujur pada diri sendiri dan orang lain sehingga tercipta saling percaya satu sama lain. Dan masih ada waktu untuk memperbaiki diri. Ayo!!!
Published in
Kompas (3 Mei 2006, P. Bambang Wisudo dan Indira Permanasari)
Di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia yang hampir-hampir berada pada titik nadir, sejumlah ilmuwan tetap setia dan tekun bergulat dengan keilmuannya.
Mereka tidak menyerah dengan fasilitas yang serbaterbatas, gedung yang suram tak terpelihara, atau gaji dan penghargaan yang tidak layak. Adi Santoso, ahli biologi molekuler, merupakan salah satu di antaranya.
Pagi-pagi ia sudah ada di Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong, Jawa Barat. Begitu pagi ia datang sampai kadang-kadang harus membangunkan dulu petugas satpam untuk membukakan pintu gerbang.
Ia menghabiskan lebih dari 12 jam sehari di ruang kerja yang sekaligus dipergunakan sebagai laboratorium pribadinya. Ia sedang bergulat meneliti produksi human EPO yang berperan penting dalam pembentukan sel darah merah.
Penelitian ini akan bermanfaat bagi pengembangan obat untuk para penderita gagal ginjal, kanker, dan HIV/AIDS. Para peneliti yang terkait dengan produksi obat berbasis bioteknologi sedang berlomba-lomba melakukan riset seperti ini.
Adi baru meninggalkan laboratoriumnya sekitar pukul 19.00, saat suasana kantor dan science park LIPI Cibinong gelap gulita dan hampir-hampir tidak ada kehidupan lagi. Kawasan itu terkesan menyeramkan. Beberapa waktu lalu ditemukan mayat korban perampokan sepeda motor dengan luka parah di leher.
"Saya selalu keasyikan di laboratorium dan pulang malam. Kadang seram juga, apalagi pernah ada kasus pembunuhan di sini," ujar Adi santai.
Berkutat dengan sampel-sampel gen, bahan-bahan kimia, alat ukur, dan tabung-tabung kaca sudah menjadi kegairahan hidup Adi. Laboratorium pribadi itu dibangunnya sendiri, tahap demi tahap.
Sejak dikirim ke Amerika Serikat (AS) melalui program beasiswa OFP pada 1988 hingga memperoleh gelar doktor dan bekerja sebagai visiting fellow di AS total selama 15 tahun ia selalu berada dalam laboratorium yang nyaman, yang membuatnya betah bekerja dari pukul 08.00 sampai pukul 04.00 pagi berikutnya.
Laboratorium pribadinya sekarang, tempatnya mengerjakan riset yang menjadi salah satu andalan Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, ia bangun sendiri. Pulang ke Indonesia pada 2003 hampir-hampir ia frustrasi. Tak ada ruangan, tak ada meja-kursi, tidak tahu persis apa yang bisa dilakukannya. Ia akhirnya mendapatkan sebuah ruangan tempat menyimpan biji-bijian yang menjadi sarang tikus.
Dari dana riset yang dilakukannya, ia pelan-pelan membangun ruang kerjanya menjadi laboratorium pribadi. Ia menggabungkan beberapa meja sekretaris menjadi kotak segi enam, di tengah-tengahnya rak kaca untuk menyimpan bahan-bahan kimia. Di sekelilingnya kursi- kursi plastik murahan. Sekilas seperti warung tegal. Akan tetapi, di ruangan itulah ada prospek muncul penemuan yang bernilai ekonomi tinggi.
Tahun 1999 perputaran uang dalam bidang tersebut mencapai 18 miliar dollar AS di dunia. Penelitian mengenai hormon mendominasi sekitar 51 persen, dan di dalamnya human EPO sumbangannya mencapai 21 persen. Angka itu mengalahkan insulin yang sebelumnya menjadi primadona penelitian di bidang ini.
Selama di AS Adi berkecimpung dalam riset ilmu dasar. Namun, ia mencoba bersikap realistis ketika pulang ke Indonesia.
Penghasilan yang diperoleh dari kerja kerasnya di Indonesia memang tidak ada artinya jika dibandingkan dengan yang diperolehnya di AS. Di sana ia memperoleh gaji sekitar 4.000 dollar AS atau Rp 36 juta setelah dipotong pajak.
Ia juga memperoleh asuransi kesehatan yang menjamin penuh semua biaya pengobatan. Di sini sebagai pegawai negeri ia mendapatkan gaji sekitar Rp 1,2 juta.
Selain itu, ia mendapatkan honor bulanan dari tiga proyek yang tengah dikerjakannya. Akan tetapi, itu juga tidak seberapa. Apalagi tiap malam, ia biasa mengajak makan malam sejumlah asisten peneliti sebelum diantarkannya ke rumah masing-masing.
Adi tidak sendiri. Ada sejumlah ilmuwan sains di Indonesia yang memiliki komitmen tinggi untuk tetap menekuni riset, mengembangkan ilmu, dan mencapai reputasi di tingkat internasional.
Keterbatasan tidak menghalangi orang-orang seperti fisikawan UI Terry Mart, ahli fisika partikel LT Handoko, dan astronom Mezak Ratag. Di bidang ilmu-ilmu sosial masih ada tokoh-tokoh seperti Thee Kian Wie dan Lie Tek Tjeng dari LIPI atau sejarawan Sartono Kartodirdjo yang sudah uzur.
Akan tetapi, pengorbanan sejumlah ilmuwan yang bekerja tanpa lelah, tanpa terganggu oleh godaan jangka pendek dan konsumerisme tidak akan cukup untuk mengangkat ketertinggalan bangsa ini dalam bidang ilmu dan teknologi. Untuk menarik orang-orang muda terbaik di negeri ini menjadi ilmuwan dan peneliti memang harus dimulai dengan pemberian penghargaan yang pantas bagi kerja para peneliti.
Tidak perlu seperti Menteri Federal Riset dan Sains Atta-ur- Rahman yang menuntut empat kali lipat gaji menteri untuk para peneliti. Andaikata saja gaji peneliti di Indonesia sama dengan gaji politisi di Senayan, kebangkitan ilmu dan teknologi di Indonesia tinggal menunggu waktu.
Persoalannya bukan pada ketiadaan uang di negeri ini, tetapi lebih kepada tidak adanya komitmen dan visi para pemimpin untuk membudayakan ilmu.
"Di Korea orang bangga dengan keberhasilan ilmuwan mereka menciptakan robot HUBO Einstein yang bisa mengekspresikan sedih dan tertawa. Ketika ditanya apa manfaatnya, dijawab nothing. Di Indonesia bukan main orang melecehkan ilmuwan. Kerja yang mereka lakukan dinilai tidak ada gunanya," kata Wakil Ketua LIPI Lukman Hakim.
Tidak satu pun orang berpendidikan meragukan bahwa kemajuan masa mendatang ditentukan oleh ilmu dan teknologi. Keputusan bangsa inilah yang akhirnya akan menentukan apakah Indonesia akan menjadi negara yang gagal atau sebaliknya, naik kelas menjadi bangsa yang disegani.
Published in
Koran Tempo (15 Februari 2006)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk pertama kalinya menyelenggarakan sistem penerimaan calon pegawai negeri sipil secara online pada 2006.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk pertama kalinya menyelenggarakan sistem penerimaan calon pegawai negeri sipil secara online pada 2006. Dinamai Sistem Informasi Penerimaan CPNS LIPI, yang memungkinkan pelamar melakukan pendaftaran, mengecek hasil verifikasi, dan mencetak kartu peserta ujian melalui situs web: http://cpns.lipi.go.id.
Formulir pendaftaran tersedia sejak 20 Desember 2005 hingga 15 Januari 2006. Pelamar diberi nomor lamaran yang unik beserta password untuk mengakses informasi terkait dengan lamarannya. Pelamar juga harus mengirimkan berkas--misalnya salinan ijazah dan transkrip nilai melalui pos--untuk dicocokkan oleh panitia dengan data yang terisi di formulir.
Peserta yang memenuhi syarat administrasi diumumkan di situs pada 4 Februari 2006. Pelamar tersebut harus mencetak kartu peserta ujian yang ada di situs untuk proses daftar ulang di kantor LIPI.
Menurut Kepala Biro Organisasi Kepegawaian LIPI Dr Siti Nurmaliati Priyono, "Sistem registrasi melalui Internet ini untuk memenuhi keinginan publik atas keterbukaan proses penerimaan."
Memang, sistem ini membatasi orang yang mampu mengakses Internet saja yang bisa memanfaatkannya. L.T. Handoko, yang bertanggung jawab atas sistem ini, mengatakan, "Syarat mutlak CPNS LIPI 2006 ini adalah orang yang melek komputer dan Internet."
Sistem ini, menurut Handoko, menutup kemungkinan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme karena tak ada campur tangan pihak lain selain pelamar.
Dari sekitar 33.281 formulir lamaran, berkas yang memenuhi syarat sebanyak 17.832. Setelah diverifikasi berdasarkan formasi dan nilai indeks prestasi kumulatif, sebanyak 4.301 pelamar berhak mengikuti tes tertulis. DODY
Published in
Koran Tempo (12 Februari 2006)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) periode 2005/2006 dengan komputerisasi sebagai jawaban atas keinginan publik akan transparasi atau keterbukaan.
"Penerimaan CPNS LIPI tahun ini memang jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Sistem registernya melalui internet untuk memenuhi keinginan publik atas keterbukaan atau transparansi proses penerimaan CPNS LIPI," kata Kepala Biro Organisasi Kepegawaian (BOK) LIPI Siti Nurmaliati Priyono di Jakarta, Sabtu (11/2).
Menurut dia, dengan komputerisasi tersebut, LIPI juga ingin meningkatkan kualitas pegawainya dengan ketatnya seleksi penerimaan.
Sementara itu penanggung jawab sistem komputer penerimaan CPNS LIPI LT Handoko mengatakan mekanisme komputerisasi LIPI mempunyai keunggulan yaitu mulai pendaftaran sampai proses pemanggilan ujian tertulis dilakukan melalui komputer (internet).
"Sistemnya itu register, pada register juga sudah ada rambu-rambunya. Kalau tidak sesuai maka ia tidak bisa masuk. Pendaftaran, foto, surat lamaran, kartu ujian tertulis semuanya lewat komputer," katanya.
Dengan cara itu, kata dia, tidak akan ada campur tangan pihak lain selain pelamar itu sendiri, sehingga bisa dikatakan bahwa praktek KKN benar-benar dapat dihindarkan.
Sistem komputerisasi, kata dia, mempunyai kelebihan karena berkas-berkas lamaran yang bertumpuk dapat dihindari. "Disamping itu sistem ini memberikan kemudahan bagi pelamar karena mereka tidak perlu mondar-mandir, antri dan bahkan berdesak-desakan hanya untuk mengambil kartu CPNS, semuanya tinggal klik," katanya.
Saat disinggung mengenai hanya orang-orang yang dapat mengakses komputer saja yang dapat ikut mendaftar di LIPI, dia mengatakan bahwa itu justru merupakan syarat mutlak CPNS LIPI 2006. "Kita membutuhkan CPNS yang maju, orang-orang yang tidak ketinggalan teknologi," katanya.
Data Biro Kepegawaian LIPI menyebutkan jumlah pelamar CPNS LIPI melalui internet sekitar 33.281 orang, kemudian untuk berkas melalui pos berjumlah 21.322 di mana setelah verifikasi yang memenuhi syarat ada 17.832.
Setelah dilakukan verifikasi berdasarkan formasi dan indeks prestasi komulatif (IPK) melalui komputer maka disepakati bahwa yang berhak mengikuti tes tertulis 4.301 orang .
Berdasarkan formasi dan izin Menteri Negara Pedayagunaan Aparatur Negara (PAN), LIPI berhak menyediakan 300 formasi. Untuk periode 2006 Pusat Penelitian Biologi LIPI paling banyak membutuhkan pegawai. Pengumuman kelulusan akan dilakukan pada 15 Maret 2006. (Ant/OL-06)
Published in
Pemda Sumut (12 February 2006)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) periode 2005/2006 dengan komputerisasi sebagai jawaban atas keinginan publik akan transparasi atau keterbukaan.
"Penerimaan CPNS LIPI tahun ini memang jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Sistem registernya melalui internet untuk memenuhi keinginan publik atas keterbukaan atau transparansi proses penerimaan CPNS LIPI," kata Kepala Biro Organisasi Kepegawaian (BOK) LIPI Siti Nurmaliati Priyono di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, dengan komputerisasi tersebut, LIPI juga ingin meningkatkan kualitas pegawainya dengan ketatnya seleksi penerimaan.
Sementara itu penanggung jawab sistem komputer penerimaan CPNS LIPI LT Handoko mengatakan mekanisme komputerisasi LIPI mempunyai keunggulan yaitu mulai pendaftaran sampai proses pemanggilan ujian tertulis dilakukan melalui komputer (internet).
"Sistemnya itu register, pada register juga sudah ada rambu-rambunya. Kalau tidak sesuai maka ia tidak bisa masuk. Pendaftaran, foto, surat lamaran, kartu ujian tertulis semuanya lewat komputer," katanya.
Dengan cara itu, kata dia, tidak akan ada campur tangan pihak lain selain pelamar itu sendiri, sehingga bisa dikatakan bahwa praktek KKN benar-benar dapat dihindarkan.
Sistem komputerisasi, kata dia, mempunyai kelebihan karena berkas-berkas lamaran yang bertumpuk dapat dihindari.
"Disamping itu sistem ini memberikan kemudahan bagi pelamar karena mereka tidak perlu mondar-mandir, antri dan bahkan berdesak-desakan hanya untuk mengambil kartu CPNS, semuanya tinggal klik," katanya.
Saat disinggung mengenai hanya orang-orang yang dapat mengakses komputer saja yang dapat ikut mendaftar di LIPI, dia mengatakan bahwa itu justru merupakan syarat mutlak CPNS LIPI 2006.
"Kita membutuhkan CPNS yang maju, orang-orang yang tidak ketinggalan teknologi," katanya.
Data Biro Kepegawaian LIPI menyebutkan jumlah pelamar CPNS LIPI melalui internet sekitar 33.281 orang, kemudian untuk berkas melalui pos berjumlah 21.322 di mana setelah verifikasi yang memenuhi syarat ada 17.832.
Setelah dilakukan verifikasi berdasarkan formasi dan indeks prestasi komulatif (IPK) melalui komputer maka disepakati bahwa yang berhak mengikuti tes tertulis 4.301 orang.
Berdasarkan formasi dan izin Menteri Negara Pedayagunaan Aparatur Negara (PAN), LIPI berhak menyediakan 300 formasi. Untuk periode 2006 Pusat Penelitian Biologi LIPI paling banyak membutuhkan pegawai. Pengumuman kelulusan akan dilakukan pada 15 Maret 2006.
Published in
Suara Merdeka (12 February 2006)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan penerimaan
Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) periode 2005/2006 dengan komputerisasi. Sistem ini
memiliki banyak kelebihan dibanding cara manual.
"Penerimaan CPNS LIPI tahun ini memang jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Sistem registernya melalui internet untuk memenuhi keinginan publik atas keterbukaan atau transparansi proses penerimaan CPNS LIPI," kata Kepala Biro Organisasi Kepegawaian (BOK) LIPI Siti Nurmaliati Priyono di Jakarta, Sabtu (11/2).
Menurut dia, dengan komputerisasi tersebut, LIPI juga ingin meningkatkan kualitas pegawainya dengan ketatnya seleksi penerimaan.
Sementara itu penanggung jawab sistem komputer penerimaan CPNS LIPI LT Handoko
mengatakan mekanisme komputerisasi LIPI mempunyai keunggulan yaitu mulai pendaftaran sampai proses pemanggilan ujian tertulis dilakukan melalui komputer (internet).
"Sistemnya itu register, pada register juga sudah ada rambu-rambunya. Kalau tidak sesuai maka ia tidak bisa masuk. Pendaftaran, foto, surat lamaran, kartu ujian tertulis semuanya lewat komputer," katanya.
Dengan cara itu, kata dia, tidak akan ada campur tangan pihak lain selain pelamar itu sendiri, sehingga bisa dikatakan bahwa praktek KKN benar-benar dapat dihindarkan.
Sistem komputerisasi, kata dia, mempunyai kelebihan karena berkas-berkas lamaran yang bertumpuk dapat dihindari. "Disamping itu sistem ini memberikan kemudahan bagi pelamar karena mereka tidak perlu mondar-mandir, antri dan bahkan berdesak-desakan hanya untuk mengambil kartu CPNS, semuanya tinggal klik," katanya.
Saat disinggung mengenai hanya orang-orang yang dapat mengakses komputer saja yang dapat ikut mendaftar di LIPI, dia mengatakan bahwa itu justru merupakan syarat mutlak CPNS LIPI 2006. "Kita membutuhkan CPNS yang maju, orang-orang yang tidak ketinggalan teknologi," katanya.
Data Biro Kepegawaian LIPI menyebutkan jumlah pelamar CPNS LIPI melalui internet sekitar 33.281 orang, kemudian untuk berkas melalui pos berjumlah 21.322 di mana setelah verifikasi yang memenuhi syarat ada 17.832.
Setelah dilakukan verifikasi berdasarkan formasi dan indeks prestasi komulatif (IPK) melalui komputer maka disepakati bahwa yang berhak mengikuti tes tertulis 4.301 orang
.
Berdasarkan formasi dan izin Menteri Negara Pedayagunaan Aparatur Negara (PAN), LIPI berhak menyediakan 300 formasi. Untuk periode 2006 Pusat Penelitian Biologi LIPI paling banyak membutuhkan pegawai. Pengumuman kelulusan akan dilakukan pada 15 Maret 2006.
Published in
Nakita (354/VII, 14/01/2006)
Setiap Bulan Pasti Beli (Laksana Tri Handoko (37), ayahanda Arsya Asharhadi (7 tahun, kelas 2 SD Islam Al-Fikri, Depok))
"Sejak satu tahun lalu anak saya gemar bermain HotWheels. Setiap bulan saat kami belanja bulanan dia pasti mampir ke konter khusus untuk membeli mobil-mobilan itu. Jumlah koleksinya sekarang 24 buah. Ada mobil balap, sedan, mobil futuristik dan lainnya. Selain itu, Arsya masih memiliki koleksi mobil-mobilan lain yang jumlah keseluruhannya hampir 100 buah.
Kegemaran Arsya itu menurun dari saya karena saya senang sekali dengan dunia otomotif. Kalau saya sedang membaca majalah otomotif Arsya selalu nimbrung. Senangnya Arsya pada HotWheels ada manfaatnya kok. Selain menjadi sarana hiburan, dan memuaskan minatnya, juga bagus untuk memperluas wawasan dan sosialisasinya.
Published in
Faculty of Integrated Arts and Sciences, Hiroshima Website